"Ah apa?""Kau mau membawa aku ke sungai itu?" tanya Kanaya penasaran kepada Hakya, karena tadinya Hakya malah melarang Kanaya untuk pergi ke sungai itu, dan sekarang mengatakan dia ingin menemani Kanaya, sungguh membuat Kanaya sangat bingung.Hakya hanya menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan apa yang ditanyakan oleh Kanaya, walaupun dalam hati Hakya merasa menyesal telah menceritakan tentang sungai itu kepada Kanaya."Iya, tapi tidak boleh lama-lama disana. Kita juga harus menikmati bulan purnama, kan?" tanya Hakya kepada Kanaya membuat Kanaya tampak tersipu malu, saat ini dia paham dengan apa yang disampaikan oleh Hakya, kalau sebagai pasangan suami istri yang sudah lama tidak bertemu Hakya pastinya akan meminta perhatian lebih darinya.Gak! Gak!Burung gagak berteriak kencang sehingga membuat Kanaya tergelak, mungkin si burung protes kepada Kanaya karena tidak jadi pergi bersamanya."Aku tidak bisa pergi denganmu malam ini, karena suamiku bersedia mengantarkan aku ke sana. Tapi
"Tidak, aku tidak memikirkan apapun," jawab Hakya kepada Kanaya.Padahal sebenarnya dalam hati Hakya baru paham, kalau ternyata sejak kecil Kanaya memang sudah dipersiapkan untuk istri dari pangeran Ilmu Hitam. Dan berarti kedua orang tua Kanaya sudah begitu lama bersekongkol dengan Ratu Ilmu Hitam dalam hidupnya, dan bisa jadi semua semua harta yang dimilikinya adalah hasil bekerja sama dengan Ratu Ilmu Hitam. Dan anehnya mereka rela mengorbankan putrinya untuk dijadikan sesembahan iblis tersebut. Jika Kanaya sudah menikah dengan pangeran ilmu hitam, maka Kanaya tidak akan pernah bisa lagi kembali ke bumi ini. Kanaya akan terjebak pada alam iblis dan tidak akan pernah bisa keluar dari sana selama-lamanya.Kanaya akan abadi di alam iblis itu hingga di penghujung kehidupan manusia dengan hidup yang tersiksa.“Ya sudah, kita harus segera keluar. Lihatlah malam sudah mulai gelap dan rembulan sudah mulai menampakkan dirinya. Nanti kamu terlambat untuk melihat para bidadari yang sedang ma
“Hati-hati, Kanaya!” teriak Hakya saat Kanaya yang segera berlari ke arah sungai tanpa memperhatikan keamanan dan keselamatan dirinya sendiri.“Aku takut mereka dalam bahaya!” jawab Kanaya menarik tangan Hakya agar bergerak lebih cepat.Sungai itu tidak berada jauh lagi di depan mereka, hanya perlu melewatkan satu semak saja sudah bisa melihat ke arah sungai.Hakya menarik tangannya dari Kanaya, karena Hakya tidak ingin membuat suatu pelanggaran dengan melihat para bidadari mandi. Bisa-bisa dia akan disidang oleh para dewa kalau berani melakukan itu.Dan ujung-ujungnya nanti Hakya akan mendapat hukuman, seperti yang dialami oleh burung pipit mendapat hukuman dilarang naik ke atas bukit tunggal selama-lamanya. Hakya tidak mau hal itu terjadi, dan lebih baik dia menahan dirinya. Dia akan meminta Kanaya untuk melihat situasi disana, siapa tahu hanya keisengan para bidadari saja.“Kamu kenapa?” tanya Kanaya heran ketika Hakya menghentikan langkah kakinya dan tidak mau ikut ke tepi sungai
Hening!Tidak ada jawaban dari Kanaya ketika Hakya berkali-kali memanggil nama sang istri, rasanya Hakya ingin langsung menerobos masuk ke dalam wilayah sungai tersebut. Namun, Hakya merasa serba salah, karena nantinya dia pasti akan mendapatkan masalah jika dia memaksa masuk ke sana.Hakya tidak tega jika kehidupan bumi semakin hancur akibat dia yang tidak bisa menahan diri untuk tidak masuk ke sungai biri saat bidadari sedang mandi.Karena dari para dewa mengatakan dengan tegas, kalau seorang lelaki atau binatang berjenis kelamin jantan tidak boleh melihat bidadari yang sedang mandi. Jika ada yang nekat melakukan hal itu, maka akan mendapatkan konsekuensi yang berat.Bahkan dewa juga sudah menunjukkan bukti yang akurat, ketika burung pipit bergerombol masuk dan mengintip bidadari mandi. Walaupun saat itu burung betina tidak ikut melakukan hal itu, namun pipit betina pun mendapat hukuman yang sama. Hingga akhirnya burung pipit tidak akan pernah bisa lagi untuk menginjak bukit tunggal
"Mulai saat ini aku tidak mau lagi berteman dengan kau, Jin. Karena aku pikir engkau adalah temanku, namun ternyata kau sama saja dengan yang lainnya. Kau mau menggangguku agar konsentrasiku buyar!” Hakya terus memarahi jin yang masih berada di depannya itu. “Saat ini berbeda, Jin. Kalau dulu aku masih kecil, aku belum memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus aku lakukan. Tapi, sekarang aku sudah mengemban tugas yang begitu mulia untuk kehidupan makhluk yang berada di bumi ini. Jika kau menggangguku, maka kemungkinan apa yang aku lakukan akan terganggu dan itu artinya siap-siap untuk kehancuran bumi ini.” Hakya terus menggerutu kepada teman masa kecilnya itu. Dan Hakya saat ini baru paham, jika ternyata seakrab apapun dia dengan bangsa jin, kalau jin tetaplah dengan tugasnya mengganggu manusia, itulah yang dilakukan oleh jin tersebut kepadanya malam ini. Walaupun dulu mereka itu berteman baik. Jadi, Hakya memutuskan untuk tidak percaya sepenuhnya kepada makhluk lainnya. "Aku be
"Ah tidak ada apa-apa, kamu sudah selesai?" tanya Hakya pada Kanaya Hakya tampak celingak celinguk melihat ke belakang, takut ada bidadari yang mengikuti Kanaya, padahal bidasari posisinya turun mandi pasti akan tampak kulit mulusnya.Pun sama dengan Kanaya yang tampak melihat ke sekeliling, dia begitu penasaran Hakya sedang berbicara kepada siapa. Karena sepertinya Hakya sedang mengusir seseorang dari tempat duduknya. "Aku seperti mendengar kamu sedang berbicara kepada seseorang, tapi aku tidak melihat kalau ada orang sekitar sini," ujar Kanaya yang tidak menjawab pertanyaan Hakya, dan malah memberikan pertanyaan baik kepada sang suami."Iya tadi ada jin yang mengganggu, sehingga aku tidak bisa mendengar kode yang kamu berikan. Tadi, aku hampir saja masuk area sungai tersebut kalau tidak ada segera sadar akan ada gangguan dari jin pada gendang telingaku," jawab Hakya memberikan penjelasan kepada Kanaya.Sekarang terjawab, kenapa Kanaya mendengar Hakya berteriak walaupun Kanaya sudah
"Ah kamu begitu penasaran ya? Kamu sungguh membuat aku kesal," ucap Kanaya membuat Hakya mengernyitkan keningnya kebingungan.Kanaya sendirilah yang bercerita mengenai pandangan bidadari terhadapnya, dan Kanaya sendiri jugalah yang tampak kesal.“Aku nggak ngerti ada apa sebenarnya. Maksud kamu kamu bercerita dan bertanya kepadaku itu apa? Ketika aku menjawab dan penasaran dengan cerita kamu, kamu malah marah. Sebenarnya ada apa?” tanya Hakya kepada Kanaya, Hakya sedang berusaha untuk tidak mendesak Kanaya agar bercerita, karena pastinya Kanaya akan marah jika dia tahu kalau Hakya merasa sangat penasaran dengan pandangan bidadari tersebut. Padahal selama ini Hakya tidak pernah berinteraksi dengan bidadari-bidadari itu, termasuk saat dia masih kecil mereka tidak pernah berkomunikasi karena Hakya begitu takut dengan aturan yang ada itu. Dia tidak ingin membuat masalah dan tidak ingin mendapatkan masalah sehingga Hakya benar-benar patuh dengan apa yang disampaikan oleh dewa. Padahal yan
"Dan, aku tahu kamu itu pura-pura pingsan! Karena kamu sangat senang mendapatkan hal seperti itu, kamu mendapat pujian langsung dari bidadari-bidadari itu. Dasar mata keranjang!" ujar Kanaya kesal kepada Hakya dan menepuk pundak suaminya itu dengan sangat keras, yang membuat Hakya kembali bangun dan tergelak. "Sayang, kamu itu kenapa sih? Kamu malah cemburunya sama bidadari. Tidak mungkin aku menikahi bidadari, Sayang. Karena di depanku ini sudah ada bidadari yang mengisi hari-hariku, yang sudah setia menemani aku kemanapun aku pergi. Bahkan rela hidup terasing seperti ini. Aku harus mencari bidadari seperti apa? Kalau bidadari paling sempurna sudah aku dapatkan di sini," ujar Hakya sambil memegang wajah Kanaya.Wajah Kanaya tampak memerah karena malu mendengar pujian yang diberikan oleh sang suami. Namun, di hatinya masih begitu khawatir dan kesal karena sang suami menjadi idola para bidadari-bidadari tersebut. Kanaya merasa jika memang bidadari itu akan nekat, maka dia tidak bisa
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab