Akhirnya semua kendi itu sudah turun dari raknya."Apa maksud kamu Kanaya?" tanya Hakya kepada sang istri bahagia kemudian menatap Kanaya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan ketika Kanaya teringat kalau Kanaya mengatakan ramuan itu belum jadi.Hakya tidak paham lagi dengan apa yang disampaikan oleh Kanaya tersebut, karena selama ini Kanaya bukanlah orang yang bisa mengenali obat-obatan. Bahkan dia hanya bisa terima saja, itulah sebabnya dia meminum ramuan penggugur kandungan dari ibunya itu. Tapi kenapa bisa saat ini Kanaya dengan begitu percaya dirinya mengatakan hal itu tidaklah gagal. Bahkan Kanaya berlagak seperti seorang dewa obat saja."Coba saja kamu perhatikan, dari setiap warna ramuan di dalam kendi-candi ini. Setiap Kendi itu memiliki warna yang berbeda. Menurutku saat ini proses fermentasi ini masih berlanjut, jadi setiap kendi menunjukkan proses yang berbeda. Kemungkinan karena adanya pengaruh udara dari luar yang masuk atau pengaruh bakteri yang terlalu sedikit atau
"Kita harus menunggu beberapa saat lagi agar proses fermentasi ini berlanjut. Dan mungkin jika di buku dituliskan bahwa 5 hari, maka kita harus menambahkan sekitar 3 sampai 5 hari lagi. Kita memberikan waktu dan kesempatan kepada ramuan ini untuk melakukan fermentasi yang lebih sempurna.”“Yang penting saat ini kamu tidak boleh lagi berputus asa dan merasa gagal,” ujar Kanaya kepada Hakya. Kanaya sedang berusaha untuk membesarkan hati Hakya, dia tidak ingin Hakya menjadi down dan putus asa, hingga akhirnya Hakya akan berhenti untuk membuat obat-obatan itu. Karena saat ini sangat terlihat jelas kekecewaan di mata Hakya.Hakya kemudian menganggukkan kepalanya, dia merasa sedikit lega ketika melihat Kanaya yang tampak bersemangat dengan ramuan tersebu. Kanaya yang tampak biasa-biasa saja ketika dia mengatakan kalau mereka harus menunggu beberapa waktu lagi untuk ramuan itu melakukan fermentasi. Kanaya tidak menunjukkan kekecewaannya, bahkan dia selalu menyemangati Hakya."Terima kasih k
Betapa terkejutnya Hakya mendengar apa yang disampaikan oleh Kanaya.Hakya tidak menyangka kalau Kanaya memiliki keberanian yang begitu tinggi, entah mungkin karena sudah tertempa saat ditinggalkan oleh Hakya ke bukit utara waktu itu. Atau memang karena Kanaya sedang marah kepada suaminya itu."Ya udah, kita akan menunggu hasil fermentasi itu beberapa hari lagi. Dan sambil menunggu, aku akan mencari obat yang lainnya yang bisa mengobati kekeringan pada rahim kamu. Kita tidak perlu pergi ke bukit utara, karena di sana juga kita akan menemui banyak hal, binatang buas yang menjaga daun tersebut mengintai. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa," ujar Hakya kemudian dan mengelus kepala Kanaya dengan lembut.Terlukis senyuman manis di bibir Kanaya, ketika mendengar Hakya yang akhirnya mengalah untuk tidak lagi naik ke bukit utara.Usaha Kanaya akhirnya berhasil. Hakya mengurungkan niatnya naik kembali ke bukit utara."Seperti itu lebih baik, Hakya. Karena tidak mungkin satu-satunya daun itu yang
Hakyapun bergegas berlari menuju ke arah ujung bukit, dia ingin melihat kebenaran yang disampaikan oleh si burung gagak."Hakya, kamu mau kemana?!" teriak Kanaya panik ketika melihat Hakya yang berlari dan tidak mengajaknya.Hakya menghentikan langkahnya, dia baru teringat akan istrinya itu. "Agok, kita lihat," ajak Hakya sambil mengulurkan tangannya kepada Kanaya."Kita mau turun?" tanya Kanaya kepada sang suami sembari menerima uluran tangan Hakya.Hakya menggeleng, kemudian Hakya menarik tangan Kanaya dan mengajak Kanaya segera bergegas mengikuti langkah kakinya.Kemudian keduanya berhenti di ujung bukit dan menatap kebawah."Kita akan melihat dari sini, apa yang terjadi disana," ujar Hakya pelan sembari matanya terus menatap kebawah. Sementara itu burung gagak tampak berteriak, mereka semua duduk di dahan pohon sambil mengikuti Hakya yang menatap ke arah bawah bukit."Mana bola apinya?" tanya Kanaya lagi. Karena dia tidak melihat adanya bola api yang dikatakan oleh si burung gag
Hakya tersentak saat mendengar pertanyaan Kanaya. Ada rasa ragu dihatinya, apalagi saat melihat Kanaya yang sepertinya sangat mengharapkan kalau Hakya tidak pernah lagi meninggalkan dia diatas bukit sendirian.“Kanaya, aku hanya akan turun sebentar. Dan di bawah sana itu kondisi sangat kacau. Aku takut kamu kenapa-kenapa,” ujar Hakya kepada sang istri.Kanaya menggeleng.“Aku takut ayah dan ibu mengalami hal yang buruk,” ujar Kanaya dan seperti memohon kepada Hakya kalau dia ingin ikut turun.Hakya menggeleng. Dia harus tegas kepada Kanaya, karena di bawah juga anak buah Ratu Ilmu Hitam sedang berkeliaran. Disamping mereka menjarah harta-harta orang miskin mereka juga selalu mengintai Kanaya. Mereka akan menunggu Kanaya turun dan akan membawa Kanaya ke istananya karena Pangeran sudah menunggu sejak lama kedatangan Kanaya disana.Bahkan Tuan Kafka dan Nyonya Farah juga sedang berusaha mencari Kanaya, mereka diberikan waktu yang terbatas oleh Ratu untuk membawa Kanaya ke istana Ratu. Ji
Kanaya hanya menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Hakya. Walaupun ada rasa berat melepaskan kepergian Hakya turun kebawah, namun dia tidak punya pilihan lain.“Tidak ada. Hanya saja kamu tolong kamu pastikan ibu, ayah dan Zanaya dalam keadaan aman dan baik-baik saja,” ujar Kanaya pelan.Meskipun rasa sakit akibat perlakuan kedua orang tuanya terus saja pedih, namun Kanaya juga tidak mungkin tega jika mereka dalam kondisi yang tidak baik-baik.“Baiklah,” jawab Hakya pelan.Sebenarnya Hakya juga sedih, karena harus kembali meninggalkan Kanaya seorang diri diatas bukit tunggal ini. Namun, Hakya juga tidak mungkin dia hanya menjadi penonton melihat apa yang terjadi di bawah sana.Sebelum Hakya turun ke bawah, Hakya memasuki kamarnya dan kemudian bertapa sebentar.“Dewa, apa sebenarnya yang Engkau berikan kepada mereka yang dibawah sana?” tanya Hakya sambil memejamkan matanya.Hening.Hakya menunggu beberapa saat, dia tahu dewa pastinya mendengar pertanyaannya. Dan benar saja, tida
Hakya segera turun ke bawah dengan sangat cepat. Dia pun sudah mengatakan kepada salah satu burung gagak untuk tetap berada di atas bukit dan menemani Kanaya diatas sana. Setelah Hakya pergi, pintu gerbang padepokan tersebut tertutup secara otomatis.“Mari kita lihat apa yang sedang terjadi di bawah sana,” ujar Hakya mengajak burung gagak tersebut.Hakya turun dengan bergegas bersama beberapa burung gagak yang sejak tadi sangat penasaran dengan apa yang terjadi di bawah sana. Bahkan Hakya seperti sedang terbang saking cepatnya Hakya berlari.“Apa yang terjadi?” tanya Hakya pada salah seorang penduduk yang tampak berlari ke arah utara.Perempuan setengah baya itu berhenti sejenak, dan memandang Hakya dengan tatapan yang aneh. Mungkin dia belum pernah melihat Hakya sebelumnya, sehingga dia memperhatikan Hakya dari atas hingga bawah.“Kamu berasal darimana? Kenapa kamu ada disini?” tanya orang tersebut kepada Hakya.“Saya dari kaki bukit tunggal,” jawab Hakya kemudian. Karena Hakya tida
"Hei orang asing jangan sekali-kali kamu mencoba untuk melawan kami! Apa kamu tidak melihat di sini sudah bergelimangan darah dan berserakan kepala manusia, kamu mau seperti mereka, hah?" tanya salah seorang anak buah Ratu Ilmu Hitam. Dan sepertinya dia adalah pimpinan kelompok tersebut. "Aku akan membuat perhitungan kepada kalian, namun sebelumnya kita harus membuat perjanjian dahulu. Bahwa kalian berhenti untuk membunuh manusia-manusia lemah yang tidak berdaya ini, jangan kalian menjarah harta-harta mereka untuk kepentingan kalian. Ingatlah manusia yang bersekutu dengan ilmu hitam, apa yang kalian lakukan itu akan mendapat ganjarannya nanti dan dewa pasti akan memberikan hukuman buat kalian yang telah melakukan kejahatan seperti ini," ujar Hakya kemudian.“Hahaha…."“Berasal dari mana orang ini yang tiba-tiba dia berbicara tentang dewa. Kalau memang Dewa itu ada, kenapa sekarang ini dia hanya diam melihat kekeringan dan ketandusan yang berada di permukaan bumi ini? Kalau memang Dew
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab