Home / Romansa / Lelaki Pemalu dan Calon Dokter / Sebuah Kejutan Untuk Alqi (1)

Share

Lelaki Pemalu dan Calon Dokter
Lelaki Pemalu dan Calon Dokter
Author: Asa Jannati

Sebuah Kejutan Untuk Alqi (1)

Author: Asa Jannati
last update Last Updated: 2022-04-29 00:28:03

Assalamualaikum teman-teman, Bersilaturahmi kembali dengan karya Asa Jannati. yuk follow akun ini sebelum atau setelah baca.

#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_Dokter

CINTA LELAKI BERWAJAH CAHAYA

bab 1

Temaram lampu jalanan berpendar tertimpa rintik-rintik kecil hujan yang baru saja turun.

Gegas Alqi menepi berteduh di teras warung kecil tepi jalan yang sudah tutup. Ia mengeluarkan jaket dalam tasnya, segera memakainya lalu menutup kepalanya dengan kupluk dan melangkah kembali melanjutkan perjalanan.

Dalam benaknya terbayang wajah Ibu dan Ayah yang pasti berbahagia melihatnya kembali, setelah dua bulan tak jumpa dari kota tempatnya menempuh pendidikan. Ingin segera ia mengacak rambut dan menciumi ketiga adiknya yang sudah sangat ia rindui itu. Lelah kaki melangkah berkilo meter menuju kampungnya tak ia hiraukan.

Alqi mendesah lega kala akhirnya ia bisa melihat atap rumahnya di perempatan gang. Ia percepat langkah hingga akhirnya kakinya menjejak di teras rumah. gawai hitam putihnya sedikit bercahaya kala ia melihat jam pada layar. Pukul sepuluh malam.

Alqi duduk di teras rumah sesaat, melepas sepatu dan kaus kakinya yang sudah basah. Lalu mengeluarkan sesuatu dalam tas punggungnya.

“Assalamualaikum.” Ia ketuk pintu rumahnya perlahan. Tak ada jawaban. Sekali lagi, ia ketuk, barangkali keluarganya sudah tidur. Dipindahkannya ke dekat dada satu buah pelastik berisi oleh-oleh yang sengaja ia beli untuk adik-adiknya itu. Lalu ia coba ketuk kembali. Sayang, ketukan ketiga kalinya pun tak ada yang merespon.

Ia duduk kembali, menanti dengan sabar sembari memandangi taman kecil di depan rumahnya yang nampak rapi itu. Hingga akhirnya, ada seseorang membuka pintu. Diamatinya lelaki itu dengan seksama. Alqi merasa tak mengenal lelaki tersebut.

“Siapa, ya?” tanyanya. Tak dijawab. Lelaki dengan usia kisaran empat puluh tahun itu justru mengamati Alqi dari ujung rambut hingga ujung kaki seperti heran.

Sementara Alqi berusaha mengingat-ingat sosok di hadapannya, barangkali ia adalah saudara jauh yang sedang berkunjung ke rumahnya. Sayang, ia sama sekali tak mengingat siapa sosok itu.

Alqi mencoba tersenyum kepadanya. Kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. Diamatinya pemandangan dalam ruang tamunya yang kini sedikit berbeda.

“Eh, Mas. Maaf, kamu siapa, ya, kok masuk-masuk ke rumah orang?” Lelaki itu menarik tangan Alqi keluar rumah dengan tatapan yang mulai curiga.

Alqi semakin bingung. Kenapa ia tak diijinkan masuk ke dalam rumahnya sendiri.

“Maaf, Bapak ini siapa, ini rumah saya.” Alqi balik bertanya dengan heran. Kenapa tak ada satupun adik atau orang tuanya keluar menyambutnya. Kemana mereka?

Lelaki itu tak menjawab, tapi reaksi wajahnya berubah tak bersahabat. Dia mundur, berdiri di depan pintu, memasang badan seakan membentengi pintu.

“Pak, ini rumahnya Pak Achmad, kan? Bapak saya.”

“Pak Achmad? Pak Achmad siapa? Apa dia pemilik rumah ini sebelumnya? Dia sudah nggak tinggal di sini, Mas. Sudah pergi. Rumah ini sudah saya beli.”

Seketika Alqi tercenung. Keluarganya sudah pergi? Rumah ini sudah dibeli orang?

Semuanya jadi terasa membingungkan bagi Alqi. Benarkah apa yang di katakan Bapak ini? Kenapa bisa rumahnya terjual? Tergadai? Jadi benar kecurigaannya selama ini.

Sekali lagi matanya melirik ke dalam. Ada seorang Ibu datang menghampiri lelaki itu.

“Ono opo, to, Pak?” (Ada apa, sih, Pak?)

“Mboh iki. Anak’e wong sing ndue umah mbiyen palen, mbalek mrantau ora eroh nek wong tuone wes ngedol umah iki.” (Entah ini. Anaknya orang yang dulu punya rumah ini mungkin, pulang dari merantau nggak tahu kalau orang tuanya sudah menjual rumah ini.)

Seorang anak kecil berusia sekitar enam tahun ikut keluar menghampiri, menatap Alqi dengan seksama.

Alqi mulai mengerti situasianya. Ia menghela napas panjang beberapa saat. Lalu bangkit mengucapkan permisi.

“Wongalah, Le, Ibukmu ki uwes sakwulan pindah. Po ra ngabari utowo nelepon kowe, to? Rene-rene, mlebu sek, Bude gaekno teh anget.”

(Ohalah, Nak. Ibumu itu sudah satu bulan pindah. Apa tidak mengabarimu? Sini-sini, masuk rumah dulu, Bude bikinkan teh hangat.)

Tangan wanita paruh baya dengan rambut tergelung itu menarik lengan Alqi ke dalam.

Alqi mengikuti kemudian duduk. Setelah sedikit berbasa-basi. Mendapat informasi, dimana keluarganya sekarang tinggal. Yang konon katanya hidup mengontrak. Alqi memutuskan untuk pergi mencari.

“Terima kasih, Bude. Kalau begitu Alqi mau langsung permisi. Takut kemalaman. Alqi mau langsung saja mencari Ibu.”

Raut wanita itu berubah sedih. Tetangganya satu ini memang sangat menyayangi Alqi sejak kecil. Sayangnya ia tak bisa membantu banyak keluarga Alqi. Ia hanya mengangguk kecil setelah berusaha membujuk pemuda berusia dua puluh satu tahun itu, untuk menginap, namun tak berhasil.

“Hati-hati kamu, Le.”

Alqi melangkah, melewati rintik hujan yang mulai menderas. Mencari alamat kedua orang tuanya.

***Aj

Sebuah rumah papan berukuran sedang. Alqi mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit. Seorang wanita bertubuh ringkih. Sedang menjahit pakaian. Aktivitas yang ia lakukan sehari-hari. Menerima jahitan, atau sekedar membantu menambal pakaian.

Mencari penghasilan, membantu suaminya yang hanya seorang pedagang kain di pasar. Di sebelah mesin jahit itu, ada pintu yang didalamnya terlihat seseorang bersarung dan berkopiah sedang berdiri shalat.

“Ayah, Ibu,” bisiknya.

Tak tahan dengan dalamnya rindu, Ia menghambur masuk, lalu memeluk sang Ibu dari belakang. Wanita yang sedang serius menekuri kain di hadapannya itu sedikit tersentak, menoleh sesaat kemudian terpekik bahagia.

“Ya Allah, Nak. Kamu sudah pulang …?” Ia segera membalik posisi tubuh. Memeluk erat lagi putranya. Dibingkainya wajah anaknya itu dengan kedua tangan tuanya.

“Nak, kok kamu nggak bilang-bilang kalau mau pulang?” tanyanya sembari mengusap-usap wajah putranya itu meluapkan rindu.

“Bu, gimana Alqi mau bilang kalau semua nomor nggak bisa dihubungi? Bahkan Alqi harus mencari-cari dimana Ibu sekarang tinggal …?” Ada yang bergemuruh dalam dada pemuda itu. Tapi demi menjaga perasaan ibunya, ia berusaha bersikap tenang.

Bibir wanita dengan wajah yang mulai menampakkan kerutan itu bergetar menahan sesuatu.

“Maafkan Ibu, Nak.” Tes! Sebulir air menerobos begitu saja. Rahang Alqi seketika mengeras.

“Jadi, Bu? Ini yang Ibu dan Ayah sebut punya uang untuk menguliahkanku? Jadi ini kenapa Ibu bilang di telpon terakhir kali kemarin untuk jangan pernah pulang sebelum wisuda? Ini yang Ibu bilang kalian di kampung baik-baik saja? Kenapa, Bu,kenapa Yah, harus menyembunyikan semuanya dari Alqi? Katakan Ibu sama Ayah pinjam uang dimana? Rentenir mana yang sudah mengambil rumah kita?” tanyanya penuh emosi.

Lelaki yang usai shalat itu hanya mematung berdiri di depan pintu kamar.

Sementara sang istri sudah tak mampu menahan isak dipeluk dua anak gadisnya yang sudah menghambur padanya barusan.

“Kenapa rumah yang sudah bertahun-tahun Ayah bangun dengan peluh keringat Ayah, dengan susah payah, digadaikan begitu saja? Kenapa ayah biarkan dirampas paksa oleh mereka? Kalau tahu biaya kuliahku dari uang rentenir, kalau Ayah Ibu jujur dari awal, Alqi nggak akan mau kuliah, sudah Alqi katakan berkali-kali bukan, Yah, Bu?”

Pemuda ini meradang. Ia teramat menyesal, kecewa, kenapa orang tuanya harus berbohong dan memaksakan diri menguliahkannya kalau uang itu dari uang haram.

Ia teramat menyayangi kedua orang tuanya. Ia pernah menolak untuk kuliah, tapi sayangnya orang tuanya membujuknya sedemikian rupa, mengatakan akan mampu membiayai.

Rosmina, Ibu Alqi, memang teramat menyayangkan seandainya Alqi tak kuliah, melihat putranya itu adalah lulusan terbaik di sekolahnya. Terlebih setelah mengetahui putranya itu lolos test Teknik Elektro ITB. Ia membesarkan hati Alqi bahwa untuk menguliahkannya, ia dan suaminya masih mampu. Tapi ternyata, di kemudian hari, Rosmina baru menyadari biaya kuliah anaknya itu terlalu berat untuk ditanggung. Ia dan suaminya sudah tak mampu membiayai, tapi ia juga tak ingin putranya itu tak tenang jika biaya kuliahnya menunggak, uang makanan bulanannya tak dikirim. sehingga godaan untuk menggadaikan surat rumah kepada rentenir menjadi jalan keluar yang ia ambil tanpa sepengetahuan suaminya. Achmad percaya saja ketika Rosmina berbohong memiliki tabungan yang sudah disimpannya sejak lama. Terlebih sudah dua bulan ia tak mampu memberi nafkah maksimal akibat ditipu orang kepercayaannya.

Seumur hidup, Alqi tak pernah menangis, tapi kali ini, ia menangis. Terlebih ketika melihat saat ini, ketiga adiknya Annisa, Annida, dan Altaf dan kedua orang tuanya yang nampak kurus. Mungkin mereka terlalu sering berhemat atau malah sering menahan lapar, bahkan adik-adiknya mungkin berangkat sekolah tak pernah jajan demi orang tuanya bisa melunasi cicilan kepada rentenir itu. Hingga akhirnya, rumah yang selama ini menjadi tempat bernaung, harus lepas diambil paksa oleh centeng-centeng bertubuh kekar, bayaran si nyonya rentenir.

Alqi menyesalkan yang sudah terjadi. Menyayayangkan kenapa demi sayang ibunya kepadanya justru tergelincir pada perbuatan dosa. Tapi ia pun menyadari tak akan bisa membantu apa-apa. Karena jangankan untuk menebus kembali rumah itu. Kuliahnya sendiri pun belum sepenuhnya tuntas. Ia sedang mengerjakan banyak praktek sembari menyusun tugas akhir saat ini. Tapi setelah mengetahui keadaan orang tuanya saat ini. Ia putuskan untuk tak melanjutkan kuliah, yang entah akan sampai kapan. Ia berjanji, akan bekerja sekuat tenaga, demi bisa melunasi hutang-hutang ibunya, wanita yang teramat ia sayangi itu.

Alqi berjanji, esok, akan menemui rentenir itu, menegosiasikan barangkali bisa mengambil kembali rumah orang tuanya. Meski entah dengan cara bagaimana, ia belum tahu.

----

Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).

_______

🌹To be continued🌹

Jangan lupa untuk tekan bintang di bawah dan tinggalkan komentar di tiap bab. Terima kasih sudah membantu penulis bertumbuh.

Related chapters

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Gadis Bermata Bening (2)

    Follow akun sebelum lanjut membaca.Bab 2#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_DokterGadis Bermata Bening“Bang, Nida ikut ….” Gadis kecil kelas tiga SMP itu berlari mengejar sang Abang begitu menyadari sang Abang keluar dari rumahnya. Nida memang adik yang paling dekat dengan Alqi sedari kecil. Terlebih, Alqi memang selalu memanjakan adiknya itu.“Emang mau ngapain, sih, anak kecil ikut-ikut aja,” ucap Alqi memasang tampang jutek begitu Nida sudah berhasil menjajarinya.“Ya Nida mau bantuin Abang, lah. Abang mau ke rumah Bu Sarmi, ‘kan? Rentenir itu? biar nanti kalau Abang kewalahan bicara, Nida yang bantuin,” jawabnya sembari menepuk dada dengan gaya jenaka.“Emang bisa?” “Ya, bisalah. Apa, sih, yang Nida nggak bisa.” Ia terkekeh.“Lagian Abang emang punya uang berapa mau nemuin Bu Sarmi? Dia mah nggak akan mungkin ngelepas rumah kita kalau kita nggak kasih sejumlah uang buat nebusnya.”“Uang? Ya nggak punyalah.” jawab lelaki putih berjenggot tipis itu. Sontak ia dan adiknya tertawa bersamaan

    Last Updated : 2022-04-29
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Jangan Menangis Annisa (3)

    follow akun sebelum lanjut membaca. #Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_DokterJangan Menangis Annisa (3)“Alqi minta tolong, Bu. Dalam keadaan sebagaimanapun kepepetnya, jangan pernah lagi minjam uang sama rentenir. Ibu sudah tahu hukumnya. Alqi minta maaf, kalau Alqi sudah jadi anak yang nggak penurut sama Ibu. Mulai saat ini, Alqi putuskan untuk berhenti kuliah. Alqi mau merantau cari kerja saja.”Wajah sang Ibu langsung merebak merah.“Nak, mau kemana kamu? Kuliah kamu sedikit lagi selesai, Nak.” Rosmina berpindah duduk di sebelah putranya dan mulai terisak memeluk bahu itu. Ini yang ia takutkan. Sejak semalam ia sudah tak tenang mendengar keinginan anak lelaki dengan IQ 133-nya itu yang sudah ingin berhenti dari kuliahnya. Rosmina semakin merasa berdosa karena sudah satu bulan ini memang kiriman biaya hidup untuk Alqi tak dikirim, juga termasuk biaya semester yang belum dibayar, walau sebenarnya Rosmina sudah berjanji akan segera mentransfer. Mungkin itu yang menyebabkan Alqi memutuskan p

    Last Updated : 2022-04-29
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Merantau Untuk Ibu (4)

    Mohon klik subscribe n follow dulu sebelum membacaBab 5#Lelaki_Pemalu_Dan_Calon_Dokter-Merantau Untuk Ibu-“Amin …. Makasih, Kak, nasehatnya bikin Nida sedikit tenang.”Terbayang dalam benak, abangnya tadi banyak memberi nasehat, untuk lebih memperbanyak hafalan Al-Quran. “Nida harus bisa, ya. Meski tanpa guru pembimbing. Dicicil sedikit-sedikit. Pasti bisa. Tapi kalau di TPA ada yang bimbing, ya manfaatkan itu untuk mempertajam hafalan. Nanti Abang akan kirimi Nida hape biar Abang bisa mantau Nida dari jauh, ya.” Ia hanya mengangguk, tak bersemangat sembari memegangi tangan abangnya. Dalam benaknya abangnya itu akan pergi lama, bertahun tak akan pulang. Bagaimana jika ia nanti rindu ingin bertemu. Bagaimana jika nanti ia tak mengerti soal matematika, atau fisika. Biasanya ia sudah mempersiapkan banyak bahan pertanyaan ketika pada akhirnya abangnya itu pulang ke rumah. Tapi sekarang? Entah akan berapa lama lagi ia akan menunggu abangnya. Bertanya dengan Annisa, yang ada ia akan

    Last Updated : 2022-04-30
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Telepon Ibu Memberi Sebuah Tanya (5)

    -Telepon Ibu Memberi Sebuah Tanya-Alqi tergemap, mendengar tangisan Rosmina. Ia beristighfar beberapa kali. Lalu mulai menenangkan ibunya.“Bu, tenang. Sabar.” Ia tak mencoba bertanya ada apa sebenarnya. Dibiarkannya suara wanita penyabar yang kasih sayangnya begitu luas kepada anak-anaknya itu tetap menangis.“Alqi ... Nak, anak Ibu tersayang …” Serak suara itu di antara isak.“Iya, Bu.”“Pulanglah, Nak. Ibu kangen. Ayah sakiiit ….”“Ayah sakit, Bu?”“Iya, sakit. Pulanglah, Nak. Kamu pokoknya harus pulang. Jangan di Jakarta lagi.”“Jangan di Jakarta lagi, Bu?”“Iya, Nak, huhuhu …. Pulanglah, Nak, Ibu mengkhawatirkanmu. Khawatir kamu kenapa-kenapa? Ibu takuut. Pulang sajalah, Nak. Kamu tinggal di kampung. susah senang kita di kampung saja. Ibu janji, akan segera lunasi semua hutang Ibu. Ibu pasti bisa lunasi hutang itu. Bismillah, Nak .... Cari rejeki di sini saja. Bareng-bareng sama Ayah Ibu.” Wanita yang sangat Alqi kasihi itu kembali menangis. Dalam benak Alqi menjadi penuh tany

    Last Updated : 2022-05-03
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Rumah Masa Kecil Mungkinkah Kembali (6)

    Bab 6-Rumah Masa Kecil Mungkinkah Kembali-“Ya Allah, Qi, baru aja Kang Deni senang punya temen lurus kayak kamu bisa ngajarin shalat, tempat nanya soal agama, eh malah sekarang mau pindah kerja ….” Deni muram. Diusap wajah itu dengan ujung bahunya.“Kita masih sering ketemu, Kang.” Alqi menepuk pundak Kakang ketemu gede yang cukup menghibur hari-harinya belakangan ini.“Bang Alqi. Santa sediiihh banget. Kenapa, si harus pindah? Nanti kita jadi jarang ketemu, deh. Jangan sombong ya kalau udah ada di tempat kerja yang baru ….” Dua sudut bibir perempuan dengan wajah mirip Prilly Latuconsina itu tertarik ke bawah.“Jangan sedih, Bu Bos. Ini malah jalan terbaik. Kan kalau nanti kalian jadi nikah, nggak boleh kerja satu kantor. Ini bentuk pengorbanan Alqi, mengalah, resign dari sini,” candanya yang ditimpali Alqi dengan mata membulat.“Insyaa Allah kita masih bisa silaturahmi, Bu Bos,” jawab Alqi.“Ya, janji, ya Bang, tetep komunikasi. Tetep mau jawab kalau saya WA. Sukses ditempat yang b

    Last Updated : 2022-05-05
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Maukah Kamu Datang Menemui Papa? (7)

    -Maukah Kamu Datang Menemui Papa?- (7)Kemudian ia fokus lagi membereskan service-an laptop di depannya. Di sampingnya berjajar sembilan buah laptop yang menanti untuk dibenahi juga. Seperti biasa, lantunan murotal bervolume kecil terdengar mengalun dari gawainya.“Bang Alqi ….” Seorang wanita sudah berdiri di depan pintu kosnya. Tubuhnya basah wajahnya berurai air mata.---“Bu San-ta,” jawab Alqi terbata. Tanpa diminta, Santa langsung masuk ke ruang tamu kosannnya. Alqi segera bangkit berdiri, tergagap.“Bang, Papa Santa kecelakaan,” isaknya.“Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.”“Tolong antar Santa ke Primaya Hospital Tangerang, naik motor, biar cepat sampai, Bang.” Alqi terpegun sesaat. Kemudian menatap wanita yang sedang menangis ini. “Tolong, Bang. Santa nggak tahu lagi mau minta tolong siapa. Santa nggak tahu apakah Papa selamat atau nggak. Tolong kalau perlu nanti Santa bayar.” Terbata di antara tangisan Santa memohon.Alqi menjadi iba, dan alangkah kurang ajarnya bila tak

    Last Updated : 2022-05-13
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Kedermawanan Gadis Berhati Salju- (8)

    -Kedermawanan Gadis Berhati Salju- (8)Sebuah WA masuk dari Santa.[Alhamdulillah. Semoga terus Allah sehatkan, ya.] balas Alqi.[Papa mau kenal kamu lebih jauh, Bang. Mama juga. Maukah kamu nanti datang sekali lagi menjenguk Papa?]----Seketika Alqi tertegun. Sebuah tawaran baik. Bersilaturahmi. Alqi mencoba tak ingin punya penilaian berlebihan. Tapi di sisi lain ada tanya dalam benaknya. Apakah keluarga Santa mengira ia memiliki hubungan khusus dengan Santa? Jika, ya, Alqi merasa tak perlu datang, karena akan semakin sulit menghindar dan akan menyakiti Santa nantinya. Ia tak hendak ingin menjalin hubungan dekat dengan perempuan manapun saat ini.Ia lelaki yang punya prinsip tak pacaran, tak dekat dengan wanita manapun. Ia begitu menghormati wanita, memacarinya artinya adalah menjatuhkan martabatnya sebagai seorang wanita.Ia ingat pesan Ustadz Ibrahim yang sering berceramah di masjid Salman, kampusnya, laki-laki baik-baik tak akan memacari perempuan manapun. Berdekatan dengan lawan

    Last Updated : 2022-05-13
  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Fatya, Mahasiswi Kedokteran UI (9)

    -Fatya, Mahasiswi Kedokteran UI-'Aku harus fokus mencari jalan keluar untuk membayar biaya Ayah,' bisiknya.Ia melangkah pergi ke toilet rumah sakit, membersihkan diri, berganti pakaian, lalu beranjak ke mushala rumah sakit. Berwudlu dan melaksanakan shalat sunnah berakaat-rakaat. Alqi mencari tenang dari kegundahan yang merajai hatinya.***ajSeusai shalat dan bermunajat pada Allah memohon diberi kemudahan hidup dan perlindungan, Alqi merenung. Ia masih terus berpikir bagaimana mengganti uang Fatya. Karena tak ada perjanjian hutang piutang antara keluarganya dengan Fatya. Artinya uang talangan dari Fatya harus segera dibayar. Annisa, adiknya juga tadi sempat memintanya untuk berbicara pada Fatya soal pembayaran rumah sakit yang ditalanginya.Alqi mendesah resah, menghembuskan napas berkali-kali. Dalam rekeningnya hanya ada delapan juta. Mungkin juga akan habis untuk biaya perawatan ayahnya dan obat-obatan. Gontai ia berjalan menuruni tangga masjid. Duduk di bangku-bangku taman ruma

    Last Updated : 2022-05-16

Latest chapter

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Akhir yang Bahagia (TAMAT)

    Lelaki dengan Seribu TahajudBab 42 Ending.-Akhir yang Bahagia-Jika tak ia turuti, khawatir akan mengecewakannya. Dituruti, maka akan semakin timbul rasa bersalah dalam benaknya.Alqi kembali merenung. Lama keduanya terduduk dalam diam."Maksud Fatya, Abang masih bisa membayarnya dengan cara lain."Alqi yang duduk menatap lantai, mendongakkan wajah."Cara lain?" Kedua alis lebat itu hampir menyatu."Maksudnya Fatya …." lanjutnya karena tak kunjung ada jawaban."Emm …. Bagaimana kalau gantinya …. Fatya minta Abang datang kepada Ayah Ibu untuk melamar Fatya?"Deg! Suara itu lirih, sangat lirih. tapi berhasil membuat Alqi tersentak hebat. Kedua bola matanya membulat. Fatya telah menegakkan kepalanya. Kini mata jeli itu menatap mata elang di hadapannya. Dengan ribuan debar yang hadir dalam dada, ia berusaha kuat menatap mata itu. Berusaha menunjukkan bahwa ia sedang tak main-main dengan permintaannya. Secepat kilat Alqi membuang pandang ke arah lain. Wajah pualam, kedua mata menyejukk

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Permintaan Fatya untuk Alqi (41)

    Lelaki dengan Seribu TahajudBab 41-Permintaan Fatya untuk Alqi-"Masya Allah, ini indah sekali Fatya. Terima kasih, ya." "Sama-sama, Bang." Fatya mengangguk. Ada semu merah di pipinya.---"Abang doakan juga, semoga Fatya lekas wisudanya, ya ....""Amiiin, semoga lekas Sarjana Kedokteran dan jadi Dokter," timpal Nida menggelendot ke bahu Fatya."Doakan, ya, Nida, Bang.""Insyaallah …."Kemudian Fatya menyalami Rosmina dan Lilyana. Rosmina memeluk Fatya erat. "Nak Fatya, terima kasih sudah menyempatkan datang ke wisuda Alqi. Masyaallah Ibu senang sekali. Nak Fatya seorang wanita yang pasti selalu ada tepat ketika kami benar-benar membutuhkan pertolongan. Terima kasih, Nak. Terima kasih … Ibu sangat terharu Nak Fatya datang. Pasti ini di antara kesibukan kuliah Nak Fatya, menyempatkan waktu untuk datang." "Nggak, Bu. Fatya pasti menyempatkan datang. Akan sangat rugi kalau Fatya nggak ikut hadir merasakan kebahagiaan ini."Fatya mengusap-usap punggung Rosmina dalam pelukannya. Har

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Semu Merah di Pipi Fatya (40)

    Lelaki dengan Seribu TahajudBab 40Semu Merah di Pipi Fatya"Selamat, Bang, sudah menjadi sarjana yang membanggakan keluarga." Suara seorang wanita yang Alqi sangat kenali terdengar dari balik punggungnya.---Alqi berbalik.Seorang wanita berjilbab biru berdiri bersama dua orang pria."Santa.""Ya, Bang. Santa turut senang akhirnya Abang bisa menuntaskan pendidikan Abang. Sekali lagi selamat, ya."Santa memberikan sebuah box berpita yang sepertinya berisi kue, kepada Alqi."Terima kasih, Santa. Terima kasih juga bingkisannya. Kamu datang saja sudah membuat saya senang.""Tentu Santa datang, ini 'kan hari bahagia Abang. Abang banyak memberi pelajaran berharga dalam hidup Santa. Abang banyak membuat Santa semakin dekat dengan Allah. Semakin paham arti syukur yang sebenarnya."Wanita yang semakin mengulurkan jilbabnya lebih panjang itu sumringah."Santa juga turut senang, mendengar cerita dari Nida, Abang berkumpul kembali dengan Bu Lilyana. Santa takjub mendengar kisah Abang. Abang le

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Wisuda dan Cumlaude (39)

    Lelaki dengan Seribu Tahajud.Bab 39-Wisuda dan Cumlaude-Dari balik pintu, dua orang Dokter sahabat Lilyana itu mengusap pipi yang basah, ikut bahagia.---Hari-hari selanjutnya Alqi banyak berdiskusi dengan para dokter yang menangani Rosmina dan Lilyana. Dua cinta terbaiknya kini yang sedang benar-benar ia usahakan kesembuhannya.Alqi telah memutuskan untuk tak akan banyak mempertanyakan tentang masa lalunya lagi kepada dua orang wanita itu. Sejatinya mereka berdua sangat menyayanginya. Rosmina yang begitu tulus membesarkannya dalam kekurangan. Lilyana yang sudah melahirkannya dan membuatnya ada di dunia ini.Itu anugerah terbesar dalam hidupnya yang sengaja Allah rancang seperti itu. Segala yang sudah terjadi mengandung ketetapan Allah. Ketetapan Allah tidak melulu sama seperti apa yang kita ingini. Terkadang kita perlu merenung lebih dalam untuk menangkap maksud Sang Pemberi Hidup. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyuka

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Pelukan Penerimaan

    Lelaki dengan Seribu Tahajud.Bab 38-Pelukan Penerimaan-"Assalamualaikum." Alqi mengucap salam. Tatapannya tepat bertemu dengan seorang wanita berjilbab yang sedang terbaring lemah itu. Ada iba menjalari hatinya. Melihat tubuh lemah dengan infus dan selang oksigen yang terpasang di hidung.Ia melangkah masuk perlahan dan duduk disebelah wanita itu. Hilang sudah kekecewaan yang bersemayam selama ini melihat Lilyana terbaring lemah. Lelaki yang hatinya selalu dekat kepada Allah dan dekat kepada kebaikan ini seakan mendapat petunjuk-Nya untuk segera meluaskan maaf dan melangitkan doa kepada wanita yang telah pernah berjuang melahirkannya ke dunia ini."Semoga lekas sembuh, ya, Bu," ucap Alqi.Lilyana hanya diam. Kemudian matanya sedikit memejam. Alqi mendapat informasi bahwa Lilyana sudah tak bicara sejak kemarin sore. Hanya matanya yang sesekali terbuka saat terjaga dan akan memejam kembali untuk tidur.Lama Alqi menunggunya membuka mata kembali, namun Lilyana tetap terpejam."Ibu m

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Berdamai dengan Ego Diri (37)

    Lelaki dengan Seribu Tahajud.Bab 37-Berdamai dengan Ego Diri'Lihatlah Al, bukan cuma kamu yang sakit, bahkan mereka juga sama terguncangnya. Mereka begitu menyayangimu.'Alqi lekas bangkit mengambil handuk untuk mandi. Membersihkan diri. Shalat sunnah dua rakaat mencoba mencari tenang. Menyandarkan diri pada Sang Pemilik Jiwa. Setelah itu ia meluncur dengan motor tuanya.Ia ingin segera bertemu Rosmina, wanita sederhana yang dalam ketakberpunyaannya sejak dulu selalu bersahaja. Tak pernah merasa kurang dengan apapun yang ia punya. Yang sudah sedemikian baiknya merawatnya yang bukan anak kandungnya tapi tak sedikitpun terasa ada yang berbeda. Bahkan sedemikian baiknya menjaga rahasia tentang siapa dirinya selama bertahun-tahun lamanua. Bahkan Alqi bisa merasakan bagaimana sebegitu kuatnya mimpi Rosmina untuk bisa menguliahkannya di Institut terkemuka di negeri ini. Tetap meyakini mampu menguliahkannya meski dengan segala keterbatasan. Hingga pada akhirnya garis nasib membuatnya ter

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Hati yang Terguncang Membawa Sakit

    Lelaki dengan Seribu TahajudBab 36-Hati yang Terguncang Membawa Sakit- Kami memang akan bergerak cepat kalau sudah ada laporan pengaduan seperti ini. Akan saya ajak diskusi Kapolsek setempat untuk menangani daerah Galanghani," jelas Sandi antusias.Kemudian AKBP Sandi Nugraha mengajak Alqi dan Ustadz Hamdani untuk makan siang di restaurant dekat Polres. Ramah sambutannya karena teringat jasa Alqi ketika di Jakarta pernah membantu mencarikan rumah sakit untuk ibunya yang patah tulang. Alqi cukup dikenal baik juga karena adik kandung AKBP Sandi, Rendi adalah teman akrab juga satu angkatannya di ITB.Usai berbincang, Alqi dan Ustadz memutuskan untuk pulang.Esoknya, Sarmi masih terus melakukan penagihan dengan penyitaan paksa. Rupanya ini jadi agenda rutin Sarmi bulan ini. Sudah banyak debiturnya yang menumpuk pembayaran di masa paceklik ini rupanya. Teguran Ustadz Hamdani kemarin tak berpengaruh apa-apa baginya. Ia tetap dengan agenda penagihan. Dengan mudah itu dijadikan alasan pena

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Jalan Allah Untuk Alqi (35)

    Lelaki dengan Seribu TahajudBab 35-Jalan Allah Untuk Alqi-Berkali ia pergi meninggalkan Lilyana yang sudah menunggu di ruang tamu kantornya berjam-jam. Ia bukan tak suka. Hanya merasa butuh waktu, untuk bisa menatap wajah Lilyana kembali sebagai ibu kandungnya.--*Alqi berjalan kaki melewati hutan dan sawah-sawah tempat dimana dulu ia bermain dengan teman-teman kecilnya. Menelusuri gang demi gang di kampungnya. Shalat dari masjid ke masjid seperti halnya dulu ia selalu berpindah masjid, mencari masjid yang lebih jauh dari rumah demi bisa mendapat pahala ibadah shalat berjamaan yang lebih besar. Setelah hampir dua tahun ia datang ke desa ini kembali. Desa Galanghani. Alqi memutuskan untuk datang. Ia ingin ziarah ke makam Almarhum Achmad. Ingin mendoakan lebih dekat, ingin melepas rindu dan melepas penat yang belakangan menghimpitnya. Berziarah ke makam Acmad, Alqi rasa itu adalah pilihan yang tepat."Assalamualaikum ya ahli kubur, ya ayahandaku, lelaki tauladan nan shalih yang kes

  • Lelaki Pemalu dan Calon Dokter   Membunuh Waktu-waktu yang Terasa Menyakitkan

    -Membunuh Waktu-waktu yang Terasa Menyakitkan-Assalamualaikum." Suara seorang wanita yang sangat familiar di telinga Alqi mengejutkannya.Rosmina yang sedang duduk segera bangkit. Matanya menatap nanar kepada seseorang di hadapannya.----Dua orang itu beku saling memindai satu sama lain untuk beberapa saat. Kemudian tatapan Rosmina menjadi penuh kaca-kaca. "Bu Lilyanaaa …." Sapanya penuh getar.Lilyana melangkah maju memeluk Rosmina seketika.Yang terjadi seperti yang sudah bisa diperkirakan. Dua orang wanita matang usia yang sudah lama tak pernah bersua. Mereka bertangisan satu sama lain. Untuk beberapa lama saling tergugu.Rosmina memegangi lengan Lilyana, menuntunnya masuk ke dalam rumah. Tinggalah Alqi yang terbengong berdiri mematung melihat mereka berdua seakan sahabat lama yang saling rindu karena telah lama tak bersua.Ia merapikan peralatan mandi motornya, membersihkan kaki, cuci tangan lalu duduk di sebuah kursi pada teras rumahnya."Saya buatkan teh hangat dulu, ya, Bu.

DMCA.com Protection Status