Beranda / Pendekar / MENANTU SETENGAH DEWA / Idola Para Bidadari

Share

Idola Para Bidadari

Penulis: Hare Ra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ah kamu begitu penasaran ya? Kamu sungguh membuat aku kesal," ucap Kanaya membuat Hakya mengernyitkan keningnya kebingungan.

Kanaya sendirilah yang bercerita mengenai pandangan bidadari terhadapnya, dan Kanaya sendiri jugalah yang tampak kesal.

“Aku nggak ngerti ada apa sebenarnya. Maksud kamu kamu bercerita dan bertanya kepadaku itu apa? Ketika aku menjawab dan penasaran dengan cerita kamu, kamu malah marah. Sebenarnya ada apa?” tanya Hakya kepada Kanaya, Hakya sedang berusaha untuk tidak mendesak Kanaya agar bercerita, karena pastinya Kanaya akan marah jika dia tahu kalau Hakya merasa sangat penasaran dengan pandangan bidadari tersebut.

Padahal selama ini Hakya tidak pernah berinteraksi dengan bidadari-bidadari itu, termasuk saat dia masih kecil mereka tidak pernah berkomunikasi karena Hakya begitu takut dengan aturan yang ada itu. Dia tidak ingin membuat masalah dan tidak ingin mendapatkan masalah sehingga Hakya benar-benar patuh dengan apa yang disampaikan oleh dewa. Padahal yan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Pura-Pura Pingsan

    "Dan, aku tahu kamu itu pura-pura pingsan! Karena kamu sangat senang mendapatkan hal seperti itu, kamu mendapat pujian langsung dari bidadari-bidadari itu. Dasar mata keranjang!" ujar Kanaya kesal kepada Hakya dan menepuk pundak suaminya itu dengan sangat keras, yang membuat Hakya kembali bangun dan tergelak. "Sayang, kamu itu kenapa sih? Kamu malah cemburunya sama bidadari. Tidak mungkin aku menikahi bidadari, Sayang. Karena di depanku ini sudah ada bidadari yang mengisi hari-hariku, yang sudah setia menemani aku kemanapun aku pergi. Bahkan rela hidup terasing seperti ini. Aku harus mencari bidadari seperti apa? Kalau bidadari paling sempurna sudah aku dapatkan di sini," ujar Hakya sambil memegang wajah Kanaya.Wajah Kanaya tampak memerah karena malu mendengar pujian yang diberikan oleh sang suami. Namun, di hatinya masih begitu khawatir dan kesal karena sang suami menjadi idola para bidadari-bidadari tersebut. Kanaya merasa jika memang bidadari itu akan nekat, maka dia tidak bisa

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Masih Ada Keraguan?

    "Iya, Sayang. Bahkan aku tidak pernah membicarakan para bidadari itu. Itulah yang aku takutkan untuk menemani kamu semalam menuju ke sungai biru itu, karena nantinya kamu pasti akan mendengar hal-hal yang tidak ingin kamu dengar. Kamu akan marah dan kamu akan merasa sakit hati,” ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya membelalakkan matanya mendengar apa yang disampaikan oleh Hakya, karena seolah-olah Hakya sudah tahu hal itu bakal terjadi."Itu artinya kamu sudah tahu kalau semua bidadari itu mengidolakan kamu, dari apa yang kamu katakan itu kamu sudah tahu bahwa di kayangan nama kamu begitu ranum dan menjadi dambaan semua bidadari agar bisa menjadi istri kamu?" tanya Kanaya kepada Hakya.Hakya kemudian menggeleng mendengar apa yang ditanyakan oleh Kanaya, sebagai seorang setengah dewa Hakya pasti tahu apa yang terjadi di tempat-tempat tertentu, dan dia pasti tahu di mana saja orang-orang yang mendengungkan namanya."Hal itu juga tidak akan terjadi, Kanaya,” ujar Hakya kepada sang istri samb

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Ramuan Obat

    "Tidak, aku percaya sama kamu, Hakya. Mulai hari ini aku percaya, tapi ketika kita turun dari bukit ini, kamu tidak akan pernah menduakan aku dengan manusia kan?" tanya Kanaya lagi kepada Hakya.Sepertinya Kanaya benar-benar ketakutan kehilangan Hakya, tadinya ketakutan kalau Hakya menikahi bidadari. Sekarang Kanaya ketakutan jika Hakya menikahi salah satu makhluk bumi.Kanaya benar-benar tidak bisa membayangkan kalau Hakya akan menikahi salah satu makhluk bumi, itu artinya Hakya akan semakin kuat untuk tinggal di bumi dan akan menyelesaikan tugas yang diberikan dewa kepadanya dengan sangat baik."Kamu adalah satu-satunya makhluk bumi yang ditakdirkan oleh dewa untuk menjadi istriku sejauh yang aku tahu. Jadi, aku rasa aku tidak akan tertarik kepada makhluk yang lainnya untuk dijadikan pasangan, cukup kamu saja. Kita akan hidup bersama selama-lamanya mendidik anak-anak kita yang banyak," ujar Hakya kemudian."Setelah kita tua, kita hanya tinggal memilih mau tetap tinggal di bumi atauk

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Ramuan Itu Gagal

    Bhusssst. Suara berdesis seperti ledakan ketika Hakya membuka kembali satu lagi tutup kendi tersebut, membuat Hakya sangat terkejut, dan kali ini terlihat air yang berwarna merah kehitaman sehingga membuat Hakya semakin lemah. Dia kecewa pada dirinya sendiri. "Dewa, apakah artinya aku salah membuat ramuan obat untuk Kanaya? Bagaimana kedepannya nasib kami jika aku tidak bisa membuat ramuan ini, apakah aku harus kembali naik ke bukit utara untuk mengambilkan daun ini lagi?” “Dewa, apakah memang kamu baru memberikan kesempatan kepada bumi untuk lebih baik dengan kekeringan ini? Apakah benar-benar engkau sedang mentakdirkan bumi dan makhluk bumi ini untuk berbenah, dan menyadari semua ketamakan dan keserakahan mereka?" tanya Hakya sambil meratapi kendi tersebut. Hakya sampai lupa kalau dia membuat ramuan tersebut tidak hanya satu kendi, sedangkan kendi yang sedang dibukanya itu baru dua kendi. Namun, Hakya juga tahu kalau seluruh kendi tersebut semua komposisi dan ramuannya sama, ba

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Ini Tidak Gagal

    "Apa kamu serius?" tanya Kanaya kepada Hakya.Sepertinya Kanaya belum percaya kalau ramuan yang dibuat oleh Hakya tersebut gagal. Karena Kanaya begitu yakin kalau suaminya itu bisa membuat ramuan yang lebih baik, selama ini Kanaya melihat Hakya begitu gigih dalam menemukan obat untuk semua orang. Kanaya percaya kalau Hakya mampu mengenali dan membuat obat-obatan dengan baik, apalagi ini untuk kepentingan keluarganya dan juga bumi.Hakya hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan sangat lemah, dia sudah tidak ada lagi semangat ketika dia mendapatkan kegagalan seperti itu.Dan ini adalah kegagalan pertama dalam hidup Hakya.Kanaya kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan ramuan obat tersebut, dan ini adalah kali pertama Kanaya masuk ke dalam ruangan itu. Selama ini Kanaya tidak pernah ingin tahu dan tidak pernah mencari tahu apa yang ada di dalam ruangan tersebut, karena ia tahu itu adalah ruangan tempat meracik obat-obat yang akan dibuat oleh Hakya.Hakya hanya mengikuti langkah kaki s

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Fermentasi Ramuan Obat

    Akhirnya semua kendi itu sudah turun dari raknya."Apa maksud kamu Kanaya?" tanya Hakya kepada sang istri bahagia kemudian menatap Kanaya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan ketika Kanaya teringat kalau Kanaya mengatakan ramuan itu belum jadi.Hakya tidak paham lagi dengan apa yang disampaikan oleh Kanaya tersebut, karena selama ini Kanaya bukanlah orang yang bisa mengenali obat-obatan. Bahkan dia hanya bisa terima saja, itulah sebabnya dia meminum ramuan penggugur kandungan dari ibunya itu. Tapi kenapa bisa saat ini Kanaya dengan begitu percaya dirinya mengatakan hal itu tidaklah gagal. Bahkan Kanaya berlagak seperti seorang dewa obat saja."Coba saja kamu perhatikan, dari setiap warna ramuan di dalam kendi-candi ini. Setiap Kendi itu memiliki warna yang berbeda. Menurutku saat ini proses fermentasi ini masih berlanjut, jadi setiap kendi menunjukkan proses yang berbeda. Kemungkinan karena adanya pengaruh udara dari luar yang masuk atau pengaruh bakteri yang terlalu sedikit atau

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Aku Akan Ikut!

    "Kita harus menunggu beberapa saat lagi agar proses fermentasi ini berlanjut. Dan mungkin jika di buku dituliskan bahwa 5 hari, maka kita harus menambahkan sekitar 3 sampai 5 hari lagi. Kita memberikan waktu dan kesempatan kepada ramuan ini untuk melakukan fermentasi yang lebih sempurna.”“Yang penting saat ini kamu tidak boleh lagi berputus asa dan merasa gagal,” ujar Kanaya kepada Hakya. Kanaya sedang berusaha untuk membesarkan hati Hakya, dia tidak ingin Hakya menjadi down dan putus asa, hingga akhirnya Hakya akan berhenti untuk membuat obat-obatan itu. Karena saat ini sangat terlihat jelas kekecewaan di mata Hakya.Hakya kemudian menganggukkan kepalanya, dia merasa sedikit lega ketika melihat Kanaya yang tampak bersemangat dengan ramuan tersebu. Kanaya yang tampak biasa-biasa saja ketika dia mengatakan kalau mereka harus menunggu beberapa waktu lagi untuk ramuan itu melakukan fermentasi. Kanaya tidak menunjukkan kekecewaannya, bahkan dia selalu menyemangati Hakya."Terima kasih k

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Bola Api

    Betapa terkejutnya Hakya mendengar apa yang disampaikan oleh Kanaya.Hakya tidak menyangka kalau Kanaya memiliki keberanian yang begitu tinggi, entah mungkin karena sudah tertempa saat ditinggalkan oleh Hakya ke bukit utara waktu itu. Atau memang karena Kanaya sedang marah kepada suaminya itu."Ya udah, kita akan menunggu hasil fermentasi itu beberapa hari lagi. Dan sambil menunggu, aku akan mencari obat yang lainnya yang bisa mengobati kekeringan pada rahim kamu. Kita tidak perlu pergi ke bukit utara, karena di sana juga kita akan menemui banyak hal, binatang buas yang menjaga daun tersebut mengintai. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa," ujar Hakya kemudian dan mengelus kepala Kanaya dengan lembut.Terlukis senyuman manis di bibir Kanaya, ketika mendengar Hakya yang akhirnya mengalah untuk tidak lagi naik ke bukit utara.Usaha Kanaya akhirnya berhasil. Hakya mengurungkan niatnya naik kembali ke bukit utara."Seperti itu lebih baik, Hakya. Karena tidak mungkin satu-satunya daun itu yang

Bab terbaru

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Akhir yang Bahagia

    "Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Prasangka Buruk

    "Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Delapan Jam Kesakitan

    “Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Keadaan Ayah Mertua yang Sekarat Akibat Ilmu Hitam

    Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Tiba Di Tujuan

    “Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Hanaya, Anak yang Luar Biasa

    “Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Menemui Mertua

    “Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Hadiah Kemenangan

    “Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me

  • MENANTU SETENGAH DEWA   Lebih Baik Mati Di Tangan Iblis!

    Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab

DMCA.com Protection Status