Istal kayangan ekapratala tampak ramai tampak enam pemuda diantaranya Raden Sitija, Raden Guritno, Raden Wisanggeni, Raden Wisangkantha, Raden Srenggini dan Raden Antasena. Mereka bercengkrama dan terdengar tawa riang. Kadang celetukan lucu yang diucapkan Raden Antasena dan Raden Srenggini membuat mereka tergelak terpingkal -pingkal, kecuali Raden Wisanggeni yang hanya tersenyum -senyum. Lalu Raden Antasena pun bercerita bagaimana dia dulu dan Raden Wisanggeni mengobrak -abrik Kayangan Suralaya. Dengan sedikit didramatisir sa'at mereka berdua mengejar Batara Guru yang katanya sampai kencing dijariknya. Seketika gelak tawa pun berderai tanpa henti. Sampai Raden Srenggini yang linglung ditanya sama Sang Rama Werkudara.
"Sepertinya Aku harus pamit istirahat dulu"kata Raden Guritno."Kenapa Kakang ini kan masih sore.?"Tanya Raden Antasena."Aku belum menidurkan Sashikirana dan Arya kaca "sambungnya"Lama Aku tidak bertemu kedua Putraku jadi Aku kangen Mereka lagi lucu -lucunya ""Kudengar Kakang Mbok Sumpani dan Kakang Mbok Antakawulan juga lagi isi ya?"tanya Raden Antasena"Iya sama -sama jalan lima bulan ""Lalu bagaimana dengan Barbarika Putra Kakang dengan Kakang mbok Akhilawati?""Sekarang Dia berumur tujuh belas tahun "kata Raden Guritno sambil beranjak dari situ."Sudah Kakang, Adi Aku pamit istirahat....""Silahkan Kakang."kata Raden WisangkanthaLalu Raden Guritno meninggalkan mereka menuju ke arah dalam Ekapratala.
"Apakah Kakang Sitija sangat akrab dengan Kakang Guritno?"kata Raden Srenggini"Iya...,Adi Ada apa?""Padahal Kakang Guritno itu terkenal jarang bicara dan sedikit tersinggungan. tapi kemarin Aku melihat Kalian berdua sangat akrab bahkan sampai bercanda dengan nada -nada yang kelewatan...biasanya hanya Sahabat yang dianggap sejati...yang bisa diajak bergurau seperti itu.""Aku dan Adi guritno memang bersahabat sangat lama. memang usia Adi Guritno dan Aku, lebih Tua Aku.. tapi proses tumbuhnya menjadi Laki -laki Dewasa, Adi Guritno lebih dulu dewasa dibandingkan dengan Aku.Dari waktu Aku mengenal Adi Guritno sudah sebesar sekarang ini,Aku melewati masa untuk tumbuh seperti Anak Manusia...sedangkan Adi Guritno tidak, Dia dulu yang momong Aku.Aku masih ingat waktu memberikan telur yang sekarang menjadi Garuda Wildata Kepadanya. Kira-kira Umurku baru sepuluh tahun sedangkan Dia ya seumuran yang kalian lihat tadi""Ada sebuah cerita dari Eyang Narada kepadaku"kata Raden Wisanggeni."Dia Eyang Narada bilang sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Uwak Putri Arimbi melahirkan jabang bayi raksasa dinamakan Bambang Tetuka. Kami Adiknya semua tahu cerita ini Kakang"Imbuh Raden Wisanggeni."Tidak apa-apa Adi, teruskan ceritamu"jawab Raden Sitija."Mungkin Dia merasa dekat dengan Kakang Sitija dikarenakan Kalian punya takdir yang sama sebagai Senopati bumi. ....""Apa benar begitu? "" Pada waktu jabang Tetuka lahir ari arinya tidak bisa diputus baik dengan senjata sakti jenis apapun sampai Uwak Werkudara, Kanjeng Ramaku Raden Janaka sampai Kanjeng Ramamu Prabu Khrisnapun akhirnya menyerah .Bahkan Uwak Putri Arimbi sampai sangat bersedih dan menangisi putranya. Lalu Uwak Werkudara dan Kanjeng Ramaku dengan menggendong jabang Tetuka segera mencari Eyang Begawan Resi Abiyasa untuk meminta petunjuk. Menurut petunjuk itu Kanjeng Ramaku dan Uwak Werkudara harus menemui Batara Guru di Suralaya. Tapi Uwak Werkudara pun akhirnya balik kearah Pringgodani karena khawatir akan keadaan Uwak Putri. Jadi Kanjeng Ramaku memaksa pergi sendiri dengan tetap menggendong putra Uwak Werkudara .Tapi keadaan Suralaya sa'at itu sedang genting. Tanpa disadari Warga Kayangan sa'at itu salah satu Asura Raksasa Denawa yang bernama Kalanaga Percona mencoba menyerang kayangan .Sendirian dia hendak meruntuhkan Suralaya karena lamarannya pada seorang apsari bernama Dewi Supraba. Semua Dewa kewalahan dibuatnya bahkan yang menyedihkan. Adalah kesalahan Kanjeng Ramaku ketika sampai disana. Adalah Sang bayi tiba -tiba merosot dalam buaiannya saking bingungnya. Bayi itu malah terjatuh ke arah Kalanagapercona hingga mengenai kepalanya. Sang bayi membuat Luka gores di dahi Sang Asura. Hingga Dia semakin marah dan menginjak injak jabang Tetuka sampai mati dan tak berbentuk. Ramaku sadar akan kelakuannya Dia menyesal. Lalu Dia meminta kepada Batara Guru agar menghidupkan sang jabang Tetuka kembali. Dan Batara Guru mau asalkan Kanjeng Ramaku mau pergi kearah kayangan Trembada menemui Eyang Narada dan mengambilkan dia pusaka yang bernama Kontawijayadanu atau Badaltulak. padahal Kanjeng Ramaku sedih melihat keponakannya mati mengenaskan. Tapi Kanjeng Ramaku tetap pergi kearah Trembada dengan harapan besar.Dan ketika sampai disana ternyata pesanan Batara Guru diberikan pada orang yang salah karena mata Eyang Narada itu agak rabun,dikira sudah diberikan pada Kanjeng Ramaku, Kanjeng Ramaku mulai berpikir siapa Orang yang mukanya sama persis dengannya.seperti kembar. Dia yakin itu adalah Uwak Radeya Raja kerajaan Ngawangga. dengan sigap Kanjeng Ramaku mendatangi kerajaan Ngawangga. Dia mencegat Uwak Radeya diperbatasan. Ternyata Uwak Radeya memang yang mengambil pusaka itu. dan akhirnya Kanjeng Ramaku dan Uwak Radeya bertarung berebut pusaka. Dari pertarungan itu Kanjeng Ramaku hanya mendapatkan wadahnya. Sedang pusaka aslinya tetap dibawa lari oleh Uwak Radeya . ""Setelah itu, Apa yang terjadi?" tanya Raden Sitija."Kanjeng Ramaku tiba di Suralaya kembali. Walaupun mayat jabang Tetuka sudah diambil dalam keadaan tak bernyawa. Akhirnya Kanjeng Ramaku memberikan wadah atau warangka dari badaltulak (kontawijayadanu)kepada Batara Guru.Lalu Batara Guru menyuruh Kanjeng Ramaku untuk memotong pusar mayat jabang Tetuka. Dan tali pusat itu pun putus akan tetapi warangka atau wadah tadi menyatu ditubuhnya.Dan Kanjeng Ramaku disuruh kembali kearah Trembada dengan membawa mayat jabang Tetuka tujuannya agar Eyang Narada bisa menghidupkan jabang Tetuka dengan digodok di candradimuka(Matahari)seperti Engkau Kakang. ""Berarti yang menggodok Para Senopati bumi adalah Eyang narada "Tanya Raden Sitija."Senopati bumi itu cuma dua Orang yang digodok di Candradimuka yaitu Kakang Sitija dan Kakang Guritno saja"sahut Raden Antasena."Jabang Tetukapun dibawa menemui Eyang Narada. Dan Eyang Narada juga menemui SangHyang Wenang.Dan kejadiannya sama sepertimu hanya saja wujud ketika dimasukkan kedalam Candradimuka saja yang berbeda trus cara memasukkan antara jabang Tetuka dan Kakangpun juga berbeda, Kakang.Kalau jabang Tetuka itu diikat dengan rantai Trembada sedangkan Engkau menggunakan tangan Dahana Geni.maka jabang Tetuka dimasukkan kedalam Candradimuka dalam wujud mayat bayi dan keluar dalam wujud Pria dewasa. Para dewa memberikan baju bintang, Caping basunanda,dan terompah padakacerma untuk mengalahkan Sang Asura.Dan Dia mengalahkan Kalanaga Percona dengan mencabik cabik tubuh dan memutus Kepalanya. Si jabang Tetuka itu adalah Kakang Arimbi Atmaja atau Kakang Guritno "kata Raden Wisanggeni mengakhiri pembicaraannya."Hari sudah gelap ayo Kita masuk kedalam "kata Raden Sitija. Lalu Mereka berlima pun beranjak dari istal istana. tapi langkah Raden Sitija terhenti di depan istal seakan Dia lupa sesuatu dan kembali ke dalam istal."Wilmuna..dan Wildata mereka pulas sekali"kata Raden Sitija melihat sahabat dan kakak burungnya tertidur dengan menaruh kepalanya di lantai rumput kering."Selamat tidur sahabatku esok adalah hari yang melelahkan buat kalian "kata Raden Sitija sambil mengelus kepala kedua burung itu."Ayoooo...,Kakang...!!"teriak Raden Antasena dari kejauhan melambaikan tangannya.Raden Sitija berlari kecil kearah pintu istal seperti biasa Dia menutupnya pelan -pelan.Dan menyusul keempat sepupunya.Hari ini adalah kebahagiaan di Ekapratala. Kayangan Ekapratala sedang mengadakan pesta besar. mengundang para Dewa, Dewi,Yaksa, para Apsara dan Apsari. Hari dimana cucu Batara Ekawarna melepas masa lajangnya bersama seorang Apsari. Mereka datang mengucapkan selamat kepada kedua mempelai yang ada dipelaminan. Ditengah tengah para undangan ada hal yang membikin semua Dewa tertawa. Yaitu ketika Dewi Urwasi Apsari tercantik didekati lalu digoda oleh Raden Antasena dan Raden Srenggini"Hei cantik, Kamu nggak mau seperti mereka berdua? ""Mau tapi nggak sama Kamu""Lho...loh...loh...loh...padahal Aku ini ganteng putra Orang gagah, bapakku Raden Werkudara lo...""Memangnya kenapa kalo Kamu anaknya Werkudara. Terus Aku heran gitu sama Kamu jangan gedhe rasa ya Kamu.....""Wuiihhhh...,ketusnya, tambah cantik kalo Kamu marah"kata Raden Antasena sambil mencoba mencubit pipi Dewi Urwasi.Tapi den
Raden Sitija dan Dewi Yadnyawati akan meminta restu kepada Istri -Istri Sri Khrisna yang berada di Dwarawati. Mereka berdua akan ikut Sang Rama. ditemani oleh Raden Guritno, Raden Eisanggeni, Raden Antasena dan Raden Srenggini nanti mereka akan berpisah menuju kearah Tunggurana guna ikut membantu pembangunan istana Trajutrisna."Kanjeng Ibu dan Eyang Kakung aku pamit......"kata Raden Sitija sambil bersimpuh kepada Ibu dan Kakeknya diikuti oleh Sang Istri. Sang Kakek pun menepuk pundak kedua pasangan itu."Tunggu Ngger. .!!""seru Sang Ibu"Bawalah Pusaka Bunga Wijayamulya ini bersamamu....."kata Sang Ibu menyerahkan Pusaka berbentuk bunga pada Raden Sitija. Raden Sitija pun menerima pemberian Sang Ibu sambil bersimpuh."Terima kasih Kanjeng Ibu...""Pusaka itu bisa menghidupkan yang mati baik hewan, raksasa ataupun manusia....jaga dan pergunakanlah dengan ketulusan hatimu. Dan jika kau membutuhkan sesuatu pa
Pagi itu Raden Sitija dan Sang Narendra Khrisna akan berangkat menuju arah Tunggurana.Raden Sitija memasang tali kekang Wilmuna dan Sang Narendra berpamitan pada para Istri, Menantu dan Putrinya. Ketika Raden Sitija sibuk Sang Istri Dewi Yadnyawati pun mendekati Sang Suami."Kanda.....""Iya Dinda........"kata Raden Sitija setelah selesai memasang tali kekang kemudian merangkul pinggang Sang Istri."Pakailah kalung ini yang mungkin akan membawa semangat untukmu agar cepat kembali padaku....."kata Dewi Yadnyawati melepas kalung dilehernya yang sedikit jenjang lalu dipasangkan keleher Sang Suami.Kalung berhias dan bermata batu permata yang indah."Bukankah ini kalung yang diberikan oleh Batara Guru ketika Kamu masih menjadi Apsari. ...Dinda "jawab Raden Sitija sambil menimang kalung pemberian Sang Istri. ."Iya Kalung para Apsari....."kata Istrinya"Baiklah.....akan Aku pakai terus...s
Gatotkaca atau Raden Guritno segera berpamitan kepada Sang Kakak sepupunya dan kedua Pamannya.Seperti biasa dia berkeliling mengawasi bagian -bagian yang dianggap rawan di istana."Aku mau bertanya satu hal pada Paman Prabakesha.....?boleh Paman.....!?""Apa itu Ngger.......?""Kenapa Pasukan Pringgodani memakai pakaian serba hitam dan ada LambangBintang terpampang di dadanya?""Ini adalah lambang Candradimuka,Ngger.....Lambang penerang kehidupan bagi semua makhluk di Arcapada.....""Apakah berhubungan dengan Batara Surya. ..?..""Benar sebenarnya Lambang Candradimuka sebagai identitas para Pasukan Dewa. Ngger Sitija.,Diantara pasukan-pasukan Dewa....ada Lima yang sangat disegani di Arcapada ini.Mereka dijagokan Para Dewa untuk menghalau serangan -serangan Asura jahat....dari Wangsa Denawa....selain Pasukan para Yaksa....."Raden Sitija pun mengangguk.mendengar cerita Patih Prabakesha."Yan
Malam semakin larut api unggun di setiap perkemahan pekerja istana Trajutrisna masih banyak yang menyala. Raden Sitija masih duduk mendengar cerita Patih Prabakesha."Apakah Engkau lelah, Ngger...?..""Tidak Paman...Aku malah senang mendengarkan cerita Paman....bolehkah Aku minta ramuannya lagi Paman "kata Raden Sitija dengan mengangkat gelas tempurungnya"Hhha....hha...ha...silahkan Ngger....masih banyak dan masih hangat...."kata Patih Prabakesha sembari tertawa.Raden Sitija mengambil gayung lalu menuangkan di gelas. ."Aku Ingin dengar Paman bercerita bagaimana Paman Werkudara dan Bibi Arimbi ketika pertama kali bertemu...?"Tanya Raden Sitija."Dimana ya. ..?Aku harus memulai ceritanya...Ngger..."kata Patih Prabakesha sambil menggaruk -garuk kepalanya."Aku mendengarkan apapun yang paman ceritakan padaku, Aku tertarik tentan bagaimana cerita Paman Werkudara dulu menikahi Bibi Arimbi
Siang itu di pendopo istana Trajutrisna. para ksatria dari berbagai wilayah berkumpul. Tampak Sang Narendra Dwarawati Sri Khrisna didampingi Raden Sitija, Prabu Baladewa, Seluruh jajaran Pandawa.PrabuMatsyapati,beserta Putranya Resi Seta, Patih Udawa, Raden Wisata, Raden Wilmuka, Raden Arya Gunadewa, Raden Samba, dan yang terakhir Raden gatotkaca.Raden Sitija membuka gulungan dari kulit Rusa yang sudah digambari denah penyerangan kearah arak arakan menuju kerajaan Giyantipura."Salam kepada para Uwak,Paman, Kakang serta semua dimas yang ada disini"kata Raden Sitija menyatukan kedua tangannya sembari menundukkan kepala. Dan langsung dibalas oleh semua yang ada di dalam ruangan itu."Ini rencana yang akan Kita lakukan nanti 14 hari lagi.......Aku meminta satu Samu yang dibagi menjadi Dua Birudana pasukan....Birudana pertama akan menghambat arak arakan Prabu Bomabomantara dan Birudana kedua menuju Giyantipura.Me
Wirata, Mandura dan Dwarawati sedang berduka.Kehilangan dua sosok Pemuda gagah. Raden Wisata dan Raden Arya Gunadewa. Prabu Baladewa merenung tidak habis pikir sambil terus menggeleng -gelengkan kepalanya. Dia melihat sendiri putra dan keponakannya berusaha melindunginya dari usaha penculikan terhadap Patih Kismaka.Tapi nasib berkehendak lain,Sang Putra dan Keponakannya harus meregang nyawa di tangan Prabu Bomabomantara. Raden Guritno yang juga berada disitu masih menunggui mayat kedua Kakak sepupunya.Menunggu Sampai Nang narendra Khrisna datang.Hanya Sang Narayana saja yang bisa diharapkan guna menghidupkan mereka kembali.Kemudian Mereka dikejutkan oleh suara lengkingan Burung elang raksasa yang baru mendarat di halaman Istana Wirata. Raden Sitija dan Wilmuna tiba disitu dan langsung menghormat pada uwaknya Prabu Baladewa.
Raden Sitija menuju arah gandamadana. petilasan para leluhur sang ayah Sri Narendra Khrisna. Dia berangkat bersama Sang ayah pagi ini."Ngger apakah kau sudah siapkan ubarampenya...?.""Sudah kanjeng rama.....""Kita akan berkuda saja,Menuju kearah Gandamadana karena letaknya tidak cukup jauh...."Kata Sang Narendra Khrisna pada Putranya. Raden Sitija Tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Para Abdi dalem mempersiapkan kuda -kuda istana mereka memasangkan pelana dan tali kekangnya."Apakah Kanjeng Sinuwun Narendra dan Sinuwun Pangeran butuh penunjuk jalan...."kata Seorang Abdi dalem sambil duduk bersimpuh dengan menyatukan kedua tangannya."Tidak perlu Paman,Kami tahu arahnya hanya beberapa jangkah dari sini.silahkan Pam