“Elmira, siang ini kamu harus pulang. Kemasi barangmu, akan ada orang yang menjemput.”
Pangggilan terputus. Elmira hanya menghela napas dengan kesal. Tak ada pemberitahuan sebelumnya, sang ayah tiba-tiba menghubungi dan memintanya pulang. Elmira sendiri tidak setuju akan hal itu, dua hari lagi dia harus melaksanakan ujian sempro. “Ayah keterlaluan, kuliahku sudah hampir selesai. Dia bisa mengacaukan semua impianku,” dengus Elmira kesal. “Ini masih terlalu pagi El, ada apa?” tanya Naura teman satu kampusnya sekaligus teman satu kost di Jakarta. “Ayahku meminta pulang siang ini. Aku tentu saja tidak bisa, hari Senin akan ujian sempro.” “Ujiannya masih Senin, besok kamu bisa pulang lagi ‘kan? Sudahlah ikuti saja permintaan ayahmu. Lagi pula, Bandung – Jakarta hanya berjarak beberapa jam saja.” “I-iya, tapi ‘kan aku...” Elmira tidak melanjutkan pembelaannya. Dia bergegas masuk kamar dan mengemasi beberapa barang ke dalam koper kecil berukuran 18 inci. Lagi pula tidak lama, dia akan segera kembali ke Jakarta. Tidak biasanya sang ayah meminta pulang secara mendadak. Elmira pun tentu saja tidak bisa menolaknya. Sebagai seorang anak tunggal yang sudah lama tinggal bersama sang ayah usai kepergian sang ibu, tentu saja tidak ada alasan bagi dirinya membantah sang ayah. Selama ini, Elmira tidak pernah merasa dirugikan oleh ayahnya. Tentu saja, sebagai seorang pengusaha ayahnya selalu memenuhi keperluan Elmira bahkan dia kuliah di sebuah universitas terbaik di Jakarta. Elmira sendiri mengambil jurusan managemen, impiannya ingin kerja menjadi sekretaris perusahaan. Dia bertekad akan bekerja keras tanpa melibatkan background sang ayah. Tapi, entah mengapa beberapa bulan terakhir sepertinya sang ayah sedang mengalami masalah, sehingga sering terlambat mengirimkan uang bulanan. “Kamu sedang memikirkan apa, El?” tanya Naura membuyarkan lamunannya. “Ayah.” “Perkara diminta pulang saja lamunanmu panjang sekali. Apakah ada yang aneh dengan permintaannya? Lagi pula, kamu sendiri yang bilang ayahmu sering sakit-sakitan sekarang, mungkin dia rindu dengan anak semata wayangnya.” “Tapi, dari nada bicaranya seperti bukan karena rindu. Ayah bahkan tidak mengizinkan aku untuk bicara dan langsung menutup panggilan usai memintaku pulang.” “Lamunanmu terlalu jauh, sudahlah pulang saja. Setelah pulang, kamu akan tahu apa yang ayahmu inginkan.” “Kamu ikut denganku, ya. Kalau ada apa-apa, kamu bisa tahu dan membantu aku di sana. Perasaanku tidak tenang, sepertinya ayah sedang merencanakan sesuatu untukku.” “Buang pikiran burukmu, tidak mungkin ayah menghancurkan anaknya.” Sebuah klakson mobil mengejutkan keduanya. Elmira mengintip dari balik jendela di susul oleh Naura. Tetapi, seperti ada yang aneh dan berbeda. Mobil itu bukan yang biasa datang menjemput Elmira. Dia segera keluar untuk memastikan bahwa itu jemputannya atau bukan. “Maaf Pak, cari siapa, ya?” “Nona Elmira, apa benar tinggal di sini?” “Ya, saya Elmira.” “Saya diminta Pak Gandi untuk menjemput non Elmira. Apakah kita bisa berangkat sekarang?” “Kenapa tidak dijemput oleh sopir biasanya?” “Wah, itu saya kurang tahu non. Saya hanya menjalankan tugas saja.” Elmira tidak mempercayainya begitu saja. Dia segera menghubungi sang ayah dan memastikan siapa orang yang diminta untuk menjemputnya. Usai mendapatkan penjelasan, dia baru menyetujui. Tidak lupa Elmira pamit kepada Naura. Naura juga mengingatkan agar tidak banyak berpikir hal buruk, apalagi menuduh sang ayah. Tentu saja permintaan pulangnya memiliki alasan, Elmira akan mengetahui hal tersebut usia tiba di rumah. Selama perjalanan Elmira tampak diam, entah karena kesal atau bingung dengan permintaan sang ayah secara tiba-tiba. Dia akhirnya memutuskan bertanya kepada sang sopir apa yang diketahui mengenai kepulangannya tersebut. “Pak, apakah ayah saya tidak mengatakan sesuatu?” “Mengenai apa, Non?” “Alasan meminta saya pulang secara mendadak.” “Wah, kalau itu saya juga kurang tahu, Non. Saya tidak banyak bertanya, bapak hanya meminta saya menjemput dan mengantar ke Bandung.” “Saya baru lihat, apa Bapak sopir baru?” “Bukan Non, saya bekerja untuk Pak Refan, rekan bisnis Pak Gandi.” Elmira mengernyitkan dahi, selama ini dia tidak pernah mendengar nama tersebut. Dari namanya saja seperti bukan pengusaha seumur ayahnya. Meskipun hal tersebut bukan masalah di dunia bisnis. Siapa Refan? Mengapa rasanya ada yang aneh mendengar nama itu? Elmira berusaha memejamkan matanya, dia tidak ingin berpikir terlalu banyak. Saat ini, dia hanya ingin segera tiba di Bandung dan mengajukan banyak pertanyaan kepada sang ayah. Tak peduli jika nanti sang ayah marah dengan serangan pertanyaan tersebut. Jarak Jakarta Bandung memang tidak begitu jauh, apalagi bisa melewati tol agar menghindari macet. Ini juga bukan hari libur, sehingga jalanan tampak sepi terkendali. Suara musik terdengar merdu seolah menjadi pengantar tidur untuk Elmira. Dia tertidur selama perjalanan, memang cukup lelah setelah semalam tidur terlalu larut. “Non, sudah tiba.” Elmira terbangun, dia melihat sekeliling. Rasanya secepat itu tiba di rumah, padahal baru tadi dia berbincang dengan sang sopir. Elmira bergegas usai pintu dibuka sopir. Matanya tampak terkejut dan bingung. “Apa ini?” Sebuah pemandangan aneh, ada tenda dan juga pelaminan. Siapa yang akan menikah di rumahnya? “Akhirnya kamu tiba juga, ayo masuk. Semua orang sudah menunggumu.” “Apa ini Ayah? Apakah Ayah akan menikah lagi?” “Ini hari pernikahanmu, Elmira.” “Apa? Menikah? Apakah Ayah sudah gila? Aku bahkan tidak tahu tujuan Ayah meminta pulang secepat ini. Mengapa Ayah merencanakan pernikahan ini tanpa persetujuanku?” “Ayah harus melakukan ini untuk kebaikan kita semua, El. Kamu harus melakukan ini demi Ayah.” “Kuliahku saja belum selesai, Ayah. Bagaimana bisa aku menikah dengan lelaki yang tidak kukenal dan tidak kucintai.” “Kamu akan mengenalnya, kamu pasti akan mencintai dia setelah menikah nanti.” Elmira berusaha melarikan diri, tetapi Gandi berhasil menahannya dibantu oleh beberapa orang suruhannya untuk menjaga sewaktu-waktu Elmira berontak. Benar saja dugaannya, Elmira berontak dan berusaha melarikan diri dari pernikahannya. Dua orang lelaki membawa Elmira ke kamarnya, di sana sudah ada dua orang wanita yang siap menyulap Elmira menjadi gadis cantik bak seorang putri. Gaun putih yang tampak mewah sudah berdiri di atas patung menunggu sang pemilik untuk mengenakannya. “Lepaskan! Aku tidak mau menikah, aku tidak akan menikah dengan lelaki yang tak kukenal.” Tak peduli dengan perlawanan Elmira, mereka tetap melakukan tugas sesuai pekerjaannya. Sang perias meminta berhenti menangis, sebab itu mempersulit dia merias. Tiga jam berlalu, penuh perjuangan hingga usia merias sang gadis. Dia keluar dengan gaun putih cantik, wajahnya tampak menawan dengan riasan bak pengantin kerjaan. Seseorang membantunya duduk bersebelahan dengan mempelai lelaki, tanpa menatap Elmira dia tetap duduk terdiam sebelum akhirnya penghulu melaksanakan ijab kabul. “Saya terima nikah dan kawinnya Elmira Maharani Sugandi binti Herman Sugandi dengan maskawin tersebut tunai.” Akad nikah berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan, keduanya sudah resmi menjadi suami istri tanpa saling mengenal satu sama lain. Baik Elmira mau Refan, keduanya tampak tidak begitu senang dengan pernikahan mereka. Usia melangsungkan akad nikah, acara resepsi pun berjalan dengan lancar. Tidak begitu ramai, hanya keluarga dekat yang diundang. Setelah acara selesai, keduanya masuk kamar. “Pernikahan ini sudah diatur oleh keluargaku dan keluargamu, jadi jangan berharap lebih dengan pernikahan ini. Aku tidak akan menyentuhmu, pernikahan kita hanya sebuah status belaka.” Elmira mengangkat kepalanya yang tertunduk, “hanya status katamu?”Elmira terbangun dari tempat duduknya. Dia mendekat ke arah Refan yang berdiri di balik jendela tanpa mengalihkan pandangannya. Namun langkah itu terhenti saat tangan Refan memberikan isyarat.“Lelaki macam apa kamu, Refan. Aku bahkan tidak tahu alasan ayah memintaku pulang tiba-tiba. Lalu, dia memintaku menikah dengan lelaki yang tidak kukenal dan tak pernah kutemui sebelumnya.“Sudah kujelaskan bahwa pernikahan ini memang diatur oleh keluarga kita. Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Cintaku sudah habis di orang pertama, hatiku sudah mati bersama kepergian istriku. Jadi aku minta agar kamu tidak berharap apapun dalam pernikahan ini.”“Aku bahkan belum menyelesaikan kuliahku, tapi kamu tidak berpikir berulang kali sebelum mengatakan hal ini padaku. Mengapa kamu tidak menolak perjodohan ini kalau ternyata hanya untuk menyakiti diriku.”“Jangan khawatir, aku tidak akan merugikanmu. Justru kamu akan mendapatkan keuntungan dari semua ini. Ini surat perjanjian pernikahan, kamu bisa bac
Refan segera membawa Elmira ke rumah sakit terdekat. Bukan hanya pingsan, Elmira mengalami pendarahan di bagian pelipis yang terbentur cukup kuat . Melihat hal itu, Refan panik khawatir terjadi hal serius dengan Elmira.Dia bahkan seperti seorang pembalap, melarikan mobil sangat cepat. Hingga tiba di rumah sakit dia bergegas mencari bantuan.“Dokter selamatkan istri saya,” pintanya seraya memindahkan tubuh Elmira ke atas belangkar.Elmira segera di tangani oleh dokter, sementara Refan tampak panik. Tidak ingin terjadi hal buruk kepada Elmira.“Dokter, apa yang terjadi?”“Istri Anda kehilangan cukup banyak darah, benturan di kepala sepertinya sangat keras sehingga membuatnya tidak sadarkan diri.”“T-tapi, Dok. Dia bisa diselamatkan bukan?”“Kami sedang berusaha.”Refan meremas rambutnya, tidak tahu akan terjadi hal seburuk ini. Semua ini karena kesalahannya yang tak sengaja melakukan rem dadakan. Saat itu, Refan seperti melihat bayangan mendiang istrinya tersenyum seraya melambaikan ta
Elmira menangis sejadinya, kini dia benar-benar sudah tidak memiliki siapapun lagi selain suami yang tidak menginginkan dirinya. Hatinya hancur, air mata kesedihan, kekesalan dan amarah menjadi satu. Dia merasa Tuhan sedang menghukumnya.“Semua salahku, sekarang aku bahkan tidak akan pernah bertemu dengannya lagi,” lirih Elmira seraya menghapus air matanya.“Kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri, semua sudah menjadi takdir dari yang Maha Kuasa.”“Refan, tolong antarkan aku pulang. Aku ingin melihat Ayah untuk terakhir kalinya.”“Dokter memintamu untuk istirahat, kamu kekurangan banyak cairan dan darahmu rendah.”“Kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan termasuk menjadikan pernikahan ini hanya sebuah hitam di atas putih. Apakah mengantarkan aku pulang saja begitu sulit bagimu?”Refan tidak menjawab pertanyaan Elmira, dia beranjak dari tempat duduknya. Lalu meninggalkan kamar Elmira, entah apa yang dilakukannya di luar sana.Tak berapa lama, dia kembali dengan seorang dokter m
Refan sangat terkejut mendengar Elmira sudah mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki dua orang anak. Padahal pernikahan mereka secara tiba-tiba tanpa ada perkenalan. Nyaris tidak mungkin jika dia tahu banyak mengenai dirinya.“Aku belum memberitahukanmu mengenai hal ini, bahkan kita belum sempat berbicara. Baik keluargaku ataupun keluargamu pasti juga belum menceritakan tentangku.”“Aku bukan anak kecil Refan, di semua media sosialmu semuanya bisa diketahui. Siapa mendiang istrimu, anak-anakmu aku tahu semuanya. Kamu sering membagikan keseharian keluargamu di sana.”“Jadi, setelah kamu tahu segalanya. Apa yang akan kamu harapkan dariku? Ini pasti buka pernikahan impianmu.”“Apa yang aku harapkan? Tidak ada. Aku tidak mengharapkan apapun baik sebelum aku tahu kamu sudah memiliki anak ataupun tidak. Aku hanya mengerti, mengapa kedua orang tuamu sangat ingin melihatmu menikah lagi.”“Kamu wanita aneh, penuh kejutan yang tidak kupahami.”“Kenapa? Mulai tertarik padaku?”“Itu tidak mungkin
Refan menarik Elmira hingga terjatuh dan kepalanya terbentur cukup keras. Sementara itu Elmira hanya meringis menahan sakit di bagian kepalanya. Refan mendekat memastikan kondisinya baik-baik saja.“Bagian mana yang sakit? Kita ke rumah sakit dulu ya, agar bisa cek kondisimu.”“Aku baik-baik saja, sudahlah jangan berlebihan.”“Kamu yakin baik-baik saja?”Elmira hanya mengangguk, Refan kemudian membantunya berdiri dan kembali merapikan koper ke mobil. Melihat hal itu, Elmira juga tidak mencegahnya. Dia merasakan pusing cukup hebat dan kepalanya seperti berputar-putar.“Kamu yakin tidak cek dulu ke rumah sakit atau klinik terdekat?”“Tidak apa-apa, ini hanya pening saja. Sepertinya vertigoku sedang kambuh akibat benturan, jangan khawatir.”Elmira terus meyakinkan Refan bahwa dirinya baik-baik saja. Tetapi, sepertinya dia tidak yakin kondisi Elmira, dia memilih mencari klinik terdekat untuk memastikan.Melihat Refan berhenti di sebuah klinik, Elmira tampak bingung, meskipun dia tahu tuju
Refan hanya terdiam tak memberikan tanggapan mengenai pernyataan Elmira. Pada kenyataannya memang benar, bahwa dia tidak ada yang dapat menggantikan posisi Hanum dalam hidupnya. Entah diganti dengan wanita cantik seperti apapun, Hanum sudah menempati hati terdalamnya dan sebelah hatinya pun ikut mati bersama kepergian Hanum.“Kenapa masih terdiam di sana? Aku bertanya di mana tempat tidurku.”Refan berjalan ke sebelah kanan tidak jauh dari kamarnya, hanya terhalang oleh perpustakaan pribadi milik Hanum ada kamar tamu di sana. Dia menunjukkan kamar itu kepada Elmira dan mempersilahkan Elmira istirahat.“Ada pakaian juga di dalam, kamu bisa gunakan sementara sebelum sopir mengantarkannya ke sini.”“Apakah itu pakaian milik Hanum?”Refan tidak memberikan jawaban, dia kembali diam. Sengaja memang baju itu tidak disingkirkan, tapi keluarga memintanya untuk menyimpan di kamar tamu agar tidak membuat Refan terus teringat istrinya.“Nama itu sudah ada di sini, jadi kurasa tidak akan mudah bag
Elmira bangun lebih awal untuk mempersiapkan keperluan anak-anak dan juga membantu Mbak Yuni memasak. Percakapan sore kemarin masih terbesit dalam benaknya, tapi dia enggan menjelaskan apa yang menjadi sebab utama dia tetap bertahan dengan Refan. Setelah memandikan Ruhi, Elmira juga lanjut memandikan Calista. Kemudian dia kembali ke dapur menata sarapan pagi dan juga bekal untuk Ruhi.“Mbak, saya hari ini ada pekerjaan di luar. Sementara nitip Calista sebentar, nanti saya akan berikan kabar kapan kembali. Kalau misalnya pekerjaan saya selesai sebelum jam pulang Ruhi, nanti biar Ruhi saya jemput saja.”“Baik, Bu.”“Kamu mau pergi ke mana? Kenapa tidak memberitahu akan pergi?”“Refan, ada undangan mendadak dari dosen PA di kampus bahwa aku bisa mengikuti ujian sempro susulan. Jadi, hari ini aku akan ke kampus untuk memenuhi undangan tersebut. Tidak keberatan bukan?”Refan hanya mengangguk, entah mengapa rasanya dia tidak rela jika Elmira ke kampus dan menyelesaikan tugas kuliahnya. Itu
“Refan! Kenapa kamu pulang secepat ini? Bukankah katamu masih banyak pekerjaan?”“Bukan urusanmu! Lagi pula aku memang akan menjemput Ruhi. Harusnya kamu bicara lebih dulu kepadaku.”“Sayang, masuk ke dalam dan ganti pakaian. Minta tolong ke Mbak untuk disiapkan makan siang. Ayah dengan Bunda ingin bicara sebentar.”Elmira memberikan pesan kepada Ruhi agar dia tidak menyaksikan pertikaiannya dengan Refan. Bagaimanapun juga, Elmira harus menjaga perasaan Ruhi.“Kita bicara di dalam,” pinta Elmira seraya masuk rumah dan segera masuk kamar.“Refan, sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu ingin aku mudur dari pernikahan ini atau bagaimana? Kamu selalu saja mencari-cari masalah denganku.”“Kamu bertahan ataupun ingin mundur itu hakmu.”“Aku tidak habis pikir, kemarin kamu masih bersikap manis dan sekarang kamu sudah berubah lagi menjadi serigala yang menyebalkan. Lagi pula, aku hanya berusaha menjadi ibu dan juga istri yang baik untukmu. Terserah kamu akan menerima aku atau tidak.”“Tapi t