Share

Perjanjian Pernikahan

Elmira terbangun dari tempat duduknya. Dia mendekat ke arah Refan yang berdiri di balik jendela tanpa mengalihkan pandangannya. Namun langkah itu terhenti saat tangan Refan memberikan isyarat.

“Lelaki macam apa kamu, Refan. Aku bahkan tidak tahu alasan ayah memintaku pulang tiba-tiba. Lalu, dia memintaku menikah dengan lelaki yang tidak kukenal dan tak pernah kutemui sebelumnya.

“Sudah kujelaskan bahwa pernikahan ini memang diatur oleh keluarga kita. Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Cintaku sudah habis di orang pertama, hatiku sudah mati bersama kepergian istriku. Jadi aku minta agar kamu tidak berharap apapun dalam pernikahan ini.”

“Aku bahkan belum menyelesaikan kuliahku, tapi kamu tidak berpikir berulang kali sebelum mengatakan hal ini padaku. Mengapa kamu tidak menolak perjodohan ini kalau ternyata hanya untuk menyakiti diriku.”

“Jangan khawatir, aku tidak akan merugikanmu. Justru kamu akan mendapatkan keuntungan dari semua ini. Ini surat perjanjian pernikahan, kamu bisa baca baik-baik sebelum menandatanganinya.”

Elmira mengambil sebuah map yang diberikan Refan padanya, lalu membaca isi perjanjian tersebut. Meskipun terdengar menggiurkan, Elmira tidak bisa menerima begitu saja surat perjanjian tersebut.

“Tidak! Kamu benar-benar lelaki gila. Bagaimana bisa kamu menukar pernikahan ini dengan uang demi keuntungan kamu sendiri.”

“Keuntunganku saja katamu? Apakah uang 25 juta perbulan itu tidak cukup? Aku akan memenuhi semua keperluanmu dan itu diluar uang bulanan. Biaya kuliahmu akan kutanggung sampai tuntas, jangan khawatir bahwa dengan menikah kuliahmu terhenti.”

“Harga diriku lebih berharga dari sejumlah uang yang kamu tawarkan.”

“Kemasi barangmu, kita akan kembali ke Jakarta malam ini juga.”

Elmira tidak menggubris ucapan Refan, dia berlari keluar kamar menghampiri ayahnya. Merasa tidak adil atas perbuatan Refan, dia ingin mengajukan pembatalan nikah.

“Ayah, apakah semua ini karena uang? Ayah hendak menjualku kepada lelaki sombong itu dan mengorbankan masa depanku?”

“Apa yang kamu bicarakan, Nak? Tidak mungkin Ayah melakukan hal demikian. Semua Ayah lakukan demi masa depanmu.”

“Kuliahku saja belum selesai, Ayah. Tetapi, Ayah justru memaksa aku menikah dengan lelaki asing itu.”

“Kalian akan saling mencintai ketika sering bersama seiring berjalannya waktu.”

“Ayah, kupastikan ini akan menjadi hari terakhir kita bertemu. Aku tidak mau lagi bertemu Ayah setelah ini. Aku tidak akan pernah memaafkan Ayah.”

Elmira menghapus air matanya, lalu pergi meninggalkan sang ayah yang masih diam termenung dengan ucapan anak semata wayangnya. Amarah sang anak tentu beralasan, seperti hal dirinya yang membawa Elmira sejauh ini ke dalam pernikahan bersama Refan.

Tak ada yang perlu di kemas oleh Elmira, pakaiannya masih tersimpan dengan baik di dalam koper. Dia kembali ke kamar menemui Refan. Lalu mengambil surat perjanjian pernikahan yang diletakkannya di atas meja rias.

“Aku sudah menandatangani surat perjanjian ini, sekarang terserah. Kamu bisa bawa aku ke tempat manapun asalkan pergi dari rumah ini.”

“Baiklah, aku harus pamit pada ayahmu terlebih dulu.”

“Tidak perlu, ayo kita pergi!”

Elmira lebih dulu keluar dari kamar membawa kopernya disusul oleh Refan. Seperti yang dia ucapkan pada Elmira, dia terlebih dulu pamit pada ayah mertuanya dan juga keluarga besar Elmira. Meskipun terpaksa harus menikahi sang gadis, dia tidak ingin menampakkan kearogansiannya.

Sementara itu, Elmira sudah keluar dari rumah terlebih dulu. Bahkan untuk yang terakhir kalinya saja dia enggan menemui ayahnya. Cinta pertamanya sudah mematahkan hati dan impiannya, membuat masa mudahnya berantakan dengan pernikahan ini. Hal ini membuatnya tidak mau memaafkan sang ayah.

“Tersenyumlah sedikit, jangan menampakkan wajah yang seperti ini. Mereka masih menatap kita sebelum mobil ini berlalu.”

“Sudahlah, jangan banyak bicara. Bawalah lari mobilmu, aku sudah muak berada di sini. Lagi pula, sopirmu ke mana? Kenapa dia tidak kembali?”

“Kita memang akan melakukan perjalanan berdua, aku sudah meminta Pak Maman untuk tinggal di sini menemui ibuku sebagai sopirmya.”

“Baiklah, tunggu apalagi?”

Refan menggelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan sang istri yang tiba-tiba menjadi menyeramkan usai menyetujui perjanjian pernikahan. Entah dia marah pada keluarganya atau justru kepada dirinya. Akan tetapi, dia tidak peduli akan hal itu, baginya pernikahan ini memang tidak berarti apapun.

Mobil melaju dengan cepat meninggalkan halaman rumah Gandi. Semua orang mengiringi kepergian mereka dengan lambaian tangan. Sekali lagi, Elmira tidak ingin menatap mereka atau hanya sekadar membalas lambaian tangan.

“Kita akan tiba cukup larut malam, kamu bisa tidur agar tidak jenuh dengan perjalanannya.”

“Aku memang akan melakukan hal itu,” ujar Elmira seraya memposisikan diri senyaman mungkin untuk tidur di mobil.

Perjalanan tidak padat, jalanan terlihat renggang, sehingga berjalan cukup lancar. Sesekali Refan melihat ke arah Elmira untuk membetulkan posisi tidurnya.

‘BRRUUKK!!’

Suara benturan kepala Elmira terdengar cukup keras saat Refan tak sengaja melakukan rem mendadak. Dia meringis kesakitan seraya menyentuh pelipisnya yang terbentur.

“Arrggghhhhhtttt.!!!” pekiknya menahan sakit.

“El, kamu gak apa-apa?” tanya Refan terlihat khawatir.

“Gak apa-apa katamu? Lelaki gila, gak lihat jidatku benjol.”

Elmira masih memegang pelipisnya yang mulai terasa basah seperti ada sesuatu mengalir dari sana.

“Dahimu berdarah, tolong maafkan aku. Sungguh aku tidak bermaksud melukaimu, aku tadi melihat sesuatu di depan.”

“Maaf katamu? Tidak sengaja menyakiti? Lelaki dingin sepertimu memang tidak punya hati. Mana tahu sakit orang lain, dia hanya tahu bahwa segalanya bisa dikendalikan oleh uang.”

Elmira tampak sangat kesal, dia bahkan tidak peduli dengan penjelasan Refan. Dia beranjak keluar dari mobil dengan pelipis berdarah.

“El, tunggu! Kita ke klinik terdekat ya, untuk mengobati lukamu,” pinta Refan seraya ikut turun dari mobil.

“Aku tidak perlu bantuanmu, aku bisa mengobati lukaku sendiri.”

“Ayahmu akan bertanya padaku. Apa yang akan aku jelaskan nanti jika tidak bersama denganmu?”

“Turunkan koperku, aku akan pulang sendiri ke Jakarta.”

Refan menahan diri, dia masih menunggu Elmira berubah pikiran. Namun, Elmira justru memaksa Refan agar membuka bagasi mobilnya. Awalnya dia biarkan, hingga akhirnya dia kesal dan mengeluarkan koper Elmira dari sana.

“Perempuan keras kepala, sudah terluka masih saja ingin melakukan semuanya sendiri.”

Refan masih berusaha membujuk dengan menahan koper Elmira. Sayangnya sang istri tidak peduli akan hal itu, dengan kesal akhirnya Refan meninggalkan Elmira di tengah jalan.

“Jangan salahkan aku kalau terjadi sesuatu.”

Refan melajukan mobilnya meninggalkan Elmira. Seiiring dengan kepergian Refan, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Elmira mulai ketakutan.

“Hujan? A-ayah ...” tangis Elmira pecah seketika.

Elmira duduk di bawah pohon seraya memeluk lututnya. Dia tampak ketakutan mendengar suara hujan dan petir.

“A-ayah, El takut sendirian,” tangisnya sekali lagi.

“A-ayah... A-ayah jahat, semua ini karena ayah,” tangis Elmira dengan suara bergetar.

“A-ayah ...”

Elmira mendadak jatuh pingsan di pinggir jalan. Melihat hal itu, Refan segara turun dari mobil.

“El, Elmira bangun!” pekik Refan seraya membopong tubuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status