Sebulan sudah Khana disekap. Ia tetap hidup walau terasa sangat menderita. Jiwanya beronta bertanya-tanya tentang siapakah yang telah tega mengurungnya. Bahkan keyakinan itu tetap saja jatuh pada Areta."Aku tidak meminta kalian membebaskan aku, tapi tolong beri tahu siapa otak di balik semua ini?" tanya khana dengan tatapan mata yang tak bersinar seperti dulu.Dua lelaki bertubuh kekar itu tertawa miris. "Apa untungnya kami menjawab pertanyaan tak pentingmu itu?""ya, setidaknya aku tak mati penasaran. Namun, aku yakin bos kalian adalah maduku sendiri. Benar, bukan?" Khana berkata dengan penuh percaya diri."jika, Nona punya jawaban sendiri kenapa masih bertanya?""berarti dugaanku memang tepat,' desis Khana pula.Para penjahat itu hanya berdeham keras tanpa merespon ucapan Khana lagi. derik berikutnya mereka berlalu.__Di sisi lain Areta terbangun dari tidurnya dengan mata yang sembab akibat menangis semalaman. Husein pun datang kembali untuk memastikan keadaaan istri pertamanya.
Suasana semakin menegang. Husein pum semakin murka terhadap Areta. Tidak ada lagi kepercayaan di hatinya untuk istri pertama."Saya sudah tak ingin mendengar omong kosongmu itu, Areta! Mulai hari ini kamu akan saya pulangkan ke kampung! ingat, kau baru boleh kembali, jika kau sudah menyadari kesalahanmu!" ujar Husein lantang."Saya tidak mau, Tuan. Tolong jangan lakukaan itu!" rintih Areta memohon di kaki suaminya."Menyingkir!" hardik Husein."Tuan, tolong dengarkan saya! Saya tidak mau pulang ke kampung. Saya tak sanggup hidup tanpamu, Tuan." Areta tak mau melepaskan dekapannya di kaki sang suami.Namun, Husein sudah tak menaruh simpati lagi. Sikap Areta dianggapnya sangat keterlaluan."Percuma kau memohon, Area. Saya tetap pada keputusan yang saya pilih. Salim, antarkan wanita ini ke kampung sekarang juga!" titah Husein.Areta menangis histeris. Hidupnya benar-benar kacau, semenjak hadirnya Khana dalam cerita rumah tangganya."Kau kejam, Tuan! Saya hanya berniat melepaskan diri dar
Waktu terus berjalan, Areta tak tenang berdiam diri saja di rumah tua peninggalan orang tuanya. Akhirnya Areta mencoba bangkit dan mulai memberanikan diri untuk kembali ke kota. Ia ingin menemui sang suami yang tak kunjung datang menjenguknya selama dirinya berada di desa.Dengan modal nekad dan keyakinanan penuh, Areta pun berlalu menggunakan angkutan umum. Hidupnya benar-benar dibuat melarat, karena Husein tak pernah memberikan nafkah setelah pengusiran itu.Perjalanan panjang yang ditempuh Areta tak menggentarkan semangatnya untuk menuntut haknya. Ia sampai di depan halaman rumah mewah yang dulu dihuninya. Bahkan bangunan di sebelahnya yang dibuat khusus milik Khana pun tampak seperti sudah ada yang menempati."Mungkin jalang itu sudah kembali, hingga aku sama sekali tak dibutuhkan lagi," gumamnya seraya melanjutkan langkah menuju ke depan pintu.Tangan Areta gemetar ketika harus menekan bel. Ada rasa pilu bercampur rasa rindu pada sang suami.Tak lama kemudian, pintu dibuka. Areta
Mata Alex melotot, dan mulutnya menganga lebar, saat tak mendapati Khana di dalam kamar mandi. Kemudian Alex mencoba melirik ke sekeliling ruangan, hingga pandangannya tertuju ke atas tembok yang memang terdapat lobang besar."Sial, sepertinya Nona Khana kabur," desisnya.Alex bergegas memberitahu yang lain agar segera mengejar."Tahanan kita kabur lewat tembok atas di kamar mandi! Cepat kita cari sampai ketemu! Dia pasti belum jauh," seru Alex pada ketiga temannya."Ayo-ayo. Jangan sampai kehilangan jejak. Nyonya pasti akan sangat murka," sahut yang lain.Para penculik itu berpencar menjadi dua kelompok. Mereka menyusuri seluruh sudut gudang dari luar tembok toilet sampai kr bagian belakang.Khana yang terjun dari arah yang cukup tinggi tadi membuat kakinya sedikit cidera. Ia kesulitan berlari, dan terpaksa ia harus bersembunyi di balik pohon besar yang tak jauh dari gudang itu."Ya Tuhan ... selamatkan aku dari sini!" batinnya sembari memejamkan mata menahan rasa sakit di kaki sebel
"Saya tidak sedang bermimpi kan?" tanya Husein memastikan. Ia menepuk-nepuk keras wajahnya sendiri.Khana menggeleng sembari meneteskan air mata penuh haru. Betapa sinar cinta terpancar begitu nyata di bola mata suaminya."Tuan, setiap detik aku berpikir, apakah mungkin kita bisa bertemu lagi? Namun, aku juga memiliki keyakinan penuh untuk terbebas dan segera bersama denganmu lagi," papar Khana."Syukurlah, sayang. Ibu sangat senang melihatmu kembali ke rumah ini," sambung Ros yang turut berdiri memeluk sang menantu.Khana menyambut pelukan itu dengan hangat. "Iya, Bu. Terima kasih, karena Ibu ada di sini menemani Tuan Husein selama aku menghilang. Oya, tapi dari tadi aku tak melihat Nyonya Areta. Di mana dia?""Areta sudah lama tak di rumah ini lagi, Nona Khana. Saya telah memulangkannya," seru Husein menjawab pertanyaan selirnya.Istri muda Husein tersebut pura-pura terkejut, padahal ia telah tahu semuanya."Benarkah, Tuan? Kenapa?""Karena dia otak dari penculikanmu, Nona. Apa Non
Khana berjalan mengitari area taman yang ada di perbatasan antara rumahnya dan rumah utama. Ia teringat tujuan awalnya meminta dibangunkan istana yang letaknya tepat di sebelah istana milik Areta. Ya, semua ten tu untuk pembalasan dendam, karena saat itu Areta sempat menyerangnya, dan menyalakan api dendam di hatinya.Namun, siapa sangka kalau sekarang dirinya dan musuhnya itu akan bekerjasama untuk mengungkap pelaku sesungguhnya atas kasus penculikan tersebut."Dunia memang terkadang suka bercanda. Disaat aku pikir tak ada manusia yang lebih membenciku ketimbang Nyonya Areta, ternyata aku salah. Rupanya aku memiliki musuh lain, yang aku sendiri tak tahu siapa orangnya," gumam Khana sembari menjatuhkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di taman."Kenapa Nona sangat yakin dan seolah mempercayai, Areta?" tanya Ros yang lagi-lagi muncul secara tak terduga.Khana kembali terperanjat. Ia menarik napasnya panjang, dan kemudian menghembuskan secara perlahan. "Astaga ... Ibu mengejutkan saja
Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Roy sampai ke rumah utama Husein."Bawa dia ke ruang tahanan! Berikan hukuman yang paling pas untuknya!" perintah Husein.''Siap, Tuan."Roy langsung mendorong tubuh Dokter Hans dengan kasar agar segera bergerak menuju ke mobil.Detik berikutnya Roy melaju dengan kendaraan yang difasilitaskan untuknya tersebut.Seperginya, Roy. Husein kembali diserang dengan tuntutan perceraian yang harus diurusnya bersama Areta."Semua sudah terbukti, Nak. Bahkan, Ibu sudah mengupayakan peran Ibu untuk menemukan Dokter Hans. Sekarang apa lagi alasanmu mempertahankan, Areta?""Baiklah, Bu. Sesuai janji saya, setelah bukti telah saya terima, maka saya akan segera mengurus perceraian saya bersama Areta secepatnya.''Khana seketika menelan ludah dengan getir mendengar penuturan sang suami."Tunggu dulu, Tuan! Tolong jangan terburu-buru. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu tentang Dokter Hans. Sebenarnya aku sama sekali sudah tak mempercayai apa pun
Ternyata Khana mengikuti Husein secara diam-diam. Ia juga mendengar semua ucapan Dokter Hans."Apa benar yang dikatan lelaki bedebah itu?" tanya Khana seorang diri.Dokter Hans yang pingsan akhirnya ditinggalkan begitu saja di dalam sel tahanan. Husein pun beranjak pergi. Sementara Khana langsung bersembunyi.Detik berikutnya Khana juga meninggalkan markas rahasia itu sebelum ketahuan sang suami kalau dirinya tak ada di rumah.Sampai di rumah, Khana langsung pura-pura tidur di kamarnya, sedangkan Husein kembali ke rumah utama untuk mempertanyakan pada ibunya tentang pengakuan Dokter Hans."Dari mana saja kau, sayang?" tanya Ros seraya tersenyum menatap wajah Putranya."Dari markas, Bu.""Malam-malam begini?''Husein mengangguk, "Ya, Bu.""Kau pasti menunemui Dokter pengkhianat itu, bukan?""Ya, dan dia berkata tentang dua kejujuran malam ini," papar Husein."Apa yang dikatakannya?""Ibu adalah dalang dari semuanya.''Mata Ros membesar mendengar penuturan Husein tersebut. Detik beriku