Malam semakin larut api unggun di setiap perkemahan pekerja istana Trajutrisna masih banyak yang menyala. Raden Sitija masih duduk mendengar cerita Patih Prabakesha.
"Apakah Engkau lelah, Ngger...?..""Tidak Paman...Aku malah senang mendengarkan cerita Paman....bolehkah Aku minta ramuannya lagi Paman "kata Raden Sitija dengan mengangkat gelas tempurungnya"Hhha....hha...ha...silahkan Ngger....masih banyak dan masih hangat...."kata Patih Prabakesha sembari tertawa.Raden Sitija mengambil gayung lalu menuangkan di gelas. ."Aku Ingin dengar Paman bercerita bagaimana Paman Werkudara dan Bibi Arimbi ketika pertama kali bertemu...?"Tanya Raden Sitija."Dimana ya. ..?Aku harus memulai ceritanya...Ngger..."kata Patih Prabakesha sambil menggaruk -garuk kepalanya."Aku mendengarkan apapun yang paman ceritakan padaku, Aku tertarik tentan bagaimana cerita Paman Werkudara dulu menikahi Bibi Arimbi...."kata Raden Sitija.sambil tersenyum."Ini ada daging rusa panggang yang sudah dipotong -potong kecil -kecil dan diberi bumbu Ngger tadi dikasih sama Pekerja dari Warga Tunggurana..."sambung Patih Prabakesha memberikan wadah kuali besar yang berisi irisan -irisan daging.Raden Sitija pun mengambil sepotong lalu dimakannya"sambil mimil.....biar Kita tidak cepat mengantuk.....hha....hha...hha..."sambung Patih Prabakesha.Raden Sitija hanya tersenyum melihat kelakuan Pamannya. .."Dahulu kira -kira hampir Empat puluh tahun yang lalu Ayahku Prabu Trembaka menjalin hubungan baik dengan Ayah para Pandawa....yaitu Prabu Pandhu Dewanata..yang waktu itu menjadi Raja dikerajaan Hastinapura.Tapi karena sebab yang tidak diketahui ujung permasalannya Mereka berselisih paham. Dan akhirnya persahabatan yang Mereka bina selama bertahun -tahun harus berakhir Ngger.Itu terjadi ketika Aku masih kecil.Hingga akhirnya terjadi peperangan antara Kerajaan Pringgodani dan Hastinapura. Perang itu tidak hanya memakan Korban tapi juga merenggut nyawa Mereka berdua. Dua Orang Sahabat itu mati bersama tanpa diketahui alasannya. Dan tidak hanya itu ngger Dewi Madrim ibunda dari Dua Kembar Pandawa yaitu Pamanmu Raden Nakula dan Raden Sadewapun ikut meninggal dalam kejadian itu.Kejadian itu membuat Pringgodani dan Hastinapura berduka. Kakangku Raden Arimba Ayah dari Prabu Arimbaji yang pada waktu itu masih sangat muda dipaksa naik Tahta. Dendam kesumat pun lahir dalam hatinya pada Anak keturunan Pandhu. Tetapi dendam itu berubah ketika tahu Kakang Mbok Arimbi mendapat wisik dari Batara Narada. Jika kelak Dia akan menjadi salah satu Istri dari pandawa. Yang akan ditemuinya di dalam hutan Wilayah Pringgodani. Mendengar Kakang Mbok seperti itu. Maka Kakang ku pun tidak tega lalu Mereka pun pergi ketengah hutan. Dia melupakan dendamnya. Akhirnya sampailah di sebuah goa Mereka pun bermalam disitu. Pada waktu itu Kakang ku merasa lapar. Walaupun disembunyikan perasaan itu tapi Kakang Mbokku yang tau sifat Kakang ku. Akhirnya Dia bergegas untuk mencari makanan. Dan ketika berusaha mencari makanan. Tanpa terduga Kakang Mbokku bertemu dengan Sosok yang sangat Gagah Perkasa, Bertubuh tinggi dan tegap ditengah hutan. Kakang Mbokku mencintai Sosok itu yang tak lain adalah Kakang Bima atau Kakang Werkudara. Pada waktu itu Kakang werkudara sangat kaget. Dikira Kakang Mbok ku mau menyerang keberadaan Pandawa dan Ibundanya Dewi Kunthi Tanubrata. Tapi dengan rendah hati Kakang mbok ku malah melamar Kakang Werkudara ..haha...hha. .ha. ..mungkin Kakang Mbok ku cantik di kawasan pringgodani. Tapi bagi manusia,.seperti Kakang Werkudara waktu itu ya lari terbirit -birit. Akan tetapi ketika Kakang Bima lari malah dicegat oleh Kakang ku. Yang merasa Kakang Bima telah melecehkan Kakang Mbokku, Akhirnya terjadi pertempuran antara Kakang Arimba dan Kakang Werkudara. Kakang Mbok ku yang ketakutan akhirnya juga lari mencari keberadaan Ibunda Kakang Werkudara Dewi kunthi tanubratadan pandawa lainnya. agar bisa melerai pertikaian mereka Ngger. Tapi terlambat Kakang Arimba akhirnya meregang nyawa di tangan Kakang Werkudara. Dan Ibu Kunthi pun meruwat Kakang Mbok ku hingga jadi Wanita Manusia sempurna.Sampai sekarang. Tapi pada waktu Kakang Arimba sekarat dia sempat berpesan agar Kakang Werkudara mau menikahi Kakang Mbokku. Dan Kakang Werkudara menyanggupinya. Hari. sudah sangat larut ngger. ...sebaiknya Angger Masuk kedalam. biar kan Saya berjaga. ..nanti pasti Guritno kemari. .."kata Patih Prabakesha mengakhiri ceritanya."Iya Paman.....besok juga ada pertemuan. .apa Paman mau ikut?""Jangan dulu Ngger Aku dan Adi Pancatyana harus menyelesaikan istana ini tepat waktu....""Baiklah Paman terimakasih atas jamuannya..."Raden Sitija lalu beranjak pamit dengan menyatukan kedua tangannya. Sembari menunduk Pabakeshapun membalasnya. Akhirnya Semua kembali Lengang. Dingin yang merebak mengantarkan banyak Makhluk untuk merebah. Gatotkaca melihat sekeliling Trajutrisna dari atas awan............................
Semakin lama semakin cepat hingga banyak Debu yang mengitari Tubuhnya.
Tidak hanya itu kadang juga Sang Prabu memukulkan alugara ketanah bertubi -tubi. Hingga terdengar seperti bunyi -bunyi ledakan yang menggetarkan Bumi. Ketika sampai ke Sebatang Pohon Beringin Sang Prabu memutar -mutar ujung Tajam tombaknya dan seperti suara dengungan jutaan tawon yang memekakkan telinga. Semakin lama putaran ujung tombak alugara semakin kencang kearah Pohon. Ujung Tombak Alugara pun bisa membuat lubang menganga di pohon beringin. Prabu Baladewa menarik Alugara dan segera menyatukan kedua tangannya. Kemudian Sang Prabu memejamkan mata dan mengatur pernafasannya. Tampak dari kejauhan Raden Sitija melihat dan mengamati Sang Uwak yang berlatih kanuragan. Lalu Raden Sitija pun beranjak mendekati Sang Uwak."Selamat pagi Uwak Kakrasana......."kata Raden Sitija sambil menghormat menyatukan tangannya sambil membungkukkan badan kearah Prabu Baladewa."Pagi Ngger......Ada apa Nakmas Sitija?.."jawab Prabu Baladewa sembari membalikkan badan menghadap keponakannya."Nanti siang apakah Uwak dan Paman Werkudara bisa ke pendopo istana?""Hha....hha....hha....tentu saja Ngger.....iya nanti Aku ajak Adi Werkudara dan Paman- pamanmu dari semua Pandawa berikut Kakangmu Wisata, Wilmuka beserta Adik-adikmuNgger...Pradjumna,Gunadewa dan Samba,Mereka baru datang dari Mandura....dan mungkin nanti siang Mereka sudah berada disini...""Terima kasih Uwak....Kakrasana....""Apakah Kau tidak mau mencoba ini....."kata Prabu Baladewa sambil melemparkan alugara kearah Raden Sitija.Sitijapun langsung menangkap alugara sambil menimang -nimangnya dengan sebelah tangan kanannyaPrabu Baladewa pun bertepuk tangan melihat kelakuan ponakannya."Kau Sungguh Luar biasa Ngger. .......padahal Alugara itu sangat berat....bahkan untuk Orang biasa saja Dia tidak akan mampu menimang -nimangnya seperti Kamu Ngger. .....hha. ...hha. ..hha. .. mengangkatnya saja meskipun mempunyai kekuatan sekelas Dewa.Akan berpikir dua kali untuk menimang Alugara. ...bahkan putra -putraku sendiri. ....tidak akan sanggup. ... ""Terimalah ini kembali Uwak "kata Raden Sitija kepada Uwaknya Prabu Baladewa sembari mengembalikan alugara dengan kedua tangannya."Apa Kau tidak mau mencobanya....Nanti siang akan kuambil...."Kata baladewa berlalu dari hadapan Sitija. ..melompat dengan tinggi menggunakan ilmu meringankan tubuhnya....meninggalkan Raden Sitija sendiri di pinggiran hutan Tunggurana..Raden Sitija mulai menirukan gerakan -gerakan Uwaknya. Dia mengingat -ingat semua yang dilihatnya. Raden Sitija pun mulai mengayun -ayunkan dengan memutar tombak alugara pertama sangat pelan kemudian semakin lama semakin cepat. Raden Sitija melakukan gerakan yang digunakan Prabu Baladewa tadi dengan sempurna. ..bahkan tenaga yang dihasilkan dari putaran tombak Sitija lebih kencang daripada sang Uwak. Suara tombak itu berdengung -dengung seperti badai. Sitija membuat putaran sangat kencang kearah depan, kanan, kiri dan kebelakang. Kemudian Dia melompat sangat tinggi hingga hampir menembus awan dengan kemampuan meringankan tubuhnya.Sambil terus membuat putaran tombak Alugara. Raden Sitija melihat dari atas pemandangan yang sangat indah.Hingga terlihat istana Trajutrisna yang sedang dibangun.Raden Sitija menambah sedikit demi sedikit bebannya agar bisa kembali turun dengan menggunakan putaran tombak bermata Dua Alugara sebagai terpaan anginnya. Dia melandai pelan diatas tanah kembali kearah pinggiran hutan. lalu kembali pulang ke istana Trajutrisna. ......
Siang itu di pendopo istana Trajutrisna. para ksatria dari berbagai wilayah berkumpul. Tampak Sang Narendra Dwarawati Sri Khrisna didampingi Raden Sitija, Prabu Baladewa, Seluruh jajaran Pandawa.PrabuMatsyapati,beserta Putranya Resi Seta, Patih Udawa, Raden Wisata, Raden Wilmuka, Raden Arya Gunadewa, Raden Samba, dan yang terakhir Raden gatotkaca.Raden Sitija membuka gulungan dari kulit Rusa yang sudah digambari denah penyerangan kearah arak arakan menuju kerajaan Giyantipura."Salam kepada para Uwak,Paman, Kakang serta semua dimas yang ada disini"kata Raden Sitija menyatukan kedua tangannya sembari menundukkan kepala. Dan langsung dibalas oleh semua yang ada di dalam ruangan itu."Ini rencana yang akan Kita lakukan nanti 14 hari lagi.......Aku meminta satu Samu yang dibagi menjadi Dua Birudana pasukan....Birudana pertama akan menghambat arak arakan Prabu Bomabomantara dan Birudana kedua menuju Giyantipura.Me
Wirata, Mandura dan Dwarawati sedang berduka.Kehilangan dua sosok Pemuda gagah. Raden Wisata dan Raden Arya Gunadewa. Prabu Baladewa merenung tidak habis pikir sambil terus menggeleng -gelengkan kepalanya. Dia melihat sendiri putra dan keponakannya berusaha melindunginya dari usaha penculikan terhadap Patih Kismaka.Tapi nasib berkehendak lain,Sang Putra dan Keponakannya harus meregang nyawa di tangan Prabu Bomabomantara. Raden Guritno yang juga berada disitu masih menunggui mayat kedua Kakak sepupunya.Menunggu Sampai Nang narendra Khrisna datang.Hanya Sang Narayana saja yang bisa diharapkan guna menghidupkan mereka kembali.Kemudian Mereka dikejutkan oleh suara lengkingan Burung elang raksasa yang baru mendarat di halaman Istana Wirata. Raden Sitija dan Wilmuna tiba disitu dan langsung menghormat pada uwaknya Prabu Baladewa.
Raden Sitija menuju arah gandamadana. petilasan para leluhur sang ayah Sri Narendra Khrisna. Dia berangkat bersama Sang ayah pagi ini."Ngger apakah kau sudah siapkan ubarampenya...?.""Sudah kanjeng rama.....""Kita akan berkuda saja,Menuju kearah Gandamadana karena letaknya tidak cukup jauh...."Kata Sang Narendra Khrisna pada Putranya. Raden Sitija Tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Para Abdi dalem mempersiapkan kuda -kuda istana mereka memasangkan pelana dan tali kekangnya."Apakah Kanjeng Sinuwun Narendra dan Sinuwun Pangeran butuh penunjuk jalan...."kata Seorang Abdi dalem sambil duduk bersimpuh dengan menyatukan kedua tangannya."Tidak perlu Paman,Kami tahu arahnya hanya beberapa jangkah dari sini.silahkan Pam
Pemandangan Wana Goasiluman ketika siang dan malam sangat indah pohon -pohon rindang bertebaran. Satwa -satwa liar ketika siang mencari sumber kehidupan baik makan dan minum yang disediakan oleh alam. walaupun banyak bahaya tak terlihat berada di dalamnya. Raden Sitija,Senopati Prabakhesa,Aditya Pancatyana dan rombongan pasukan Pringgondani sudah berada di dalam wana. banyak kabut menghalangi pandangan hampir menutupi penglihatan mereka."Berhentiii....."kata Patih Prabakesha memberikan isyarat dengan tangannya."Aku akan mencari pohon besar dan melihat dari atas....,harusnya Kita sudah Sampai di Goa Siluman...."sambung Aditya Pancatyana."Paman.,......apakah Paman -paman semua bisa mengguanakan ajian meringankan tubuh....?"Tanya Raden Sitija pada rombongan pasukan pringgondani"Bisa. ....Sinuwun..."kata semuanya."Kalau begitu Aku dan Wilmuna akan kea
Pagi itu Terlihat sangat cerah seperti biasanya .Para pekerja bangunan istana mulai melakukan tugasnya. Tinggal sedikit lagi pembangunannya akan segera rampung. Raden Sitija dan Sang Ayah berjalan -jalan ditemani oleh Patih Prabakesha beserta Aditya Pancatyana, Aditya anchakagra, Aditya Yayahgriwa, Aditya Maudara dan tak ketinggalan Aditya Amisundha."Sebentar lagi Trajutrisna akan selesai Kanjeng Rama .."kata Raden Sitija.Sang ayahpun tersenyum sambil menepuk bahu sang putra."Padahal waktunya lebih cepat dari yang dibayangkan...."kata Patih Prabakesha."Ini masih hari ke enam puluh,Kita beruntung punya Saudara -saudara yang mau membantu Kita..."Tiba -tiba dari arah depan Raden Guritno menghadang dan langsung memberi hormat pada mereka."Ada apa Adi.....?"Tanya Raden Sitija."Kakang menurut Teliksandi jangkarbumi. Dalam jangka enam hari Kita akan mendapatkan sera
Jutaan Pasukan dari berbagai kerajaan sekutu dari berbagai bangsa.baik manusia,bangsa Raksasa,bangsa Siluman ular,Siluman air dan para penunggang naga mulai bersiap -siap menyambut kedatangan serangan balasan yang akan dilancarkan kearah Trajutrisna. Raden Sitija, Raden Wisanggeni, Raden Wisangkhanta, Raden Guritno, Raden Antareja, Raden Antasena dan Raden Srenggini memohon pamit pada para Ayah mereka. yaitu Sri Narendra Khrisna, Raden Janaka dan Raden Werkudara di balairung istana Trajutrisna."Apakah ada yang bisa Aku suruh lagi mendampingi kalian, Ngger....? "kata Sri Khrisna pada Putra dan para Keponakannya."Kalau boleh Hamba meminta Adi prabakusuma dan Adi Wilugangga untuk ikut dijajaran depan bersama Kami Kanjeng Rama..."kata Raden Sitija."Aku disini Kakang..!."kata salah satu Ksatria keluar dari barisan pemanah. "Aku juga,ada disini,Kakang..!"Ada suara lain dan ada satu lagi sosok ksatria yang keluar d
Prabu Narakasura dan Prabu Bomabomantara Tercengang melihat apa yang terjadi dan dialami oleh jutaan pasukan milik mereka. Baru kali ini Mereka yang biasa nya tak bisa dikalahkan. Ternyata hanya dalam hitungan arah matahari yang sampai keubun ubun pasukan Prajatista dan Surateleng yang biasanya beringas seakan tidak memiliki daya. Ketika dibantai oleh pasukan lawannya. Pasukan Prajatista dan Surateleng yang biasanya membantai kini seolah terbalik oleh keadaan. Jeritan -jeritan kesakitan menghadapi ajal dari pasukan Prajatista dan Surateleng. Seolah kutukan yang diberikan oleh para dewa atas kelakuan yang pernah mereka lakukan. Bau daging terbakar dari mayat prajurit yang hangus. Jutaan raga tak utuh berserakan. Baik dari kaum para Raksasa dan manusia disana. Sementara pasukan lawa
Di Singgasana Prajatista duduk termenung seorang Raja yang kehilangan segalanya. Dengan Gada besar penuh duri bersandar di balik Singgasananya.Malam kian temaram dengan raut muka penuh murka Sang Raja mencoba tetap tenang. Tampak dari kejauhan Sesosok pemuda membawa tiga Kepala Manusia yang masih segar dengan darah menetes di setiap lantai berada pada genggaman tangan kirinya.Tombak prajurit di tangan kanannya melangkah menuju kearah sang Raja.Lalu Sang Pemuda melemparkan Kepala -kepala manusia itu dibawah kakinya."Hha...hha...hha...Ternyata hanya Seorang bocah ingusan yang bisa membantai semua pasukan Prajatista dan membunuh Kakangku Bomabomantara.Siapa namamu, Ngger...?,Apa kau puas dengan ini semua..?"Seru Sang Raja pada Sang Pemuda."Narakasura...Namaku adalah Sitija Putra dari Pratiwi dan Sri khrisna.Aku tahu kau dan Bomabomantara merencanakan sesuatu yang buruk pada kerajaa