MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU

MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU

last updateLast Updated : 2022-07-27
By:  Evie YuzumaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
37Chapters
19.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

“Mbak, maaf … mulai hari ini aku tidak bisa bantuin Mbak nyuci lagi,” ucapku pada Mbak Winda yang menyimpan setumpuk cucian pada bak cuciku. “Jangan kebanyakan gaya kamu, Mia! Ingat kamu itu masih numpang di rumah Ibu … suami kamu juga belum dapat pekerjaan. Lulusan SMA itu sekarang susah kalau mau masuk ke pabrik lagi, apalagi umur suami kamu sudah tua!” ujarnya sambil tetap mencampurkan setumpuk pakaian kotor ke bak cucianku. Mia yang masih menumpang di rumah Ibu Mertua dan juga seatap dengan Winda---kakak iparnya, perlahan memberontak. Mia menginginkan kehidupan yang damai dan tenteram dan tak selalu dihinda dan direndahkan oleh Winda. Mentang-mentang Winda dan suaminya sama-sama bekerja, maka seenak hatinya memperbudak Mia dan menjadikannya kacung di rumah Ibunya. Akankah perjuangan Mia untuk membalaskan hinaan dan kesombongan kakak iparnya berjaya? Apakah secercah cahaya perlahan bisa menyentuh hati Winda atau semakin keras saja?

View More

Chapter 1

Bab 1

“Mbak, maaf … mulai hari ini aku tidak bisa bantuin Mbak nyuci lagi,” ucapku pada Mbak Winda yang menyimpan setumpuk cucian pada bak cuciku.

“Jangan kebanyakan gaya kamu, Mia! Ingat kamu itu masih numpang di rumah Ibu … suami kamu juga belum dapat pekerjaan. Lulusan SMA itu sekarang susah kalau mau masuk ke pabrik lagi, apalagi umur suami kamu sudah tua!” ujarnya sambil tetap mencampurkan setumpuk pakaian kotor ke bak cucianku.

“Terserah Mbak mau ngomong apa. Bukankah kita di sini sama-sama numpang di rumah Ibu? Mbak juga belum punya rumah sendiri ‘kan? Jadi posisi kita sama, Mbak! Mbak Winda gak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh aku! Aku juga punya pekerjaan!” ucapku sambil meneruskan mencuci.

Yang kucuci pastinya pakaianku dan milik Ibu mertua. Sudah cukup selama ini aku membantu pekerjaan Mbak Winda, tetapi dia malah semakin menjadi. Melimpahkan semua pekerjaan rumah bahkan mengurus Bian---putranya yang baru berusia lima belas bulan yang sedang nakal-nakalnya. Padahal aku pun punya bayi yang masih berusia enam bulan juga. Padahal dia masuk kerja jam sepuluh siang, harusnya masih ada waktu untuk sekadar mencuci pakaian.

“Kamu, ya! Awas, ya mulai sekarang kalian gak boleh lagi numpang makan rejeki kami! Suruh suami kamu cari kerja dan penuhin risiko dapur sendiri!” hardiknya.

“Sudah! Sudah! Kalian itu ribut terus! Ibu pusing dengarnya!” Kudengar Ibu Mertuaku muncul dari dalam dan melerai kami.

Malu sebetulnya harus ribut setiap hari dengan Mbak Winda. Apalagi jika Mbak Wilda---kakak tertuanya Mas Hafid datang, sudah seperti neraka saja rasanya. Keduanya selalu menyindir suamiku yang memang masih kerja serabutan. Dan menyuruhku ini dan itu, padahal aku kerepotan mengurus Misya yang kadang rewel juga.

“Mia tuh, Bu! Makin rese saja tiap hari! Ibu sih manjain mulu si Hafid, jadinya istrinya besar kepala!” ucap Mbak Winda sambil melengos pergi meninggalkanku.

Aku melirik ke arah wanita yang sudah melahirkan suamiku itu. Dengan perasaan tidak enak, aku segera meminta maaf.

“Bu, maaf kalau kami bertengkar lagi! Aku tidak mau mencucikan pakaian Mbak Winda soalnya aku sudah dapat pekerjaan online, Bu! Pendapatannya lumayan! Tapi harus ulet dan cukup menyita waktuku juga! Soalnya pendapatan Mas Hafid yang tidak menentu membuatku memang harus membantunya mencari nafkah, Bu!” ucapku pada Ibu.

“Iya, ibu mengerti. Sudah biarkan saja, nanti biar ibu yang cucikan pakaian Mbak mu!” ucapnya.

Aku menarik napas panjang. Mana tega aku membiarkan wanita yang sudah berumur itu mengerjakan pekerjaan yang berat begini. Mana pakaian Mbak Winda dan kedua anaknya itu cukup banyak.

“Jangan, Bu! Biar aku saja kalau begitu!” Akhirnya aku kalah lagi. Aku pun mengerti posisi Ibu yang memang sehari-hari kebanyakan ditopang oleh uang dari Mbak Winda dan suaminya.

Ibu sudah menjadi janda dan tidak memiliki penghasilan. Saat ini dia benar-benar tergantung pada Mbak Winda dan suaminya. Kadang diberikan sedikit uang oleh Mbak Wilda. Aku, hanya mampu membantu biaya dapur alakadarnya. Jika Mas Hafid dapat uang agak lumayan, kadang aku pun ngasih sepuluh atau dua puluh ribu pada ibu. Namun selama di sini, aku selalu menghitung pengeluaran bulananku sendiri sehingga bisa kupastikan jika aku pun turut menopang risiko dapur di rumah ini. Hanya saja jika mengontrak, aku gak yakin karena pendapatan Mas Hafid masih belum pasti.

“Gak apa, Ibu saja Mia! Gih, kerjakan saja pekerjaan onlinenya! Ibu doakan semoga lancar dan kalian bisa segera punya tempat tinggal sendiri! Maafkan ibu belum bisa memberikan kehidupan yang layak buat kalian, maafkan Hafid juga yang malah kehilangan pekerjaan!” tukas Ibu mertuaku.

Ucapannya malah membuatku sedih pada akhirnya. Ya, Mas Hafid terkena PHK tepat ketika Mesya lahir. Sejak saat itulah dia pun terseok-seok mencari pekerjaan. Sudah mengirim lamaran ke sana ke mari tapi belum juga ada panggilan. Kini dia hanya menjadi penjaga parkir di depan minimarket ikut temannya. Kadang sehari membawa beberapa puluh ribu saja.

“Gak usah, Bu … biar Mia akali! Ibu istirahat saja! Ibu juga masih suka direcoki sama Bian dan Hasan ‘kan? Aku punya cara jitu kok, Bu untuk mengerjakannya dengan cepat!” ucapku sambil tersenyum meyakinkannya.

“Bu … Aku nitip Bian! Mau ke depan sebentar! Ini mau setor arisan di rumah Bu RT!” teriak Mbak Winda. Kadang aku kesal padanya. Sikapnya itu gak ada sopan-sopannya pada Ibu sendiri padahal.

“Tuh, kan! Dia sudah manggil Ibu! Ini biar aku selesaikan!” Aku menoleh pada Ibu dan tersenyum memastikan kalau semua baik-baik saja.

Akhirnya dia pergi ke ruang tengah menjaga Bian yang baru berumur lima belas bulan. Sementara Hasan, ikut bersama Mbak Winda dan naik pada motor maticnya. Hasan sudah cukup besar, sudah berusia lima tahun tetapi tetap saja kalau di rumah masih suka rebutan mainan dengan Bian.

Pakaianku dan Ibu sudah selesai. Aku segera membilasnya dan memberinya pewangi. Sementara pakaian Mbak Winda yang sudah terlanjur basah, kubiarkan dulu. Aku menjempur punyaku dan Ibu di depan. Setelah itu baru kupindahkan pakaian dia pada rendaman air pewangi tanpa kucuci. Biarkan saja disitu, toh aku sudah bilang kalau tidak akan mencucinya. Salah sendiri maksa.

Setelah itu aku ke kamar. Segera membuka gawai sederhana milikku dan membuka situs di mana aku memasang iklan-iklan property online. Alhamdulilah sudah bebapa unit closing dan tinggal menunggu pencairan komisi yang bernilai jutaan rupiah.

Aku akan mulai menabung dengan uang hasil komisi ini dan membeli rumah sendiri. Membawa ibu keluar dari rumah ini sekalian dan membiarkan Mbak Winda mengerti jika dia pun tidak akan bisa kerja di luar rumah jika tidak ada yang menjaga Bian dan mengurus Hasan di rumah ini. Selama ini aku dan Ibulah yang mengurus mereka. Sehingga uang dia utuh tidak usah membayar baby sister untuk menjaga anak-anaknya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Fatra Hayati
kereeeen mia... semangaaaat
2022-07-12 23:10:11
1
37 Chapters
Bab 1
“Mbak, maaf … mulai hari ini aku tidak bisa bantuin Mbak nyuci lagi,” ucapku pada Mbak Winda yang menyimpan setumpuk cucian pada bak cuciku.“Jangan kebanyakan gaya kamu, Mia! Ingat kamu itu masih numpang di rumah Ibu … suami kamu juga belum dapat pekerjaan. Lulusan SMA itu sekarang susah kalau mau masuk ke pabrik lagi, apalagi umur suami kamu sudah tua!” ujarnya sambil tetap mencampurkan setumpuk pakaian kotor ke bak cucianku.“Terserah Mbak mau ngomong apa. Bukankah kita di sini sama-sama numpang di rumah Ibu? Mbak juga belum punya rumah sendiri ‘kan? Jadi posisi kita sama, Mbak! Mbak Winda gak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh aku! Aku juga punya pekerjaan!” ucapku sambil meneruskan mencuci.Yang kucuci pastinya pakaianku dan milik Ibu mertua. Sudah cukup selama ini aku membantu pekerjaan Mbak Winda, tetapi dia malah semakin menjadi. Melimpahkan semua pekerjaan rumah bahkan mengurus Bian---putranya yang baru berusia lima belas bulan yang sedang nakal-nakalnya. Padahal aku pun punya bayi
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 2
“Mia … Mia … tolong jagain dulu Bian! Mbak kok gatel-gatel gini, ya?” Mbak Winda terburu-buru berjalan dari kamarnya dan menghampiriku yang tengah berada di ruang tengah. Aku sedang menemani Mas Hafid sarapan di ruang tengah sambil menonton televisi.Dia menyimpan Bian ke pangkuanku sambil tergesa ke belakang. Mau mandi lagi mungkin? Maafkan aku, Mbak … pakaian kamu sama Mas Ardi ‘kan waktu itu kan hanya kurendam dengan pewangi. Aku hanya mencuci kembali pakaian Bian dan Hasan karena tidak tega jika anak kecil harus gatal-gatal juga.Bian memainkan kepala Mesya anakku. Sudah kebiasaan bocah itu memainkan rambut Mesya jika sedang bermain bersamanya. Mesya yang baru bisa miring-miring itu berusaha meraih tangan Bian yang sejak tadi mengusili rambutnya. Senang jika melihat mereka akur seperti itu. Namun sayang, aku sama ibunya Bian tidak pernah damai.“Eh, Mia! Kamu ‘kan yang tempo hari nyuciin pakaian, Mbak, ya?” Dia datang dari kamar mandi sepertinya habis mandi lagi. Kebiasaan banget
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 3
Dia melengos pergi. Padahal kerjanya mulai jam sepuluh pagi, tetapi pukul delapan sudah berangkat. Menyisakkan Bian yang kini mulai merengek karena lapar. Kuusap pucuk kepala anak lelaki berusia lima belas bulan itu. Dia menatap penuh minat pada makanan mpasi milik Mesya.“Mamam … mamam …,” ucapnya polos.“Iya, Mas Bian nanti Tante buatin mamam, ya! Diam di sini dulu, ya!” ucapku sambil memberinya mainan. Kugendong Mesya ke dapur dan mencari makanan untuk Bian. Ada satu rak berisi makanan bayi dan susu formula yang Mbak Winda khususkan hanya untuk Bian.“Mia, itu kok di ruang tengah berantakan banget pakaian? Punya siapa?” Tanpa kukira, ibu mertuaku muncul dari dalam.“Eh, Ibu sudah pulang?” tanyaku sambil tersenyum. Sementara itu, tanganku mengaduk makanan untuk Bian.“Iya, sudah! Ini Ibu beli sayur juga sekalian! Kamu lagi buatin makanan Mesya?” tanyanya sambil meletakkan kantung belanja pada meja di dapur.“Ini buat Bian, Bu! Biasa Mbak Winda sudah pergi, gak kasih makan dulu, pada
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 4
“Alesan mulu kamu itu, ya! Dasar ipar miskin!” hardiknya. Disambung dengan terputusnya panggilan telepen dari seberang sana.Nyesss!Ada rasa nyeri dalam dada ini. Padahal kurang baik apa aku padanya selama ini? Mungkin karena sudah keseringan ngalah dan nurut akhirnya dia jadi merasa di atas angin. Padahal awalnya aku seperti itu karena aku merasa orang baru di rumah ini. Aku berusaha menyesuaikan diri dengan keluarga dari suamiku.Aku memberikan kembali gawai milik orang Bank keliling yang masih menunggu itu. Dia menatapku penuh harap.“Gimana, Mbak?” tanyanya. Menyebalkan memang.Aku hanya mengedik tanpa menjawab sepatah katapun. Berjalan ke dalam dan menyimpan paketan milik Mbak Winda di atas meja tivi. Lalu kembali ke dapur dan memasak untukku dan ibu. Ya, mulai hari ini aku sudah mendeklarasikan jika tidak akan memasak untuk Mbak Winda. Jadi masakan ini hanya untukku dan ibu.Namun tetap saja, jika Hasan merengek minta makan, aku pun tidak tega juga. Masa kesal sama orang tuanya
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 5
Menjelang ashar aku keluar dari kamar. Cucian milik Mbak Winda tampak menggunung di sofa ruang tengah. Sepertinya dia sudah angkatin pakaian yang hanya kujemur saja itu.Suasana di ruang tengah sepi. Padahal aku mau menitipkan Mesya dulu pada Ibu sebentar. Jika Mesya sudah bangun, aku gak bisa ngapa-ngapain soalnya. Aku akan menyiapkan masakan untuk sore nanti. Mungkin ibu sedang membawa main kedua cucunya ke rumah tetangga.Aku kembali lagi ke kamar dan menggendong Mesya pada akhirnya. Belum sempat lagi aku pergi ke dapur terdengar orang yang memanggil dari teras.“Permisi! Go food, Mbak!” pekiknya.Aku membukakan pintu. Tampak seorang pengemudi ojek online tengah menenteng beberapa box makanan.“Cari siapa, Pak?” tanyaku.“Ini, Mbak … dari go food! Anter pizza!” ucapnya.“Atas nama siapa, Pak?” tanyaku lagi, tidak merasa memesan makanan langka itu. Ya, langka bagiku yang kondisi kantong pas-pasan. Sayang duitnya kalau membeli makanan mahal seperti itu.“Eh, itu pizza atas nama Winda
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 6
Namun alangkah kagetnya aku, ketika dari kejauhan tampak Mas Hafid tengah dihajar oleh dua orang. Tubuhnya terhuyung membentur trotoar.“Mas Hafid!” pekikku sambil berlari memburunya.Kedua lelaki itu melepaskan Mas Hafid ketika melihatku berjalan tergopoh memburu ke arahnya. Kupegang luka yang ada pada sudut bibirnya.“Ya Allah, Mas … kamu ada masalah apa sama mereka?”Aku meraih tangannya dan membantunya untuk bangun. Kulirik sekilas pada dua orang yang tengah berjalan menjauh itu.“Biasa, Mi … rebutan wilayah! Kebetulan Bang Azhar lagi ada urusan, jadi dia leluasa melampiaskan kekesalan pada kita-kita yang ada di lapangan!”“Kita beli obat luka saja ke apotek kalau gitu, Mas! Mau ke dokter uangnya juga gak ada. Ini Mesya saja panas. Aku cuma punya uang tiga puluh ribu, Mas. Tadinya ke sini mau minta tambah sama kamu.”Tidak terasa ada yang menggenang pada pelupuk mataku. Rasa sedih menyeruak memaksa butiran bening ini berjatuhan perlahan.“Astagfirulloh, Mesya panas, Mi? Mas gak pu
last updateLast Updated : 2022-06-24
Read more
Bab 7
[Trx.Rek 11011332212354320211015:22 xxx21277 Rp. 5.000.000,- 10.10.202115.01.32]“Alhamdulilah, Mas!” pekikku pelan.Kutatap deretan angka itu dengan mata lebar-lebar. Seumur hidup baru merasakan punya penghasilan sendiri, rasanya luar biasa banget.“Kenapa?”Mas Hafid yang sudah bersandar pada dipan di samping Mesya melihat heran ke arahku. Aku berjalan mendekat dan menunjukkan sms banking yang ada di tanganku. “Mas, ini lihat uang komisiku sudah masuk! Besok kita bisa ke dokter, Mas! Kita periksa luka kamu dan beli obat yang bagus! Mesya juga,” ucapku sambil menyeka sudut mata yang tiba-tiba menghangat.Disaat kami sedang kesulitan. Rasanya bahagia banget melihat sejumlah uang yang kini sedang kubutuhkan. “Mas sudah baikan, gak usah ke dokter lagi! Uangnya simpan saja pakai buat kebutuhan kita! Takut-takut Mas lagi gak dapet pemasukan di parkiran!” ucapnya. “Empat jutanya mau aku belikan cincin saja kalau gitu, Mas! Bisa dapet dua, jadi itung-itung nyimpen … nanti kalau dapat ko
last updateLast Updated : 2022-07-03
Read more
Bab 8
Baru saja aku membuka pintu lemari es dan hendak menata sayuran milikku. Terdengar suara lantang Mbak Winda. “Eh, Mia! Mulai hari ini, kamu jangan sentuh kulkas milik saya! Simpan saja sayuranmu di luar biar pada busuk sekalipun Mbak gak peduli!” Astagfirulloh! Aku mengelus dada. Lalu menoleh padanya yang berdiri beberapa langkah dari tempatku. “Mbak Winda, ini sayuran juga aku simpan buat makan Ibunya Mbak Winda juga! Jadi orang jangan pelit amet, Mbak! Nanti kena karma! Lagian aku yang bayar listriknya!” ketusku sambil menatapnya kesal. Ya, aku tidak suka diperlakukan semena-mena olehnya. Meskipun berulang kali Mas Hafid selalu menasihatiku untuk mengalah. Malu katanya ribut terus. Rasanya keterlaluan sekali sikapnya, susah sekali aku mengimbanginya.Dia melirik sinis ke arah dua cincin baru yang melingkar di jemariku. Lalu dengan wajah angkuhnya dia berkata. “Beli cincin saja mampu, masa beli kulkas gak bisa! Atau jangan-jangan kamu cuma beli cincin imitasi biar kelihatan kere
last updateLast Updated : 2022-07-03
Read more
Bab 9
“A Hafidnya ada, Mbak?” Lagi-lagi dia mengulang pertanyaannya. Aku mengangguk. “Suamiku lagi sakit, ada perlu apa, Mbak?” tanyaku datar. “Ini, saya hanya mau mengantarkan bingkisan sedikit buat dia, Mbak!” ucapnya sambil mengulurkan tentengan yang berisi makanan. Aku tidak serta merta menerimanya, kubiarkan tangannya menggantung saja. “Mbak ini siapanya suami saya?” tanyaku masih menatap lekat. Wajah menor dan rambut pirang itu masih berada di depanku. “Saya hanya temannya Mbak Winda, Mbak! Dia ada mengabarkan kalau A Hafid lagi sakit. Ini Mbak Mia 'kan? Mbak Mia gak mau nyuruh saya masuk ke dalam dulu, Mbak? Tamu ‘kan harus dihormati!” tukasnya dengan penuh percaya diri. Haish, yang tuan rumah siapa? Yang tamu siapa? “Mia siapa? Ada tamu?” terdengar suara ibu mertuaku dari dalam.“Iya, Bu!” tukasku setengah enggan. Malas menyuruh wanita dengan gaya selangit itu untuk masuk.“Suruh masuk dulu, masa tamu didiemin di luar!” Suara Ibu Mertuaku membuat senyum pada bibir wanita itu
last updateLast Updated : 2022-07-03
Read more
Bab 10
"Mia! Mia!” “Mia! Mia!” Aku menoleh ke asal suara. Mbak Winda dan Mbak Wilda tampak sudah datang dan berada di belakangku yang tengah menyiapkan makan malam. Mas Hafid sedang berada di kamar menjaga Mesya yang memang tadi belum tidur. Bruk!Aku belum bersiap ketika Mbak Winda mendorongku. Dia melotot penuh amarah ke arahku. Mbak Wilda berdiri di sampingnya sambil melipat tangan di dada. Aku berusaha kembali bangkit. Ada rasa ngilu pada siku yang kupakai untuk menopang tubuhku tadi. Kutatap kedua kakak beradik itu satu persatu.“Ada apa, sih, Mbak? Salahku apa?!” “Kamu masih bertanya salah kamu apa, hah?!” Mbak Winda maju kembali dan hendak menoyor kepalaku. Namun dengan sigap kutepis. Enak saja, dikira ini kepala gak ada harganya apa?Namun ternyata aku lengah pada sisi lainnya, bagaimanapun dua lawan satu.Byurr!Tanpa kusangka, Mbak Wilda kali ini menyiramkan air dari teko yang ada di meja makan ke arahku. Basah sebagian pakaianku. Astagaaaa! Beraninya main keroyokan ternyata.
last updateLast Updated : 2022-07-03
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status