Refan segera membawa Elmira ke rumah sakit terdekat. Bukan hanya pingsan, Elmira mengalami pendarahan di bagian pelipis yang terbentur cukup kuat . Melihat hal itu, Refan panik khawatir terjadi hal serius dengan Elmira.
Dia bahkan seperti seorang pembalap, melarikan mobil sangat cepat. Hingga tiba di rumah sakit dia bergegas mencari bantuan. “Dokter selamatkan istri saya,” pintanya seraya memindahkan tubuh Elmira ke atas belangkar. Elmira segera di tangani oleh dokter, sementara Refan tampak panik. Tidak ingin terjadi hal buruk kepada Elmira. “Dokter, apa yang terjadi?” “Istri Anda kehilangan cukup banyak darah, benturan di kepala sepertinya sangat keras sehingga membuatnya tidak sadarkan diri.” “T-tapi, Dok. Dia bisa diselamatkan bukan?” “Kami sedang berusaha.” Refan meremas rambutnya, tidak tahu akan terjadi hal seburuk ini. Semua ini karena kesalahannya yang tak sengaja melakukan rem dadakan. Saat itu, Refan seperti melihat bayangan mendiang istrinya tersenyum seraya melambaikan tangan. Hal itu menyebabkan dia melakukan rem dadakan. Suara dering ponsel mengejutkan dirinya, ada panggilan masuk dari nomor Gandi, ayah mertuanya. Refan mengabaikan penggilan tersebut, dia tidak sanggup menjawab dan menjelaskan kondisi Elmira pada ayahnya. Ponsel itu terus berdering hingga ketiga kali, akhirnya Refan memberanikan diri mengangkat panggilan. Dia menyapa sang ayah dengan gemetar. “Refan, kalian di mana? Elmira dihubungi berulang kali tidak menjawab, kamu juga sulit dihubungi, cepatlah kembali. Kalian masih di jalan bukan?” suara dari seberang sana tampak gemetar. Tentu saja itu bukan suara ayah mertuanya, melainkan suara sang ibu. Masih dalam kondisi bingung, Refan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. “Ibu, mengapa ponsel Pak Gandi ada bersama Ibu? Apa yang terjadi?” “Pak Gandi mengalami serangan jantung dan sekarang dilarikan ke rumah sakit. Dokter sedang berusaha menyelamatkan di ruang ICU. Di mana Elmira? Kalian bisa segera kembali bukan?” “Bu, maaf. Sepertinya aku dengan Elmira tidak bisa kembali sekarang. Elmira dilarikan ke rumah sakit, kami mengalami kecelakaan kecil.” “Apa? Lalu bagaimana keadaan kalian sekarang?” “Aku baik-baik saja, Bu. T-tapi Elmira masih dalam penanganan dokter.” “Refan, kamu jangan berbohong. Tidak mungkin hanya kecelakaan kecil kalau istrimu masih belum sadarkan diri.” “Bu, Refan harus melihat kondisi Elmira. Nanti Refan akan menghubungi lagi.” Refan segera menemui dokter usai memberikan penyelamatan kepada istrinya. Dia hanya memastikan bahwa tidak ada yang serius dengan Elmira. “Pak, kami akan segera memindahkan pasien ke ruang rawat, tapi sementara ini pasien belum sadarkan diri. Hanya saja kondisinya sudah cukup stabil dan bisa melewati masa kritisnya.” Refan sadar bahwa pernikahan ini tidak pernah dia harapkan, tetapi dia juga tidak berharap bahwa petaka ini akan terjadi. Bahkan kini, bersamaan dengan itu kondisi Gandi pun sedang kritis. “Apa yang akan aku jelaskan padanya nanti saat terbangun?” lirih Refan dengan helaan napas cukup panjang. “El, mengapa kamu begini? Tolong bangunlah dan jangan biarkan aku merasa bersalah karena hal ini.” Refan memaki dirinya akibat tidak berhati-hati membawa mobil. Jika bukan karena dirinya, tentu saja Elmira tidak akan mengalami hal seperti ini. Setidaknya mereka masih dalam perjalanan dan bisa segera putar balik melihat kondisi Gandi. Usai mengurus semua berkas, Refan ikut bersama perawat memindahkan Elmira ke ruang rawat. Semalaman Refan menunggu Elmira di rumah sakit, berharap dia segera bangun dari tidurnya. Setidaknya, rasa bersalah tidak semakin menjadi saat melihat Elmira bangun. Refan terjaga semalam, menunggu Elmira bangun. Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi membuyarkan lamunannya. Panggilan masuk dari sang ibu. “Iya, Bu. Ada apa pagi-pagi menghubungi? Bagaimana kabar pak Gandi sekarang?” “Ibu menelepon untuk mengabarkan bahwa ayah mertuamu sudah berpulang tadi subuh.” ‘DEG!’ Refan terkejut mendengar kabar buruk di pagi hari, bahkan Elmira saja belum bangun. Apa yang akan dia jelaskan pada istrinya nanti saat terbangun? “Refan, kamu masih di sana?” panggil sang ibu. “Iya, Bu. Aku masih di sini, sementara aku belum bisa ke sana. Elmira masih belum sadarkan diri, dokter mengatakan bahwa benturannya cukup keras, sehingga bisa mengganggu saraf otaknya.” “Nak, tolong jaga Elmira dengan baik. Dia sudah tidak memiliki siapapun lagi sekarang. Ibu tahu kamu tidak mencintainya, tapi sekarang cobalah belajar untuk mencintainya, sebab dia sudah menjadi istrimu.” “Baik, Bu. Terima kasih sudah memberikan kabar, sementara aku belum bisa ke sana dan mungkin akan mengabarkan kondisi ayahnya usai Elmira pulih.” “Baiklah, jaga dirimu baik-baik di sana. Nanti berikan kabar mengenai kondisi Elmira.” Refan mengangguk seraya mengakhir percakapannya. “Apa yang terjadi dengan Ayah? Kenapa aku tidak boleh mengetahuinya terlebih dulu?” “El, kamu sudah bangun? Aku panggilkan dokter terlebih dulu untuk memeriksa kondisimu.” “Aku baik-baik saja, kepalaku hanya sedikit sakit. Tetapi bukan berarti kamu bisa membodohi begitu saja.” “Kamu baru siuman, sejak semalam kamu tidak sadarkan diri.” “Harusnya kamu membiarkan aku mati di tengah derasnya hujan, itu akan jauh lebih baik daripada aku harus hidup dalam pernikahan yang tidak kuinginkan.” “Aku panggilkan dokter terlebih.” Refan bermaksud akan beranjak, tetapi Elmira mencegahnya. Dia tahu bahwa Refan sedang mengalihkan pertanyaannya. “Jangan mengalihkan pembicaraan, aku tanya ada apa dengan ayahku.” “Setelah kamu diperiksa dokter aku akan memberitahukannya.” “Refan, jawab pertanyaanku. Jangan berputar-putar, aku tanya ada apa dengan Ayahku?” Refan menelan ludahnya, dia berusaha menjawab pertanyaan Elmira. Hanya saja lidahnya terasa kelu. Apalagi mengingat kondisi Elmira saat ini. “Kamu terus diam sejak tadi, bukannya memberikan jawaban kepadaku. Aku bukan anak kecil lagi, Refan. Aku memang marah dan kecewa padanya, tetapi bukan berarti aku tidak khawatir dengan kondisi ayahku.” Refan masih diam tertunduk tanpa memberikan jawaban. Dia sendiri bingung harus memulai dari mana untuk menjawab pertanyaan Elmira. Khawatir ini juga akan membuat kondisi Elmira semakin buruk. “Selamat pagi!” sapa seorang dokter tampak ramah. Dia tersenyum melihat Elmira sudah siuman, setelah melewati masa kritis akibat kekurangan banyak darah. Dia segera melakukan pemeriksaan dan memastikan kondisi Elmira membaik. “Syukurlah, akhirnya kamu sudah berhasil melewati masa kritisnya. Kamu masih harus melakukan pemulihan, sementara ini masih harus melakukan perawatan di sini.” “Dok, saya harus melakukan ujian besok. Tidak bisakah saya pulang segera? Saya sudah membaik, nanti juga setelah tiba di rumah kondisinya lebih baik.” “Kami masih harus melakukan beberapa pemeriksaan, jadi mohon maaf untuk saat ini kamu masih harus istirahat. Saya permisi terlebih dulu.” “Kamu dengar apa yang dokter katakan tadi? Kamu harus istirahat, ini akan memperlambat pemulihanmu jika terus begini.” “Dokter sudah melakukan pemeriksaan padaku, sekarang katakan apa yang terjadi pada ayahku?” “Kita bicara nanti saja, ya. Kamu harus istirahat.” “Refan, jangan berputar terus, jelaskan yang sebenarnya,” ujar Elmira seraya mencekal lengan Refan. “Okey baik, aku akan katakan. Pak Gandi... Pak Gandi... Pak Gandi sudah meninggal tadi pagi,” ujar Refan terbata-bata. “A-ayah... Tidak!!!”Elmira menangis sejadinya, kini dia benar-benar sudah tidak memiliki siapapun lagi selain suami yang tidak menginginkan dirinya. Hatinya hancur, air mata kesedihan, kekesalan dan amarah menjadi satu. Dia merasa Tuhan sedang menghukumnya.“Semua salahku, sekarang aku bahkan tidak akan pernah bertemu dengannya lagi,” lirih Elmira seraya menghapus air matanya.“Kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri, semua sudah menjadi takdir dari yang Maha Kuasa.”“Refan, tolong antarkan aku pulang. Aku ingin melihat Ayah untuk terakhir kalinya.”“Dokter memintamu untuk istirahat, kamu kekurangan banyak cairan dan darahmu rendah.”“Kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan termasuk menjadikan pernikahan ini hanya sebuah hitam di atas putih. Apakah mengantarkan aku pulang saja begitu sulit bagimu?”Refan tidak menjawab pertanyaan Elmira, dia beranjak dari tempat duduknya. Lalu meninggalkan kamar Elmira, entah apa yang dilakukannya di luar sana.Tak berapa lama, dia kembali dengan seorang dokter m
Refan sangat terkejut mendengar Elmira sudah mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki dua orang anak. Padahal pernikahan mereka secara tiba-tiba tanpa ada perkenalan. Nyaris tidak mungkin jika dia tahu banyak mengenai dirinya.“Aku belum memberitahukanmu mengenai hal ini, bahkan kita belum sempat berbicara. Baik keluargaku ataupun keluargamu pasti juga belum menceritakan tentangku.”“Aku bukan anak kecil Refan, di semua media sosialmu semuanya bisa diketahui. Siapa mendiang istrimu, anak-anakmu aku tahu semuanya. Kamu sering membagikan keseharian keluargamu di sana.”“Jadi, setelah kamu tahu segalanya. Apa yang akan kamu harapkan dariku? Ini pasti buka pernikahan impianmu.”“Apa yang aku harapkan? Tidak ada. Aku tidak mengharapkan apapun baik sebelum aku tahu kamu sudah memiliki anak ataupun tidak. Aku hanya mengerti, mengapa kedua orang tuamu sangat ingin melihatmu menikah lagi.”“Kamu wanita aneh, penuh kejutan yang tidak kupahami.”“Kenapa? Mulai tertarik padaku?”“Itu tidak mungkin
Refan menarik Elmira hingga terjatuh dan kepalanya terbentur cukup keras. Sementara itu Elmira hanya meringis menahan sakit di bagian kepalanya. Refan mendekat memastikan kondisinya baik-baik saja.“Bagian mana yang sakit? Kita ke rumah sakit dulu ya, agar bisa cek kondisimu.”“Aku baik-baik saja, sudahlah jangan berlebihan.”“Kamu yakin baik-baik saja?”Elmira hanya mengangguk, Refan kemudian membantunya berdiri dan kembali merapikan koper ke mobil. Melihat hal itu, Elmira juga tidak mencegahnya. Dia merasakan pusing cukup hebat dan kepalanya seperti berputar-putar.“Kamu yakin tidak cek dulu ke rumah sakit atau klinik terdekat?”“Tidak apa-apa, ini hanya pening saja. Sepertinya vertigoku sedang kambuh akibat benturan, jangan khawatir.”Elmira terus meyakinkan Refan bahwa dirinya baik-baik saja. Tetapi, sepertinya dia tidak yakin kondisi Elmira, dia memilih mencari klinik terdekat untuk memastikan.Melihat Refan berhenti di sebuah klinik, Elmira tampak bingung, meskipun dia tahu tuju
Refan hanya terdiam tak memberikan tanggapan mengenai pernyataan Elmira. Pada kenyataannya memang benar, bahwa dia tidak ada yang dapat menggantikan posisi Hanum dalam hidupnya. Entah diganti dengan wanita cantik seperti apapun, Hanum sudah menempati hati terdalamnya dan sebelah hatinya pun ikut mati bersama kepergian Hanum.“Kenapa masih terdiam di sana? Aku bertanya di mana tempat tidurku.”Refan berjalan ke sebelah kanan tidak jauh dari kamarnya, hanya terhalang oleh perpustakaan pribadi milik Hanum ada kamar tamu di sana. Dia menunjukkan kamar itu kepada Elmira dan mempersilahkan Elmira istirahat.“Ada pakaian juga di dalam, kamu bisa gunakan sementara sebelum sopir mengantarkannya ke sini.”“Apakah itu pakaian milik Hanum?”Refan tidak memberikan jawaban, dia kembali diam. Sengaja memang baju itu tidak disingkirkan, tapi keluarga memintanya untuk menyimpan di kamar tamu agar tidak membuat Refan terus teringat istrinya.“Nama itu sudah ada di sini, jadi kurasa tidak akan mudah bag
Elmira bangun lebih awal untuk mempersiapkan keperluan anak-anak dan juga membantu Mbak Yuni memasak. Percakapan sore kemarin masih terbesit dalam benaknya, tapi dia enggan menjelaskan apa yang menjadi sebab utama dia tetap bertahan dengan Refan. Setelah memandikan Ruhi, Elmira juga lanjut memandikan Calista. Kemudian dia kembali ke dapur menata sarapan pagi dan juga bekal untuk Ruhi.“Mbak, saya hari ini ada pekerjaan di luar. Sementara nitip Calista sebentar, nanti saya akan berikan kabar kapan kembali. Kalau misalnya pekerjaan saya selesai sebelum jam pulang Ruhi, nanti biar Ruhi saya jemput saja.”“Baik, Bu.”“Kamu mau pergi ke mana? Kenapa tidak memberitahu akan pergi?”“Refan, ada undangan mendadak dari dosen PA di kampus bahwa aku bisa mengikuti ujian sempro susulan. Jadi, hari ini aku akan ke kampus untuk memenuhi undangan tersebut. Tidak keberatan bukan?”Refan hanya mengangguk, entah mengapa rasanya dia tidak rela jika Elmira ke kampus dan menyelesaikan tugas kuliahnya. Itu
“Refan! Kenapa kamu pulang secepat ini? Bukankah katamu masih banyak pekerjaan?”“Bukan urusanmu! Lagi pula aku memang akan menjemput Ruhi. Harusnya kamu bicara lebih dulu kepadaku.”“Sayang, masuk ke dalam dan ganti pakaian. Minta tolong ke Mbak untuk disiapkan makan siang. Ayah dengan Bunda ingin bicara sebentar.”Elmira memberikan pesan kepada Ruhi agar dia tidak menyaksikan pertikaiannya dengan Refan. Bagaimanapun juga, Elmira harus menjaga perasaan Ruhi.“Kita bicara di dalam,” pinta Elmira seraya masuk rumah dan segera masuk kamar.“Refan, sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kamu ingin aku mudur dari pernikahan ini atau bagaimana? Kamu selalu saja mencari-cari masalah denganku.”“Kamu bertahan ataupun ingin mundur itu hakmu.”“Aku tidak habis pikir, kemarin kamu masih bersikap manis dan sekarang kamu sudah berubah lagi menjadi serigala yang menyebalkan. Lagi pula, aku hanya berusaha menjadi ibu dan juga istri yang baik untukmu. Terserah kamu akan menerima aku atau tidak.”“Tapi t
Elmira memastikan tidak terjadi sesuatu dengan keduanya. Dia hanya menyembulkan kepala dari balik pintu dan melihat keadaan aman. Refan dan Angga tampak sedang berbincang saja.“Aku hanya khawatir, tadi mendengar suara Angga berteriak,” ujar Elmira seraya menyeringai kepada keduanya.“Oh enggak kok, kita hanya berbincang saja.”“Baiklah, aku kembali ke dalam.”Refan mengangguk seraya memberikan senyum dan membiarkan Elmira meninggalkan teras rumah. Kembali ada suara keributan keduanya, kali ini Elmira tidak menghiraukannya. Hingga kemudian dia mendengar suara pintu terbuka cukup kencang.Elmira keluar dari dapur untuk memastikan apa yang terjadi. Dia melihat Refan nampak kesal, hal itu ditunjukkan dengan jelas saat Elmira mendekatinya.“Ada apa? Kamu berkelahi dengan Angga?”Refan melihat Elmira dengan ujung matanya, “sejak kapan kamu dekat dengannya? Dia itu playboy, ceweknya banyak.”“Kamu kenapa tiba-tiba ngomel? Kamu ada masalah apa sama Angga?”“Hari ini kamu pulang terlambat, pu
Paris merupakan ibu kota negara Perancis tempat salah satu panglima perang terkenal bernama Nopoleon Bonaparte dilahirkan. Sejarah menyebutkan bahwa ia merupakan tentara romawi yang sangat hebat.Di balik seorang perajurit hebat tentu ada guru yang hebat mengajarkannya. Tidak ada yang mengetahui bahwa Nopoleon Bonaparte belajar menjadi prajurit hebat dari seorang panglima perang yang telah banyak menaklukan negara-negara hingga menjadikan mereka muslim sampai hari ini. Ia juga telah berhasil dalam banyak peperangan yang diamanahkan kepadanya, ialah Khalid bin Walid sang pedang Allah. Sahabat Rasul yang sempat menentang dakwah Rasulullah akibat desakan teman-teman mendiang ayahnya. Namun Allah membolak balikan hati Khalid bin Walid hingga ia akhirnya masuk Islam dan menjadikan kekuatan besar bagi umat Islam setelah kedatangan Umar bin Khattab.Nama resmi Perancis adalah La République Française (Republik Perancis). Nama France berasal dari bahasa Latin, Francia yang artinya Negeri atau