Tubuh Raden Sitija yang terbungkus lapisan es mengambang di antariksa. Lapisan es itu semakin menebal dan menebal. Raden Wisanggeni,Raden Wisangkantha,Raden Antasena dan Srenggini segera menyusul tubuh itu. Raden Wisanggeni melaju lebih dulu mendorong gulungan es dengan kecepatan tinggi melewati planet -planet mendekatkannya kearah Matahari. Lalu tiba -tiba Raden Wisanggeni pun melepaskan perlahan -lahan tubuh Raden Sitija kearah Matahari dan Dia menyatukan kembali kedua tangannya. Seketika itu juga tubuhnya membesar dan terus membesar melebihi Matahari.
Raden Wisanggeni membentuk dirinya menjadi Raksasa terbesar bermata menyala -nyala laksana obor.berambut api, bertaring dan berkuku bara yang mencuat dengan lahar sebagai liurnya yang bernama Dahana Geni. Dahana Geni pun memungut gumpalan es yang didalamnya terdapat tubuh Raden Sitija lalu memasukkan gumpalan es itu kearah Matahari dengan genggamannya. Dahana geni membenamkannya ke dalam Matahari. Lalu Sang Dahana Geni menyimpangkan tangannya kearah dada sambil memejam.
Dari berbagai penjuru arah Para Dewa yang dipimpin oleh Batara guru pun mendatangi Sang Dahana. Mereka melemparkan semua senjata yang dipegangnya kearah tubuh Raden Sitija yang dibenamkan dalam kumpulan lahar panas Matahari. Para Dewa membagikan kekebalan pada Sitija."SITIJA ATAS KETULUSAN HATIMU, DIATAS KAYANGAN ALANG-ALANG KUMITIR INI KUANUGERAHKAN PADAMU.ILMU KEKUATAN YANG BERSUMBER DARI BUMI DAN SEISINYA. DISAMPING KAU MEMILIKI KEKUATAN DAHSYAT RESI WARAHA DAN KECEPATAN SEPERTI KILAT RESI NARASINGA, AKU JUGA AKAN MEMBERIMU KECERDASAN TANPA BATAS,DAN KUSATUKAN PANDANGANMU DENGAN SELURUH HEWAN DI BUMI. AKU MEMBERIMU UMUR SEPANJANG BUMI,PERGUNAKANLAH APA YANG KUBERIKAN PADAMU, JADILAH PENGAYOM ATAU PENENGAH BUMI, JADILAH ENGKAU PEMBELAKU SANG WIJI SEJATI DI ARCAPADA,KUANGKAT ENGKAU SITIJA MENJADI MAHASENOPATI BUMI DAN SELURUH TAKDIRMU ADA DALAM GENGGAMANKU...!!"seru suara SangHyang Wenang lantang menggelegar memecahkan Arcapada. Lalu semua Para Dewa pun mengangkat tangannya. Dan dari tangan itu keluar sinar yang berpendar. Semua sinar itu menuju matahari tempat Raden Sitija dibenamkan.Sinar itu masuk didalam lahar panas Sang Dahana yang masih memegang tubuh Sitija pun menarik genggamannya. Dahana Geni melihat Raden Sitija yang hanya seperti debu masih tergeletak lemas dan pingsan tanpa selembar benang menempel di tubuhnya. Lalu tubuh Dahana Geni mendadak mengecil kembali ke wujud semulanya yaitu Raden Wisanggeni yang menggendong tubuh sang Kakak sepupunya itu. Dia terbang mendekati para Dewa Para Dewa menyatukan tangannya dan sebagian menutupi badan Raden Sitija dengan memberikan selendang. Dan setelah mendekati Raden Antasena, Raden Srenggini, dan Raden Wisangkantha. Raden Wisanggeni yang menggendong Sang Kakak melesat meninggalkan arcapada dan kembali ke bumi kearah kayangan Ekapratala.Dengan kecepatan tinggi Raden Wisanggeni terbang diikuti oleh ketiga saudaranya menepis awan menuju kearah sebelah utara gunung Jamurdipa. Dan tanpa terasa mereka berlima pun memasuki wilayah hutan ekapratala. Raden Wisanggeni memelankan kecepatan dan akhirnya berhasil mengambang di udara begitupun dengan yang lainnya.Tiba -tiba hutan Ekapratala terbuka dan terlihat istana yang megah. Tampak diluar istana para Yaksa penjaga gerbang istana yang memberi hormat. Lalu Raden Wisanggeni dan lainnya pun masuk kearah halaman istana sambil tetap menggendong sang kakak yang masih pingsan. Lalu Dia mendarat dengan pelan di halaman istana yang luas. Ternyata kedatangan Raden Wisanggeni dan lainnya memang sudah ditunggu oleh Sang Narendra Khrisna, Sang istri Dewi Pratiwi, Sang Batara Ekawarna, dan seorang apsari Dewi Yadnyawati yang kelihatan sangat cemas dengan keadaan kekasihnya. Raden Sitija pun digendong sampai ke kamar istana dengan diikuti semua yang berada disitu. Lalu Raden Wisanggenipun membaringkan tubuh kakang sepupunya diatas hambal istana. Dewi Yadnyawati berlari menghampiri tubuh Raden Sitija. Dewi Pratiwi pun berusaha menyusul tapi tangannya lalu dipegang oleh Sang suami Narendra Khrisna
"Sabarlah Dinda biarkan yang muda dulu melepas rindunya...""Tapi Kanda sss........"mulut Sang Dewi dikunci dengan lembut oleh jari telunjuk Sang Suami"Ayo Kita berdua berjalan dibelakang mereka "sambung Sang Narendra Khrisna dengan bijakakhirnya Sang Dewi pun menuruti kata suaminya. Keempat Mahasenopati jagad masih berada disitu menunggu Raden Sitija siuman dari pingsannya. Sementara Dewi Yadnyawati menangis tersedu -sedu sambil merangkul dan memangku tubuh kekasihnya yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri."Sitija...,Bangunlah ini Aku "kata Sang Dewi sambil air matanya berderai membasahi pipinya"Sitija...,Kau pernah berjanji padaku bahwa Kau akan bersamaku sampai di swargaloka nanti bangunlah sayang...Sitija...!!"sang Dewi berusaha membangunkan kekasihnya sambil mengusap dan menepuk halus pipi sang kekasih sembari menciumi wajahnya."Kau bibi kangen berat ya sama Aku..."Tiba -tiba tawa pun meledak disepanjang ruangan ituKetiga Mahasenopati jagad tertawa terpingkal -pingkal. Sedang Raden Wisanggeni hanya tersenyum sambil menggeleng -gelengkan kepalanya.Seketika itu juga Dewi Yadnyawati menghempaskan badan Sitija lalu dia berusaha mengusap air matanya sambil mencubit pinggang kekasihnya.Raden Sitija pun meringis sambil menggaruk -garuk kepalanya."Kamu betul -betul laki-laki jahat. ..Sitija..."kata Sang Dewi dengan muka merona karena malu menambah kecantikannya.Dan tertawa pun meledak lagi diseluruh ruangan ituRaden Wisanggeni hanya bisa geleng -geleng kepala melihat ulah kakak sepupunya.Tiba -tiba Sitija seperti mengingat sesuatu dia berlari menuju istal istana.Sesampainya disana Dia tidak menemukan Wilmuna sahabatnya."Wilmuna......dimana kau? "kata Raden Sitija diikuti oleh yang lainnya. .. Lalu Raden Sitija terduduk dan menunduk mengingat sahabatnya itu. diikuti oleh Dewi Yadnyawati yang menggandeng lengannya sambil bersandar di bahunya. Raden Sitija pun mengelus rambut kekasihnya."Wilmuna ma'afkan Aku,Sahabatku...ma'afkan aku..."Raden Sitija melihat tali kekang wilmuna yang lain bertengger di kandangnya.Lalu dia mengambilnya dan menciuminya.Dewi Yadnyawati pun merengkuh tangan Sitija dan mengajaknya beranjak dari tempat itu.
"Cah ayu Yadnyawati...,Istirahatlah tidurlah di ranjang aAdikmu Sundari..Cah Ayu..!! "kata Dewi Pratiwi dari kejauhan"Baik kanjeng Ibu. "jawab Dewi Yadnyawati"Tunggu sebentar..."kata Raden Sitija sambil memegang lengan kekasihnya"Sejak kapan Bibi memanggil Kanjeng Ibu sama Ibuku?"Tanya Raden Sitija heran. ."Bukankah Bibi dulu memanggil Ibuku dengan sebutan Kakang Mbok?""Lusa nanti Aku akan memanggilmu Kanda juga.."kata Yadnyawati dengan tersenyum sambil berlari -2kecil menuju Dewi pratiwi dan mereka berdua pun masuk kedalam istana.Raden Sitija bingung sambil menggaruk -garuk rambutnya"Kok Kakang panggil Dia Bibi trus lusa Dia panggil Kakang Kanda, Kakang bingung ya?"Tanya Raden Antasena."Iya...,Ada apa ini terus Bibi Yadnyawati itu adalah Apsari. tapi kok tidak balik ke Suralaya?"tanya sitija"Loh memang Saya tau begitu Kakang?"jawab srenggini"Bukan kamu...,Adi...uggghhh. Ternyata Kalian berdua ini menyebalkan seperti si Bangsat Guritno..."Mereka bertiga pun tertawa terbahak -bahak melihat kelakuan sang Kakak yang bingung.Kecuali Raden Wisanggeni yang tetap tersenyum dan menggeleng -gelengkan kepala melihat tingkah laku ketiga Kakak sepupunya dan Adiknya.Tiba -tiba di angkasa ada suara lengkingan panjang.Suara Burung elang yang bersaut sautan. Raden Sitijapun mengenali suara itu. Dia berlari ke halaman istana dan akhirnya diikuti oleh ketiga Adik Sepupunya. ..
"Itu Wilmuna dan Wildata...!"katanya sambil menunjuk keatas langit. "Mana Kakang Kami belum mendengar Apa -apa..?."goda Raden Antasena."Tidak...aku mendengarnya lihat itu...!!"tunjuk Raden Sitija kearah langit."Aku yakin itu suara Wilmuna dan Wildata..!"Kata Raden SitijaDewi Pratiwi dan Dewi Yadnyawati berlari menyusul dan mengikuti Raden Sitija dan Adik -adik sepupunya"Ada apa Ngger?"tanya Sang Ibu pada putranya."Sebentar Kakang Aku akan melihatnya keatas sana"ujar Raden Wisanggeni lalu dia terbang kearah yang dituju Sitija kakaknya."Ngger, Wisanggeni hati-hati, sebentar lagi langit akan gelap...!!"teriak Dewi Pratiwi Raden Wisanggeni hanya mengangguk lalu mencari asal lengkingan suara itu berasal.Dia melesat kearah atas dan mengelilingi seluruh daerah di istana Ekapratala. Tapi memang tampak bayangan dua ekor burung raksasa yang ditunggangi oleh dua Orang Wanita cantik sedang menggendong anak kecil dan Seorang Lelaki yang memakai pakaian dengan lambang bintang didadanya.Raden Wisanggeni mendekati mereka"Kakang Atmaja apakah itu kamu...?"Teriak Raden Wisanggeni."Iya Adi Wisanggeni ini Aku...!"kata Gatotkaca dari kejauhan. Gatotkaca dan kedua Wanita serta Anaknya yang menunggangi kedua burung itu meluncur pelan kearah bawah menuju tempat Raden Sitija beranjak bersama Dewi Pratiwi, Dewi Yadnyawati, Raden Antasena, Raden Srenggini, dan Raden Wisangkantha. Kedua burung raksasa itu mendarat dengan pelan persis di depan mereka. Dua burung elang raksasa Kakak beradik yang sekilas memang seperti berwarna bulu sama. Tapi yang bernama Wildata mempunyai bulu agak bersemu hitam. Lalu Raden Antasena dan Raden Srenggini segera memapah turun kedua Wanita yang membawa kedua anak kecil itu. Raden Sitija lalu menghampiri mereka sambil menyatukan kedua tangannya.Kedua Wanita itu membalas sambil tersenyum."Dinda Pregiwa dan Dinda Suryawati..."lalu Raden Sitija menggendong Anak kecil yang digendong oleh Dewi Pregiwa..."Lihat ini Ponakanku, Kamu naiki tunggangan Uwakmu ini tapi Kamu tidak pernah mencium pipi Uwakmu Ngger.hha. ...hha. ...hha. .. Meskipun uwakmu ini sowan ke pringgodani, Cah bagus Sashikirana"kata Raden Sitija menggoda Keponakan kecilnya.Lalu si kecil menepuk -nepuk Pipi pamannya. dan mencium nya seketika mereka pun tertawa melihat kedua putra sang gatotkaca itu"Sini Arya kaca ikut Eyang..."kata Dewi Pratiwi"Biar kukenalkan sama calon Uwak putrimu ""Calon Kanjeng Ibu?""Iya lusa Kau akan jadi suami Ngger, Sitija"kata Ibunya"Kalo begitu Aku akan memanggilmu Dinda bukan Bibi lagi"sahut Raden Sitija pada Dewi Yadnyawati yang berada disebelah Ibunya."Gimana ini punya Kakang Kok LaLo... "kata Raden Srenggini pada Raden Wisangkhanta."Apa itu Lah...Loh...?Kakang...?"Tanya Raden Wisangkhanta."Itu istilah Masa depan...Manusia Lambat Loding...""Sejak kapan Kakang tahu Istilah kayak gitu...?"tanya Raden Wisangkhanta lagi."Ohhhh..Adi Srenggini...Dia kemarin nyedot susu Sapi langsung dari Maknya Sapi.makanya Pintar..."kata Raden Antasena. membuat semua yang berada disitu tertawa terpingkal pingkal.Seketika pipi Dewi Yadnyawati memerah dia tersipu -sipu menggendong tubuh kecil Arya kaca sambil membawa masuk ke dalam istana.Seketika tawa mereka pecah lagi tawa kebahagiaan sebuah keluarga yang terkumpulIstal kayangan ekapratala tampak ramai tampak enam pemuda diantaranya Raden Sitija, Raden Guritno, Raden Wisanggeni, Raden Wisangkantha, Raden Srenggini dan Raden Antasena. Mereka bercengkrama dan terdengar tawa riang. Kadang celetukan lucu yang diucapkan Raden Antasena dan Raden Srenggini membuat mereka tergelak terpingkal -pingkal, kecuali Raden Wisanggeni yang hanya tersenyum -senyum. Lalu Raden Antasena pun bercerita bagaimana dia dulu dan Raden Wisanggeni mengobrak -abrik Kayangan Suralaya. Dengan sedikit didramatisir sa'at mereka berdua mengejar Batara Guru yang katanya sampai kencing dijariknya. Seketika gelak tawa pun berderai tanpa henti. Sampai Raden Srenggini yang linglung ditanya sama Sang Rama Werkudara."Sepertinya Aku harus pamit istirahat dulu"kata Raden Guritno."Kenapa Kakang ini kan masih sore.?"Tanya Raden Antasena."Aku belum menidurkan Sashikirana dan Arya kaca "sambungnya"Lama Aku tidak
Hari ini adalah kebahagiaan di Ekapratala. Kayangan Ekapratala sedang mengadakan pesta besar. mengundang para Dewa, Dewi,Yaksa, para Apsara dan Apsari. Hari dimana cucu Batara Ekawarna melepas masa lajangnya bersama seorang Apsari. Mereka datang mengucapkan selamat kepada kedua mempelai yang ada dipelaminan. Ditengah tengah para undangan ada hal yang membikin semua Dewa tertawa. Yaitu ketika Dewi Urwasi Apsari tercantik didekati lalu digoda oleh Raden Antasena dan Raden Srenggini"Hei cantik, Kamu nggak mau seperti mereka berdua? ""Mau tapi nggak sama Kamu""Lho...loh...loh...loh...padahal Aku ini ganteng putra Orang gagah, bapakku Raden Werkudara lo...""Memangnya kenapa kalo Kamu anaknya Werkudara. Terus Aku heran gitu sama Kamu jangan gedhe rasa ya Kamu.....""Wuiihhhh...,ketusnya, tambah cantik kalo Kamu marah"kata Raden Antasena sambil mencoba mencubit pipi Dewi Urwasi.Tapi den
Raden Sitija dan Dewi Yadnyawati akan meminta restu kepada Istri -Istri Sri Khrisna yang berada di Dwarawati. Mereka berdua akan ikut Sang Rama. ditemani oleh Raden Guritno, Raden Eisanggeni, Raden Antasena dan Raden Srenggini nanti mereka akan berpisah menuju kearah Tunggurana guna ikut membantu pembangunan istana Trajutrisna."Kanjeng Ibu dan Eyang Kakung aku pamit......"kata Raden Sitija sambil bersimpuh kepada Ibu dan Kakeknya diikuti oleh Sang Istri. Sang Kakek pun menepuk pundak kedua pasangan itu."Tunggu Ngger. .!!""seru Sang Ibu"Bawalah Pusaka Bunga Wijayamulya ini bersamamu....."kata Sang Ibu menyerahkan Pusaka berbentuk bunga pada Raden Sitija. Raden Sitija pun menerima pemberian Sang Ibu sambil bersimpuh."Terima kasih Kanjeng Ibu...""Pusaka itu bisa menghidupkan yang mati baik hewan, raksasa ataupun manusia....jaga dan pergunakanlah dengan ketulusan hatimu. Dan jika kau membutuhkan sesuatu pa
Pagi itu Raden Sitija dan Sang Narendra Khrisna akan berangkat menuju arah Tunggurana.Raden Sitija memasang tali kekang Wilmuna dan Sang Narendra berpamitan pada para Istri, Menantu dan Putrinya. Ketika Raden Sitija sibuk Sang Istri Dewi Yadnyawati pun mendekati Sang Suami."Kanda.....""Iya Dinda........"kata Raden Sitija setelah selesai memasang tali kekang kemudian merangkul pinggang Sang Istri."Pakailah kalung ini yang mungkin akan membawa semangat untukmu agar cepat kembali padaku....."kata Dewi Yadnyawati melepas kalung dilehernya yang sedikit jenjang lalu dipasangkan keleher Sang Suami.Kalung berhias dan bermata batu permata yang indah."Bukankah ini kalung yang diberikan oleh Batara Guru ketika Kamu masih menjadi Apsari. ...Dinda "jawab Raden Sitija sambil menimang kalung pemberian Sang Istri. ."Iya Kalung para Apsari....."kata Istrinya"Baiklah.....akan Aku pakai terus...s
Gatotkaca atau Raden Guritno segera berpamitan kepada Sang Kakak sepupunya dan kedua Pamannya.Seperti biasa dia berkeliling mengawasi bagian -bagian yang dianggap rawan di istana."Aku mau bertanya satu hal pada Paman Prabakesha.....?boleh Paman.....!?""Apa itu Ngger.......?""Kenapa Pasukan Pringgodani memakai pakaian serba hitam dan ada LambangBintang terpampang di dadanya?""Ini adalah lambang Candradimuka,Ngger.....Lambang penerang kehidupan bagi semua makhluk di Arcapada.....""Apakah berhubungan dengan Batara Surya. ..?..""Benar sebenarnya Lambang Candradimuka sebagai identitas para Pasukan Dewa. Ngger Sitija.,Diantara pasukan-pasukan Dewa....ada Lima yang sangat disegani di Arcapada ini.Mereka dijagokan Para Dewa untuk menghalau serangan -serangan Asura jahat....dari Wangsa Denawa....selain Pasukan para Yaksa....."Raden Sitija pun mengangguk.mendengar cerita Patih Prabakesha."Yan
Malam semakin larut api unggun di setiap perkemahan pekerja istana Trajutrisna masih banyak yang menyala. Raden Sitija masih duduk mendengar cerita Patih Prabakesha."Apakah Engkau lelah, Ngger...?..""Tidak Paman...Aku malah senang mendengarkan cerita Paman....bolehkah Aku minta ramuannya lagi Paman "kata Raden Sitija dengan mengangkat gelas tempurungnya"Hhha....hha...ha...silahkan Ngger....masih banyak dan masih hangat...."kata Patih Prabakesha sembari tertawa.Raden Sitija mengambil gayung lalu menuangkan di gelas. ."Aku Ingin dengar Paman bercerita bagaimana Paman Werkudara dan Bibi Arimbi ketika pertama kali bertemu...?"Tanya Raden Sitija."Dimana ya. ..?Aku harus memulai ceritanya...Ngger..."kata Patih Prabakesha sambil menggaruk -garuk kepalanya."Aku mendengarkan apapun yang paman ceritakan padaku, Aku tertarik tentan bagaimana cerita Paman Werkudara dulu menikahi Bibi Arimbi
Siang itu di pendopo istana Trajutrisna. para ksatria dari berbagai wilayah berkumpul. Tampak Sang Narendra Dwarawati Sri Khrisna didampingi Raden Sitija, Prabu Baladewa, Seluruh jajaran Pandawa.PrabuMatsyapati,beserta Putranya Resi Seta, Patih Udawa, Raden Wisata, Raden Wilmuka, Raden Arya Gunadewa, Raden Samba, dan yang terakhir Raden gatotkaca.Raden Sitija membuka gulungan dari kulit Rusa yang sudah digambari denah penyerangan kearah arak arakan menuju kerajaan Giyantipura."Salam kepada para Uwak,Paman, Kakang serta semua dimas yang ada disini"kata Raden Sitija menyatukan kedua tangannya sembari menundukkan kepala. Dan langsung dibalas oleh semua yang ada di dalam ruangan itu."Ini rencana yang akan Kita lakukan nanti 14 hari lagi.......Aku meminta satu Samu yang dibagi menjadi Dua Birudana pasukan....Birudana pertama akan menghambat arak arakan Prabu Bomabomantara dan Birudana kedua menuju Giyantipura.Me
Wirata, Mandura dan Dwarawati sedang berduka.Kehilangan dua sosok Pemuda gagah. Raden Wisata dan Raden Arya Gunadewa. Prabu Baladewa merenung tidak habis pikir sambil terus menggeleng -gelengkan kepalanya. Dia melihat sendiri putra dan keponakannya berusaha melindunginya dari usaha penculikan terhadap Patih Kismaka.Tapi nasib berkehendak lain,Sang Putra dan Keponakannya harus meregang nyawa di tangan Prabu Bomabomantara. Raden Guritno yang juga berada disitu masih menunggui mayat kedua Kakak sepupunya.Menunggu Sampai Nang narendra Khrisna datang.Hanya Sang Narayana saja yang bisa diharapkan guna menghidupkan mereka kembali.Kemudian Mereka dikejutkan oleh suara lengkingan Burung elang raksasa yang baru mendarat di halaman Istana Wirata. Raden Sitija dan Wilmuna tiba disitu dan langsung menghormat pada uwaknya Prabu Baladewa.