‘PLAK!!!’ Tangan wanita paruh baya itu mendarat di pipi Refan. Usai pulang dari rumah Elmira di Bandung dan mendapatkan informasi bahwa Elmira tidak ada di sana dan tidak memberikan kabar apapun kepada penjaga rumah itu. Refan pulang ke rumahnya menemui sang ibu. “Apa yang kamu lakukan kepada istrimu, Refan? Ibu tahu tidak mudah untuk kamu menerima pernikahan ini, tapi setidaknya jangan sampai kamu membuatnya pergi dari rumah. Dia pergi ke mana sekarang? Orang tuanya sudah tidak ada.” “Maaf, Bu. Refan tidak bermaksud melakukan ini dan kejadian ini juga di luar dugaan Refan kalau Elmira akan pergi.” “Sebelum kamu melakukan tindakan, harusnya berpikir terlebih dulu. Pernah kamu berpikir tindakanmu itu menyakiti istrimu? Dia itu istrimu sekarang. Ibu tidak mau tau, cari Elmira sampai ketemu atau jangan pernah kamu menginjakkan kaki ke rumah ini lagi.” “Bu, tolong maafkan aku. Aku akan mencari sampai Elmira ditemukan.” “Pergi kamu dari sini!” Tak ada ampun, sang ibu telah dengan la
“Elmira, setelah melakukan beberapa pemeriksaan, saya harus sampaikan kabar ini kepadamu. Menurut diagnosa yang dilakukan, kamu dinyatakan mengidap kanker otak stadium awal. Untuk saat ini kamu diharuskan melakukan pengobatan secara intensif agar tidak menyebar lebih cepat.” Elmira menjatuhkan ponselnya seketika. Saat dia mendapatkan pesan dari dokter di salah satu rumah sakit yang melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. Jauh di Negeri orang, dia justru membawa banyak masalah dalam hidupnya. Dimulai dari permasalahan rumah tangga, hingga kini dokter menvonis dirinya terserang penyakit mematikan. Kepada siapa lagi dia mengadu saat ini, sementara dirinya hanyalah anak yatim piatu. Hidup sebatang kara usai kepergian sang ayah menyusul ibunya. “Bukan tidak berat, tapi harus ada pilihan yang diambil untuk mewujudkan satu persatu impian. Jalan ini, bukan jalan yang salah. Yakin. Lalu bagaimana dengan keputusan yang diambil ini? Aku sendiri tidak tahu benar atau salah,” lirih Elmira
Kepergian Elmira dalam satu pekan terakhir membuat banyak perubahan pada Refan. Rumah yang sempat ramai kembali sepi. Anak-anak kembali ditemani dua orang asisten rumah tangganya, tidak jarang Ruhi bertanya ke mana ibunya.Refan masih belum mendapatkan kabar mengenai keberadaan Elmira. Berulang kali mencari tahu melalui Naura hasilnya tetap sama. Dia telah bersungguh-sungguh dengan ucapannya.“Ini kopinya, minumlah selagi masih hangat. Kalau diingin sudah berbeda rasanya.”Refan terperanjat sejenak, dia seperti mendengar suara Elmira. Dia yang biasa menyuguhkan kopi saat Refan tengah duduk termenung di sofa.“Masih belum ada kabar juga? Naura sudah memberikan kabar lagi?” tanya Angga kemudian.”Belum ada kabar lagi, entalah dia akan kembali atau benar-benar sudah ingin mengakhiri.”“Awal menikah aku tidak melihatmu bertingkah seperti ini, atau jangan-jangan kamu sudah mulai jatuh cinta padanya?”“Dia sudah tidak memiliki siapapun lagi, bagaimana bisa aku terlihat tenang sementara tida
Pagi itu, cuaca sangat cerah di langit Paris. Seperti biasanya, Elmira beraktivitas pergi ke kampus dengan menggunakan bus, angkutan umum yang cukup nyaman di sana. Berbeda dengan Indonesia, masih banyak bus kota yang ugal-ugalan dan tidak aman karena banyak perampok menyamar sebagai pengamen.Akan tetapi, sekarang sudah mulai berkurang karena adanya transportasi khusus dari pemerintah seperti trans Jakarta, KRL, Jaklingko, MRT dan LRT. Sebagai warga Indonesia tentu berharap yang terbaik dari Negaranya, memberikan fasilitas yang nyaman dan aman bagi warganya. Wujud nyata pemerintah memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat yang membutuhkan akses kendaraan umum ramah lingkungan.“Sepertinya, kamu sudah mulai menikmati hidup di sini ya?” tanya Alex.“Ya, begitulah. Tapi, sebagaimana indahnya negeri orang, tetap saja ada perasaan rindu pulang ke tanah air.”“Rindu pulang, atau rindu orang di sana?” goda Alex lagi.Seperti kata sebagian orang, jika orang sudah mencicipi indah da
Waktu telah berlalu dengan cepat, Elmira sangat menikmati aktivitasnya menjadi mahasiswa di Paris. Ia menghabiskan banyak waktunya untuk menulis dan membaca serta belajar dengan giat agar mendapatkan hasil yang baik dan lulus tepat waktu. Siang ini Elmira masih sibuk dengan laptopnya, ia sedang mengejar deadline lomba desainer. Karena asyiknya mendesain, ia bahkan rela absen kuliah. “El, kamu kok gak masuk kuliah hari ini?” Suara Alex terdengar nyaring dari seberang sana, ia mengingatkan agenda kuliah pada Elmira. “Aku ada kerjaan, nanti aku ke apartemenmu. Mau tanya materi kuliah hari ini.” “Ah, kebiasaan lama, gak perlu. Kali ini aku yang akan datang ke apartemenmu.” “Oke, aku tunggu.” Hari ini materi kuliah yang cukup penting dalam jurusan desain. Tetapi Elmira tidak masuk karena mengejar deadline lomba hari ini, ini akan menjadi awal karir terbaiknya jika berhasil. Ia harus segera menyelesaikan desain agar segera masuk ke meja penjurian, karena setelah ini ia akan mengejar u
Dalam beberapa waktu terakhir Elmira akhirnya menghasilkan banyak karya yang membuatnya dikenal banyak orang dari segala penjuru dunia. Dia juga berhasil mendapatkan gelar juara dalam sebuah perlombaan fashion design dengan karya terbaiknya, hingga berhasil berkolaborasi dengan beberapa brand fashion ternama di Paris. Dia juga menjadi bagian dari Paris Fashion Week yang gelar dengan beberapa model ternama. Hari itu, di mana Refan datang menemuinya dan memintanya dirinya untuk pulang ke tanah air secar paksa. Elmira bersikukuh dengan keputusan yang dia ambil, dia tidak akan pulang. Meski begitu, setidaknya Refan tahu di mana keberadaan istrinya, sehingga tidak begitu khawatir walaupun harus berjarak. Meskipun begitu, kabar keberhasilan Elmira sudah sampai padanya, sebab dia sangat update mengenai berita fashion di dalam maupun luar negeri. Memang, dia tidak di sana mendampingi Elmira, tapi keberhasilan sang istri membuatnya bangga. “Kamu apa kabar, El? Sekarang kehidupanmu sudah leb
Gemuruh angin malam mendesir kalbu, bak nyanyian sendu dari sang ilahi kepada hamba yang sibuk menanti. Menanti fajar menyingsing, pancarkan sinar kehidupan yang memberikan berjuta harapan. Kerlap-kerlip lampu temaram menyelinap di antara gedung-gedung yang menjulang tinggi. Suara klakson mobil mendecit di tengah kemacetan kota, seolah tertawan dalam kerumunan banyak orang. Canda tawa semakin lebar, melukiskan lelucon konyol atau hanya sekedar menertawai kekonyolan rekannya. Celoteh ngalor ngidul semakin tak jelas lagi, seolah tak peduli ada orang lain di sekitar mereka. Elmira menyelipkan headset di telinganya, ia enggan mendengarkan mereka berbicara yang semakin larut semakin semrawut. Belum lagi, kopi di hadapan mereka telah berubah menjadi anggur merah yang memabukan. Elmira duduk sendiri di ujung ruangan sambil melanjutkan desainnya ditemani lagu-lagu favorite yang ia nyalakan melalui aplikasi musiknya. Malam ini ia ada janji bertemu di Les Deux Magots, kafe klasik yang terken
“Kenapa diam saja? Aku menunggu jawabanmu.” Elmira memaksa. “El, selama kita dekat di Paris. Kamu anggap apa semua kedekatan kita ini?” “Dih, pake nanya balik lagi, ya tentu saja persahabatan yang akrab. Teman terbaikku selama di sini?” “Hanya itu?” “Iya, tentu saja. Pertanyaan kamu aneh.” Padahal Alex berharap bahwa Elmira bisa menganggap dirinya lebih dari sekedar teman. Semua perhatian, waktu dan perjalanan mereka di Paris tentu saja hal berbeda baginya. Sayang sekali, bahwa wanita yang dikaguminya itu hanya menganggap hubungan teman dekat saja. Cukup memberikan rasa kecewa. “Aku selalu ada untukmu, memberikan waktu luangku dan memerhatikan kamu dari jauh saat kamu asyik sendiri dengan duniamu.” Sial. Jadi selama ini, Alex sering memerhatikan Elmira. Akan tetapi, Elmira tidak pernah menyadari itu. Dia selalu sibuk dengan laptopnya dan segala hal tanpa menghiraukan orang-orang sekelilingnya. “Jadi, ini jawabannya? Alasan kamu mengundangku ke tempat ini?” “Kurang lebih begi