Mata Alex melotot, dan mulutnya menganga lebar, saat tak mendapati Khana di dalam kamar mandi. Kemudian Alex mencoba melirik ke sekeliling ruangan, hingga pandangannya tertuju ke atas tembok yang memang terdapat lobang besar."Sial, sepertinya Nona Khana kabur," desisnya.Alex bergegas memberitahu yang lain agar segera mengejar."Tahanan kita kabur lewat tembok atas di kamar mandi! Cepat kita cari sampai ketemu! Dia pasti belum jauh," seru Alex pada ketiga temannya."Ayo-ayo. Jangan sampai kehilangan jejak. Nyonya pasti akan sangat murka," sahut yang lain.Para penculik itu berpencar menjadi dua kelompok. Mereka menyusuri seluruh sudut gudang dari luar tembok toilet sampai kr bagian belakang.Khana yang terjun dari arah yang cukup tinggi tadi membuat kakinya sedikit cidera. Ia kesulitan berlari, dan terpaksa ia harus bersembunyi di balik pohon besar yang tak jauh dari gudang itu."Ya Tuhan ... selamatkan aku dari sini!" batinnya sembari memejamkan mata menahan rasa sakit di kaki sebel
"Saya tidak sedang bermimpi kan?" tanya Husein memastikan. Ia menepuk-nepuk keras wajahnya sendiri.Khana menggeleng sembari meneteskan air mata penuh haru. Betapa sinar cinta terpancar begitu nyata di bola mata suaminya."Tuan, setiap detik aku berpikir, apakah mungkin kita bisa bertemu lagi? Namun, aku juga memiliki keyakinan penuh untuk terbebas dan segera bersama denganmu lagi," papar Khana."Syukurlah, sayang. Ibu sangat senang melihatmu kembali ke rumah ini," sambung Ros yang turut berdiri memeluk sang menantu.Khana menyambut pelukan itu dengan hangat. "Iya, Bu. Terima kasih, karena Ibu ada di sini menemani Tuan Husein selama aku menghilang. Oya, tapi dari tadi aku tak melihat Nyonya Areta. Di mana dia?""Areta sudah lama tak di rumah ini lagi, Nona Khana. Saya telah memulangkannya," seru Husein menjawab pertanyaan selirnya.Istri muda Husein tersebut pura-pura terkejut, padahal ia telah tahu semuanya."Benarkah, Tuan? Kenapa?""Karena dia otak dari penculikanmu, Nona. Apa Non
Khana berjalan mengitari area taman yang ada di perbatasan antara rumahnya dan rumah utama. Ia teringat tujuan awalnya meminta dibangunkan istana yang letaknya tepat di sebelah istana milik Areta. Ya, semua ten tu untuk pembalasan dendam, karena saat itu Areta sempat menyerangnya, dan menyalakan api dendam di hatinya.Namun, siapa sangka kalau sekarang dirinya dan musuhnya itu akan bekerjasama untuk mengungkap pelaku sesungguhnya atas kasus penculikan tersebut."Dunia memang terkadang suka bercanda. Disaat aku pikir tak ada manusia yang lebih membenciku ketimbang Nyonya Areta, ternyata aku salah. Rupanya aku memiliki musuh lain, yang aku sendiri tak tahu siapa orangnya," gumam Khana sembari menjatuhkan tubuhnya di kursi panjang yang ada di taman."Kenapa Nona sangat yakin dan seolah mempercayai, Areta?" tanya Ros yang lagi-lagi muncul secara tak terduga.Khana kembali terperanjat. Ia menarik napasnya panjang, dan kemudian menghembuskan secara perlahan. "Astaga ... Ibu mengejutkan saja
Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Roy sampai ke rumah utama Husein."Bawa dia ke ruang tahanan! Berikan hukuman yang paling pas untuknya!" perintah Husein.''Siap, Tuan."Roy langsung mendorong tubuh Dokter Hans dengan kasar agar segera bergerak menuju ke mobil.Detik berikutnya Roy melaju dengan kendaraan yang difasilitaskan untuknya tersebut.Seperginya, Roy. Husein kembali diserang dengan tuntutan perceraian yang harus diurusnya bersama Areta."Semua sudah terbukti, Nak. Bahkan, Ibu sudah mengupayakan peran Ibu untuk menemukan Dokter Hans. Sekarang apa lagi alasanmu mempertahankan, Areta?""Baiklah, Bu. Sesuai janji saya, setelah bukti telah saya terima, maka saya akan segera mengurus perceraian saya bersama Areta secepatnya.''Khana seketika menelan ludah dengan getir mendengar penuturan sang suami."Tunggu dulu, Tuan! Tolong jangan terburu-buru. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu tentang Dokter Hans. Sebenarnya aku sama sekali sudah tak mempercayai apa pun
Ternyata Khana mengikuti Husein secara diam-diam. Ia juga mendengar semua ucapan Dokter Hans."Apa benar yang dikatan lelaki bedebah itu?" tanya Khana seorang diri.Dokter Hans yang pingsan akhirnya ditinggalkan begitu saja di dalam sel tahanan. Husein pun beranjak pergi. Sementara Khana langsung bersembunyi.Detik berikutnya Khana juga meninggalkan markas rahasia itu sebelum ketahuan sang suami kalau dirinya tak ada di rumah.Sampai di rumah, Khana langsung pura-pura tidur di kamarnya, sedangkan Husein kembali ke rumah utama untuk mempertanyakan pada ibunya tentang pengakuan Dokter Hans."Dari mana saja kau, sayang?" tanya Ros seraya tersenyum menatap wajah Putranya."Dari markas, Bu.""Malam-malam begini?''Husein mengangguk, "Ya, Bu.""Kau pasti menunemui Dokter pengkhianat itu, bukan?""Ya, dan dia berkata tentang dua kejujuran malam ini," papar Husein."Apa yang dikatakannya?""Ibu adalah dalang dari semuanya.''Mata Ros membesar mendengar penuturan Husein tersebut. Detik beriku
Areta yang mendengar berita terbaru dari Khana itu, ia langsung bergegas menuju kota kediaman suaminya untuk janjian berjumpa dengan Adik madunya, Khana.Sampai di sebuah cafe, Areta duduk sembari menunggu kedatangan Khana. Ia juga memesan segelas minuman dingin."Areta," lirih seseorang yang suaranya tak asing baginya.Areta menoleh ke arah suara, dan ternyata ...."Mery, senangnya bisa bertemu denganmu di sini," seru Areta antusias.Areta dan Mery saling berpelukan melepas rindu setelah beberapa bulan tak pernah bertemu."Apa kabarmu, Areta? Sekarang kau tinggal di mana?""Saya tidak baik-baik saja, Mer. Tuan Husein tak lama lagi akan menceraikan saya," papar Areta."Apa dia setidak percaya itu padamu, Areta? Semua ini pasti karena wanita murahan itu!""Siapa yang anda maksud murahan?" sambung Khana yang muncul di antara keduanya.Mery berlonjak kaget. Ia tak menyangka kalau orang yang ia maksud hadir di dekatnya."Duduklah, Nona Khana! Tidak perlu memperpanjang masalah lain," ujar
Seperginya Ros, Khana langsung menyusul Husein ke dalam kamar. Ia ingin menanyakan tentang keputusan suaminya pergi ke pengadilan."Tuan, hem ... apa Tuan masih marah padaku/" tanya Khana dengan ragu-ragu."Saya tidak marah. Saya hanya kecewa, dan dua hal itu berbeda makna, Nona Khana."Khana menghela nafas kasar mendegar perkataan suaminya. "Maafkan aku, Tuan. Seandainya waktu bisa kuulang, maka aku tak akan pernah melakukan hal tak terpuji itu.""Sudahlah! Nyatanya semua sudah terlanjur terjadi," ujar Husein seraya memalingkan tubuhnya membelakangi Khana."Tuan, sekali lagi aku mohon ampunanmu!""Saya butuh waktu untuk melupakan rasa kekecewaan ini. Jadi,saya harap kamu mengerti!" papar Husein dengan intonasi yang dingin."Oke, Tuan. Aku akan coba mengerti, tapi saat ini aku ingin membahas masalah lain.""Katakan! saya sangat lelah, jadi jangan bertele-tele!""Apa tadi Tuan jadi ke pengadilan?" tanya Khana dengan pelan.Husein menarik napasnya dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan
Khana menguatkan langkahnya untuk kembali ke rumah sebelah. Sore ini ia membiarkan Husein meratapi kesedihannya seorang diri di dalam kamar milik Areta."Ternyata begini rasanya menjadi Nyonya Areta. Bahkan, mungkin jauh lebih sakit. Aku sadar, aku telah merusak kebahagiaannya. Sekarang aku baru terasa, betapa perihnya menerima orang yang dicintai, malah mencintai wanita lain," lirih Khana sembari meringkuk memegangi lututnya sendiri.Air mata berderai dengan deras di wajah cantik selir muda itu. Ia tak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Areta menerima kenyataan. Juga tak menyangka kalau Husein akan sesedih ini. Sekarang keadaan menjadi serba salah.Dering ponselnya membuat tangisan itu terhenti. Khana melirik ke layar handphone yang menyala. Sebuah nama tertera di sana, Areta. Cepat-cepat ia meraihnya dan menjawab panggilan dari istri pertama suaminya tersebut."Halo, Nyonya!" sapa Khana.Di seberang telepon, Areta mengusap air matanya yang kembali jatuh ke pipi. Bicara deng