Share

MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU
MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU
Penulis: Evie Yuzuma

Bab 1

Penulis: Evie Yuzuma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-24 09:40:44

“Mbak, maaf … mulai hari ini aku tidak bisa bantuin Mbak nyuci lagi,” ucapku pada Mbak Winda yang menyimpan setumpuk cucian pada bak cuciku.

“Jangan kebanyakan gaya kamu, Mia! Ingat kamu itu masih numpang di rumah Ibu … suami kamu juga belum dapat pekerjaan. Lulusan SMA itu sekarang susah kalau mau masuk ke pabrik lagi, apalagi umur suami kamu sudah tua!” ujarnya sambil tetap mencampurkan setumpuk pakaian kotor ke bak cucianku.

“Terserah Mbak mau ngomong apa. Bukankah kita di sini sama-sama numpang di rumah Ibu? Mbak juga belum punya rumah sendiri ‘kan? Jadi posisi kita sama, Mbak! Mbak Winda gak bisa seenaknya nyuruh-nyuruh aku! Aku juga punya pekerjaan!” ucapku sambil meneruskan mencuci.

Yang kucuci pastinya pakaianku dan milik Ibu mertua. Sudah cukup selama ini aku membantu pekerjaan Mbak Winda, tetapi dia malah semakin menjadi. Melimpahkan semua pekerjaan rumah bahkan mengurus Bian---putranya yang baru berusia lima belas bulan yang sedang nakal-nakalnya. Padahal aku pun punya bayi yang masih berusia enam bulan juga. Padahal dia masuk kerja jam sepuluh siang, harusnya masih ada waktu untuk sekadar mencuci pakaian.

“Kamu, ya! Awas, ya mulai sekarang kalian gak boleh lagi numpang makan rejeki kami! Suruh suami kamu cari kerja dan penuhin risiko dapur sendiri!” hardiknya.

“Sudah! Sudah! Kalian itu ribut terus! Ibu pusing dengarnya!” Kudengar Ibu Mertuaku muncul dari dalam dan melerai kami.

Malu sebetulnya harus ribut setiap hari dengan Mbak Winda. Apalagi jika Mbak Wilda---kakak tertuanya Mas Hafid datang, sudah seperti neraka saja rasanya. Keduanya selalu menyindir suamiku yang memang masih kerja serabutan. Dan menyuruhku ini dan itu, padahal aku kerepotan mengurus Misya yang kadang rewel juga.

“Mia tuh, Bu! Makin rese saja tiap hari! Ibu sih manjain mulu si Hafid, jadinya istrinya besar kepala!” ucap Mbak Winda sambil melengos pergi meninggalkanku.

Aku melirik ke arah wanita yang sudah melahirkan suamiku itu. Dengan perasaan tidak enak, aku segera meminta maaf.

“Bu, maaf kalau kami bertengkar lagi! Aku tidak mau mencucikan pakaian Mbak Winda soalnya aku sudah dapat pekerjaan online, Bu! Pendapatannya lumayan! Tapi harus ulet dan cukup menyita waktuku juga! Soalnya pendapatan Mas Hafid yang tidak menentu membuatku memang harus membantunya mencari nafkah, Bu!” ucapku pada Ibu.

“Iya, ibu mengerti. Sudah biarkan saja, nanti biar ibu yang cucikan pakaian Mbak mu!” ucapnya.

Aku menarik napas panjang. Mana tega aku membiarkan wanita yang sudah berumur itu mengerjakan pekerjaan yang berat begini. Mana pakaian Mbak Winda dan kedua anaknya itu cukup banyak.

“Jangan, Bu! Biar aku saja kalau begitu!” Akhirnya aku kalah lagi. Aku pun mengerti posisi Ibu yang memang sehari-hari kebanyakan ditopang oleh uang dari Mbak Winda dan suaminya.

Ibu sudah menjadi janda dan tidak memiliki penghasilan. Saat ini dia benar-benar tergantung pada Mbak Winda dan suaminya. Kadang diberikan sedikit uang oleh Mbak Wilda. Aku, hanya mampu membantu biaya dapur alakadarnya. Jika Mas Hafid dapat uang agak lumayan, kadang aku pun ngasih sepuluh atau dua puluh ribu pada ibu. Namun selama di sini, aku selalu menghitung pengeluaran bulananku sendiri sehingga bisa kupastikan jika aku pun turut menopang risiko dapur di rumah ini. Hanya saja jika mengontrak, aku gak yakin karena pendapatan Mas Hafid masih belum pasti.

“Gak apa, Ibu saja Mia! Gih, kerjakan saja pekerjaan onlinenya! Ibu doakan semoga lancar dan kalian bisa segera punya tempat tinggal sendiri! Maafkan ibu belum bisa memberikan kehidupan yang layak buat kalian, maafkan Hafid juga yang malah kehilangan pekerjaan!” tukas Ibu mertuaku.

Ucapannya malah membuatku sedih pada akhirnya. Ya, Mas Hafid terkena PHK tepat ketika Mesya lahir. Sejak saat itulah dia pun terseok-seok mencari pekerjaan. Sudah mengirim lamaran ke sana ke mari tapi belum juga ada panggilan. Kini dia hanya menjadi penjaga parkir di depan minimarket ikut temannya. Kadang sehari membawa beberapa puluh ribu saja.

“Gak usah, Bu … biar Mia akali! Ibu istirahat saja! Ibu juga masih suka direcoki sama Bian dan Hasan ‘kan? Aku punya cara jitu kok, Bu untuk mengerjakannya dengan cepat!” ucapku sambil tersenyum meyakinkannya.

“Bu … Aku nitip Bian! Mau ke depan sebentar! Ini mau setor arisan di rumah Bu RT!” teriak Mbak Winda. Kadang aku kesal padanya. Sikapnya itu gak ada sopan-sopannya pada Ibu sendiri padahal.

“Tuh, kan! Dia sudah manggil Ibu! Ini biar aku selesaikan!” Aku menoleh pada Ibu dan tersenyum memastikan kalau semua baik-baik saja.

Akhirnya dia pergi ke ruang tengah menjaga Bian yang baru berumur lima belas bulan. Sementara Hasan, ikut bersama Mbak Winda dan naik pada motor maticnya. Hasan sudah cukup besar, sudah berusia lima tahun tetapi tetap saja kalau di rumah masih suka rebutan mainan dengan Bian.

Pakaianku dan Ibu sudah selesai. Aku segera membilasnya dan memberinya pewangi. Sementara pakaian Mbak Winda yang sudah terlanjur basah, kubiarkan dulu. Aku menjempur punyaku dan Ibu di depan. Setelah itu baru kupindahkan pakaian dia pada rendaman air pewangi tanpa kucuci. Biarkan saja disitu, toh aku sudah bilang kalau tidak akan mencucinya. Salah sendiri maksa.

Setelah itu aku ke kamar. Segera membuka gawai sederhana milikku dan membuka situs di mana aku memasang iklan-iklan property online. Alhamdulilah sudah bebapa unit closing dan tinggal menunggu pencairan komisi yang bernilai jutaan rupiah.

Aku akan mulai menabung dengan uang hasil komisi ini dan membeli rumah sendiri. Membawa ibu keluar dari rumah ini sekalian dan membiarkan Mbak Winda mengerti jika dia pun tidak akan bisa kerja di luar rumah jika tidak ada yang menjaga Bian dan mengurus Hasan di rumah ini. Selama ini aku dan Ibulah yang mengurus mereka. Sehingga uang dia utuh tidak usah membayar baby sister untuk menjaga anak-anaknya.

Bab terkait

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 2

    “Mia … Mia … tolong jagain dulu Bian! Mbak kok gatel-gatel gini, ya?” Mbak Winda terburu-buru berjalan dari kamarnya dan menghampiriku yang tengah berada di ruang tengah. Aku sedang menemani Mas Hafid sarapan di ruang tengah sambil menonton televisi.Dia menyimpan Bian ke pangkuanku sambil tergesa ke belakang. Mau mandi lagi mungkin? Maafkan aku, Mbak … pakaian kamu sama Mas Ardi ‘kan waktu itu kan hanya kurendam dengan pewangi. Aku hanya mencuci kembali pakaian Bian dan Hasan karena tidak tega jika anak kecil harus gatal-gatal juga.Bian memainkan kepala Mesya anakku. Sudah kebiasaan bocah itu memainkan rambut Mesya jika sedang bermain bersamanya. Mesya yang baru bisa miring-miring itu berusaha meraih tangan Bian yang sejak tadi mengusili rambutnya. Senang jika melihat mereka akur seperti itu. Namun sayang, aku sama ibunya Bian tidak pernah damai.“Eh, Mia! Kamu ‘kan yang tempo hari nyuciin pakaian, Mbak, ya?” Dia datang dari kamar mandi sepertinya habis mandi lagi. Kebiasaan banget

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 3

    Dia melengos pergi. Padahal kerjanya mulai jam sepuluh pagi, tetapi pukul delapan sudah berangkat. Menyisakkan Bian yang kini mulai merengek karena lapar. Kuusap pucuk kepala anak lelaki berusia lima belas bulan itu. Dia menatap penuh minat pada makanan mpasi milik Mesya.“Mamam … mamam …,” ucapnya polos.“Iya, Mas Bian nanti Tante buatin mamam, ya! Diam di sini dulu, ya!” ucapku sambil memberinya mainan. Kugendong Mesya ke dapur dan mencari makanan untuk Bian. Ada satu rak berisi makanan bayi dan susu formula yang Mbak Winda khususkan hanya untuk Bian.“Mia, itu kok di ruang tengah berantakan banget pakaian? Punya siapa?” Tanpa kukira, ibu mertuaku muncul dari dalam.“Eh, Ibu sudah pulang?” tanyaku sambil tersenyum. Sementara itu, tanganku mengaduk makanan untuk Bian.“Iya, sudah! Ini Ibu beli sayur juga sekalian! Kamu lagi buatin makanan Mesya?” tanyanya sambil meletakkan kantung belanja pada meja di dapur.“Ini buat Bian, Bu! Biasa Mbak Winda sudah pergi, gak kasih makan dulu, pada

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 4

    “Alesan mulu kamu itu, ya! Dasar ipar miskin!” hardiknya. Disambung dengan terputusnya panggilan telepen dari seberang sana.Nyesss!Ada rasa nyeri dalam dada ini. Padahal kurang baik apa aku padanya selama ini? Mungkin karena sudah keseringan ngalah dan nurut akhirnya dia jadi merasa di atas angin. Padahal awalnya aku seperti itu karena aku merasa orang baru di rumah ini. Aku berusaha menyesuaikan diri dengan keluarga dari suamiku.Aku memberikan kembali gawai milik orang Bank keliling yang masih menunggu itu. Dia menatapku penuh harap.“Gimana, Mbak?” tanyanya. Menyebalkan memang.Aku hanya mengedik tanpa menjawab sepatah katapun. Berjalan ke dalam dan menyimpan paketan milik Mbak Winda di atas meja tivi. Lalu kembali ke dapur dan memasak untukku dan ibu. Ya, mulai hari ini aku sudah mendeklarasikan jika tidak akan memasak untuk Mbak Winda. Jadi masakan ini hanya untukku dan ibu.Namun tetap saja, jika Hasan merengek minta makan, aku pun tidak tega juga. Masa kesal sama orang tuanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 5

    Menjelang ashar aku keluar dari kamar. Cucian milik Mbak Winda tampak menggunung di sofa ruang tengah. Sepertinya dia sudah angkatin pakaian yang hanya kujemur saja itu.Suasana di ruang tengah sepi. Padahal aku mau menitipkan Mesya dulu pada Ibu sebentar. Jika Mesya sudah bangun, aku gak bisa ngapa-ngapain soalnya. Aku akan menyiapkan masakan untuk sore nanti. Mungkin ibu sedang membawa main kedua cucunya ke rumah tetangga.Aku kembali lagi ke kamar dan menggendong Mesya pada akhirnya. Belum sempat lagi aku pergi ke dapur terdengar orang yang memanggil dari teras.“Permisi! Go food, Mbak!” pekiknya.Aku membukakan pintu. Tampak seorang pengemudi ojek online tengah menenteng beberapa box makanan.“Cari siapa, Pak?” tanyaku.“Ini, Mbak … dari go food! Anter pizza!” ucapnya.“Atas nama siapa, Pak?” tanyaku lagi, tidak merasa memesan makanan langka itu. Ya, langka bagiku yang kondisi kantong pas-pasan. Sayang duitnya kalau membeli makanan mahal seperti itu.“Eh, itu pizza atas nama Winda

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 6

    Namun alangkah kagetnya aku, ketika dari kejauhan tampak Mas Hafid tengah dihajar oleh dua orang. Tubuhnya terhuyung membentur trotoar.“Mas Hafid!” pekikku sambil berlari memburunya.Kedua lelaki itu melepaskan Mas Hafid ketika melihatku berjalan tergopoh memburu ke arahnya. Kupegang luka yang ada pada sudut bibirnya.“Ya Allah, Mas … kamu ada masalah apa sama mereka?”Aku meraih tangannya dan membantunya untuk bangun. Kulirik sekilas pada dua orang yang tengah berjalan menjauh itu.“Biasa, Mi … rebutan wilayah! Kebetulan Bang Azhar lagi ada urusan, jadi dia leluasa melampiaskan kekesalan pada kita-kita yang ada di lapangan!”“Kita beli obat luka saja ke apotek kalau gitu, Mas! Mau ke dokter uangnya juga gak ada. Ini Mesya saja panas. Aku cuma punya uang tiga puluh ribu, Mas. Tadinya ke sini mau minta tambah sama kamu.”Tidak terasa ada yang menggenang pada pelupuk mataku. Rasa sedih menyeruak memaksa butiran bening ini berjatuhan perlahan.“Astagfirulloh, Mesya panas, Mi? Mas gak pu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-24
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 7

    [Trx.Rek 11011332212354320211015:22 xxx21277 Rp. 5.000.000,- 10.10.202115.01.32]“Alhamdulilah, Mas!” pekikku pelan.Kutatap deretan angka itu dengan mata lebar-lebar. Seumur hidup baru merasakan punya penghasilan sendiri, rasanya luar biasa banget.“Kenapa?”Mas Hafid yang sudah bersandar pada dipan di samping Mesya melihat heran ke arahku. Aku berjalan mendekat dan menunjukkan sms banking yang ada di tanganku. “Mas, ini lihat uang komisiku sudah masuk! Besok kita bisa ke dokter, Mas! Kita periksa luka kamu dan beli obat yang bagus! Mesya juga,” ucapku sambil menyeka sudut mata yang tiba-tiba menghangat.Disaat kami sedang kesulitan. Rasanya bahagia banget melihat sejumlah uang yang kini sedang kubutuhkan. “Mas sudah baikan, gak usah ke dokter lagi! Uangnya simpan saja pakai buat kebutuhan kita! Takut-takut Mas lagi gak dapet pemasukan di parkiran!” ucapnya. “Empat jutanya mau aku belikan cincin saja kalau gitu, Mas! Bisa dapet dua, jadi itung-itung nyimpen … nanti kalau dapat ko

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 8

    Baru saja aku membuka pintu lemari es dan hendak menata sayuran milikku. Terdengar suara lantang Mbak Winda. “Eh, Mia! Mulai hari ini, kamu jangan sentuh kulkas milik saya! Simpan saja sayuranmu di luar biar pada busuk sekalipun Mbak gak peduli!” Astagfirulloh! Aku mengelus dada. Lalu menoleh padanya yang berdiri beberapa langkah dari tempatku. “Mbak Winda, ini sayuran juga aku simpan buat makan Ibunya Mbak Winda juga! Jadi orang jangan pelit amet, Mbak! Nanti kena karma! Lagian aku yang bayar listriknya!” ketusku sambil menatapnya kesal. Ya, aku tidak suka diperlakukan semena-mena olehnya. Meskipun berulang kali Mas Hafid selalu menasihatiku untuk mengalah. Malu katanya ribut terus. Rasanya keterlaluan sekali sikapnya, susah sekali aku mengimbanginya.Dia melirik sinis ke arah dua cincin baru yang melingkar di jemariku. Lalu dengan wajah angkuhnya dia berkata. “Beli cincin saja mampu, masa beli kulkas gak bisa! Atau jangan-jangan kamu cuma beli cincin imitasi biar kelihatan kere

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 9

    “A Hafidnya ada, Mbak?” Lagi-lagi dia mengulang pertanyaannya. Aku mengangguk. “Suamiku lagi sakit, ada perlu apa, Mbak?” tanyaku datar. “Ini, saya hanya mau mengantarkan bingkisan sedikit buat dia, Mbak!” ucapnya sambil mengulurkan tentengan yang berisi makanan. Aku tidak serta merta menerimanya, kubiarkan tangannya menggantung saja. “Mbak ini siapanya suami saya?” tanyaku masih menatap lekat. Wajah menor dan rambut pirang itu masih berada di depanku. “Saya hanya temannya Mbak Winda, Mbak! Dia ada mengabarkan kalau A Hafid lagi sakit. Ini Mbak Mia 'kan? Mbak Mia gak mau nyuruh saya masuk ke dalam dulu, Mbak? Tamu ‘kan harus dihormati!” tukasnya dengan penuh percaya diri. Haish, yang tuan rumah siapa? Yang tamu siapa? “Mia siapa? Ada tamu?” terdengar suara ibu mertuaku dari dalam.“Iya, Bu!” tukasku setengah enggan. Malas menyuruh wanita dengan gaya selangit itu untuk masuk.“Suruh masuk dulu, masa tamu didiemin di luar!” Suara Ibu Mertuaku membuat senyum pada bibir wanita itu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03

Bab terbaru

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 37 - End

    Istri Mas Akim yang sedang menunggu di kontrakan akhirnya mencari tahu keberadaan Mas Akim yang tidak pulang-pulang hingga pagi. Dia bertanya pada tetangga kontrakan tentang alamat kontrakan Teta. Namun semua tidak ada yang tahu. Via mencoba menghubungi ponsel Mas Akim juga tapi tidak ada yang mengangkatnya. Hingga pada pukul sepuluh pagi, ada seseorang yang mengetuk pintu. Ternyata pemilik kontrakan. Via langsung mendadak lemas ketika mendapat kabar dari pemilik kontrakan jika Mas Akim ditemukan tewas bersama Teta di kontrakan perempuan itu.Via---perempuan yang dibodohi cinta, akhirnya membawa pulang jenazah suami yang telah berkhianat itu. Tetap saja dia menangis histeris. Terlebih selama ini dia tidak tahu kelakuan Mas Akim di rantau. Baginya Mas Akim adalah suami baik dan bertanggung jawab. Hanya hari itu saja dia memergoki bersama Teta. Kehidupan Via sebetulnya terselamatkan. Mas Akim tidak bisa lagi melaksanakan niat busuknya untuk menguasai warisan Via dari orang tuanya. Nam

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 36

    Teta beberapa kali menciumi pipi Mas Akim. Sudah tidak sabar mereka akan melaksanakan rutinitas yang menyenangkan di dalam kontrakan Mas Akim. Terlebih baru saja mereka mendapatkan beberapa bungkus barang haram yang mereka candukan. Cup!Cup! Cup!Beberapa kali Teta mencium pipi lelaki berambut plontos itu ketika sepeda motor yang mereka tumpangi berhenti. Tangan Teta yang melingkar pada perut Mas Akim tak jua dilepasnya. “Sayang! Lepas, dong! Katanya mau buru-buru?” bisik Mas Akim sambil membelai pipi Teta. “Habisnya nyaman kalau peluk kamu, tuh!” ucap Teta sambil melepas pelukannya lalu turun dari sepeda motor. Begitu pun Mas Akim. Keduanya baru saja hendak membuka pintu kontrakan ketika terdengar ada suara yang memekik dari arah jalan.“Mas!” Suara seorang wanita memekik.Mas Akim dan Teta menoleh. Ada seorang wanita yang tampak memandang nyalang pada Mas Akim. Perempuan itu mendekat. Lalu menatap lekat wajah Teta yang memang masih terbilang muda itu dengan penuh kebencian. Pl

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 35

    Mia menatap Mesya dan Lili yang tengah berlarian di taman depan. Fasilitas umum yang baru selesai dibangun oleh developer ini cukup efektif. Keduanya berteman semakin dekat semenjak Lili resmi diadopsi menjadi anak dari keluarga Mbak Nindi. Mendengar cerita Mia saat pulang dari panti waktu itu, Mbak Nindi langsung tertarik dengan sosok Lili. Setelah semua dokumen selesai diurus, akhirnya Lili kini resmi menjadi putri dari keluarganya. Mia dan Mbak Nindi tengah duduk di tepi lapang sambil memakan rujak petis. Mangga muda yang dibawa Mbak Nindi benar-benar segar. Meskipun hari sudah menjelang sore, akan tetapi rujak ini masih cukup bersahabat untuk dinikmati.Kini Mia lebih banyak memiliki waktu luang, semenjak Hafid meminta untuk tidak terlalu capek, Mia sudah membayar satu orang admin virtual untuk mengurusi setiap cabuy yang bertanya tentang property. Warteg dan catering akikah, sudah ada yang jaga juga. Jadi Mia hanya sesekali mengecheck mereka saja.Sore itu, Mia tengah menunggu H

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 34

    “Astagfirulloh, Mas! Itu kok mirip banget sama Mbak Winda, Mas?” gumam Mia sambil menatap para pelaku yang tengah digiring oleh pihak kepolisian. Hafid menoleh pada layar kaca. Begitupun Bu Romsih yang tengah bermain dengan Mesya. Keduanya memekik bersama. Benar, wajah dalam layar kaca itu sangat mirip sekali dengan Mbak Winda. Namun masa iya, Mbak Winda berada di Batam? Mia mencoba mencari tahu kontak stasiun televisi yang menayangkan berita itu. Dia hanya ingin mendapatkan kabar tentang para pelaku yang dibekuk tersebut. Namun ternyata Mia cukup kesulitan. Sambungan terhubung akan tetapi tidak juga ada yang mengangkat. “Apakah Mbak Winda ada yang menjual ke luar pulau, ya, Mas? Makanya dia gak balik-balik ke sini?” bisik Mia pada Hafid.“Astaghfirulloh, Dek! Apa iya, ya? Mas gak kepikiran kesitu, ya?” Hafid terpekik mendengar penuturan Mia. Bu Romsih tiba-tiba terisak. Usianya yang semakin renta membuat perasaannya semakin sensitif. Terlebih dia kembali teringat pada Putri---cuc

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 33

    Bu Romsih sudah menangis sejak semalam. Sepulang dari tempat kerja, Mbak Winda membawa paksa Putri. Alasannya mau dibawa ke dokter. Namun hingga pagi, Mbak Winda gak bisa dihubungi dan keberadaan Putri tidak diketahui. “Ibu kenapa juga ngasihin si Putri malem-malem dibawa Winda! Sudah jelas selama ini dia gak sayang sama anaknya itu!” Mbak Wilda malah menyalahkan Bu Romsih atas kehilangan bayi tersebut. Bu Romsih yang sejak malam menangis itu makin tersedu. Dia merasa sangat bersalah ketika tak mendapat kabar dari Mbak Winda. Hafid dan Mia baru saja tiba. Keduanya langsung masuk ke dalam rumah. Mas Kama sudah berangkat kerja. Hanya ada Bu Romsih dan Mbak Wilda di sana. “Putri belum ditemukan juga, Bu?” Hafid memburu Bu Romsih dengan pertanyaan. Wanita sepuh itu menggeleng sambil terisak. “Aku juga coba hubungi Mbak Winda berkali-kali tapi gak aktif. Nanti aku coba ke tempat kerjanya.” Hafid berusaha menenangkan. Mbak Wilda menatap sinis pada Hafid. Lalu melirik ke arah Mia. “Ka

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 32

    “Mbak ngapain pagi-pagi ke sini?” Teta menyipit menatap Mbak Winda.“Aku mau barang itu, Ta!” Mbak Winda mendorong daun pintu yang Teta masih tahan. Namun sontak matanya membulat melihat sosok lelaki yang tengah terbaring di atas tempat tidur Teta. “Mas Akim?!” pekik Mbak Winda sambil berpegangan pada daun pintu. Kakinya mendadak gemetar. Hatinya berdentum-dentum hebat. Lelaki bertelanjang dada tersebut tampak kaget. Dia meraih kaosnya yang tergeletak lalu mengenakannya dengan cepat. Sementara itu, Mbak Winda berjalan cepat mendekat.Plak!Plak! Plak! Tamparan bertubi-tubi dihadiahkannya pada kedua pipi Mas Akim. Air mata Mbak Winda mengalir tak tertahan. Sedih, benci, marah bercampur kecewa membaur menjadi sesak. “Balikin uang aku, Mas! Balikin semuanya!” hardik Mbak Winda sambil mendorong tubuh lelaki yang baru saja hendak bangun itu. Tubuh Mas Akim terhuyung ke belakang karena tidak menyangka mendapatkan serangan dadakan sekuat tenaga dari Mbak Winda.Mbak Winda maju lagi mera

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 31

    Arman pemilik konter aksesoris ponsel itu menyetujui permintaan Mia. Dia segera memijit nomor yang Mia berikan. Tidak berapa lama panggilan terhubung, lalu terdengar suara seorang perempuan di seberang telepon.“Hallo, ini siapa?” sapanya. Mia mendengarkan dengan seksama. Memorinya mulai merangkai kemiripan suara itu dengan yang pernah dia dengar. Rasanya suara itu familiar. “Ini Ferdi, kamu Santi ‘kan?” ucap Arman dengan santai. Modelan pengguna telepon salah sambung yang professional. “Ferdi? Santi? Salah sambung kali, Mas?” ucap suara dari seberang telepon yang memang sengaja di loudspeaker oleh Arman. Terdengar jelas suara itu mirip dengan siapa. Mia mengisyaratkan agar Arman kembali memancing pembicaraan. Arman mengangguk sambil mengangkat satu alisnya. Menjadi seorang duda di usia muda memang membosankan. Karenanya ketika mendapat pekerjaan seperti ini baginya merupakan hiburan juga. “Masa kamu lupa sama aku, coba kamu tebak aku siapa? Aku orang yang dulu kamu cintai banget

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 30

    Sudah beberapa hari ini Mbak Winda mulai kerja di tempat Mince. Seperti halnya dulu, berangkat awal pagi dan pulang sudah larut. Terlebih tempat karaoke Mince itu terkenal dengan karaoke plus plusnya. Jadi banyak singer jadi-jadian yang sebetulnya memiliki profesi terselubung. Hanya namanya saja karaoke keluarga. Rencana Mbak Winda yang hendak membuang Putri ke panti asuhan dia tunda dulu. Hal ini tidak lain karena dia masih membutuhkan bayi itu untuk menarik simpatik dari Hafid. Seperti halnya hari itu, dia sudah menelpon Hafid meminta di jemput. Dengan berbagai alasan. Padahal tujuannya agar Hafid bertemu dengan Teta---seorang singer yang sudah terbiasa melayani Om-Om. Penampilannya tampak polos dan lugu akan tetapi sebetulnya Teta sudah sangat berpengalaman.“Fid, cepetan jemput ke sini! Kasihan Putri harus nungguin Mbak lama!” Mbak Winda berbicara pada Hafid memalui gawainya.“Iya bentar, Mbak! Aku masih di jalan habis jualan keliling!” ucap Hafid dari seberang telepon. Ya, kondi

  • MEMBALAS KESOMBONGAN IPARKU   Bab 29

    Pov WindaRasa sakit setelah melaksanakan operasi secar membuatku tidak bisa bergerak bebas. Hanya tiduran sambil menatap bayi yang tergeletak tidak jauh dariku. Hari ini aku sudah pulang dan tinggal kembali di rumah Mbak Wilda. Tetesan air mata tiba-tiba tak bisa kutahan. Entah, menatap bayi itu aku menjadi sangat benci pada Mia. Kalau bukan gara-gara dia, aku dan Mas Ardi mungkin belum bercerai dan bayi itu masih memiliki ayah. Kini, semua menjadi tidak jelas, bayi ini anak siapa? Mas Akim atau Mas Ardi? “Mbak, ini beberapa pakaian waktu Mesya kecil dulu!” Mia menyodorkan satu plastik kantong berisi pakaian bayi sepertinya. Dia jadi sering sekali ke sini sepulangnya aku dari rumah sakit. Mungkin menebus perasaan bersalahnya atas nasibku. Tak ada keinginan untuk membalas ucapannya. Kulirik sekilas wajahnya yang kini tampak sedikit lebih bersih. Makin benci saja aku melihatnya. Mungkin hatinya kini tengah bersorak atas segala kekacauan yang kualami. Lihat saja Mia, aku akan membuat

DMCA.com Protection Status