Hai..haii Pembaca Menantu Setengah Dewa. ini adalah bab akhir untuk buku ini. terima kasih atas dukungannya selama ini hingga sampai pada titik ini. Author sangat bangga rasnya bisa bersama kalian dalam beberapa bulan ini. Semoga buku ini bisa menghibur. Dan sampai jumpa pada buku selanjutnya. oh iya, bisa kunjungi Ig author ya @hare_ra20 Salam, Hare Ra
“Dasar sampah tidak berguna! Bantulah istrimu itu!”Teriakan dari nyonya Farah mengagetkan Hakya yang saat itu sedang duduk termenung. “Apa yang harus saya lakukan, Ibu?” tanya Hakya takut-takut.Plak! Plak!Dua tamparan mendarat di wajah Hakya. Saking kesalnya nyonya Farah kepada Hakya yang sudah dua tahun menjadi menantunya itu namun tetap tidak bisa melakukan apapun.“Angkat semua barang-barang dari gudang itu, lihatlah banyak sekali pelanggan!” teriak nyonya Farah kembali.Memang keluarga Kafka Handria, mertuanya Hakya, memiliki usaha toko kelontong yang begitu besar. Masih pagi seperti ini saja para pelanggan sudah begitu banyak. Kanaya, istrinya Hakya bertugas sebagai kasir di toko tersebut.Pagi ini, suasana toko begitu ramai. Bahkan semua karyawan tampak kewalahan dengan datangnya pengunjung yang membludak, hal itulah yang membuat nyonya Farah marah kepada Hakya.“Tolong, ambilkan 5 karung beras!” teriak Kanaya dibalik meja kasir yang membuat nyonya Farah mendorong Hakya denga
"Baiklah, Ibu," jawab Hakya dengan santai sambil bangun dari pembaringannya.Dari bibir Hakya tersungging senyum yang benar-benar manis, dia tidak bisa melukiskan kebahagiaannya dengan kata-kata ketika dia menyadari kekuatannya saat ini telah kembali.Dia bahagia telah kembali menjadi seperti Hakya yang dulu."Dasar orang gila! Habis pingsan dia malah ketawa-tawa sendiri. Atau jangan-jangan dia beneran sudah menjadi gila?" tanya Nyonya Farah pada dirinya sendiri dengan kebingungan melihat perubahan yang ada pada Hakya.Hakya berjalan dengan santai menuju toko, seperti biasa tugas Hakya adalah menutup toko dan kemudian membersihkannya, karena mertuanya pasti akan marah kalau setelah beroperasi hari itu toko tidak langsung dibersihkan. Entahlah Apakah itu hanyalah alasan dari Nyonya Farah untuk menyiksa Hakya ataukah memang itu kebiasaan mereka."Kamu sudah siuman?" tanya Kanaya saat melihat Hakya yang tiba di toko dan mulai membersihkan semua bagian toko."Iya, baru saja," jawab Hakya
"Kenapa tidak besok saja, Ibu?""Jangan membantah! Kalau saya maunya sekarang, ya sekarang! Bukan besok!" jawab Nyonya Farah kesal kepada Hakya.Karena tidak ingin membantah ibu mertuanya dengan penolakan yang diberikan olehnya, akhirnya Hakya maju menuju ke halaman depan. Hakya memilih sudut yang paling gelap, kemudian dia duduk bersila dengan kedua tangannya diletakkan di depan dada."Hyiiiaat!"Dengan sekali tarikan nafas, Hakya mengeluarkan jurus tenaga anginnya dan kemudian seluruh halaman depan itu bersih dari semua sampah, sampah-sampah itu terkumpul di tempat sampah dan terpisah sesuai dengan jenisnya."Ini kecil sekali, Ibu. Tapi, aku ingin melihat wajah istriku lebih lama kalau aku duduk di depannya. Tapi, apa boleh buat kalau memang semua pekerjaan ini harus diselesaikan sekarang," ujar Hakya sambil menepukkan kedua tangannya.Hakya seolah-olah sedang membersihkan tubuhnya dari debu-debu yang menempel karena dia membersihkan halaman tersebut. Dia tersenyum senang dan kemudi
Hakya tidak bisa menahan dirinya sehingga dia melumat bibir tipis yang kemerahan tersebut.Kanaya membuka matanya, dia merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Hakya sedang menciuminya."Kanaya, aku ingin meminta hakku malam ini," bisik Hakya di teling Kanaya.Kanaya hanya diam, padahal Hakya tahu kalau Kanaya juga terbangun saat mendapat sentuhan dari Hakya.Hakya memanfaatkan hal itu, bagi Hakya kalau Kanaya dia itu artinya Kanaya menyetujui apa yang dia lakukan itu.Hakya terus saja menciumi Kanaya, dan sepertinya Kanaya sudah begitu berhasrat, karena terdengar jelas beberapa kali terdengar desahan dari Kanaya yang ternyata tidak bisa menahan untuk terus berpura-pura."Sepertinya ini saatnya aku beraksi!" ujar Hakya, karena Hakya merasa saat ini Kanaya sudah mencapai puncaknya.Dengan cekatan Hakya mengambil posisi, dan saat ini tubuh Kanaya sudah berada di bawah kuasa Hakya, membuat Kanaya tampak sangat terkejut. Dia tidak menyangka kalau gerakan Hakya begitu cepat."Kamu
"Ehm!""Apa yang kalian lakukan?!"Kanaya yang baru saja keluar dari kamarnya sangat terkejut ketika melihat Hakya dan Zanaya berada dalam posisi saling tindih.Brug!Hakya dengan segera mendorong tubuh Zanaya dari atas tubuhnya, sehingga membuat Zanaya tampak meringis karena sakit saat tubuhnya mengenai lantai."Kanaya, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar Hakya kepada Kanaya. Dia berusaha untuk menjelaskan kepada sang istri. Hakya tidak mau Kanaya yang sudah mulai luluh kepadanya malah berpikiran yang tidak-tidak."Kakak, suamimu ini mencoba untuk memperkosaku! Dia tadi merayuku!" teriak Zanaya mengadu kepada Kanaya, yang membuat Hakya tampak membelalakkan matanya.Hakya benar-benar tidak menyangka kalau Zanaya memfitnahnya seperti itu."Ada apa ini ribut-ribut?"Ternyata mendengar keributan di dapur memancing Nyonya Farah untuk keluar dari kamarnya, dan mendapati ketiga orang itu yang sedang tampak bersitegang. Hakya dan Zanaya masih terguling di lantai, sementara Kanaya ber
"Jangan pedulikan dia," gumam Hakya dalam hatinya.Hakya sengaja untuk tidak mau memperdulikan Zarkya, karena dia tahu Zarkya hanya sedang mencari masalah dengannya."Hei kau tuli, ya?" teriak Zarkya kemudian berlari mengejar langkah kaki Hakya.Hakya heran kepada Zarky yang pagi-pagi buta seperti itu sudah berkeliaran di jalanan, dan mengganggu orang-orang yang lewat."Hei…."Buugt!Belum sempat Zarky melanjutkan ucapannya dan menarik tas yang berada di punggung Hakya, tiba-tiba Hakya berbalik arah dan langsung melayangkan tangannya sehingga tinjunya tepat mengenai muka Zarkya."Jangan ganggu aku, Zarkya. Aku ingatkan kepada kamu. Saat ini aku sedang tidak mau bertarung, kalau aku mau, aku bisa keluarkan jantungmu itu," ujar Hakya dengan tatapan yang tajam, dia begitu marah kepada Zarkya yang mengganggunya itu."Hahaha…, sombong sekali dia," ujar Zarkya yang tidak mau kalah dan tidak mau mengakui kekuatan Hakya walaupun wajahnya terlihat memerah karena tinju dari Hakya benar-benar ku
Hakya memegang ujung pembaringannya dengan sangat kuat, karena angin yang mengguncang kamar itu benar-benar kencang bahkan pembaringan dari batu itu pun ikut berguncang saking kencangnya angin tersebut.Hakya merasa ini adalah akhir dari hidupnya. karena sepertinya sang Dewa sedang marah dengan apa yang dia lakukan. Mungkin karena Hakya meninggalkan Kanaya, dan tidak berusaha membujuk Kanaya agar mereka tetap bersama.Padahal saat ini Kanaya belum mau mendengar penjelasan apapun, makanya Hakya memilih untuk pergi dulu sementara, meninggalkan Kanaya agar nanti dia kembali datang lagi kepada Kanaya. sang istri sudah siap menerima penjelasan yang akan dia berikan.Hakya tidak tahu, kalau apa yang dia lakukan itu membuat Dewa sangat marah, padahal Hakya benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Karena untuk pergi ke suatu tempat itu membutuhkan uang, sedangkan Hakya tidak memiliki uang sepeserpun karena dia tidak pernah memiliki atau tidak pernah menerima bayaran dari pekerjaan yang dia
"Saya tidak bisa, Ibu. Saya tahu Kayana sakit!""Dari mana kamu tahu Kayana sakit? Kayana tidak sakit, jangan mengada-ngada kamu!" teriak Nyonya Farah kepada Hakya, dia masih mempertahankan untuk menolak kehadiran Hakya di rumah tersebut. Walaupun sebenarnya dia juga heran dari mana Hakya tahu kalau Kayana sakit, sedangkan beberapa bulan ini mereka tidak pernah sekalipun mendengar kabar dari Hakya semenjak Hakya pergi meninggalkan rumah itu, setelah diusir saat membuat kesalahan kepada Zanaya."Saya ini adalah suami dari Kanaya, Ibu. Saya bisa merasakan apa yang Kanaya rasakan dan saat ini saya tahu Kanaya sedang sakit, jadi saya minta tolong ibu untuk tidak mencari masalah dengan Saya. Dan saya akan masuk dan melihat kondisi Kanaya!" ujar Hakya tegas, kali ini dia tidak ingin menyerah dengan kekuatan dari Nyonya Farah. Dia ingin tetap diberikan izin masuk untuk melihat kondisi istrinya, walaupun dia akan melakukan dengan cara paksaan dia tidak peduli. Yang penting Hakya bisa melihat
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab