Hakya segera turun ke bawah dengan sangat cepat. Dia pun sudah mengatakan kepada salah satu burung gagak untuk tetap berada di atas bukit dan menemani Kanaya diatas sana. Setelah Hakya pergi, pintu gerbang padepokan tersebut tertutup secara otomatis.“Mari kita lihat apa yang sedang terjadi di bawah sana,” ujar Hakya mengajak burung gagak tersebut.Hakya turun dengan bergegas bersama beberapa burung gagak yang sejak tadi sangat penasaran dengan apa yang terjadi di bawah sana. Bahkan Hakya seperti sedang terbang saking cepatnya Hakya berlari.“Apa yang terjadi?” tanya Hakya pada salah seorang penduduk yang tampak berlari ke arah utara.Perempuan setengah baya itu berhenti sejenak, dan memandang Hakya dengan tatapan yang aneh. Mungkin dia belum pernah melihat Hakya sebelumnya, sehingga dia memperhatikan Hakya dari atas hingga bawah.“Kamu berasal darimana? Kenapa kamu ada disini?” tanya orang tersebut kepada Hakya.“Saya dari kaki bukit tunggal,” jawab Hakya kemudian. Karena Hakya tida
"Hei orang asing jangan sekali-kali kamu mencoba untuk melawan kami! Apa kamu tidak melihat di sini sudah bergelimangan darah dan berserakan kepala manusia, kamu mau seperti mereka, hah?" tanya salah seorang anak buah Ratu Ilmu Hitam. Dan sepertinya dia adalah pimpinan kelompok tersebut. "Aku akan membuat perhitungan kepada kalian, namun sebelumnya kita harus membuat perjanjian dahulu. Bahwa kalian berhenti untuk membunuh manusia-manusia lemah yang tidak berdaya ini, jangan kalian menjarah harta-harta mereka untuk kepentingan kalian. Ingatlah manusia yang bersekutu dengan ilmu hitam, apa yang kalian lakukan itu akan mendapat ganjarannya nanti dan dewa pasti akan memberikan hukuman buat kalian yang telah melakukan kejahatan seperti ini," ujar Hakya kemudian.“Hahaha…."“Berasal dari mana orang ini yang tiba-tiba dia berbicara tentang dewa. Kalau memang Dewa itu ada, kenapa sekarang ini dia hanya diam melihat kekeringan dan ketandusan yang berada di permukaan bumi ini? Kalau memang Dew
"Sepertinya darahnya begitu manis, sehingga aku sudah tidak sabar untuk mencicipinya," ujar salah seorang iblis anak buah Ratu Ilmu Hitam yang berwujud dengan badan besar dan hitam, dengan mata yang merah menyala itu.Membuat orang-orang yang tadinya ikut berkerumun dan menyemangati Hakya mulai berlari tunggang langgang, mereka benar-benar ketakutan ketika melihat iblis tersebut."Jangan harap! Karena aku akan menghabiskan kalian semua! Aku tidak pernah takut kepada kalian,” jawab Hakya yang tampak bersiap dengan sebilah pedang di tangannya.Hakya benar-benar sudah sangat marah, apalagi melihat salah satu iblis tersebut dia menggigit kepala manusia yang baru saja kalah dalam pertarungan itu. Ternyata korban-korban dari peperangan itu, bukan karena mereka tidak mau menguburkannya atau karena apa. Tapi mereka semua takut diserang oleh anak buah Ratu Ilmu Hitam dan para korban itu menjadi santapan para anak buah Ratu Ilmu Hitam yang berjenis iblis."Hei anak muda, datang dari pelosok man
"Apa yang akan kau lakukan, wahai iblis? Apakah kau tidak melihat sebentar lagi darahmu akan habis?" tanya Hakya sembari tersenyum mengejek dan menatap ke arah anggota ilmu hitam yang lainnya yang tampak gemetaran ketika melihat iblis yang paling kuat dari mereka terkena sabetan pedang dari Hakya dan kalah."Ayo, siapa lagi yang berani maju?" tantang Hakya kepada semua anak buah Ratu Ilmu Hitam tersebut. Namun, tidak terduga mereka malah mundur perlahan apalagi ketika melihat iblis yang paling kuat tersebut tubuhnya jatuh tersungkur ke tanah.“Aaarrrrggght!” teriak iblis tersebut ketika Hakya menambahkan serangan ilmu api, sehingga membuat tubuhnya yang telah kehabisan darah itu terbakar dan akhirnya tubuh tersebut hanyalah tinggal debu-debunya.Anggota ilmu hitam yang paling kuat itu mati secara permanen, dia tidak akan bisa lagi kembali ke bumi ataupun kembali ke kerajaan ilmu hitam. Dia akan disiksa di antara langit dan bumi."Kalian, maju! Karena aku rasanya masih belum puas memb
“Nenek ini pikun dan tuli, jangan percaya,” ujar pak Kusno mengingatkan Hakya.Justru peringatan dari pak Kusno tersebut membuat Hakya semakin tertarik untuk bertanya, karena Hakya tidak menyangka kalau nenek tersebut mendengar percakapan mereka."Berapa lama, Nek, saya harus memberikan istri saya ramuan tersebut?" tanya Hakya bersemangat dan langsung mendekat ke arah nenek tersebut."Cukup berikan saja selama tujuh hari, nanti dia akan merasakan badannya segar kembali,” jawab nenek tersebut dengan sangat santai.“Ah jangan kau dengarkan nenek kami yang sudah tua ini. Penglihatannya sudah rabun dan pendengarannya sudah tidak tajam lagi. Dia hanya kadang-kadang bergumam tidak jelas. Jangan kau percaya,” ujar pak Kusno lagi yang langsung meminta anaknya untuk membawa si nenek tersebut masuk ke dalam rumahnya itu.Hakya tertegun mendengar apa yang disampaikan oleh nenek itu, walaupun anak dari si nenek mengatakan kalau nenek itu sudah pikun, buta dan tuli. Namun, entah kenapa dalam hati
Hakya tidak menyangka jika turunnya dia dari bukit akan mendapati kenyataan yang begitu banyak seperti itu.“Ternyata wajar jika Dewa marah, karena selama ini aku begitu cuek dengan semua keadaan yang ada. Aku bahkan banyak sekali tidak tahu kejadian-kejadian yang menimpa penduduk di sini," gumam Hakya di dalam hatinya sambil terus berjalan menyusuri perkotaan itu.Hingga tengah malam akhirnya mereka kembali ke rumah Pak Kusno, karena sudah begitu jauh mereka berjalan dan juga hari yang semakin gelap.Tuiiiiiing!Tiba-tiba sebuah api jatuh meluncur dari langit yang tidak terlalu besar dan tepat jatuh di depan Hakya, membuat Hakya dan Pak Kusno benar-benar terkejut. Walaupun api itu langsung padam di tempat."Itu api apa, Pak?" tanya Hakya tampak kebingungan ketika tapi itu jatuh tepat hadapan mereka."Semenjak fenomena munculnya bola api raksasa dari langit itu, hampir setiap malam kota ini mendapati api kecil yang tiba-tiba meluncur dengan kecepatan tinggi dari langit. Ketika mereka
Seperti yang sudah Hakya janjikan bersama Pak Kusno. Pagi-pagi sekali mereka akan mengintip kemana perginya orang-orang yang katanya dipaksa untuk bekerja di tambang emas milik kerajaan ilmu hitam.Dengan membawa sebilah pedangnya Hakya bersama Pak Kusno pergi pagi-pagi sekali, meninggalkan rumah tersebut. "Kita hari ini hanya akan mengetahui terlebih dahulu di mana letak tambang tersebut, kita tidak akan menyerang mereka. Karena nanti bisa terjadi hal yang tidak kita inginkan,” ujar Hakya kepada pak Kusno.Sebagai seorang yang mengikuti Hakya dari belakang, Pak Kusno hanya menyetujui apa yang menjadi rencana Hakya, dan juga dia berharap mendapatkan perlindungan kepada Hakya. Pak Kusno begitu yakin kalau Hakya bisa melindungi mereka, walaupun pak Kusno tidak tahu siapa Hakya sebenarnya, bahkan nama Hakya saja mereka tidak tahu.Mereka berjalan pelan keluar dari rumah membawa sebilah pedang dan penutup kepala, juga penutup muka agar mereka tidak dikenali oleh orang lain.Dan benar saj
Hakya segera menarik Pak Kusno untuk bersembunyi di tempat yang aman, karena Hakya melihat kemudian beberapa orang anggota ilmu hitam tampak berpencar. Mereka mengeluarkan pedang masing-masing yang berkilauan untuk mencari Hakya.Sedangkan Pak Kusno tampak gemetaran dengan keringat dingin yang bercucuran. Pak Kusno begitu takut karena kecerobohannya, kalau mereka ketahuan oleh anggota ilmu hitam dan ditemukan maka habis sudah riwayat mereka."Tenanglah Pak, kita tidak akan ketahuan oleh mereka. Yang penting saat ini kita sudah mengetahui dimana tempat mereka. Sekarang kita butuh banyak orang untuk menutup tempat ini. Kita tidak mungkin menyerang hanya kita berdua saja, kita butuh banyak bantuan dari penduduk untuk menutup tempat ini agar tidak ada lagi kerja paksa di tempat ini," bisik Hakya kepada Pak Kusno.Pak Kusno tampak menganggukkan kepalanya, dia paham dengan apa yang disampaikan oleh Hakya, mereka juga tidak mungkin untuk menyerang tempat tersebut tanpa adanya bantuan dari ya
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab