Haii... haii... jumpa lagi dengan Hakya dan Kanaya. jangan lupa tambahkan ke rak ya untuk mendapatkan update selanjutnya. kasihan sekali dengam Kanaya.. 🥹
"Kanaya, ini aku suamimu.""Tidak! Aku tidak mau minum apapun!"Kanaya terus saja berteriak, apalagi saat melihat gelas yang masih berada di tangan Hakya.Akhirnya Hakya meletakkan gelas itu kembali ke atas meja, dan mengambil salah satu ramuan yang dibuatkannya untuk memberikan efek hangat pada tubuh Kanaya.Hingga tidak lama kemudian, Kanaya tampak tertidur pulas. Sepertinya Kanaya benar-benar trauma. Dengan telaten, Hakya membaluri seluruh tubuh Kanaya dengan ramuan yang dia buatkan, agar tubuh Kanaya kembali segar dan tenang.Hakya masih memikirkan apa yang disampaikan oleh Kanaya itu, tentang ramuan. Sehingga Hakya berusaha mencari sisa-sisa bekas ramuan itu dan Hakya tidak menemukan apapun didalam ruangan berukuram 4x4 tersebut. "Aku harus menemukannya agar aku tahu ramuan apa yang diminum Kanaya," gumam Hakya seraya keluar dari kamar dan menuju dapur.Entah mengapa perasaan Hakya mengatakan kalau sumber yang di minum oleh Kanaya masih berada di rumah ini. Namun, Hakya sudah be
Wuuuzzz! Wuuzzz! Hawa panas berhembus masuk kedalam kamar Hakya dan Kanaya. Dan hal itulah yang disangka Hakya membuat Kanaya berteriak kepanasan seperti itu. “Tolooooong…,” ujar Kanaya dengan suara yang parau dan kemudian terdiam. Hakya yang masih di posisi semula dengan peluh yang membanjiri keningnya segera mendekat kepada Kanaya. Betapa terkejutnya Hakya saat melihat keringat keringat sebesar-besar biji jagung membanjiri tubuh Kanaya dan kulit Kanaya sangat panas terasa seperti terbakar. “Astaga, ada apa dengan kamu Kanaya?” tanya Hakya pada dirinya sendiri karena Kanaya tampak sangat lemah dan hanya bisa mengerlingkan matanya saja, Kanaya tidak bisa menjawab apapun. Hakya kemudian mengambil handuk dan mencoba untuk mengelap seluruh tubuh Kanaya, sembari dia akan mencari tahu ada apa di dalam tubuh Kanaya sehingga membuatnya seperti itu. Hakya terus meraba di seluruh permukaan tubuh Kanaya, dan tidak berapa lama Hakya tampak menemukan sumber masalah itu ada di perut Kanaya.
"Kanaya, jangan pikirkan yang macam-macam. Saat ini kamu harus sembuh.""Hakya, kamu hanya tinggal jawab saja!"Kanaya sepertinya marah dan emosi mendengar Hakya yang tidak menjawab pertanyaannya. Walaupun sebenarnya Kanaya sudah tahu kalau anaknya sudah tidak ada, dia bisa merasakan perutnya yang kempes dan juga tadi sakitnya yang begitu mendalam.Hakya hanya menghela nafas berat."Iya, kamu keguguran. Tapi, jangan takut dan sedih kita akan berusaha lagi untuk mendapatkan anak secepatnya," jawab Hakya pelan dengan sorot mata yang sendu."Aku ibu yang tidak becus!" teriak Kanaya yang kemudian memukul perutnya dengan sangat keras. Karena dia begitu menyesal dengan semua yang terjadi yang menyebabkan anaknya hilang seperti ini.Hakya berusaha memeluk Kanaya dengan erat untuk menenangkan Kanaya. Namun, Kanaya malah melawan dengan sangat kuat.Hakya bahkan tidak menyangka kalau tenaga yang dimiliki Kanaya sebegitu besar, karena tubuh Hakya bahkan sempat terdorong ke belakang karena kekuat
'Kau yakin telah berhasil?''Sangat yakin!'Terdengar keduanya sedang berbicara, namun Hakya tidak tahu pasti apa yang mertuanya bicarakan itu.Dan anehnya keduanya baru pulang di waktu yang hampir pagi dengan perasaan yang senang seperti itu, bahkan tidak terdengar kalau mereka khawatir ataupun sedih.'Baguslah! Akan aku berikan kamu hadiah spesial malam ini.'Setelah itu suara keduanya hilang dan kemudian terdengar pintu kamar yang ditutup. Itu artinya kedua mertuanya sudah memasuki kamar yang tepat berada di depan kamar Hakya dan Kanaya.Hakya tidak mampu lagi mendengar percakapan keduanya, karena jelas kemampuan telinga Hakya tidak bisa menembus dinding. Apalagi untuk menguping pembicaraan orang tua.Hakya mencoba untuk merebahkan tubuhnya di samping Kanaya, namun hingga pagi Hakya tidak bisa memejamkan matanya."Hakya! Bangun! Apa kau pikir tugasmu itu sudah berakhir?" Terdengar teriakan dari arah dapur saat pagi-pagi Hakya yang baru saja terasa kantuk menyerang, dan teriakan Nyo
"Sepertinya mereka ke arah belakang."Dengan mengendap-endap Hakya terus mengikuti kedua mertuanya itu. Hakya merasa begitu curiga kepada mertuanya karena tidak sedikitpun keduanya menunjukkan rasa prihatin dengan kejadian yang menimpa Kanaya. Hakya tahu mereka tidak setuju kalau Kanaya hamil anaknya Hakya, menantu yang mereka kira tidak berguna itu. Tapi, setidaknya mereka mengkhawatirkan keselamatan Kanaya."Mau apa mereka ke hutan belantara seperti ini?" tanya Hakya pada dirinya sendiri Dia begitu heran karena kedua mertuanya itu berjalan dengan tergesa dan masuk ke dalam hutan ini."Cepat, Adinda!" bentak tuan Kafka kepada istrinya itu.Dengan susah payah nyonya Farah mengikuti langkah kaki sang suami bahkan tidak berani membantah sedikitpun."Sebenarnya mau kemana mereka itu?" tanya Hakya heran.Daun-daun di hutan belantara tersebut mulai menguning dan berguguran, sehingga hutan itu tampak seperti hutan tandus yang sudah lama tidak mendapatkan air sama seperti tumbuhan lainnya
Hening."Siapa di sana?"Tuan Kafka mencoba untuk mencari sumber suara tersebut, membuat Hakya sedikit merasa takut karena usahanya untuk menyelidiki kedua mertuanya itu hampir saja ketahuan.Meoong! Meong!Hakya kemudian mencoba untuk mengelabui Tuan Kafka dengan menyerupai suara seekor kucing. Hakya berharap dia bisa untuk membuat Tuan Kafka percaya bahwa yang barusan membuat suara itu adalah seekor kucing."Kucing? Apakah mungkin kucing yang kehausan? Karena sekarang suasana di sini benar-benar kering," ujar Tuan Kafka yang kemudian kembali masuk ke dalam gubuk tersebut.Ceklek!Terdengar suara pintu gubuk di kunci dari dalam.Hakya mengelus dada pertanda dia sekarang merasa lega, karena ternyata dia bisa membuat Tuan Kafka begitu percaya kalau itu adalah suara kucing yang mengganggu mereka.Hakya kembali mencoba mendekati gubuk itu, dan mencari cara untuk melihat dan mencari-cari celah melihat ke dalam gubuk itu."Ada apa sebenarnya di sana?" tanya Hakya dalam hatinya.Hakya sanga
"Berarti mereka benar-benar mempelajari ilmu hitam dan mengamalkannya?" tanya Hakya dalam hatinya. Hakya terus mengamati apa yang dilakukan oleh Tuan kafka dan nyonya Farah, ibu mertuanya itu tampak terus menaburkan menyan di dalam wadah yang masih mengebulkan asap tersebut sehingga bau kemenyan benar-benar menusuk hidung. "Siap Ratu! Kami memanggil Ratu datang kemari untuk memberikan laporan mengenai tugas yang Ratu berikan kepada kami tempo hari," ujar Tuan Kafgka yang kemudian membuka suaranya, namun tidak membuka matanya. Mereka berbicara kepada asap yang terus mengepul itu, dan Kafka tahu itu adalah Ratu Ilmu Hitam yang sering disebut-sebut oleh orang-orang sangat menakutkan, yang katanya sering mengganggu kehidupan manusia dan bahkan anak buahnya banyak menjadi preman pasar yang suka menjarah harta-harta para pedagang. "Hahaha…. Akhirnya kalian benar-benar bisa diandalkan. Aku tidak menyangka kalau ternyata kalian bisa diandalkan. Aku pikir kalian hanyalah dua orang yang han
"Apakah ada sesuatu yang terjadi, Ratu?""Sesuatu yang besar telah terjadi di negeri ini, kalian lihat daun-daun dan kering itu malah terbakar terkena hujan. Dan itu sangat tidak masuk akal," ujar Ratu Ilmu Hitam dengan suara yang menggema dan terdengar seperti sedang ketakutan."Aku harus segera pergi!"Gulungan asap tebal yang tadinya berputar-putar di dalam gubuk tersebut kemudian menghilang, namun baru saja beberapa detik asap itu menghilang terdengar teriakan yang begitu menyayat hati."Aku panas. Aahh ini panas sekali…. "Itu adalah suara Ratu Ilmu Hitam yang terkena tetesan air hujan, padahal tubuhnya berbentuk asap tapi dia tetap merasakan panasnya tetesan air hujan tersebut. Sehingga dia menjerit melolong-lolong hingga suaranya menghilang dan semakin jauh. Kemungkinan dia berhasil kembali ke kerajaannya.Sementara itu Hakya yang berada di belakang gubuk itu segera menerobos hujan, dia ingin pulang dan akan mengajak Kanaya untuk segera pergi dari rumah tersebut. Karena dia sud
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab