MADU KUJADIKAN B4BU
Part 7 "Loh tapi Tan, Mas juga laper ini, belum makan siang karena tadi pagi duit bensin Mas malah dipinta sama si Nia buat ongkos ke rumah ibunya. Bagi dikit ya Tan, Mas mohon." "Enggak! Enak aja. Mau kamu udah makan kek, mau belum makan kek, aku gak peduli. Salah sendiri duit jatah bensin dikasih ke si Nia, jadinya rasain tuh akibatnya." "Ya ampun Tan, kamu kok tega sama, Mas? Mas lagi sakit ini." "Dih bodo amat, lagian kalau kamu laper makan aja tuh tumis labu siam bikinan istri mudamu, katanya masakan dia paling enak sedunia 'kan?" ketusku sambil mulai makan rice bowl pesananku. "Emmm, ya ampun ini sih rasa sapi bakarnya enak banget, ah nyesel cuma pesen dua, tahu gitu aku pesen tiga tadi," seruku. Sengaja aku menunjukan ekspresi yang agak lebay biar pria gak tahu malu itu ngeces. Dan benar saja, Mas Iwan yang masih mematung di dekatku meneguk ludah sambil memegangi perutnya. "Bagi dikitlah Tan, Mas pengen nyobain." "Ogah, tuh makan aja tumis labu siem." Kuseret mangkuk tumis labu siam itu ke depannya. "Tapi Mas bosen makan makanan begitu terus Tan, sekali-kali kasihlah Mas makan rice bowl, itu juga 'kan rice bowlnya ada dua," bujuknya lagi. "Nggak. Aku bilang nggak ya nggak. Kamu paham gak sih?" Aku ngegas. Akhirnya Mas Iwan diam. Mau tak mau juga akhirnya dia mengambil nasi dan tumis labu itu ke dalam piringnya. Aku senyum kecut saja, rasain kamu Mas. Andai kamu setia dan bisa memegang erat janji kita, mungkin sekarang kamu masih kulayani dan kuperlakukan dengan baik seperti saat awal menikah. Sayangnya kamu malah membuat penyakit dalam rumah tangga kita, jadi sekarang kamu terimalah akibatnya. "Hoeekk! Cuih cuih cuih. Tan, ini kok rasanya gini?" Mas Iwan melepeh makanan yang baru saja dimasukannya ke mulut. "Apaan sih jorok amat. Gini gimana sih?" Aku kesal. "Ini gak kayak tadi pagi, apa basi kali ya Tan." "Masa?" "Iya, coba deh kamu cicipi sedikit," katanya sambil mendorong mangkuk tumis labu siam itu ke dekatku. "Dih, ogah." Kudorong lagi mangkuk itu ke dekatnya. "Asem banget Tan, iya nih kayaknya udah basi ini tumis labu siamnya." "Telat ngangetin kali, ini 'kan udah sore, istri kamu itu masak tadi pagi, ya iyalah wajar basi," responku santai, sambil terus kulahap makananku. "Apa iya iya? Hhh lagian kemana sih itu si Nia? Masa pergi ke acara ulang tahun belum datang juga sampe sekarang. " Mas Iwan mulai menggerutu kesal. Dia lalu membuka ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. Mungkin dia mau mengirim pesan pada si madu babu itu. Ah bodo amat. Kuteruskan saja melahap makananku hingga habis tak tersisa. "Aaaah kenyaaang." Aku bersender ke badan kursi sambil memegangi perut yang sudah penuh. Mas Iwan menoleh, "kamu beneran habisin semuanya Tan? Cepet amat." "Ya iyalah dihabisin semua, buat apa juga di sisain?" ketusku. "Kirain kamu mau sisain buat Mas Tan, beneran laper banget ini, gimana ya?" "Ya gimana? Masaklah sendiri, selingkuh aja kamu bisa masa masak gak bisa." Mas Iwan menarik napas panjang, tanpa bicara lagi ia lalu bangkit dan gegas jalan ke arah kulkas. "Tapi di kulkas gak ada apa-apa Tan, cuma ada air putih doang. Terus Mas masak apa ya?" Aku mengerling, "ya apa kek cari, bawel amat. Di belakang rumah 'kan banyak rumput Jepang sama daun Akasia, masak tuh buat lauk kamu." "Ya ampun Tan, kamu kalau ngomong kok gitu. Sa-dis amat," protesnya. "Lah terus?" tandasku seraya gegas bangkit dan melengos pergi dari hadapannya setelah merguk segelas air. Baru saja aku sampai di tengah-tengah anak tangga, si madu babu datang. "Maas, kamu udah di rumah?!" teriaknya. Mas Iwan langsung muncul dari dapur. "Nia, lama amat sih kamu pergi. Mas hampir ma*i tahu karena kelaparan." "Apa sih baru aja dateng udah diomelin. Tadi itu aku juga pengen balik buru-buru Mas, tapi Mbak Intannya malah ogah ngasih tebengan. Alhasil aku jadi harus naik angkot, kamu 'kan tahu jarak rumah Ibu ke sini lumayan jauh." "Ah alesan terus. Buruan masak buat Mas, laper ini." "Loh bukannya di meja ada tumis labu siam, Mas?" "Gak ada, basi. Kamu sih dibilangin jangan lama-lama malah sampe sore begini. Ngapain aja sih di sana?" "Iya iya maaf. Tapi aku gak bisa masak karena bahannya udah gak ada, Mas." Mas Iwan menggosok kepala, "hadeeh terus ini perut Mas gimana?" "Ish ya udah bentar." Si Nia pun tiba-tiba muncul di bawah tangga. Dia cepat naik menghampiriku. "Nah kebetulan kamu ada di sini, Mbak. Minta duit buat beli lauk, Mas Iwan laper katanya." Tanpa basa-basi si madu babu membuka telapak tangannya padaku. "Duit katamu? Jangan harap!" sengitku. Aku berbalik badan hendak meneruskan langkah tapi cepat ditarik lagi oleh si madu babu. "Tunggu dulu Mbak, aku mau minta duit ini, Mas Iwan laper, tumis labunya basi, jadi aku harus masak masakan baru," katanya. "Gak. Enak aja, salah siapa kamu telat balik? Basi 'kan tuh makanan, mubazir." "Halah udahlah Mbak, aku males debat. Minta goceng aja sini, aku mau beli telor dua biji," paksanya sambil terus membuka telepak tangan di depanku. Kesal karena terus dipaksa, akhirnya kurogoh saku celanaku. "Tuh cuma ada seribu perak," ketusku sambil kutaruh seribu perak itu di atas telapak tangannya. Dia melotot, "seribu perak? Kamu gila apa gimana sih, Mbak? Masa seribu perak sih. Cukup buat apaan seribu perak?"MADU KUJADIKAN BABUPart 8"Beli kerupuk atau pilus biar ada rasa ayam panggangnya hahaha." Aku terawa puas sambil gegas naik ke atas."Mbak! Mbak Intan, stres apa kamu ya?!" teriak si madu babu kesal.***Seminggu kemudian. Rumahku benar-benar kedatangan tamu, Bu Romlah dan Bu Ipah berkunjung."Waaah rumah kamu ternyata bagus banget Tan, ada halamannya juga, gak kalah sama rumah almarhum almarhumah ibu dan bapakmu dulu," kata Bu Romlah."Ah rumah kecil, Bu. Hasil dari nguli jualan bakso.""Ih hebat banget kamu Tan, jualan bakso sampe udah sukses gini. Jarang pulang ke Cimenot tapi sekalinya pulang malah bikin pangling semua orang," sahut Bu Ipah sambil terus memindai setiap sudut rumah."Alhamdulillah Bu, mungkin emang rejekinya aja.""Iya, wajar rejekimu bagus Tan, karena ujian hidup kamu juga beda dari yang lain," kata Bu Ipah lagi.Seketika aku menarik napas panjang. "Sabar ya Tan, saya masih suka ikut kesel sebenernya kalau inget soal si Nia," bisik Bu Ipah."Iya bener. Gak tahu
MADU KUJADIKAN BABUPart 9Si madu babu terperangah, "keterlaluan kamu, Mbak!" teriaknya sambil refleks bangkit. "Kam-""Heh Nia," potong Bu Romlah. "Gak usah banyak bantah kamu. Pake teriak-teriak ke Mbak madumu pula. Jangan kurang ajar ya, meskipun dalam garis sodara si Intan ini sifat adikmu, tapi usiamu lebih muda, harusnya kamu lebih sopan sama si Intan, lagipula kamu itu 'kan cuma istri kedua, harusnya jangan kurang ajar dong sama istri pertama. Dipecat jadi madu baru nyaho kamu.""Iya kesel banget sama tuh, udah gak tahu malu rebut laki orang, pake banyak bantah pula. Udah sih Tan, meningan suruh aja suamimu ceraikan si Nia ini, buat apa juga? Udah dekil, acak-acakan, gak punya sopan santun pula," timpal Bu Ipah. Keduanya tampak emosi karena tadi si madu babu lancang berteriak di depanku.Hah rasain kau Nia, lagi-lagi kau harus menerima pahitnya jadi maduku."Apaan sih? Kok kalian jadi ikut-ikutan? Yang gak sopan itu aku atau kalian sebenernya, hah?!" Si Nia teriak lagi. Sontak
MADU KUJADIKAN BABUPart 10"Awwwsh. Mbak Intan, apaan sih! Ngotak dikit dong kalau bangunin orang, jangan langsung tarik aja, kalau aku celaka gimana?" protesnya kesal."Salah sendiri dibangunin susah, ayo buru mandi terus beresin tuh gelas bekas tamu, males banget sih kamu.""Gak mau. Gelas itu 'kan bekas tamunya Mbak Intan, ngapain harus aku yang beresin," pungkasnya sambil melengos pergi keluar setelah menarik handuk dari belakang pintu.Sementara Mas Iwan juga kembali membanting bobot ke kasur. Dasar pemalas. Geram, kuambil segelas air yang ada di atas nakas dan menyiramkannya pada wajah Mas Iwan. Byuuur!"Kamu juga. Bangun!"Mas Iwan kembali terperanjat."Intan, apaan sih? Basah 'kan jadinya.""Biarin. Siapa suruh kamu tidur lagi, hah? Gak malu kamu sama ayam? Sana pergi ke belakang, guntingin tuh rumput dan sapu daun-daun yang jatuh di atasnya.""Tapi Mas belum mandi Tan. Mas mandi dulu ajalah." Dia lalu melengos pergi ke atas. Mungkin mau mandi di kamarku karena di kamar mand
MADU KUJADIKAN BABUPart 11 A"Mas!" Si babu madu teriak lantang sambil memukul meja. "Bagus ya kamu. Ngobrol sama temen gak guna gini malah pake jelek-jelekin istri sendiri!" "Nia, apaan sih? Bikin kaget aja, sana pergi ke belakang, gak usah bikin rusuh," usir Mas Iwan."Aku gak akan pergi Mas. Meningan kamu suruh aja itu temenmu yang pergi, ngapain bertamu malam-malam? Ganggu aja, gak sopan pula pake ngomongin yang punya rumah," cecarnya.Dih, yang punya rumah katanya. Ngimpi dia. Rumah ini kan milikku bukan milik dia. "Nia, jangan lancang kamu, bikin malu aja. Sana," usir Mas Iwan lagi."Nggak! Aku-"Mas Iwan menarik si madu babu ke ruang tv bahkan sebelum wanita itu melanjutkan kemarahannya."Lepasin aku, Mas. Biarin aku usir temanmu itu, gak sopan!""Diem kamu! Diem di sini dan gak usah bikin rusuh. Dasar dak guna," desis Mas Iwan sebelum akhirnya dia kembali ke depan."Maaas!" Aku ngikik sampai guling-guling di sofa."Hahaha ampuuun deh Nia, kenapa apes banget sih kamu? Udah
MADU KUJADIKAN BABU Part 11 BDia mendelik, "kenapa? Emang masalah buat, Mbak Intan?""Ya jelas masalah dong. Lihat itu, gara-gara kamu keluyuran pagi-pagi lakimu jadi harus gantiin kamu ngerjain kerjaan rumah, akhirnya apa? Dia jadi gak bisa nyari duit!""Ck, duit duit duit. Entar aku kasih Mbak Intan duit, bila perlu akan kubeli harga diri Mbak Intan itu biar puas!" sengitnya.Plak!Tangan ini refleks menamparnya."Intan!" teriak Mas Iwan. Cepat ia menjauhkan si madu babu dariku."Jangan pernah sekali lagi, kamu menyamakan harga diriku dengan harga dirimu Nia!" pekikku tajam.Si Nia berburu napas. Tapi sebelum wanita itu murka, Mas Iwan sudah lebih dulu menariknya masuk."Lepasin aku Mas! Lepasin! Biar kutampar balik istri tuamu itu." Si Nia berontak.Mas Iwan terus menariknya ke kamar. Aku juga gegas bangkit mengekor mereka diam-diam."Kamu lihat kan, Mas? Aku benar-benar bisa stres lama-lama tinggal di sini. Semalam kamu yang permalukan aku, sekarang dia yang sakiti fisik aku. P
MADU KUJADIKAN BABUPart 12"Ayo Mas, sarapan. Aku udah masak enaaak banget dan banyak buat kamu.""Duh hebat banget sih istriku."Aku pura-pura ke dekat kompor saat mereka datang."Eh ada Mbak Intan, mau sarapan, Mbak? Tapi maaf ya sarapan hari ini aku masak khusus buat Mas Iwan. Mbak Intan tunggu sisanya aja," ujar si madu babu.Aku berbalik badan. Tampak sengaja banget si Nia itu memanas-manasiku. Modal maksa bait dipanggil cantik dan diperlakukan baik aja bangga. Astaga manusia macam apa dia itu?"Aku ke sini mau ngambil minum, bukan mau sarapan makanan sampah kamu," sahutku.Wajah si madu babu memias. Dia baru akan melawanku lagi saat Mas Iwan menariknya."Udah ayo sarapan aja, ngapain ribut-ribut terus. Mas udah laper nih."Mau tak mau akhirnya si madu babu duduk. Sementara aku juga keluar karena mau berangkat yoga.Pulang dari yoga. Kulihat rumah udah kinclong. Teras, halaman, sampah, semuanya udah enyah. Saat masuk ke dalam rumah juga wanginya beda. Wangii banget pokoknya. Dan
MADU KUJADIKAN BABUPart 13Sampai akhirnya dia pun pergi dengan langkah dihentak-hentakan."Iiih amit-amit. Kalian emanya betah miara pembantu kayak dia? Songong dan nggak sopan begitu." Ibu mertua bergidig.Lagi, aku hanya bisa cekikikan puas dalam hati."Intan, kamu udah hamil belum?" Pertanyaan Ibu mertua membuatku yang tengah terkikik tiba-tiba terbatuk.Uhuk uhuk uhuk."Kamu kenapa?""Emm belum, Bu.""Buruan dong hamil, jangan kalah sama yang belakangan nikah, adiknya si Iwan udah positif, makanya sekarang dia sama suaminya lagi babymoon."Aku nyengir saja. Huh andai aku bisa memberitahu ibu mertuaku bagaimana kondisi rumah tanggaku dengan Mas Iwan sekarang, jangankan untuk bisa punya anak, tidur bareng saja aku tak sudi.Selama setahun terakhir ini Mas Iwan tidur di kamar si madu babu, dia hanya akan pergi ke kamarku saat ganti baju atau numpang mandi saja. Dan kalau pun Mas Iwan harus tidur di kamarku, maka dia akan kusuruh tidur di karpet. Entah kenapa, meski dia masih sah be
MADU KUJADIKAN BABUPart 14 AKlek!Dalam sekali tekanan, pintu terbuka oleh ibu mertua. Di sana nampaklah si madu babu tengah tiduran santai sambil mendengarkan musik memakai headset."Kumenangiiiisss membayangkan betapa keejamnya dirimu atas dirikuuu ... kau du-"Brak!Si madu babu ditarik kasar oleh ibu mertua ke lantai. Sontak saja dia menjerit kesakitan sambil buru-buru melepaskan headsetnya."Ash aawww, Nyonya. Ada apa?" tanyanya dengan wajah meringis menahan sakit."Bagus ya kamu! Enak banget hidup kami, bangkrut udah semua majikan andai semua majikan punya babu kayak kamu!" sentak Ibu mertua.Mulut si madu babu mengatup-ngatup, "Ny-Nyonya sebenarnya ini ada apa? Kenapa Nyonya tarik saya dan marah-marah begini?" tanyanya tergagap-gagap.Mata ibu melotot, menampakan wajah yang makin terbakar emosi."Kenapa kata kamu?! Dasar gak tahu malu! Kamu lihat itu anak saya, majikanmu itu lagi nyuci piring sama gelas di dapur. Itu 'kan tugas kamu, kenapa dia yang harus ngerjain? Sementara
MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y
MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta
MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok
MADU KUJADIKAN BABUPart 39 APoV Intan"Saya benar-benar berterimakasih karena Nak Ikram sudah membantu menantu saya bebas dari tuduhan waktu itu. Sekaligus saya juga ingin menyampaikan terimakasih karena selama ini Nak Ikram sudah jadi bos yang baik untuk almarhum anak saya. Dan maaf karena saya baru bisa menemui Nak Iwan sekarang, kemarin-kemarin saya langsung ngedrop dan harus dirawat beberapa hari," ujar Ibu mertua pada Ikram. Hari ini beliau sengaja mengajakku mendatangi kantornya Ikram untuk mengucapkan rasa terimakasihnya. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah jadi kewajiban saya memang membela orang yang tak bersalah. Intan ini teman SMA saya dulu, jadi saya tahu betul Intan nggak mungkin melakukan itu," jawab Ikram penuh wibawa."Oh ya? Jadi kalian ini temen lama toh? Wah saya baru tahu.""Iya, Bu. Intan ini teman dekat saya sejak lama. Dan dulunya menantu Ibu ini cewek populer seantero sekolah loh Bu, pokoknya siapa pun yang dapatkan dia, waaah beruntung banget deh pokoknya. Termasuk
MADU KUJADIKAN BABU Part 38 BMbak Intan, dia datang dengan wajah puas dan senyuman miring. Cepat saja, aku yang tengah terisak-isak itu bangkit."Mbak Intan, Mbak aku gak bersalah Mbak. Tolong bebaskan aku, Mbak. Aku bersumpah, ide racun itu bukan ideku Mbak.""Ya ya ya aku udah tahu Nia. Lupa kamu kalau tadi kita sidang semuanya dibuka dengan jelas? Racun itu bukan idemu, tapi ide ibumu 'kan?""Mbak aku mohon Mbak, tolong bebasin aku, Mbak. Aku gak salah. Aku janji kalau aku dibebaskan kamu boleh menjadikanku apa saja. Bahkan aku siap kalau harus jadi pembantu selamanya. Aku janji Mbak, aku janji," cecarku.Mbak Intan menyipit, "bebaskan? Lalu kalau kamu dibebaskan siapa yang akan menanggung hukumanmu Nia?""Ibu. Ibu adalah satu-satunya orang yang pantas dihukum, Mbak," jawabku asal.Sontak saja hal itu membuat ibuku geram. Lalu bangkit menarikku menjauh dari besi sel."Nia cukup! Apa-apaan ini? Kamu gila apa? Buat apa kamu memohon sama perempuan itu sampai harus bicara begitu soal
MADU KUJADIKAN BABUPart 38 A"Kau mau mengakui sekarang atau nggak?""Ng-ngaku apa, Pak?""Ya ngaku kalau kamu pelakunya. Kamu 'kan yang meracun suamimu sendiri?""Nggak, Pak. Sumpah saya bukan pelakunya. Yang meracun suami saya itu istri pertamanya.""Bohong kamu! Mengaku atau saya tambah hukumannya," ancamnya."T-tapi saya memang gak melakukan apa-apa, Pak.""Ah bohong!"Brak!Dia menggebrak meja dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja tersebut. Aku sampai terperanjat. Tubuhku jangan ditanya, bergetar hebat sudah bagai orang yang menggigil kedinginan."Ngaku sekarang juga!""Saya nggak mau mengakui apa-apa, Pak. Saya gak salah!" ***Hari berlalu. Untunglah aku bisa lewati walau hampir gila dan menyerah. Hampir saja aku mengakui semuanya, karena mereka yang terus menerus mendesakku untuk mengakui semuanya.Untunglah ada ibu yang tak pernah berhenti mengingatkanku, seberat apapun mereka menyiksa kami, jangan sampai pengakuan itu terucap. Sidang pun digelar kembali. "Keberatan
MADU KUJADIKAN BABU Part 37 BSebuah video rekaman cctv pun diputar di persidangan itu.Aku terkejut bukan main. Tentu saja, cafe itu? Cafe Alviar tempat aku dan ibu bertemu? Bagaimana bisa Ikram punya rekaman cctv di cafe itu? Tubuhku mendadak panas dingin saat Ikram mulai bicara menjelaskan soal keadaan yang ada di dalam rekaman tersebut. Berkali-kali kuremas tangan ibuku dengan telapak tangan yang sudah basah ini."Gimana ini, Bu? Mati kita. Kita pasti akan ditangkap, Bu," bisikku pada Ibu."Tenang Nia. Kamu harus tenang supaya gak ada yang curiga.""Tapi, B-""Keberatan Yang Mulia!" Aku terkejut saat ibu teriak sambil kontan bangkit dari kursinya. Dia mengajukan keberatan rupanya. Entah apa yang ibu ucapakan saat itu, aku sampai tak bisa mendengar dan menyimak dengan baik karena saking sudah ngeblank dan ketakutan kejahatan kami terbongkar.Yang jelas, saat Ikram meminta Hakim agar aku dan ibuku juga diperiksa aku refleks teriak, "nggak! Nggaaaak!" Setelah itu aku lari ke luar
MADU KUJADIKAN BABUPart 37 AAku bengong sebentar. Lalu melemparkan senyuman pada ibu sebelum akhirnya aku berhambur dan mulai memainkan akting terbaikku."Mas Iwaaan! Maaas, kamu kenapa, Mas? Kamu kenapa? Bangun, Mas. Maaas!""Tolong tenang ya Bu, saya mengerti perasaan Anda. Tapi ini rumah sakit takutnya menganggu yang lain," ucap seorang dokter yang baru saja masuk bersama seorang perawat."Suami saya kenapa ini, Dok? Suami saya kenapa gak gerak gini? Dia kenapa?" Aku mengguncang kedua lengan dokter tersebut sambil berpura-pura nangis histeris.Ah untungnya aku jago kalau hanya untuk akting nangis seperti ini."Maaf Bu, saya harap kalian bisa ikhlas dan menerima takdir Tuhan. Pasien sudah berpulang akibat racun yang masuk ke dalam tubuhnya sudah menyebar pada aliran darah," terang Dokter tersebut."Apa? Mas Iwaaan!" Aku teriak sekencang-kencangnya agar mereka semakin yakin bahwa aku benar-benar terpukul juga kehilangan.Proses pengurusan jenazah di rumah sakit pun selesai. Jenazah
MADU KUJADIKAN BABU Part 36 BDokter itu menarik napas panjang, "kami sedang berusaha memberinya pertolongan pertama Mbak, tapi sepertinya untuk sadar hari ini kemungkinannya sangat kecil. Mari saya permisi," jawabnya sambil kemudian pergi dengan terburu-buru.Aku mengembuskan napas lega. Aaah syukurlah kalau Mas Iwan gak akan sadar hari ini. Aku jadi punya waktu untuk menyusun rencana berikutnya.Aku kembali ke dekat ibu mertua dan Mbak Intan yang tengah duduk resah di kursi tunggu."Sabar Bu, semoga Mas Iwan baik-baik saja." Mbak Intan terus menerus menguatkan mertuanya.Tak heran jika hal itu membuatku makin tak menyukainya.Awas saja kau, Mbak. Setelah ini aku pastikan, ibu mertua sendiri yang akan menyeretmu ke dalam penjara. Batinku.--Beberapa saat setelah Mas Iwan ditangani. Seorang suster keluar menyuruh salah seorang keluarga Mas Iwan untuk masuk ke dalam. Dan aku baru akan masuk saat Mbak Intan dengan cepat menyerobot."Minggir. Aku lebih berhak," desisnya seraya gegas m