Kayangan ekapratala tempat tinggal Batara Ekawarna dan putrinya Dewi Pratiwi. terletak di sebelah utara Gunung Jamurdipa atau Kayangan Suralaya. Tempat bersemayamnya para Dewa dan Dewi. tampak sangat indah terlihat dari kejauhan. Diselimuti oleh pohon -pohon besar dan banyak jenis tumbuhan dan hewan bermukim disana.
Tiba -tiba ada sesosok bayangan seperti seekor burung Raksasa memutari kawasan hutan Ekapratala. Terlihat diatas punggung Sang burung yang besar seperti seekor Gajah.Tampak diatas punggung Sang burung duduk dua sejoli yang memadu kasih dengan mesra."Setiap hari ketika Bibi habis mandi di air terjun aku selalu menjemput Bibi..."ungkap sang Lelaki." Sitija, Kenapa Kau selalu menggodaku..?."jawab Sang Perempuan sambil menggelayutkan tangannya dan mengusap pipi laki -laki yang dipanggil Sitija itu."Karena Aku suka melihat Kecantikanmu....Bibi Yadnyawati...""Tunggu Bibiku sayang, Aku akan menghentikan perjalanan ini dulu Kita beristirahat sebentar""Wilmuna...,Turunkan Kami didekat air terjun itu...!!"Seru Raden Sitija. Ternyata itulah Nama Burung Raksasa tunggangan mereka. Burung itu lalu memekik dan menukik seraya berputar -putar menurun menuju arah yang ditunjukkan oleh Raden Sitija. Setelah menurunkan kedua sejoli itu.Raden Sitija lalu memberi tanda agar Wilmuna pergi untuk berburu rusa hutan kesenangannya. Lalu Mereka berdua bermain diatas air yang beriak seperti dua orang anak kecil. Sampai lelah menghampiri keduanya hingga mereka terduduk berdua sambil berpegangan tangan."Sitija Aku,...Sebetulnya Aku juga mencintaimu tapi apakah Kita sadar bahwa perbuatan Kita ini tercela dan akan ditentang oleh semua penghuni Kayangan"kata Dewi Yadnyawati. "Aku tidak perduli Bibi, suatu sa'at nanti Aku akan melamarmu di depan Eyang Batara Guru...""Tapi Aku khawatir Kayangan akan menentang hubungan Kita""Tapi Ibuku tidak menentangnya...!""Ya Aku paham jika Kakang Mbok Pratiwi tidak menentang hubungan Kita, tapi Aku selalu menghindar dari Kakang Mbok Urwasi, Kakang Mbok Warsiki dan para bidadari lainnya...hanya untuk menemuimu"jawab Yadnyawati sambil matanya berkaca -kaca sembari memeluk Sitija.Sitija menghembuskan nafasnya dalam -dalam sambil mengelus rambut kekasihnya itu."Sitija seandainya seluruh Dewa tidak merestui hubungan Kita, berjanjilah padaku apa Kau mau tetap mencintaiku... meskipun Aku menunggumu nanti di Swargaloka""Iya Bibi Yadnyawati, Aku janji "jawab Raden Sitija. Tiba terdengar pekik Wilmuna telah kembali hinggap diatas Batu besar di dekat air terjun"Hei Wilmuna, Apa Kau melihat semuanya...?,Apakah Kau juga sudah kenyang?Dasar Kau Burung Nakal...!"Seru Raden Sitija tersenyum sambil menghampiri Sahabat burung kesayangannya. Burung Raksasa itu hanya mengangguk -anggukan kepalanya.Sambil sesekali mengeluarkan suara seperti Burung tekukur.Lalu Dewi Yadnyawati melepaskan pelukannya sembari mengusap air matanya."Ayo Kita pulang......"kata Raden Sitija sambil menarik tangan Kekasihnya.Seraya berlari kecil dan membopong tubuh Sang Kekasih menaiki Burung elang Raksasa yang bernama Garuda Wilmuna.Lalu mereka bertiga pun terbang meninggalkan tempat itu."Aku akan mengantarkan Bibi di tempat biasanya?"Dewi Yadnyawati hanya mengangguk manja sambil terus memeluk kekasihnya itu. Sang Garuda melesat terbang dengan kecepatan tinggi menuju Gunung Jamurdipa. Hingga sampai di sebuah tempat yang ditumbuhi banyak tanaman merambat. Mereka bertiga berhenti disana.Raden Sitija turun terlebih dahulu kemudian kembali membopong turun tubuh kekasihnya."Aku pamit Sitija..."ujar Dewi Yadnyawati."Tunggu dulu,Aku lupa sesuatu... "Kata Raden Sitija sambil mengeluarkan sesuatu dari balik belakang celananya.Yang ternyata adalah sepucuk mawar hutan yang sudah tak bertangkai panjang."Biarkan Aku menyelipkan ini disela-sela rambutmu Bibi" Lalu Sitija menyelipkan mawar hutan itu diantara rambut disela -sela telinga kiri kekasihnya."Sudahlah Sayang, Aku mau pergi...."kata Dewi YadnyawatiTapi tiba -tiba Raden Sitija menarik tubuh kekasih lalu mencium keningnya.
"iya pergilah..."kata Raden Sitija sembari tersenyum melepaskan belaiannya.Dan beranjak dari tempat itu lalu menaiki punggung Wilmuna. Dewi Yadnyawati melangkah kedepan tanaman rambat itu. Dia menyatukan kedua tangannya sambil mengucap mantra tapi terdengar sangat lirih.Tiba -tiba tanaman rambat itu membuka dengan sendiri terlihat semacam pintu kembar.Dewi Yadnyawati pun masuk didalamnya. Sembari melambaikan tangannya kearah Sang kekasih.Raden Sitija membalas lambaian tangan kekasihnya sampai akhirnya tanaman itu menutup kembali."Ayo, Wilmuna Kita pulang sekarang..!."seru Raden Sitija sambil menepuk leher Wilmuna sambil menyentakkan tali kekangnya. Garuda Paksi Wilmuna pun Terbang melesat tinggi meninggalkan Jamurdipa menuju Ekapratala. Tak terasa matahari tenggelam langit yang semula cerah berubah menjadi merah semu. Menandakan hari akan gelap. Raden Sitija dan Wilmuna sudah sampai di istana Ekapratala. Burung raksasa itu mengepak -ngepakkan sayapnya sambil memekik kencang mendekati pintu gerbang istana. tampak dua Orang Wanita cantik menunggu di depan pintu masuk. yang satu berusia separuh baya dan yang satunya masih sangat muda. keduanya memakai pakaian laksana seorang ratu dan putri seorang raja. mereka berdua adalah Ibu dan adik kandung dari Raden Sitija. Dewi Pratiwi dan Rara Siti Sundari."Ngger segera kandangkan Wilmuna...!"perintah Dewi Pratiwi kepada Sang anak laki -laki semata wayangnya itu. Wilmuna mendarat persis di depan Sang Ibu dan Sang Adik.Raden Sitija bergegas turun dari punggung sang burung kesayangannya, Sembari bersimpuh dan menyatukan kedua tangannya seraya menghormat"Sendiko dawuh Kanjeng Ibu..."Ujar Raden Sitija Seraya bersimpuh sambil menyatukan kedua tangannya. Sang Ibupun mendekati Raden Sitija dan menepuk bahu nya sembari mengangkat tubuh Sang Putra dengan memegang kedua lengan kekar putranya. Dan mengusap rambut Putra kesayangannya. "Kandangkan Wilmuna Ngger, Ada Ramamu di dalam istana, lalu bersihkan tubuhmu ada seorang tamu penting yang datang dari jauh ingin menemuimu...!""Siapa Dia Kanjeng Ibu?""Sudah...,sana pergi!"kata Sang Dewi sambil mencubit pipi putranya dan memberi tanda dengan ayunan tangannya.Sang putrapun tersenyum sembari menyatukan kedua tangannya lagi. "Ayo Wilmuna. ..."katanya sambil menepuk nepuk leher elang raksasa itu."Kau istirahat dulu...""Dan Kau adiknya Siapa.....?"tanya Raden Sitija menggoda Adik kesayangannya sambil memegang dagu Sang adik.
"Ughhh....Kakang..,Kau selalu...menggodaku..,Kanjeng Ibuuuu...!!"teriak Dewi Sundari seraya mencubit pinggang Sang Kakak.
"Ngger,...Kau Selalu menggoda adikmu..."jawab Sang Ibu sambil mencubit pipi putranya kembali. Raden Sitija tersenyum dan berlalu sambil menarik Wilmuna. Burung itu mengikuti langkah tuannya sambil mengangguk -anggukkan kepalanya dan bersuara seperti burung tekukur.
Setiba di sebuah istal istana yang merupakan Kandang dari Wilmuna. Raden Sitija dikejutkan oleh seseorang berpakaian serba hitam dengan lambang bintang kejora didadanya dialah Gatotkaca yang berdiri menghadang Raden Sitija."Rupanya Bangsat ini tamu Istimewanya!"bentak Raden Sitija."Aku kesini disuruh menemui kau bajingan"kata Gatotkaca."Begitu rupanya Guritno, Si Bangsat...,datang sludar sludur pulang dari rumah orang tanpa pamit...!""Aku pamit sama Bibi Dewi, Heiii bajingan...!"kata Gatotkaca yang dipanggil dengan nama kesayangan dari Sang Ibu. Lalu tanpa terasa tawa terbahak -bahak keduanya pun pecah.Lalu merekapun saling berpelukan sambil terus tertawa cekikikan."Kau tetap seperti dulu Si bangsat Guritno...Hhha...hha..hha"ucap Raden Sitija sambil tergelak."Jangan kau pura -pura datang kemari barusan...!!""Kau juga suka pura-pura datang ke Istanaku sambil bertanya yang aneh-aneh pada Kanjeng Ibuku"jawab Gatotkaca sambil tersenyum terkekeh -kekeh."Kakang Sitija Aku hanya bisa tersenyum dan tergelak bila bersamamu..."sambungnya"Aku mau bertanya padamu, Adi Guritno?""Ada perlu apa Kanjeng Ramaku datang bersama Kamu?"Tanya Raden Sitija sambil mengernyitkan alisnya kearah Raden Guritno."Aku tidak bisa bercerita sekarang biarkan Paman Narayana sendiri yang berbicara nantinya dengan Kakang""Apakah itu sangat penting?""Nanti saja, Kakang akan tahu dengan sendirinya...""Ternyata dari dulu sampai sekarang Kau tidak berubah Adi, Kau selalu suka menyimpan rahasia""Kakang jangan mempermasalahkan masalah yang lalu""Hha.....hha.....Ha.......apakah Kau pernah punya masalah denganku Adi Guritno...?""Tidak...""Aku hanya mengerjaimu...Hha...hha...hha"kata Raden Sitija sembari menampar halus pipi Gatotkaca.Gatotkaca merasa aneh dengan pipinya dia menyentuh dan membauinya."Keparat bajingan Sitija...,Ini Tai Wilmuna"lalu Mereka berdua berkejaran seperti anak kecil. Wilmuna yang ada dibelakangnya juga berjingkrak -jingkrak mengikuti seakan juga merasakan kegembiraan keduanya. Tampak dari kejauhan Sri khrisna bersama Dewi Pratiwi tersenyum"Mereka berdua setiap kali bertemu tidak akan pernah menjadi dewasa padahal yang satunya sudah menjadi Narendra bahkan punya momongan"kata Sang Dewi dengan merebahkan kepalanya di bahu suaminya Sang Narayana.
"Biarkan saja Dinda toh mereka tetap saudara,walaupun sepupu tapi seperti saudara satu rahim"jawab Sang Narendra Narayana tersenyum sembari mengajak istri pertamanya masuk ke peraduan.Langit pun mulai redup bintang -bintang bertebaran bulan keluar dari peraduannya menunggu matahari tiba esok hari................
Raden Sitija dan Sang Ibu memasuki Istana Ekapratala yang sangat megah. disetiap sisi pintu mulai dari gerbang istana sampai Singgasana utama Kerajaan yang dijaga oleh para Yaksa. Para Yaksa adalah Raksasa pasukan Batara Kuwera yang memang ditugaskan mengamankan seluruh Kayangan di jagat raya. Mereka selalu menyatukan kedua tangannya tanda menghormat kepada setiap tamu ataupun Keluarga kerajaan. Akhirnya Sang Ibu dan Raden Sitija sampai di aula utama. Tampak jelas Batara Ekawarna duduk di kursi singgasananya yang berhias banyak batu mulia berikut juga tahtanya. sementara Sang Ayah Sri Narendra Khrisna duduk di kursi kehormatan sebelah kiri Sang Batara. Sang Ibupun menyusul duduk disebelah Sang Ayah. Lalu Raden Sitijapun berlutut sembari menghormat."Ngger, Apakah Kau tahu, mengapa Angger dipanggil kemari? "kata Sang Batara mengawali pembicaraan dengan Cucu kesa
Tubuh Raden Sitija yang terbungkus lapisan es mengambang di antariksa. Lapisan es itu semakin menebal dan menebal. Raden Wisanggeni,Raden Wisangkantha,Raden Antasena dan Srenggini segera menyusul tubuh itu. Raden Wisanggeni melaju lebih dulu mendorong gulungan es dengan kecepatan tinggi melewati planet -planet mendekatkannya kearah Matahari. Lalu tiba -tiba Raden Wisanggeni pun melepaskan perlahan -lahan tubuh Raden Sitija kearah Matahari dan Dia menyatukan kembali kedua tangannya. Seketika itu juga tubuhnya membesar dan terus membesar melebihi Matahari. Raden Wisanggeni membentuk dirinya menjadi Raksasa terbesar bermata menyala -nyala laksana obor.berambut api, bertaring dan berkuku bara yang mencuat dengan lahar sebagai liurnya yang bernama Dahana Geni. Dahana Geni pun memungut gumpalan es yang didalamnya terdapat tubuh Raden Siti
Istal kayangan ekapratala tampak ramai tampak enam pemuda diantaranya Raden Sitija, Raden Guritno, Raden Wisanggeni, Raden Wisangkantha, Raden Srenggini dan Raden Antasena. Mereka bercengkrama dan terdengar tawa riang. Kadang celetukan lucu yang diucapkan Raden Antasena dan Raden Srenggini membuat mereka tergelak terpingkal -pingkal, kecuali Raden Wisanggeni yang hanya tersenyum -senyum. Lalu Raden Antasena pun bercerita bagaimana dia dulu dan Raden Wisanggeni mengobrak -abrik Kayangan Suralaya. Dengan sedikit didramatisir sa'at mereka berdua mengejar Batara Guru yang katanya sampai kencing dijariknya. Seketika gelak tawa pun berderai tanpa henti. Sampai Raden Srenggini yang linglung ditanya sama Sang Rama Werkudara."Sepertinya Aku harus pamit istirahat dulu"kata Raden Guritno."Kenapa Kakang ini kan masih sore.?"Tanya Raden Antasena."Aku belum menidurkan Sashikirana dan Arya kaca "sambungnya"Lama Aku tidak
Hari ini adalah kebahagiaan di Ekapratala. Kayangan Ekapratala sedang mengadakan pesta besar. mengundang para Dewa, Dewi,Yaksa, para Apsara dan Apsari. Hari dimana cucu Batara Ekawarna melepas masa lajangnya bersama seorang Apsari. Mereka datang mengucapkan selamat kepada kedua mempelai yang ada dipelaminan. Ditengah tengah para undangan ada hal yang membikin semua Dewa tertawa. Yaitu ketika Dewi Urwasi Apsari tercantik didekati lalu digoda oleh Raden Antasena dan Raden Srenggini"Hei cantik, Kamu nggak mau seperti mereka berdua? ""Mau tapi nggak sama Kamu""Lho...loh...loh...loh...padahal Aku ini ganteng putra Orang gagah, bapakku Raden Werkudara lo...""Memangnya kenapa kalo Kamu anaknya Werkudara. Terus Aku heran gitu sama Kamu jangan gedhe rasa ya Kamu.....""Wuiihhhh...,ketusnya, tambah cantik kalo Kamu marah"kata Raden Antasena sambil mencoba mencubit pipi Dewi Urwasi.Tapi den
Raden Sitija dan Dewi Yadnyawati akan meminta restu kepada Istri -Istri Sri Khrisna yang berada di Dwarawati. Mereka berdua akan ikut Sang Rama. ditemani oleh Raden Guritno, Raden Eisanggeni, Raden Antasena dan Raden Srenggini nanti mereka akan berpisah menuju kearah Tunggurana guna ikut membantu pembangunan istana Trajutrisna."Kanjeng Ibu dan Eyang Kakung aku pamit......"kata Raden Sitija sambil bersimpuh kepada Ibu dan Kakeknya diikuti oleh Sang Istri. Sang Kakek pun menepuk pundak kedua pasangan itu."Tunggu Ngger. .!!""seru Sang Ibu"Bawalah Pusaka Bunga Wijayamulya ini bersamamu....."kata Sang Ibu menyerahkan Pusaka berbentuk bunga pada Raden Sitija. Raden Sitija pun menerima pemberian Sang Ibu sambil bersimpuh."Terima kasih Kanjeng Ibu...""Pusaka itu bisa menghidupkan yang mati baik hewan, raksasa ataupun manusia....jaga dan pergunakanlah dengan ketulusan hatimu. Dan jika kau membutuhkan sesuatu pa
Pagi itu Raden Sitija dan Sang Narendra Khrisna akan berangkat menuju arah Tunggurana.Raden Sitija memasang tali kekang Wilmuna dan Sang Narendra berpamitan pada para Istri, Menantu dan Putrinya. Ketika Raden Sitija sibuk Sang Istri Dewi Yadnyawati pun mendekati Sang Suami."Kanda.....""Iya Dinda........"kata Raden Sitija setelah selesai memasang tali kekang kemudian merangkul pinggang Sang Istri."Pakailah kalung ini yang mungkin akan membawa semangat untukmu agar cepat kembali padaku....."kata Dewi Yadnyawati melepas kalung dilehernya yang sedikit jenjang lalu dipasangkan keleher Sang Suami.Kalung berhias dan bermata batu permata yang indah."Bukankah ini kalung yang diberikan oleh Batara Guru ketika Kamu masih menjadi Apsari. ...Dinda "jawab Raden Sitija sambil menimang kalung pemberian Sang Istri. ."Iya Kalung para Apsari....."kata Istrinya"Baiklah.....akan Aku pakai terus...s
Gatotkaca atau Raden Guritno segera berpamitan kepada Sang Kakak sepupunya dan kedua Pamannya.Seperti biasa dia berkeliling mengawasi bagian -bagian yang dianggap rawan di istana."Aku mau bertanya satu hal pada Paman Prabakesha.....?boleh Paman.....!?""Apa itu Ngger.......?""Kenapa Pasukan Pringgodani memakai pakaian serba hitam dan ada LambangBintang terpampang di dadanya?""Ini adalah lambang Candradimuka,Ngger.....Lambang penerang kehidupan bagi semua makhluk di Arcapada.....""Apakah berhubungan dengan Batara Surya. ..?..""Benar sebenarnya Lambang Candradimuka sebagai identitas para Pasukan Dewa. Ngger Sitija.,Diantara pasukan-pasukan Dewa....ada Lima yang sangat disegani di Arcapada ini.Mereka dijagokan Para Dewa untuk menghalau serangan -serangan Asura jahat....dari Wangsa Denawa....selain Pasukan para Yaksa....."Raden Sitija pun mengangguk.mendengar cerita Patih Prabakesha."Yan
Malam semakin larut api unggun di setiap perkemahan pekerja istana Trajutrisna masih banyak yang menyala. Raden Sitija masih duduk mendengar cerita Patih Prabakesha."Apakah Engkau lelah, Ngger...?..""Tidak Paman...Aku malah senang mendengarkan cerita Paman....bolehkah Aku minta ramuannya lagi Paman "kata Raden Sitija dengan mengangkat gelas tempurungnya"Hhha....hha...ha...silahkan Ngger....masih banyak dan masih hangat...."kata Patih Prabakesha sembari tertawa.Raden Sitija mengambil gayung lalu menuangkan di gelas. ."Aku Ingin dengar Paman bercerita bagaimana Paman Werkudara dan Bibi Arimbi ketika pertama kali bertemu...?"Tanya Raden Sitija."Dimana ya. ..?Aku harus memulai ceritanya...Ngger..."kata Patih Prabakesha sambil menggaruk -garuk kepalanya."Aku mendengarkan apapun yang paman ceritakan padaku, Aku tertarik tentan bagaimana cerita Paman Werkudara dulu menikahi Bibi Arimbi