Lelaki Pemalu dan Calon Dokter

Lelaki Pemalu dan Calon Dokter

last updateLast Updated : 2022-07-02
By:  Asa JannatiCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10
1 rating. 1 review
41Chapters
5.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Perjuangan diri seorang lelaki tampan dan tangguh bernama Alqi, mengejar impian ternyata menguak banyak tabir dalam hidupnya. Waktu juga membuktikan ada sebuah cinta tulus dari seorang gadis yang tak pernah berani ia cintai. Simak kisah selengkapnya.

View More

Chapter 1

Sebuah Kejutan Untuk Alqi (1)

Assalamualaikum teman-teman, Bersilaturahmi kembali dengan karya Asa Jannati. yuk follow akun ini sebelum atau setelah baca.

#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_Dokter

CINTA LELAKI BERWAJAH CAHAYA

bab 1

Temaram lampu jalanan berpendar tertimpa rintik-rintik kecil hujan yang baru saja turun.

Gegas Alqi menepi berteduh di teras warung kecil tepi jalan yang sudah tutup. Ia mengeluarkan jaket dalam tasnya, segera memakainya lalu menutup kepalanya dengan kupluk dan melangkah kembali melanjutkan perjalanan.

Dalam benaknya terbayang wajah Ibu dan Ayah yang pasti berbahagia melihatnya kembali, setelah dua bulan tak jumpa dari kota tempatnya menempuh pendidikan. Ingin segera ia mengacak rambut dan menciumi ketiga adiknya yang sudah sangat ia rindui itu. Lelah kaki melangkah berkilo meter menuju kampungnya tak ia hiraukan.

Alqi mendesah lega kala akhirnya ia bisa melihat atap rumahnya di perempatan gang. Ia percepat langkah hingga akhirnya kakinya menjejak di teras rumah. gawai hitam putihnya sedikit bercahaya kala ia melihat jam pada layar. Pukul sepuluh malam.

Alqi duduk di teras rumah sesaat, melepas sepatu dan kaus kakinya yang sudah basah. Lalu mengeluarkan sesuatu dalam tas punggungnya.

“Assalamualaikum.” Ia ketuk pintu rumahnya perlahan. Tak ada jawaban. Sekali lagi, ia ketuk, barangkali keluarganya sudah tidur. Dipindahkannya ke dekat dada satu buah pelastik berisi oleh-oleh yang sengaja ia beli untuk adik-adiknya itu. Lalu ia coba ketuk kembali. Sayang, ketukan ketiga kalinya pun tak ada yang merespon.

Ia duduk kembali, menanti dengan sabar sembari memandangi taman kecil di depan rumahnya yang nampak rapi itu. Hingga akhirnya, ada seseorang membuka pintu. Diamatinya lelaki itu dengan seksama. Alqi merasa tak mengenal lelaki tersebut.

“Siapa, ya?” tanyanya. Tak dijawab. Lelaki dengan usia kisaran empat puluh tahun itu justru mengamati Alqi dari ujung rambut hingga ujung kaki seperti heran.

Sementara Alqi berusaha mengingat-ingat sosok di hadapannya, barangkali ia adalah saudara jauh yang sedang berkunjung ke rumahnya. Sayang, ia sama sekali tak mengingat siapa sosok itu.

Alqi mencoba tersenyum kepadanya. Kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. Diamatinya pemandangan dalam ruang tamunya yang kini sedikit berbeda.

“Eh, Mas. Maaf, kamu siapa, ya, kok masuk-masuk ke rumah orang?” Lelaki itu menarik tangan Alqi keluar rumah dengan tatapan yang mulai curiga.

Alqi semakin bingung. Kenapa ia tak diijinkan masuk ke dalam rumahnya sendiri.

“Maaf, Bapak ini siapa, ini rumah saya.” Alqi balik bertanya dengan heran. Kenapa tak ada satupun adik atau orang tuanya keluar menyambutnya. Kemana mereka?

Lelaki itu tak menjawab, tapi reaksi wajahnya berubah tak bersahabat. Dia mundur, berdiri di depan pintu, memasang badan seakan membentengi pintu.

“Pak, ini rumahnya Pak Achmad, kan? Bapak saya.”

“Pak Achmad? Pak Achmad siapa? Apa dia pemilik rumah ini sebelumnya? Dia sudah nggak tinggal di sini, Mas. Sudah pergi. Rumah ini sudah saya beli.”

Seketika Alqi tercenung. Keluarganya sudah pergi? Rumah ini sudah dibeli orang?

Semuanya jadi terasa membingungkan bagi Alqi. Benarkah apa yang di katakan Bapak ini? Kenapa bisa rumahnya terjual? Tergadai? Jadi benar kecurigaannya selama ini.

Sekali lagi matanya melirik ke dalam. Ada seorang Ibu datang menghampiri lelaki itu.

“Ono opo, to, Pak?” (Ada apa, sih, Pak?)

“Mboh iki. Anak’e wong sing ndue umah mbiyen palen, mbalek mrantau ora eroh nek wong tuone wes ngedol umah iki.” (Entah ini. Anaknya orang yang dulu punya rumah ini mungkin, pulang dari merantau nggak tahu kalau orang tuanya sudah menjual rumah ini.)

Seorang anak kecil berusia sekitar enam tahun ikut keluar menghampiri, menatap Alqi dengan seksama.

Alqi mulai mengerti situasianya. Ia menghela napas panjang beberapa saat. Lalu bangkit mengucapkan permisi.

“Wongalah, Le, Ibukmu ki uwes sakwulan pindah. Po ra ngabari utowo nelepon kowe, to? Rene-rene, mlebu sek, Bude gaekno teh anget.”

(Ohalah, Nak. Ibumu itu sudah satu bulan pindah. Apa tidak mengabarimu? Sini-sini, masuk rumah dulu, Bude bikinkan teh hangat.)

Tangan wanita paruh baya dengan rambut tergelung itu menarik lengan Alqi ke dalam.

Alqi mengikuti kemudian duduk. Setelah sedikit berbasa-basi. Mendapat informasi, dimana keluarganya sekarang tinggal. Yang konon katanya hidup mengontrak. Alqi memutuskan untuk pergi mencari.

“Terima kasih, Bude. Kalau begitu Alqi mau langsung permisi. Takut kemalaman. Alqi mau langsung saja mencari Ibu.”

Raut wanita itu berubah sedih. Tetangganya satu ini memang sangat menyayangi Alqi sejak kecil. Sayangnya ia tak bisa membantu banyak keluarga Alqi. Ia hanya mengangguk kecil setelah berusaha membujuk pemuda berusia dua puluh satu tahun itu, untuk menginap, namun tak berhasil.

“Hati-hati kamu, Le.”

Alqi melangkah, melewati rintik hujan yang mulai menderas. Mencari alamat kedua orang tuanya.

***Aj

Sebuah rumah papan berukuran sedang. Alqi mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit. Seorang wanita bertubuh ringkih. Sedang menjahit pakaian. Aktivitas yang ia lakukan sehari-hari. Menerima jahitan, atau sekedar membantu menambal pakaian.

Mencari penghasilan, membantu suaminya yang hanya seorang pedagang kain di pasar. Di sebelah mesin jahit itu, ada pintu yang didalamnya terlihat seseorang bersarung dan berkopiah sedang berdiri shalat.

“Ayah, Ibu,” bisiknya.

Tak tahan dengan dalamnya rindu, Ia menghambur masuk, lalu memeluk sang Ibu dari belakang. Wanita yang sedang serius menekuri kain di hadapannya itu sedikit tersentak, menoleh sesaat kemudian terpekik bahagia.

“Ya Allah, Nak. Kamu sudah pulang …?” Ia segera membalik posisi tubuh. Memeluk erat lagi putranya. Dibingkainya wajah anaknya itu dengan kedua tangan tuanya.

“Nak, kok kamu nggak bilang-bilang kalau mau pulang?” tanyanya sembari mengusap-usap wajah putranya itu meluapkan rindu.

“Bu, gimana Alqi mau bilang kalau semua nomor nggak bisa dihubungi? Bahkan Alqi harus mencari-cari dimana Ibu sekarang tinggal …?” Ada yang bergemuruh dalam dada pemuda itu. Tapi demi menjaga perasaan ibunya, ia berusaha bersikap tenang.

Bibir wanita dengan wajah yang mulai menampakkan kerutan itu bergetar menahan sesuatu.

“Maafkan Ibu, Nak.” Tes! Sebulir air menerobos begitu saja. Rahang Alqi seketika mengeras.

“Jadi, Bu? Ini yang Ibu dan Ayah sebut punya uang untuk menguliahkanku? Jadi ini kenapa Ibu bilang di telpon terakhir kali kemarin untuk jangan pernah pulang sebelum wisuda? Ini yang Ibu bilang kalian di kampung baik-baik saja? Kenapa, Bu,kenapa Yah, harus menyembunyikan semuanya dari Alqi? Katakan Ibu sama Ayah pinjam uang dimana? Rentenir mana yang sudah mengambil rumah kita?” tanyanya penuh emosi.

Lelaki yang usai shalat itu hanya mematung berdiri di depan pintu kamar.

Sementara sang istri sudah tak mampu menahan isak dipeluk dua anak gadisnya yang sudah menghambur padanya barusan.

“Kenapa rumah yang sudah bertahun-tahun Ayah bangun dengan peluh keringat Ayah, dengan susah payah, digadaikan begitu saja? Kenapa ayah biarkan dirampas paksa oleh mereka? Kalau tahu biaya kuliahku dari uang rentenir, kalau Ayah Ibu jujur dari awal, Alqi nggak akan mau kuliah, sudah Alqi katakan berkali-kali bukan, Yah, Bu?”

Pemuda ini meradang. Ia teramat menyesal, kecewa, kenapa orang tuanya harus berbohong dan memaksakan diri menguliahkannya kalau uang itu dari uang haram.

Ia teramat menyayangi kedua orang tuanya. Ia pernah menolak untuk kuliah, tapi sayangnya orang tuanya membujuknya sedemikian rupa, mengatakan akan mampu membiayai.

Rosmina, Ibu Alqi, memang teramat menyayangkan seandainya Alqi tak kuliah, melihat putranya itu adalah lulusan terbaik di sekolahnya. Terlebih setelah mengetahui putranya itu lolos test Teknik Elektro ITB. Ia membesarkan hati Alqi bahwa untuk menguliahkannya, ia dan suaminya masih mampu. Tapi ternyata, di kemudian hari, Rosmina baru menyadari biaya kuliah anaknya itu terlalu berat untuk ditanggung. Ia dan suaminya sudah tak mampu membiayai, tapi ia juga tak ingin putranya itu tak tenang jika biaya kuliahnya menunggak, uang makanan bulanannya tak dikirim. sehingga godaan untuk menggadaikan surat rumah kepada rentenir menjadi jalan keluar yang ia ambil tanpa sepengetahuan suaminya. Achmad percaya saja ketika Rosmina berbohong memiliki tabungan yang sudah disimpannya sejak lama. Terlebih sudah dua bulan ia tak mampu memberi nafkah maksimal akibat ditipu orang kepercayaannya.

Seumur hidup, Alqi tak pernah menangis, tapi kali ini, ia menangis. Terlebih ketika melihat saat ini, ketiga adiknya Annisa, Annida, dan Altaf dan kedua orang tuanya yang nampak kurus. Mungkin mereka terlalu sering berhemat atau malah sering menahan lapar, bahkan adik-adiknya mungkin berangkat sekolah tak pernah jajan demi orang tuanya bisa melunasi cicilan kepada rentenir itu. Hingga akhirnya, rumah yang selama ini menjadi tempat bernaung, harus lepas diambil paksa oleh centeng-centeng bertubuh kekar, bayaran si nyonya rentenir.

Alqi menyesalkan yang sudah terjadi. Menyayayangkan kenapa demi sayang ibunya kepadanya justru tergelincir pada perbuatan dosa. Tapi ia pun menyadari tak akan bisa membantu apa-apa. Karena jangankan untuk menebus kembali rumah itu. Kuliahnya sendiri pun belum sepenuhnya tuntas. Ia sedang mengerjakan banyak praktek sembari menyusun tugas akhir saat ini. Tapi setelah mengetahui keadaan orang tuanya saat ini. Ia putuskan untuk tak melanjutkan kuliah, yang entah akan sampai kapan. Ia berjanji, akan bekerja sekuat tenaga, demi bisa melunasi hutang-hutang ibunya, wanita yang teramat ia sayangi itu.

Alqi berjanji, esok, akan menemui rentenir itu, menegosiasikan barangkali bisa mengambil kembali rumah orang tuanya. Meski entah dengan cara bagaimana, ia belum tahu.

----

Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).

_______

🌹To be continued🌹

Jangan lupa untuk tekan bintang di bawah dan tinggalkan komentar di tiap bab. Terima kasih sudah membantu penulis bertumbuh.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Muh Noel Hackiem
Cerita y Bagus
2022-06-22 05:34:42
0
41 Chapters
Sebuah Kejutan Untuk Alqi (1)
Assalamualaikum teman-teman, Bersilaturahmi kembali dengan karya Asa Jannati. yuk follow akun ini sebelum atau setelah baca.#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_DokterCINTA LELAKI BERWAJAH CAHAYAbab 1Temaram lampu jalanan berpendar tertimpa rintik-rintik kecil hujan yang baru saja turun.Gegas Alqi menepi berteduh di teras warung kecil tepi jalan yang sudah tutup. Ia mengeluarkan jaket dalam tasnya, segera memakainya lalu menutup kepalanya dengan kupluk dan melangkah kembali melanjutkan perjalanan.Dalam benaknya terbayang wajah Ibu dan Ayah yang pasti berbahagia melihatnya kembali, setelah dua bulan tak jumpa dari kota tempatnya menempuh pendidikan. Ingin segera ia mengacak rambut dan menciumi ketiga adiknya yang sudah sangat ia rindui itu. Lelah kaki melangkah berkilo meter menuju kampungnya tak ia hiraukan.Alqi mendesah lega kala akhirnya ia bisa melihat atap rumahnya di perempatan gang. Ia percepat langkah hingga akhirnya kakinya menjejak di teras rumah. gawai hitam putihnya sedikit berc
last updateLast Updated : 2022-04-29
Read more
Gadis Bermata Bening (2)
Follow akun sebelum lanjut membaca.Bab 2#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_DokterGadis Bermata Bening“Bang, Nida ikut ….” Gadis kecil kelas tiga SMP itu berlari mengejar sang Abang begitu menyadari sang Abang keluar dari rumahnya. Nida memang adik yang paling dekat dengan Alqi sedari kecil. Terlebih, Alqi memang selalu memanjakan adiknya itu.“Emang mau ngapain, sih, anak kecil ikut-ikut aja,” ucap Alqi memasang tampang jutek begitu Nida sudah berhasil menjajarinya.“Ya Nida mau bantuin Abang, lah. Abang mau ke rumah Bu Sarmi, ‘kan? Rentenir itu? biar nanti kalau Abang kewalahan bicara, Nida yang bantuin,” jawabnya sembari menepuk dada dengan gaya jenaka.“Emang bisa?” “Ya, bisalah. Apa, sih, yang Nida nggak bisa.” Ia terkekeh.“Lagian Abang emang punya uang berapa mau nemuin Bu Sarmi? Dia mah nggak akan mungkin ngelepas rumah kita kalau kita nggak kasih sejumlah uang buat nebusnya.”“Uang? Ya nggak punyalah.” jawab lelaki putih berjenggot tipis itu. Sontak ia dan adiknya tertawa bersamaan
last updateLast Updated : 2022-04-29
Read more
Jangan Menangis Annisa (3)
follow akun sebelum lanjut membaca. #Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_DokterJangan Menangis Annisa (3)“Alqi minta tolong, Bu. Dalam keadaan sebagaimanapun kepepetnya, jangan pernah lagi minjam uang sama rentenir. Ibu sudah tahu hukumnya. Alqi minta maaf, kalau Alqi sudah jadi anak yang nggak penurut sama Ibu. Mulai saat ini, Alqi putuskan untuk berhenti kuliah. Alqi mau merantau cari kerja saja.”Wajah sang Ibu langsung merebak merah.“Nak, mau kemana kamu? Kuliah kamu sedikit lagi selesai, Nak.” Rosmina berpindah duduk di sebelah putranya dan mulai terisak memeluk bahu itu. Ini yang ia takutkan. Sejak semalam ia sudah tak tenang mendengar keinginan anak lelaki dengan IQ 133-nya itu yang sudah ingin berhenti dari kuliahnya. Rosmina semakin merasa berdosa karena sudah satu bulan ini memang kiriman biaya hidup untuk Alqi tak dikirim, juga termasuk biaya semester yang belum dibayar, walau sebenarnya Rosmina sudah berjanji akan segera mentransfer. Mungkin itu yang menyebabkan Alqi memutuskan p
last updateLast Updated : 2022-04-29
Read more
Merantau Untuk Ibu (4)
Mohon klik subscribe n follow dulu sebelum membacaBab 5#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_Dokter-Merantau Untuk Ibu-“Amin …. Makasih, Kak, nasehatnya bikin Nida sedikit tenang.”Terbayang dalam benak, abangnya tadi banyak memberi nasehat, untuk lebih memperbanyak hafalan Al-Quran. “Nida harus bisa, ya. Meski tanpa guru pembimbing. Dicicil sedikit-sedikit. Pasti bisa. Tapi kalau di TPA ada yang bimbing, ya manfaatkan itu untuk mempertajam hafalan. Nanti Abang akan kirimi Nida hape biar Abang bisa mantau Nida dari jauh, ya.” Ia hanya mengangguk, tak bersemangat sembari memegangi tangan abangnya. Dalam benaknya abangnya itu akan pergi lama, bertahun tak akan pulang. Bagaimana jika ia nanti rindu ingin bertemu. Bagaimana jika nanti ia tak mengerti soal matematika, atau fisika. Biasanya ia sudah mempersiapkan banyak bahan pertanyaan ketika pada akhirnya abangnya itu pulang ke rumah. Tapi sekarang? Entah akan berapa lama lagi ia akan menunggu abangnya. Bertanya dengan Annisa, yang ada ia akan
last updateLast Updated : 2022-04-30
Read more
Telepon Ibu Memberi Sebuah Tanya (5)
-Telepon Ibu Memberi Sebuah Tanya-Alqi tergemap, mendengar tangisan Rosmina. Ia beristighfar beberapa kali. Lalu mulai menenangkan ibunya.“Bu, tenang. Sabar.” Ia tak mencoba bertanya ada apa sebenarnya. Dibiarkannya suara wanita penyabar yang kasih sayangnya begitu luas kepada anak-anaknya itu tetap menangis.“Alqi ... Nak, anak Ibu tersayang …” Serak suara itu di antara isak.“Iya, Bu.”“Pulanglah, Nak. Ibu kangen. Ayah sakiiit ….”“Ayah sakit, Bu?”“Iya, sakit. Pulanglah, Nak. Kamu pokoknya harus pulang. Jangan di Jakarta lagi.”“Jangan di Jakarta lagi, Bu?”“Iya, Nak, huhuhu …. Pulanglah, Nak, Ibu mengkhawatirkanmu. Khawatir kamu kenapa-kenapa? Ibu takuut. Pulang sajalah, Nak. Kamu tinggal di kampung. susah senang kita di kampung saja. Ibu janji, akan segera lunasi semua hutang Ibu. Ibu pasti bisa lunasi hutang itu. Bismillah, Nak .... Cari rejeki di sini saja. Bareng-bareng sama Ayah Ibu.” Wanita yang sangat Alqi kasihi itu kembali menangis. Dalam benak Alqi menjadi penuh tany
last updateLast Updated : 2022-05-03
Read more
Rumah Masa Kecil Mungkinkah Kembali (6)
Bab 6-Rumah Masa Kecil Mungkinkah Kembali-“Ya Allah, Qi, baru aja Kang Deni senang punya temen lurus kayak kamu bisa ngajarin shalat, tempat nanya soal agama, eh malah sekarang mau pindah kerja ….” Deni muram. Diusap wajah itu dengan ujung bahunya.“Kita masih sering ketemu, Kang.” Alqi menepuk pundak Kakang ketemu gede yang cukup menghibur hari-harinya belakangan ini.“Bang Alqi. Santa sediiihh banget. Kenapa, si harus pindah? Nanti kita jadi jarang ketemu, deh. Jangan sombong ya kalau udah ada di tempat kerja yang baru ….” Dua sudut bibir perempuan dengan wajah mirip Prilly Latuconsina itu tertarik ke bawah.“Jangan sedih, Bu Bos. Ini malah jalan terbaik. Kan kalau nanti kalian jadi nikah, nggak boleh kerja satu kantor. Ini bentuk pengorbanan Alqi, mengalah, resign dari sini,” candanya yang ditimpali Alqi dengan mata membulat.“Insyaa Allah kita masih bisa silaturahmi, Bu Bos,” jawab Alqi.“Ya, janji, ya Bang, tetep komunikasi. Tetep mau jawab kalau saya WA. Sukses ditempat yang b
last updateLast Updated : 2022-05-05
Read more
Maukah Kamu Datang Menemui Papa? (7)
-Maukah Kamu Datang Menemui Papa?- (7)Kemudian ia fokus lagi membereskan service-an laptop di depannya. Di sampingnya berjajar sembilan buah laptop yang menanti untuk dibenahi juga. Seperti biasa, lantunan murotal bervolume kecil terdengar mengalun dari gawainya.“Bang Alqi ….” Seorang wanita sudah berdiri di depan pintu kosnya. Tubuhnya basah wajahnya berurai air mata.---“Bu San-ta,” jawab Alqi terbata. Tanpa diminta, Santa langsung masuk ke ruang tamu kosannnya. Alqi segera bangkit berdiri, tergagap.“Bang, Papa Santa kecelakaan,” isaknya.“Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.”“Tolong antar Santa ke Primaya Hospital Tangerang, naik motor, biar cepat sampai, Bang.” Alqi terpegun sesaat. Kemudian menatap wanita yang sedang menangis ini. “Tolong, Bang. Santa nggak tahu lagi mau minta tolong siapa. Santa nggak tahu apakah Papa selamat atau nggak. Tolong kalau perlu nanti Santa bayar.” Terbata di antara tangisan Santa memohon.Alqi menjadi iba, dan alangkah kurang ajarnya bila tak
last updateLast Updated : 2022-05-13
Read more
Kedermawanan Gadis Berhati Salju- (8)
-Kedermawanan Gadis Berhati Salju- (8)Sebuah WA masuk dari Santa.[Alhamdulillah. Semoga terus Allah sehatkan, ya.] balas Alqi.[Papa mau kenal kamu lebih jauh, Bang. Mama juga. Maukah kamu nanti datang sekali lagi menjenguk Papa?]----Seketika Alqi tertegun. Sebuah tawaran baik. Bersilaturahmi. Alqi mencoba tak ingin punya penilaian berlebihan. Tapi di sisi lain ada tanya dalam benaknya. Apakah keluarga Santa mengira ia memiliki hubungan khusus dengan Santa? Jika, ya, Alqi merasa tak perlu datang, karena akan semakin sulit menghindar dan akan menyakiti Santa nantinya. Ia tak hendak ingin menjalin hubungan dekat dengan perempuan manapun saat ini.Ia lelaki yang punya prinsip tak pacaran, tak dekat dengan wanita manapun. Ia begitu menghormati wanita, memacarinya artinya adalah menjatuhkan martabatnya sebagai seorang wanita.Ia ingat pesan Ustadz Ibrahim yang sering berceramah di masjid Salman, kampusnya, laki-laki baik-baik tak akan memacari perempuan manapun. Berdekatan dengan lawan
last updateLast Updated : 2022-05-13
Read more
Fatya, Mahasiswi Kedokteran UI (9)
-Fatya, Mahasiswi Kedokteran UI-'Aku harus fokus mencari jalan keluar untuk membayar biaya Ayah,' bisiknya.Ia melangkah pergi ke toilet rumah sakit, membersihkan diri, berganti pakaian, lalu beranjak ke mushala rumah sakit. Berwudlu dan melaksanakan shalat sunnah berakaat-rakaat. Alqi mencari tenang dari kegundahan yang merajai hatinya.***ajSeusai shalat dan bermunajat pada Allah memohon diberi kemudahan hidup dan perlindungan, Alqi merenung. Ia masih terus berpikir bagaimana mengganti uang Fatya. Karena tak ada perjanjian hutang piutang antara keluarganya dengan Fatya. Artinya uang talangan dari Fatya harus segera dibayar. Annisa, adiknya juga tadi sempat memintanya untuk berbicara pada Fatya soal pembayaran rumah sakit yang ditalanginya.Alqi mendesah resah, menghembuskan napas berkali-kali. Dalam rekeningnya hanya ada delapan juta. Mungkin juga akan habis untuk biaya perawatan ayahnya dan obat-obatan. Gontai ia berjalan menuruni tangga masjid. Duduk di bangku-bangku taman ruma
last updateLast Updated : 2022-05-16
Read more
Ditemui Santa dan Menjemput Fatya (11)
Lelaki dengan Seribu TahajudBab 11-Ditemui Santa dan Menjemput Fatya-Alqi jadi penasaran, beberapa kali Nida menyebut wanita yang sellau memasang fotonya di facebook. siapa sebenarnya?“Bang Alqi!” Seseorang menyebut namanya di depan pintu. Terlihat Sri dibelakangnya.--Alqi terpegun, di depannya sudah ada Santa. Santa terpaku menatap Alqi, ada kilatan bening di matanya. “Santa …?” Al terbangun, kaget. Ia segera keluar kamar. Meminta asistennya melanjutkan sisa pekerjaanya pada laptop yang sedikit lagi selesai.Alqi melangkah mengajak Santa menuju teras rumah. Ia mempersilahkan Santa duduk. “Kemana saja kamu selama ini, Bang?” tanya Santa to the point setelah ia duduk. Alqi tak langsung menjawab. Tatapannya tertuju pada bunga-bunga taman di hadapannya.“Maaf, ya, Santa. Saya sudah lama nggak menghubungi kamu.”“Bukan cuma nggak menghubungi, Bang. Tapi juga nggak pernah menjawab WA-WA dari saya, panggilan telepon dari saya!”Santa nampak emosional.“Apa susahnya, sih, Bang, se
last updateLast Updated : 2022-05-20
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status