"Tanaman ini tidak didapatkan dengan serta-merta dalam waktu yang secepat kikat, Kanaya. Tapi, butuh perjuangan yang berat untuk mendapatkan tanaman itu, bahkan beberapa kali aku didatangi binatang buas lainnya ataupun anak buah dari Ratu Ilmu Hitam. Jadi, aku benar-benar berjuang di sini untuk mendapatkan itu, karena jika tidak tanaman ini tidak bisa ditemukan di manapun hanya ada di bukit utara," jawab Hakya menjelaskan kepada Kanaya. Kanaya pikir karena Hakya adalah cucu dari dewa, maka akan dengan mudah memetik daun itu."Itulah makanya aku tidak bisa kembali dalam waktu yang cepat ketika mengambil tanaman ini, karena aku harus melakukan semuanya, aku harus menghadapi berbagai macam halangan," ujar Hakya lagi."Tumbuhan ini juga dijaga oleh binatang buas yang sangat banyak, bahkan hanya dengan satu siulan mereka bisa memanggil komplotannya. Penjaganya ini adalah singa. dan kamu bisa bayangkan kalau singa yang menjaga tumbuhan ini begitu besar, sehingga ketika akan mengambil daun-
Mendapat pertanyaan tersebut dari dewa membuat Hakya menghela nafas berat, karena sebenarnya dewa juga sudah tahu apa yang akan Hakya lakukan, apalagi jika melihat keberadaan Hakya di ruang racikan obat, yang pastinya Hakya akan membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih berwarna dan kembali seperti semula."Sesuai dengan yang dewa kehidupan katakan beberapa waktu lalu, aku harus mengembalikan keadaan bumi kepada keadaan yang sebenarnya dengan kehadiran anak kami, juga kehamilan Kanaya itu bisa membantu mengembalikan kondisi bumi. Makanya saat ini aku sudah menemukan tanaman yang berfungsi untuk menyuburkan kandungan dan mengobati rahim yang kering sehingga akan membuat Kanaya segera hamil dan kondisi bumi mulai membaik," ujar Hakya sambil menundukkan kepalanya, dia tahu saat ini dia sedang berbicara kepada dewa yang sedang menguji dirinya."Bagaimana kamu bisa mendapatkan daun tersebut? Bukankah daun itu adalah daun tumbuhan beranak yang terdapat di puncak bukit utara dan juga untuk
“Aku tahu,” jawab Kanaya pelan.Semenjak ditinggal oleh Hakya beberapa hari di atas bukit tunggal membuat Kanaya merasakan perasaannya yang sesungguhnya. Ternyata Kanaya mencintai Hakya, dia merasakan kesepian saat hakya tidak ada.Apalagi saat ini Hakya benar-benar sudah bisa diandalkan, tidak seperti dua tahun awal pernikahan mereka. Dulu, Kanaya sempat menolak perjodohan dari kakeknya itu, karena tidak ada satu keistimewaanpun dari Hakya pada saat itu. Bahkan Hakya seperti orang yang kekurangan gizi, ditiup angin saja Hakya akan terjatuh.Hakya dan Kanaya melepaskan kerinduan yang mereka tahan dalam beberapa waktu saat mereka tidak bertemu.“Tubuhmu benar-benar membuatku tergila-gila,” puji Hakya saat keduanya sudah membersihkan diri dan akn bersiap menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh Kanaya.Kanaya hanya menunduk mendengar pujian yang diberikan oleh sang suami.“Bagaimana kamu menghabiskan waktu selama aku tinggal pergi?” tanya Hakya kepada Kanaya saat keduanya sudah duduk
"Malam ini?" tanya Hakya heran kepada Kanaya.Sementara itu Kanaya hanya menganggukkan kepalanya sambil memberikan senyuman termanisnya kepada sang suami.Jika sudah melihat hal seperti itu Hakya pastinya tidak akan bisa untuk menolak permintaan Kanaya, senyuman Kanaya benar-benar bisa mengoyak hati Hakya."Dewa berjanji dia akan memberikan hujan yang cukup intens di atas bumi ini dalam jangka waktu 4 bulan selama kita proses usaha untuk memiliki anak," ujar Hakya pelan.Hakya menatap ke dalam mata Kanaya, dia ingin mencari tahu apakah Kanaya mengerti atau tidak dengan maksud yang disampaikan oleh Hakya tersebut.Karena menurut kepercayaan mereka dan juga pesan dari dewa, bahwa saat terbaik untuk mereka melakukan hubungan suami istri agar dapat memperoleh anak adalah saat bulan purnama. Dan menurut perhitungan mereka 100% akan berhasil, jadi Hakya ingin mencobanya, walaupun Kanaya belum meminum ramuan yang diberikan itu."Dan ya semoga malam ini tidak hujan dan aku bisa melihat bidada
"Ah apa?""Kau mau membawa aku ke sungai itu?" tanya Kanaya penasaran kepada Hakya, karena tadinya Hakya malah melarang Kanaya untuk pergi ke sungai itu, dan sekarang mengatakan dia ingin menemani Kanaya, sungguh membuat Kanaya sangat bingung.Hakya hanya menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan apa yang ditanyakan oleh Kanaya, walaupun dalam hati Hakya merasa menyesal telah menceritakan tentang sungai itu kepada Kanaya."Iya, tapi tidak boleh lama-lama disana. Kita juga harus menikmati bulan purnama, kan?" tanya Hakya kepada Kanaya membuat Kanaya tampak tersipu malu, saat ini dia paham dengan apa yang disampaikan oleh Hakya, kalau sebagai pasangan suami istri yang sudah lama tidak bertemu Hakya pastinya akan meminta perhatian lebih darinya.Gak! Gak!Burung gagak berteriak kencang sehingga membuat Kanaya tergelak, mungkin si burung protes kepada Kanaya karena tidak jadi pergi bersamanya."Aku tidak bisa pergi denganmu malam ini, karena suamiku bersedia mengantarkan aku ke sana. Tapi
"Tidak, aku tidak memikirkan apapun," jawab Hakya kepada Kanaya.Padahal sebenarnya dalam hati Hakya baru paham, kalau ternyata sejak kecil Kanaya memang sudah dipersiapkan untuk istri dari pangeran Ilmu Hitam. Dan berarti kedua orang tua Kanaya sudah begitu lama bersekongkol dengan Ratu Ilmu Hitam dalam hidupnya, dan bisa jadi semua semua harta yang dimilikinya adalah hasil bekerja sama dengan Ratu Ilmu Hitam. Dan anehnya mereka rela mengorbankan putrinya untuk dijadikan sesembahan iblis tersebut. Jika Kanaya sudah menikah dengan pangeran ilmu hitam, maka Kanaya tidak akan pernah bisa lagi kembali ke bumi ini. Kanaya akan terjebak pada alam iblis dan tidak akan pernah bisa keluar dari sana selama-lamanya.Kanaya akan abadi di alam iblis itu hingga di penghujung kehidupan manusia dengan hidup yang tersiksa.“Ya sudah, kita harus segera keluar. Lihatlah malam sudah mulai gelap dan rembulan sudah mulai menampakkan dirinya. Nanti kamu terlambat untuk melihat para bidadari yang sedang ma
“Hati-hati, Kanaya!” teriak Hakya saat Kanaya yang segera berlari ke arah sungai tanpa memperhatikan keamanan dan keselamatan dirinya sendiri.“Aku takut mereka dalam bahaya!” jawab Kanaya menarik tangan Hakya agar bergerak lebih cepat.Sungai itu tidak berada jauh lagi di depan mereka, hanya perlu melewatkan satu semak saja sudah bisa melihat ke arah sungai.Hakya menarik tangannya dari Kanaya, karena Hakya tidak ingin membuat suatu pelanggaran dengan melihat para bidadari mandi. Bisa-bisa dia akan disidang oleh para dewa kalau berani melakukan itu.Dan ujung-ujungnya nanti Hakya akan mendapat hukuman, seperti yang dialami oleh burung pipit mendapat hukuman dilarang naik ke atas bukit tunggal selama-lamanya. Hakya tidak mau hal itu terjadi, dan lebih baik dia menahan dirinya. Dia akan meminta Kanaya untuk melihat situasi disana, siapa tahu hanya keisengan para bidadari saja.“Kamu kenapa?” tanya Kanaya heran ketika Hakya menghentikan langkah kakinya dan tidak mau ikut ke tepi sungai
Hening!Tidak ada jawaban dari Kanaya ketika Hakya berkali-kali memanggil nama sang istri, rasanya Hakya ingin langsung menerobos masuk ke dalam wilayah sungai tersebut. Namun, Hakya merasa serba salah, karena nantinya dia pasti akan mendapatkan masalah jika dia memaksa masuk ke sana.Hakya tidak tega jika kehidupan bumi semakin hancur akibat dia yang tidak bisa menahan diri untuk tidak masuk ke sungai biri saat bidadari sedang mandi.Karena dari para dewa mengatakan dengan tegas, kalau seorang lelaki atau binatang berjenis kelamin jantan tidak boleh melihat bidadari yang sedang mandi. Jika ada yang nekat melakukan hal itu, maka akan mendapatkan konsekuensi yang berat.Bahkan dewa juga sudah menunjukkan bukti yang akurat, ketika burung pipit bergerombol masuk dan mengintip bidadari mandi. Walaupun saat itu burung betina tidak ikut melakukan hal itu, namun pipit betina pun mendapat hukuman yang sama. Hingga akhirnya burung pipit tidak akan pernah bisa lagi untuk menginjak bukit tunggal
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab