"Jangan pedulikan dia," gumam Hakya dalam hatinya.
Hakya sengaja untuk tidak mau memperdulikan Zarkya, karena dia tahu Zarkya hanya sedang mencari masalah dengannya."Hei kau tuli, ya?" teriak Zarkya kemudian berlari mengejar langkah kaki Hakya.Hakya heran kepada Zarky yang pagi-pagi buta seperti itu sudah berkeliaran di jalanan, dan mengganggu orang-orang yang lewat."Hei…."Buugt!Belum sempat Zarky melanjutkan ucapannya dan menarik tas yang berada di punggung Hakya, tiba-tiba Hakya berbalik arah dan langsung melayangkan tangannya sehingga tinjunya tepat mengenai muka Zarkya."Jangan ganggu aku, Zarkya. Aku ingatkan kepada kamu. Saat ini aku sedang tidak mau bertarung, kalau aku mau, aku bisa keluarkan jantungmu itu," ujar Hakya dengan tatapan yang tajam, dia begitu marah kepada Zarkya yang mengganggunya itu."Hahaha…, sombong sekali dia," ujar Zarkya yang tidak mau kalah dan tidak mau mengakui kekuatan Hakya walaupun wajahnya terlihat memerah karena tinju dari Hakya benar-benar kuat tersebut. Beruntungnya gigi Zarkya tidak ikut terlepas karena sebenarnya Hakya bisa dengan mudahnya untuk melepas gigi seseorang hanya dengan sekali tepukan saja."Permisi, saya harus pergi, Zarkya!" kesal Hakya mencoba untuk mencari celah agar bisa meninggalkan Zarkya dan gerombolannya.Yang ada di pikiran Hakya saat ini hanyalah untuk segera beristirahat di atas bukit, dia akan bermeditasi di sana sekaligus beristirahat dalam waktu yang lama. Bagi Hakya untuk melawan dan menundukkan Zarkya itu sangat mudah hanya sekali dia mengibaskan tangan dengan energinya Zarkya akan kalah dan berlutut di kakinya.Namun ternyata Zarkya tidak pernah berpuas hati. dia merasa terhina kalau Hakya tidak melawannya terlebih dahulu."Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dari sini dengan tenang sebelum kamu melawanku Hakya!" ujar Zsrkya kemudian dan menghalangi jalannya Hakya.Hakya hanya tersenyum kecut mendapati perlakuan seperti itu dari Zarkya, baginya semua itu biasa saja dan Zarkya tampaknya sedang mabuk sehingga memaksa Hakya untuk duel bersama."Zarkya sebaiknya kamu menyingkirlah dari hadapanku, dan carilah pekerjaan yang lebih bermanfaat selain mengganggu jalanku. Aku tidak ada urusan denganmu, dan juga aku butuh waktu yang terburu-buru," jawab Hakya. "Kamu siapa beraninya menceramahiku?!" tabya Zarkya yang tidak pernah mengindahkan apa yang diminta oleh Hakya, sehingga mau tidak mau akhirnya terjadi pertarungan.Ciyaaat!Dengan kesal Hakya mengeluarkan jurusnya. Dan mendorong tubuh Zarkya dari kejauhan dengan sekali hentakan tangannya.Wwwuuzzz!Angin yang dikeluarkan dari tangan Hakya benar-benar seperti sebuah badai, sehingga Zarkya tidak mampu untuk menahannya. Zarkya benar-benar kewalahan, pun begitu dengan para gerombolannya yang lebih minim ilmunya daripada Zarkya.Aauuww!Zarkya dan 4 orang gerombolannya tersebut tidak mampu menahan hembusan angin yang diberikan oleh Hakya, sehingga mereka merasakan mata mereka benar-benar pedih dan tubuh yang sangat panas. Setelah membuat mereka kelabakan di tengah gelapnya pagi, Hakya segera meninggalkan tempat tersebut. Dia ingin sampai ke tempat bukit itu secepatnya."Sudah aku peringatkan kau, Zarkya. Bahwa jangan sekali-kali kau melawanku, karena aku bukanlah lawan yang sepadan untukmu," ujar Hakya memperingatkan Zarkya sambil segera berlalu dengan secepat kilat.Wwuzzzz."Hakya! Tunggu saja kamu. Awas saja kau! Aku pasti akan membalas perlakuan kamu kepadaku. Aku tidak terima dikalahkan seperti ini l, kau curang menyerang kami dalam keadaan kami tidak siap!" teriak Zarkya sambil mengucek matanya yang terasa sangat pedih. Dan ketika dia membuka matanya asap tebal sudah hilang begitupun dengan Hakya yang tidak lagi tampak di pandangan matanya.Zarkya benar-benar merasa terhina dengan perlakuan Hakya, dia terus mencari Hakya namun tetap saja tidak bertemu, karena Hakya sudah berada di pinggiran bukit dan bersiap untuk naik ke atas sana. Zarkya pun heran dengan kemampuan Hakya, karena selama ini Hakya terlihat begitu lemah dan tidak berdaya.Jika seseorang yang tidak memiliki kekuatan apapun, tidak akan pernah bisa mencapai puncak bukit tersebut. Itulah makanya bukit itu ditinggalkan oleh para murid dari guru Buana, karena mereka belum sempat mempelajari ilmu kecepatan untuk menaiki bukit, guru Buana sudah pergi. Jadi, tidak ada seorangpun yang mampu menaiki bukit yang curam dan terjal itu, kecuali orang-orang yang memiliki ilmu tinggi dan juga memiliki kemampuan berlari secepat cahaya."Ternyata di sekitaran tanjakan Blbukit ini tidak ada perubahannya," ujar Hakya sambil tersenyum.Dia mematahkan satu batang pohon yang tepat berada di kaki bukit. karena dia akan mulai menaiki bukit tersebut. Dan hal yang tidak terduga terjadi, di mana para tanaman yang tepat berada di lurusan pohon yang tadi dipatahkan oleh Hakya tampak meminggir seolah memberikan jalan kepada Hakya yang akan menaiki bukit tersebut."Terima kasih," ujar Hakya sambil membungkukkan badannya kepada pohon yang tadi dia patahkan, dan seolah-olah dia mengucapkan terima kasih untuk pohon tersebut yang sudah memberikan perintah kepada tumbuhan lainnya untuk menyingkir dan memberikan dia jalan dan kesempatan kepada Hakya untuk naik.Hakya kemudian memejamkan mata sejenak dan memfokuskan pikirannya untuk memulai menaiki bukit tersebut.Tidak berapa lama, Hakya mulai mengangkat kan kaki kanannya dan menapak tepat di tanah yang sudah disiapkan untuknya naik.Wuz wuz wuz!Hakya naik pada bukit tersebut sambil memegang sebatang pohon. dia naik ke atas bagaikan seekor kucing yang meloncat-loncat sehingga hanya butuh waktu beberapa detik saja Hakya sudah tiba di atas perbukitan tersebut.Bukit yang terjal dengan tinggi puluhan meter tersebut berhasil Haky taklukan, dan saat ini Hakya sudah tepat berada di pintu gerbang Padepokan milik Buana."Permisi, saya Hakya akan masuk ke dalam," ujar Hakya sambil membungkukan badannya di depan pintu gerbang tersebut.Tidak menunggu beberapa lama, pintu gerbang terbuka dengan sangat lebar.Krrieeet!Terdengar dari depan pintu gerbang dibuka, karena sudah begitu lama gerbang tersebut tidak dibuka, sehingga sekalinya dibuka menimbulkan suara yang benar-benar keras.Hakya masuk ke dalam gerbang tersebut, dan gerbang itu kembali menutup dengan sendirinya. Walaupun di sekitaran Padepokan tidak ada seorangpun yang menghuni. Tapi, keadaan di dalam sana benar-benar sangat bersih dan bahkan seperti dibersihkan setiap harinya."Ah akhirnya aku datang lagi ke sini, sekarang waktunya aku untuk beristirahat," ujar Hakya sambil terus berjalan ke ujung Padepokan, di mana di sana terdapat kamar yang biasa dia tinggali selama dia di sana."Apa yang membuat kamu datang kembali lagi ke sini, anak muda? Kenapa kamu meninggalkan kehidupan yang seharusnya kamu jaga," tiba-tiba sebuah suara mengagetkan Hakya ketika dia akan merebahkan tubuhnya. Hal itu membuat Hakya duduk kembali di atas pembaringannya."Dunia akan hancur, jika kamu berada disana, tidak ada kedamaian dan tidak ada keindahan yang akan dunia tampilkan," tiba-tiba angin yang begitu kencang mengguncang kamar Hakya.****Hakya memegang ujung pembaringannya dengan sangat kuat, karena angin yang mengguncang kamar itu benar-benar kencang bahkan pembaringan dari batu itu pun ikut berguncang saking kencangnya angin tersebut.Hakya merasa ini adalah akhir dari hidupnya. karena sepertinya sang Dewa sedang marah dengan apa yang dia lakukan. Mungkin karena Hakya meninggalkan Kanaya, dan tidak berusaha membujuk Kanaya agar mereka tetap bersama.Padahal saat ini Kanaya belum mau mendengar penjelasan apapun, makanya Hakya memilih untuk pergi dulu sementara, meninggalkan Kanaya agar nanti dia kembali datang lagi kepada Kanaya. sang istri sudah siap menerima penjelasan yang akan dia berikan.Hakya tidak tahu, kalau apa yang dia lakukan itu membuat Dewa sangat marah, padahal Hakya benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Karena untuk pergi ke suatu tempat itu membutuhkan uang, sedangkan Hakya tidak memiliki uang sepeserpun karena dia tidak pernah memiliki atau tidak pernah menerima bayaran dari pekerjaan yang dia
"Saya tidak bisa, Ibu. Saya tahu Kayana sakit!""Dari mana kamu tahu Kayana sakit? Kayana tidak sakit, jangan mengada-ngada kamu!" teriak Nyonya Farah kepada Hakya, dia masih mempertahankan untuk menolak kehadiran Hakya di rumah tersebut. Walaupun sebenarnya dia juga heran dari mana Hakya tahu kalau Kayana sakit, sedangkan beberapa bulan ini mereka tidak pernah sekalipun mendengar kabar dari Hakya semenjak Hakya pergi meninggalkan rumah itu, setelah diusir saat membuat kesalahan kepada Zanaya."Saya ini adalah suami dari Kanaya, Ibu. Saya bisa merasakan apa yang Kanaya rasakan dan saat ini saya tahu Kanaya sedang sakit, jadi saya minta tolong ibu untuk tidak mencari masalah dengan Saya. Dan saya akan masuk dan melihat kondisi Kanaya!" ujar Hakya tegas, kali ini dia tidak ingin menyerah dengan kekuatan dari Nyonya Farah. Dia ingin tetap diberikan izin masuk untuk melihat kondisi istrinya, walaupun dia akan melakukan dengan cara paksaan dia tidak peduli. Yang penting Hakya bisa melihat
"Apa maksudmu, Ibu?" tanya Kanaya heran, karena seharusnya orang tua itu merasakan bahagia ketika mengetahui akan memiliki cucu, kenapa begitu berbeda sekali dengan Nyonya Farah yang tiba-tiba melarang Kanaya memiliki anak."Bahkan Ibu tidak tahu Kanaya beneran hamil atau tidak. Ibu langsung marah-marah seperti itu, seharusnya kalau beneran Kanaya hamil ibu harusnya senang,” lanjut Kanaya pelan kepada ibunya."Dan lelaki ini juga berkata sembarangan, mana mungkin orang yang masuk angin bisa dikatakan hamil!" teriak Nyonya Farah kesal, dia tidak percaya kalau Kanaya hamil. Karena menurutnya Hakya hanyalah mengada-ngada."Beneran Ibu, Kanaya dapat merasakan detak jantung anak kami di sini," jawab Kanaya.Kanaya sepertinya sudah percaya kepada Hakya yang memiliki kemampuan seperti yang disampaikan oleh kakek Askara terdahulu, bahwa Hakya itu merupakan orang yang sakti."Ibu tidak percaya!"Nyonya Farah kemudian memaksa untuk mengellus perut Kanaya, karena dia tidak percaya dengan apa yan
"Kanaya tidak boleh hamil, dia tidak boleh memiliki anak!""Kamu tidak bisa menjaga anak-anak di rumah! Kamu istri yang tidak becus!"Plak! Plak!Tuan Kafka menampar Nyonya Farah dengan tanpa ampun, entah apa yang terjadi dengan kedua orang tersebut sehingga mereka tidak boleh Kanaya memiliki anak.Nyonya Farah tidak bisa menghindar, beliau hanya pasrah mendapat perlakuan kasar dari Tuan Kafka itu."Maafkan saya, Kakanda. Saya telah lalai dalam menjaga mereka, bahkan saya tidak tahu kapan Kanaya dan Hakya tidur bersama," jawab Nyonya Farah pelan sambil memegang kedua pipinya yang tampak memerah akibat tamparan keras dari tuan Kafka.Raut wajahnya menampakkan ketakutan yang luar biasa."Itulah kau menjadi Ibu yang tidak berguna, seharusnya kamu jangan tidur sebelum memastikan Kanaya dan Hakya itu di dalam kamar yang terpisah. Dasar wanita bodoh!""Kenapa bisa seperti ini? Kita akan hancur… kita akan hancur jika sampai Kanaya melahirkan seorang anak! Apalagi anak itu lelaki. Tamatlah ri
"Aoow! Aoow! Aoooooow!"Setelah mengatakan demikian Ratu tampak melolong, sehingga meninggalkan suara yang benar-benar mengerikan di dalam hutan rimba tersebut.Dan itu artinya Ratu benar-benar marah, semua makhluk yang berada di dalam hutan itu sudah paham kalau Ratu sudah mengeluarkan suara seperti itu, artinya ada sesuatu yang terjadi yang membuat Ratu sangat marah."Apakah kalian sanggup?" tanya Ratu kemudian menyelidiki kepada kedua suami istri yang sedang tampak ketakutan itu."Bagaimana caranya kami melakukan hal itu?" tanya Nyonya Farah kebingungan dan seperti sudah kehilangan akal ketika diminta untuk menggugurkan kandungan Kanaya."Kalau kalian tidak mau, maka kalian akan tahu akibatnya. Aku sampaikan kalau waktu kalian tidak boleh lebih dari 3 bulan!" teriak Ratu dan kemudian meninggalkan gubuk tersebut sehingga menimbulkan goncangan yang begitu dahsyat, kembali awan-awan tampak menggelap dan angin bertiup kencang membuat pohon-pohon tinggi dan besar itu meliuk-liuk seolah a
Dengan sisa tenaganya akhirnya nyonya Farah sampai di rumah mereka."Ibu? Ibu dari mana kok babak belur seperti ini?" tanya Kanaya heran ketika dia melihat kedatangan Nyonya Farah dari arah belakang dengan kondisi yang sangat mengenaskan.Nyonya Farah tersenyum, apalagi ketika dia tidak melihat Kanaya bersama Hakya. Mungkin Hakya sedang membantu pekerjaan di toko, atau entah perginya ke mana menantu yang tidak bergunanya itu."Ibu dari hutan di belakang. Ibu mencari tumbuhan untuk mengobati mual-mual dan muntah pada kamu itu," jawab Nyonya Farah kepada Kanaya, dia sedang mencoba untuk meyakinkan Kanaya agar percaya dengan apa yang dia sampaikan."Aduh ibu, tidak usah repot-repot karena Hakya juga sedang mencari tanaman obat yang untuk menyembuhkan mual dan muntah ini. Dia sedang pergi ke perbukitan di belakang pasar untuk mengambil tumbuhan yang di maksud, sekaligus menyiapkannya untuk Kanaya," jawab Kanaya pelan.Nyonya Farah tampak menyunggingkan senyumannya mendengar apa yang disa
"Iya, Ibu. Tapi, Kanaya masih kenyang dan juga belum haus. Kanaya mau tidur dulu," jawab Kanaya yang sedang beristirahat di kamarnya."Minum lah Ini selagi hangat, Kanaya. Karena kalau sudah dingin nanti rasanya sudah tidak enak lagi.""Dan juga kamu harus tahu, ibu mendapatkan tumbuhan ini begitu sulit. Ini adalah tumbuhan langka yang sangat sulit sekali ditemukan, bahkan mungkin di beberapa ribu hektar luasnya hutan maka tumbuhan ini hanya ada satu batang. Makanya ini begitu berharga, kamu melihat tubuh ibu tampak babak belur demi berusaha mendapatkan tumbuhan ini," rayu Nyonya Farah kepada Kanaya.Kanaya masih tidak peduli dengan rayuan-rayuan tersebut, dia ingin beristirahat karena sebenarnya sejak semalam Kanaya susah sekali untuk beristirahat dan dia ingin menunggu Hakya."Kamu benar-benar tidak menghargai Ibu, karena ibu susah-susah untuk mencari obat ini demi kesembuhan kamu. Ibu kasihan sama kamu dan juga di toko tidak ada yang jadi kasir kalau kamu tidak masuk. Kasihan Zanaya
"Waduh, ada apa dengan Kanaya?"Hakya berlari secepatnya masuk ke dalam rumah, dia begitu khawatir dengan sang istri."Kanaya, ada apa?!" teriak Hakya khawatir.Braaak!Hakya membuka pintu kamar dengan sangat keras, dan pemandangan di kamar tersebut membuat Hakya begitu hancur dan rasanya kehidupannya berakhir hari ini."Kanaya!" panggil Hakya.Hakya mendapati Kanaya yang pingsan tergeletak di lantai dengan bersimbah darah.Hakya segera mengangkat tubuh Kanaya ke atas pembaringan dan mengecek dari mana asalnya darah tersebut, ternyata berasal dari bagian bawah tubuh Kanaya.Duuur!Tiba-tiba suara petir menggelegar dan dunia seketika menjadi gelap di sertai dengan angina yang sangat kencang, namun tidak hujan.Hakya meraba perut Kanaya, dan terduduk lemas, karena anak mereka sudah tidak ada lagi di dalam perut sang istri."Siapa yang telah melakukan ini?!" teriak Hakya marah, matanya memancarkan cahaya merah darah. Bumi kemudian berguncang, Hakya tahu itu adalah kemarahan dari Dewa keh