"Iya, Ibu. Tapi, Kanaya masih kenyang dan juga belum haus. Kanaya mau tidur dulu," jawab Kanaya yang sedang beristirahat di kamarnya."Minum lah Ini selagi hangat, Kanaya. Karena kalau sudah dingin nanti rasanya sudah tidak enak lagi.""Dan juga kamu harus tahu, ibu mendapatkan tumbuhan ini begitu sulit. Ini adalah tumbuhan langka yang sangat sulit sekali ditemukan, bahkan mungkin di beberapa ribu hektar luasnya hutan maka tumbuhan ini hanya ada satu batang. Makanya ini begitu berharga, kamu melihat tubuh ibu tampak babak belur demi berusaha mendapatkan tumbuhan ini," rayu Nyonya Farah kepada Kanaya.Kanaya masih tidak peduli dengan rayuan-rayuan tersebut, dia ingin beristirahat karena sebenarnya sejak semalam Kanaya susah sekali untuk beristirahat dan dia ingin menunggu Hakya."Kamu benar-benar tidak menghargai Ibu, karena ibu susah-susah untuk mencari obat ini demi kesembuhan kamu. Ibu kasihan sama kamu dan juga di toko tidak ada yang jadi kasir kalau kamu tidak masuk. Kasihan Zanaya
"Waduh, ada apa dengan Kanaya?"Hakya berlari secepatnya masuk ke dalam rumah, dia begitu khawatir dengan sang istri."Kanaya, ada apa?!" teriak Hakya khawatir.Braaak!Hakya membuka pintu kamar dengan sangat keras, dan pemandangan di kamar tersebut membuat Hakya begitu hancur dan rasanya kehidupannya berakhir hari ini."Kanaya!" panggil Hakya.Hakya mendapati Kanaya yang pingsan tergeletak di lantai dengan bersimbah darah.Hakya segera mengangkat tubuh Kanaya ke atas pembaringan dan mengecek dari mana asalnya darah tersebut, ternyata berasal dari bagian bawah tubuh Kanaya.Duuur!Tiba-tiba suara petir menggelegar dan dunia seketika menjadi gelap di sertai dengan angina yang sangat kencang, namun tidak hujan.Hakya meraba perut Kanaya, dan terduduk lemas, karena anak mereka sudah tidak ada lagi di dalam perut sang istri."Siapa yang telah melakukan ini?!" teriak Hakya marah, matanya memancarkan cahaya merah darah. Bumi kemudian berguncang, Hakya tahu itu adalah kemarahan dari Dewa keh
"Kanaya, ini aku suamimu.""Tidak! Aku tidak mau minum apapun!"Kanaya terus saja berteriak, apalagi saat melihat gelas yang masih berada di tangan Hakya.Akhirnya Hakya meletakkan gelas itu kembali ke atas meja, dan mengambil salah satu ramuan yang dibuatkannya untuk memberikan efek hangat pada tubuh Kanaya.Hingga tidak lama kemudian, Kanaya tampak tertidur pulas. Sepertinya Kanaya benar-benar trauma. Dengan telaten, Hakya membaluri seluruh tubuh Kanaya dengan ramuan yang dia buatkan, agar tubuh Kanaya kembali segar dan tenang.Hakya masih memikirkan apa yang disampaikan oleh Kanaya itu, tentang ramuan. Sehingga Hakya berusaha mencari sisa-sisa bekas ramuan itu dan Hakya tidak menemukan apapun didalam ruangan berukuram 4x4 tersebut. "Aku harus menemukannya agar aku tahu ramuan apa yang diminum Kanaya," gumam Hakya seraya keluar dari kamar dan menuju dapur.Entah mengapa perasaan Hakya mengatakan kalau sumber yang di minum oleh Kanaya masih berada di rumah ini. Namun, Hakya sudah be
Wuuuzzz! Wuuzzz! Hawa panas berhembus masuk kedalam kamar Hakya dan Kanaya. Dan hal itulah yang disangka Hakya membuat Kanaya berteriak kepanasan seperti itu. “Tolooooong…,” ujar Kanaya dengan suara yang parau dan kemudian terdiam. Hakya yang masih di posisi semula dengan peluh yang membanjiri keningnya segera mendekat kepada Kanaya. Betapa terkejutnya Hakya saat melihat keringat keringat sebesar-besar biji jagung membanjiri tubuh Kanaya dan kulit Kanaya sangat panas terasa seperti terbakar. “Astaga, ada apa dengan kamu Kanaya?” tanya Hakya pada dirinya sendiri karena Kanaya tampak sangat lemah dan hanya bisa mengerlingkan matanya saja, Kanaya tidak bisa menjawab apapun. Hakya kemudian mengambil handuk dan mencoba untuk mengelap seluruh tubuh Kanaya, sembari dia akan mencari tahu ada apa di dalam tubuh Kanaya sehingga membuatnya seperti itu. Hakya terus meraba di seluruh permukaan tubuh Kanaya, dan tidak berapa lama Hakya tampak menemukan sumber masalah itu ada di perut Kanaya.
"Kanaya, jangan pikirkan yang macam-macam. Saat ini kamu harus sembuh.""Hakya, kamu hanya tinggal jawab saja!"Kanaya sepertinya marah dan emosi mendengar Hakya yang tidak menjawab pertanyaannya. Walaupun sebenarnya Kanaya sudah tahu kalau anaknya sudah tidak ada, dia bisa merasakan perutnya yang kempes dan juga tadi sakitnya yang begitu mendalam.Hakya hanya menghela nafas berat."Iya, kamu keguguran. Tapi, jangan takut dan sedih kita akan berusaha lagi untuk mendapatkan anak secepatnya," jawab Hakya pelan dengan sorot mata yang sendu."Aku ibu yang tidak becus!" teriak Kanaya yang kemudian memukul perutnya dengan sangat keras. Karena dia begitu menyesal dengan semua yang terjadi yang menyebabkan anaknya hilang seperti ini.Hakya berusaha memeluk Kanaya dengan erat untuk menenangkan Kanaya. Namun, Kanaya malah melawan dengan sangat kuat.Hakya bahkan tidak menyangka kalau tenaga yang dimiliki Kanaya sebegitu besar, karena tubuh Hakya bahkan sempat terdorong ke belakang karena kekuat
'Kau yakin telah berhasil?''Sangat yakin!'Terdengar keduanya sedang berbicara, namun Hakya tidak tahu pasti apa yang mertuanya bicarakan itu.Dan anehnya keduanya baru pulang di waktu yang hampir pagi dengan perasaan yang senang seperti itu, bahkan tidak terdengar kalau mereka khawatir ataupun sedih.'Baguslah! Akan aku berikan kamu hadiah spesial malam ini.'Setelah itu suara keduanya hilang dan kemudian terdengar pintu kamar yang ditutup. Itu artinya kedua mertuanya sudah memasuki kamar yang tepat berada di depan kamar Hakya dan Kanaya.Hakya tidak mampu lagi mendengar percakapan keduanya, karena jelas kemampuan telinga Hakya tidak bisa menembus dinding. Apalagi untuk menguping pembicaraan orang tua.Hakya mencoba untuk merebahkan tubuhnya di samping Kanaya, namun hingga pagi Hakya tidak bisa memejamkan matanya."Hakya! Bangun! Apa kau pikir tugasmu itu sudah berakhir?" Terdengar teriakan dari arah dapur saat pagi-pagi Hakya yang baru saja terasa kantuk menyerang, dan teriakan Nyo
"Sepertinya mereka ke arah belakang."Dengan mengendap-endap Hakya terus mengikuti kedua mertuanya itu. Hakya merasa begitu curiga kepada mertuanya karena tidak sedikitpun keduanya menunjukkan rasa prihatin dengan kejadian yang menimpa Kanaya. Hakya tahu mereka tidak setuju kalau Kanaya hamil anaknya Hakya, menantu yang mereka kira tidak berguna itu. Tapi, setidaknya mereka mengkhawatirkan keselamatan Kanaya."Mau apa mereka ke hutan belantara seperti ini?" tanya Hakya pada dirinya sendiri Dia begitu heran karena kedua mertuanya itu berjalan dengan tergesa dan masuk ke dalam hutan ini."Cepat, Adinda!" bentak tuan Kafka kepada istrinya itu.Dengan susah payah nyonya Farah mengikuti langkah kaki sang suami bahkan tidak berani membantah sedikitpun."Sebenarnya mau kemana mereka itu?" tanya Hakya heran.Daun-daun di hutan belantara tersebut mulai menguning dan berguguran, sehingga hutan itu tampak seperti hutan tandus yang sudah lama tidak mendapatkan air sama seperti tumbuhan lainnya
Hening."Siapa di sana?"Tuan Kafka mencoba untuk mencari sumber suara tersebut, membuat Hakya sedikit merasa takut karena usahanya untuk menyelidiki kedua mertuanya itu hampir saja ketahuan.Meoong! Meong!Hakya kemudian mencoba untuk mengelabui Tuan Kafka dengan menyerupai suara seekor kucing. Hakya berharap dia bisa untuk membuat Tuan Kafka percaya bahwa yang barusan membuat suara itu adalah seekor kucing."Kucing? Apakah mungkin kucing yang kehausan? Karena sekarang suasana di sini benar-benar kering," ujar Tuan Kafka yang kemudian kembali masuk ke dalam gubuk tersebut.Ceklek!Terdengar suara pintu gubuk di kunci dari dalam.Hakya mengelus dada pertanda dia sekarang merasa lega, karena ternyata dia bisa membuat Tuan Kafka begitu percaya kalau itu adalah suara kucing yang mengganggu mereka.Hakya kembali mencoba mendekati gubuk itu, dan mencari cara untuk melihat dan mencari-cari celah melihat ke dalam gubuk itu."Ada apa sebenarnya di sana?" tanya Hakya dalam hatinya.Hakya sanga