"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
“Dasar sampah tidak berguna! Bantulah istrimu itu!”Teriakan dari nyonya Farah mengagetkan Hakya yang saat itu sedang duduk termenung. “Apa yang harus saya lakukan, Ibu?” tanya Hakya takut-takut.Plak! Plak!Dua tamparan mendarat di wajah Hakya. Saking kesalnya nyonya Farah kepada Hakya yang sudah dua tahun menjadi menantunya itu namun tetap tidak bisa melakukan apapun.“Angkat semua barang-barang dari gudang itu, lihatlah banyak sekali pelanggan!” teriak nyonya Farah kembali.Memang keluarga Kafka Handria, mertuanya Hakya, memiliki usaha toko kelontong yang begitu besar. Masih pagi seperti ini saja para pelanggan sudah begitu banyak. Kanaya, istrinya Hakya bertugas sebagai kasir di toko tersebut.Pagi ini, suasana toko begitu ramai. Bahkan semua karyawan tampak kewalahan dengan datangnya pengunjung yang membludak, hal itulah yang membuat nyonya Farah marah kepada Hakya.“Tolong, ambilkan 5 karung beras!” teriak Kanaya dibalik meja kasir yang membuat nyonya Farah mendorong Hakya denga
"Baiklah, Ibu," jawab Hakya dengan santai sambil bangun dari pembaringannya.Dari bibir Hakya tersungging senyum yang benar-benar manis, dia tidak bisa melukiskan kebahagiaannya dengan kata-kata ketika dia menyadari kekuatannya saat ini telah kembali.Dia bahagia telah kembali menjadi seperti Hakya yang dulu."Dasar orang gila! Habis pingsan dia malah ketawa-tawa sendiri. Atau jangan-jangan dia beneran sudah menjadi gila?" tanya Nyonya Farah pada dirinya sendiri dengan kebingungan melihat perubahan yang ada pada Hakya.Hakya berjalan dengan santai menuju toko, seperti biasa tugas Hakya adalah menutup toko dan kemudian membersihkannya, karena mertuanya pasti akan marah kalau setelah beroperasi hari itu toko tidak langsung dibersihkan. Entahlah Apakah itu hanyalah alasan dari Nyonya Farah untuk menyiksa Hakya ataukah memang itu kebiasaan mereka."Kamu sudah siuman?" tanya Kanaya saat melihat Hakya yang tiba di toko dan mulai membersihkan semua bagian toko."Iya, baru saja," jawab Hakya
"Kenapa tidak besok saja, Ibu?""Jangan membantah! Kalau saya maunya sekarang, ya sekarang! Bukan besok!" jawab Nyonya Farah kesal kepada Hakya.Karena tidak ingin membantah ibu mertuanya dengan penolakan yang diberikan olehnya, akhirnya Hakya maju menuju ke halaman depan. Hakya memilih sudut yang paling gelap, kemudian dia duduk bersila dengan kedua tangannya diletakkan di depan dada."Hyiiiaat!"Dengan sekali tarikan nafas, Hakya mengeluarkan jurus tenaga anginnya dan kemudian seluruh halaman depan itu bersih dari semua sampah, sampah-sampah itu terkumpul di tempat sampah dan terpisah sesuai dengan jenisnya."Ini kecil sekali, Ibu. Tapi, aku ingin melihat wajah istriku lebih lama kalau aku duduk di depannya. Tapi, apa boleh buat kalau memang semua pekerjaan ini harus diselesaikan sekarang," ujar Hakya sambil menepukkan kedua tangannya.Hakya seolah-olah sedang membersihkan tubuhnya dari debu-debu yang menempel karena dia membersihkan halaman tersebut. Dia tersenyum senang dan kemudi
Hakya tidak bisa menahan dirinya sehingga dia melumat bibir tipis yang kemerahan tersebut.Kanaya membuka matanya, dia merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Hakya sedang menciuminya."Kanaya, aku ingin meminta hakku malam ini," bisik Hakya di teling Kanaya.Kanaya hanya diam, padahal Hakya tahu kalau Kanaya juga terbangun saat mendapat sentuhan dari Hakya.Hakya memanfaatkan hal itu, bagi Hakya kalau Kanaya dia itu artinya Kanaya menyetujui apa yang dia lakukan itu.Hakya terus saja menciumi Kanaya, dan sepertinya Kanaya sudah begitu berhasrat, karena terdengar jelas beberapa kali terdengar desahan dari Kanaya yang ternyata tidak bisa menahan untuk terus berpura-pura."Sepertinya ini saatnya aku beraksi!" ujar Hakya, karena Hakya merasa saat ini Kanaya sudah mencapai puncaknya.Dengan cekatan Hakya mengambil posisi, dan saat ini tubuh Kanaya sudah berada di bawah kuasa Hakya, membuat Kanaya tampak sangat terkejut. Dia tidak menyangka kalau gerakan Hakya begitu cepat."Kamu
"Ehm!""Apa yang kalian lakukan?!"Kanaya yang baru saja keluar dari kamarnya sangat terkejut ketika melihat Hakya dan Zanaya berada dalam posisi saling tindih.Brug!Hakya dengan segera mendorong tubuh Zanaya dari atas tubuhnya, sehingga membuat Zanaya tampak meringis karena sakit saat tubuhnya mengenai lantai."Kanaya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Hakya kepada Kanaya. Dia berusaha untuk menjelaskan kepada sang istri. Hakya tidak mau Kanaya yang sudah mulai luluh kepadanya malah berpikiran yang tidak-tidak."Kakak, suamimu ini mencoba untuk memperkosaku! Dia tadi merayuku!" teriak Zanaya mengadu kepada Kanaya, yang membuat Hakya tampak membelalakkan matanya.Hakya benar-benar tidak menyangka kalau Zanaya memfitnahnya seperti itu."Ada apa ini ribut-ribut?"Ternyata mendengar keributan di dapur memancing Nyonya Farah untuk keluar dari kamarnya, dan mendapati ketiga orang itu yang sedang tampak bersitegang. Hakya dan Zanaya masih terguling di lantai, sementara Kanaya ber
"Jangan pedulikan dia," gumam Hakya dalam hatinya.Hakya sengaja untuk tidak mau memperdulikan Zarkya, karena dia tahu Zarkya hanya sedang mencari masalah dengannya."Hei kau tuli, ya?" teriak Zarkya kemudian berlari mengejar langkah kaki Hakya.Hakya heran kepada Zarky yang pagi-pagi buta seperti itu sudah berkeliaran di jalanan, dan mengganggu orang-orang yang lewat."Hei…."Buugt!Belum sempat Zarky melanjutkan ucapannya dan menarik tas yang berada di punggung Hakya, tiba-tiba Hakya berbalik arah dan langsung melayangkan tangannya sehingga tinjunya tepat mengenai muka Zarkya."Jangan ganggu aku, Zarkya. Aku ingatkan kepada kamu. Saat ini aku sedang tidak mau bertarung, kalau aku mau, aku bisa keluarkan jantungmu itu," ujar Hakya dengan tatapan yang tajam, dia begitu marah kepada Zarkya yang mengganggunya itu."Hahaha…, sombong sekali dia," ujar Zarkya yang tidak mau kalah dan tidak mau mengakui kekuatan Hakya walaupun wajahnya terlihat memerah karena tinju dari Hakya benar-benar ku