Juan Maximo memilih tinggal disebuah kota kecil meninggalkan segala kemewahan yang dimiliki Keluarga Maximo karena peristiwa dimasa lalu yang membuatnya trauma. Pada suatu hari, sang ayah, Dominica 'Don' Maximo mengutus seseorang untuk menjemputnya kembali. Don Maximo membutuhkan putranya untuk meneruskan bisnisnya agar tak direbut oleh adik dan putranya yang haus akan kekuasaan. Juan dihadapkan pada pilihan yang sulit. Sementara itu kekasih Juan tanpa sadar ikut terlibat dalam rencana mengembalikan Juan ketempat asalnya. Pengkhianatan, kemarahan, serta kebencian menemani perjalanan Juan. Apakah yang akan dilakukan oleh Juan? Apakah ia akan kembali ketempat asalnya dan meneruskan bisnis sang ayah?
Узнайте большеDuaaakkk!!!
Pria didepan Juan melayangkan tinju kewajahnya. Juanpun terpental kesamping. Tubuhnya jatuh menimpa alat-alat musik yang dipajang.
"Auch...," Juan meringis kesakitan.
"Ini peringatan pertama! Jika kau pintar, segera jauhi nona Celeste!" seru pria itu.
"Tuan dan Nyonya Ferrari telah mencium hubunganmu dengan putrinya dan mereka sama sekali tidak senang mendengarnya!"
"Aku peringatkan sekali lagi! Jika kau masih berkeras mendekati nona Celeste, maka bersiaplah untuk menerima akibatnya!" ancam pria itu lagi.
Ia kemudian berbalik dan menganggukkan kepala, memberi kode pada kawan-kawannya yang langsung disambut oleh mereka dengan merusak alat-alat musik yang terpajang disana. Toko musik Juan diacak-acak.
Juan yang masih dalam posisi meringkuk kesakitan segera bangkit begitu melihat toko musiknya diacak-acak oleh kelima pria itu.
"Hentikan! Hentikan! Jangan! Jangan!" teriak Juan sambil berusaha menghentikan salah satunya merusak cello yang terpajang dietalase toko.
Namun yang didapat Juan lagi-lagi sebuah tinjuan yang kini bersarang diperutnya. Tidak hanya sekali, namun berkali-kali pria itu melayangkan tinjunya ketubuh Juan hingga ia kembali tersungkur kelantai.
Melihat Juan tersungkur, pria itu ganti menendangi tubuh Juan tanpa belas kasihan. Juan hanya bisa menahan sakit seraya meringis kesakitan tanpa mampu membalas.
Setelah puas, kelima pria itu pergi meninggalkan toko musik Juan yang sudah porak poranda. Juan memandang kepergian kelima pria itu dengan mata nanar dan tubuh kesakitan.
***"Juan, kenapa kau tidak pernah mau melanjutkan usaha papa?" tanya Don Maximo kepada Juan, putranya.
"Papa, papakan tahu jiwaku tidak disitu. Aku lebih suka musik," jawab Juan sedikit kesal.
"Papa tahu, nak. Tapi mau tidak mau kau tetap harus melanjutkan bisnis papa. Karna hanya kau satu-satunya milik papa. Siapa lagi yang akan meneruskannya kalau bukan kau, nak?" jelas papanya.
"Tapi, pa..."
"Juan.... Juan..."
Juan belum sempat menyelesaikan kalimatnya, ia menoleh. Juan merasa ada yang memanggilnya. Ia mencari arah suara itu.
"Juan.... Juan..."
Suara itu kembali memanggil namanya. Kali ini lebih jelas, tiba-tiba tanah tempatnya berpijak bergoyang. Juam terjatuh kedalam tanah yang dipijaknya. Ia menjerit sekuat tenaga memanggil papanya.
"Papaaaaa!!!!!!"
Juan seketika terbangun dan terduduk ditempat tidur. Keringat membanjiri kemeja yang dipakainya. Matanya membelalak, wajahnya pucat.
"Juan? Kamu sudah sadar?" tanya seorang wanita tua disampingnya.
"Kamu tidak apa-apa, Juan?" tanyanya lagi dengan nada khawatir.
Juan menoleh ke asal suara itu, dilihatnya wanita tua berusia lima puluhan yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri duduk disamping tempat tidurnya dengan wajah khawatir.
Dengan wajah bingung, Juan menjawab pertanyaan wanita tua itu, "Ak-aku tidak apa-apa, Ibu."
"Hpf... Syukurlah... Ibu khawatir sekali tadi melihat keadaanmu, nak," nada suaranya terdengar lega setelah mendengar jawaban Juan.
Juan tersenyum kecil pada wanita yang dipanggilnya ibu itu dan berkata, "Maaf bu, karena aku sudah membuat ibu khawatir."
Dipeluknya Juan dengan penuh kasih. Wanita tua ini adalah induk semang tempat Juan tinggal, namanya Maurice.
Ia sangat menyayangi Juan seperti anaknya sendiri. Itu dikarenakan putra satu-satunya telah meninggal disebabkan oleh kanker. Bu Maurice sangat terpukul sekali dengan kepergian anak satu-satunya itu.
Disaat ia sedang bersedih dan merasa putus asa, ia melihat Juan tengah berdiri didepan pintu rumahnya. Ia merasa Juan sangat mirip dengan putranya. Juan yang saat itu membutuhkan tempat tinggal langsung disambut oleh Bu Maurice dengan senang hati.
Ia merasa Tuhan telah menolongnya dari keputusasaan karena kehilangan seorang putra dengan mendatangkan pemuda ini sebagai penghibur hatinya. Sejak saat itu, ia selalu memperhatikan kebutuhan Juan dan menganggapnya sebagai anaknya sendiri.
"Oh ya bu, siapa yang membawa aku kerumah? Bukankah aku tadi berada ditoko?" tanya Juan masih dalam pelukan Bu Maurice.
Mendengar pertanyaan Juan, Bu Mauricepun melepaskan pelukannya dan berkata, "Lucas yang membawamu kemari dalam keadaan pingsan."
"Untunglah Lucas tadi mampir ketokomu, bayangkan jika ia tidak kesana. Aku tak tahu apa yang akan terjadi padamu," Bu Maurice berkata dengan nada ngeri membayangkan keadaan Juan.
"Aku harus berterima kasih pada Lucas," ucap Juan pelan.
"Ya, ya. Kau memang harus berterima kasih padanya. Karena dia sudah bersusah payah membawamu kesini sendirian," seloroh Bu Maurice.
"Ceritakan pada ibu apa yang sudah terjadi? Wajah dan tubuhmu babak belur penuh luka. Siapa yang sudah membuatmu seperti ini, sayang?" tanya Bu Maurice lembut.
Juan terdiam dan menundukkan kepalanya. Ia enggan bercerita pada Bu Maurice, karena ia tahu dengan pasti bahwa wanita itu akan menyuruhnya menghubungi polisi. Dan itu semua hanyalah pekerjaan yang sia-sia jika menyangkut nama Ferrari.
"Putraku sayang?" Bu Maurice mulai membujuknya.
Jika Bu Maurice sudah memanggilnya seperti itu, Juan tidak kuasa untuk menyembunyikan apapun pada wanita tua itu.
Akhirnya dengan lirih Juan berkata, "tokoku tadi didatangi oleh orang suruhan Tuan dan Nyonya Ferrari. Orangtua Celeste."
Bu Maurice langsung terbelalak mendengar ucapan Juan. Ia seketika bangkit berdiri seraya mengangkat kedua tangannya keudara.
"Ibu sudah bilang berapa kali padamu, Juan. Sudahi hubunganmu dengan Celeste. Kalian sangat berbeda, bagaikan langit dan bumi. Orang tua Celeste salah satu keluarga terkaya dan terpandang dikota ini, Juan. Sedangkan kau? Apa yang bisa kau tawarkan kepada orangtua Celeste, sayang?"
Juan hanya diam menundukkan kepalanya mendengar celotehan Bu Maurice.
"Yang kamu punya hanya toko musik yang sudah tua itu, sayang. Kedua orangtua Celeste tidak akan memandang bahkan sebelah matapun kepada dirimu," ucap Bu Maurice lagi.
Braakkkk!!!
Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dengan kencang. Bu Maurice melompat kaget membalikkan badannya kearah pintu. Dilihatnya Lucas muncul disana dengan wajah merah dan nafas tersengal-sengal.
Belum sempat Bu Maurice dan Juan bertanya, Lucas sudah berkata duluan dengan nafas memburu.
"Juan, hhh... kamu... hhh... harus segera... hh.. ketokomu hhhh... sekarang juga..."
"Ada apa, Lucas?" tanya Juan dan Bu Maurice bersamaan.
"Tokomu... hhh... tokomu terbakar!" jawab Lucas susah payah.
Bu Maurice dan Juan membelalakkan matanya, terkejut dengan kabar yang dibawa Lucas. Tanpa banyak bertanya lagi, Bu Maurice dan Juan melesat pergi menuju toko musik yang berjarak sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya.
Sesampainya disana, mereka disambut kobaran api yang sangat dahsyat. Api sudah sangat membesar dan membumbung tinggi. Pemuda itu menatap nanar kearah api yang dengan ganasnya mulai menghabisi toko musik miliknya.
Kaki Juan lemas, ia jatuh berlutut ditrotoar menatap hampa kearah kobaran api. Tak dipedulikannya Bu Maurice yang berteriak histeris sambil menarik-narik bajunya. Pun orang yang lalu lalang didepannya berusaha memadamkan api.
Ia kehilangan toko musik yang sangat dikasihinya hanya dalam hitungan jam. Juan menatap nanar kobaran api yang membumbung tinggi membelah langit malam nan kelam.
####Juan dan Celeste tercengang menatap wanita yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Wanita yang dibawa oleh Angelo yang dikenal dingin dan anti perempuan."Angelo?" ucap Celeste bingung."Perkenalkan, namanya Fiorella. Maafkan jika aku telah lancang mengajaknya untuk tinggal disini tanpa memberitahu kalian berdua terlebih dahulu. Tapi, ada alasan mengapa aku melakukan hal ini, tuan Juan, nona Celeste," jelas Angelo."Aku Fiorella, senang berkenalan dengan anda berdua," ucap Fiorella gugup."Ada apa ini, Angelo? Tidak biasanya kau membawa wanita seperti ini?" tanya Juan blak-blakkan didepan Fiorella."Dia adalah wanita yang diceritakan oleh Davidde tadi pagi, tuan Juan," jelas Angelo.
“A-apa maksudmu, Angelo? K-kau mengajakku tinggal bersamamu? Apakah tidak terlalu cepat? Kita berdua baru saja kenal,” ucap Fiorella dengan wajah merona merah karena malu.Menyadari kalau kalimat yang diucapkannya membuat Fiorella berpikiran macam-macam, Angelo cepat-cepat mengoreksinya dengan wajah sama merahnya dengan wanita itu.“Ah, ti-tidak! Maksudku bukan seperti itu! Maafkan aku jika ucapanku membuatmu berpikiran macam-macam!”“Maksudku, aku selama ini tinggal di hotel K bersama atasanku dan juga pacarnya. Mereka menyewa seluruh lantai, sehingga banyak kamar kosong. Jika kau mau, kau bisa mengisi salah satu kamar kosong di sana sampai kami menangkap pembunuh itu,” jelas Angelo cepat-cepat.“Oh, seperti itu,” ko
Angelo melesat bagai peluru meninggalkan ruangan itu langsung masuk kedalam mobil tanpa memperdulikan Juan yang meneriakkan namanya. Saat ini yang ada dipikirannya hanya satu. Fiorella.Ciri-ciri yang diceritakan oleh Davidde sangat cocok dengan Fiorella. Apalagi wanita itu membawa sekeranjang bunga, seingatnya Fiorella pernah bercerita padanya kalau ia sering membawa pulang bunga-bunga yang mulai layu untuk dikeringkan di rumahnya.“Pantas saja, dia tak membuka tokonya hari ini. Dia pasti syok dan ketakutan dengan kejadian semalam,” gumam Angelo.Tak sabar untuk segera bertemu dengan wanita itu, Angelo bagai kerasukan menekan pedal gas dalam-dalam. Membawa mobil dengan kecepatan penuh. Hampir semua lalulintas dilewatinya tanpa perduli apakah sedang merah atau hijau. Yang ada dipikirannya sekarang adalah
Pagi itu, Angelo kembali berjalan-jalan disekitar hotel hingga ke pasaraya yang letaknya tak jauh dari sana. Ia berniat mengenal Fiorella lebih jauh lagi. Setelah percakapan pertama keduanya, sudah sekitar 3 hari ia tak melihat wanita itu. Ia disibukkan dengan pembunuhan Domenico.Pagi ini sedikit senggang, sebelum mereka kembali ke markas Klan Maximo siang ini. Angelo menyempatkan menemui Fiorella untuk bercakap-cakap.Dengan bersemangat dan dada berdebar, Angelo berjalan menuju toko bunga Fiorella. Namun seketika ia mengernyit saat melihat toko wanita itu tutup. Tidak seperti biasanya, setahu Angelo Fiorella tidak pernah menutup tokonya.Dengan rasa penasaran ia lalu mendekati penjual tembikar yang letaknya persis di samping toko bunga Fiorella."Permisi, apa kau tahu
Angelo segera memasukkan memory card tersebut kedalam saku jasnya. Setelah itu keduanya bergegas mengembalikan barang-barang tersebut pada petugas. Dengan tergesa-gesa keduanya kembali ke mobil dan segera pergi dari sana."Ini, tuan Juan," ucap Angelo sambil memberikan memory card yang disimpannya tadi."Haruskah aku lihat sekarang?" tanya Juan meminta pendapat Angelo."Mengapa tidak? Lebih cepat kita tahu isi memory card itu bukankah lebih baik? Siapa tahu disana ada petunjuk yang kita inginkan," balas Angelo ringan.
Angelo kembali ke hotel dengan suasana hati yang lebih cerah. Pertemuannya dengan wanita pemilik toko bunga, Fiorella, sedikit mencerahkan hatinya yang cukup lama berkabut.Dengan bersenandung kecil, Angelo memasuki kamar hotelnya. Ia terus teringat akan Fiorella, dadanya berdebar kencang setiap kali ia teringat wanita itu. Apakah ia jatuh cinta lagi? Pada wanita yang sama namun sedikit berbeda? Angelo menggeleng, mengusir pikiran melantur itu."Apa yang kau pikirkan, Angelo? Dia bukan Carina, dia Fiorella. Walaupun wajah mereka sama, itu bukan dia. Carina mu tidak akan kembali, sadarlah," tegurnya pada dirinya sendiri.Walau begitu, Angelo tetap memikirkan Fiorella. Memikirkan wanita itu diluar dugaan memberikan ketenangan dalam hatinya.****
Menuruti perintah Juan, Angelo segera mengumpulkan anak buah Klan Maximo kemudian memberi mereka perintah untuk menyelidiki Alonzo. Serta berpatroli minimal 3 orang, agar menghindari penyerangan yang tidak diinginkan.Sementara Domenico telah pergi meninggalkan hotel dengan mengemban tugas menyelidiki bosnya sendiri, Armando Ferrari.Juan masuk kedalam kamar hotelnya dengan semangat baru, wajahnya kini berseri-seri tidak lagi murung seperti beberapa hari lalu. Celeste yang tengah duduk santai sambil membaca majalah mode merasa senang melihat perubahan itu."Darimana kau sayang? Aku mencarimu dari tadi," tanya Celeste sambil menurunkan majalah yang dibacanya."Aku tadi habis bertemu Domenico, sayang," jawab Juan sambil mencium pipi Celeste.
Ottavio masuk ke dalam lift hotel dengan Domenico mengekor di belakang. Ia memencet tombol 7 yang artinya mereka akan ke lantai 7, dimana semua kamar di lantai itu adalah milik Juan untuk sementara dirinya tinggal di hotel itu.Domenico mengikuti Ottavio dalam diam, hanya matanya yang memperhatikan sepanjang perjalanan menuju tempat bertemu Juan dan Angelo. Tibalah keduanya di lantai 7 dan Ottavio segera keluar lift terus berjalan menuju kamar bernomor 710 sesuai instruksi yang diberikan.TOK! TOK! TOK!Ottavio mengetuk pelan pintu kamar nomor 710. Tak butuh waktu lama pintu kamar terbuka dan muncullah sosok sempurna Angelo. Ottavio terdiam, terpesona sekaligus terintimidasi oleh kehadiran Angelo. Apalagi pria itu tepat berdiri dihadapannya.Dengan bibir gemetar, Ottavio
Angelo berjalan dengan terburu-buru meninggalkan pasaraya. Wajahnya pucat dengan keringat tak berhenti mengalir."Apa ini? Perasaan apa ini?" batin Angelo tak mengerti."Mengapa aku tak punya keberanian untuk bertanya pada wanita itu," batin Angelo lagi.Kenangan masa lalu sekilas berkelebat di pelupuk mata Angelo. Senyum manisnya, tawa renyahnya, mata hijau teduhnya tak pernah Angelo lupakan sekalipun.Angelo memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing. Kenangan itu serta wanita yang dilihatnya di pasaraya tadi menyakitkan kepalanya.Angelo bergegas membuka pintu kamarnya lalu melempar dirinya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan kedua matanya dengan sebelah tangan diatas kening.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Комментарии