Malam semakin larut, tamu undangan yang hadir pun sudah pulang. Hanya tersisa Raka dan Bagas di sana."Kau ke sini membawa mobil sendiri atau diantar jemput?" tanya Raka pada Ara."Aku membawa mobil sendiri. Kenapa?""Kalau begitu, aku ikut di mobilmu, boleh?""Tidak!" Ara menolak dengan cepat. Sebab ia melihat wajah Arsya sudah berubah menjadi tegang."Pelit sekali," cibir Raka.Ara tak merespon apa-apa lagi. Ia hanya berharap Raka dan Bagas segera pergi dari rumah utama."Ya sudah, sekarang ayo pulang!" ajak Bagas pula."Kau duluan saja," sahut Ara."Aku tak akan tenang pulang duluan, sementara ada seorang wanita yang menyetir sendirian tengah malam begini."Raka melotot mendengar bentuk perhatian Bagas yang tecurah untuk Ara, wanita impiannya."Ara, ayo pulang. Aku akan mengikutimu di belakang," sambung Raka yang tak mau kalah."Tapi, bukankah kau pulang bersama Ayahmu? Lihatlah, Ayahmu sudah menunggu di dalam mobil. Sebaiknya kau segera ke sana! Urusan Ara, kau tak perlu khawatir!
Areta dan Husein saling melempar pandangan mendengar penuturan dari Khana."Nona Khana ... apa maksudmu?" tanya Husein menyelidik.Ros seketika langsung pucat dan ketar-ketir."Husein, jangan dengarkan omong kosong dari istrimu yang tak setia ini. Dia mencoba memfitnah Flo! Padahal dirinya dulu pernah berkhianat."Suasana memanas. Arsya yang tengah terluka hatinya, ia memberontak dan berteriak akan kekacauan yang seolah tak menghiraukan keadaannya."Semua sama saja! Tidak ada yang mengerti perasaanku saat ini!" teriaknya, kemudian ia berlari ke dalam kamar.Areta menyusulnya. Untuk sesaat Areta tak mau memikirkan masalah lain. Arsya jauh lebih penting baginya."Nona Khana ... tolong kau jelaskan apa maksud ucapanmu barusan?" tanya Husein mengulang kalimatnya.Khana melemparkan pandangan tajam ke arah Ros dan seketika ia menyeringai sinis. "Ibu yang paling mengerti. Maka, tanyakanlah padanya!""Ibu sama sekali tak tahu apa yang dibicarakan istrimu ini, Husein. Ibu rasa dia sudah gila!'
Malam harinya, semua kembali berkumpul di meja makan. Khana dan Ara tak pernah melewatkan makan malam bersama di rumah utama. Keduanya selalu memenuhi perintah Husein.Namun, malam ini Areta dan Arsya yang tak terlihat batang hidungnya. Sedangkan Riva bersama Flo turut hadir berkunjung, karena besok adalah wekeend."Ke mana Areta?" tanya Husein menatap ke arah Khana."Mungkin di kamar Arsya," sahut Khana dengan santai."Panggil dan ajak makan bersama!" titah Husein pula."Biar Ara saja yang memanggil Mama dan Arsya," sambung Ara yang dengan sugap berdiri.Ia melangkah perlahan dan mencoba memeberanikan diri menemui Arsya. Ia tahu, pasti Arsya juga sakit hatinya padanya.Sampai di depan kamar, Ara mengetuk pintu yang tak terkunci itu. Kemudian ia menerobos masuk."Mama, Arsya ... Papa sedang menunggu kalian untuk makan malam," ujar Ara mengukir senyum kaku."Kau makan saja dengan yang lain, Ara! Arsya tidak mau keluar kamarnya. Mama akan mengimbanginya makan di sini nanti," papar Areta
Husein mengambil bantal dan berbaring di sofa yang ada di kamar tersebut."Kenapa Tuan tidur di situ?" tanya Flo dengan suara gemetar. Ia gugup bercampur terlalu senang."Lalu saya harus tidur di ranjang denganmu?" Wajah Husein sangar menatap ke arahnya.Flo menunduk dan menjawab, "Saya pikir Tuan memang mau tidur di kamar ini satu ranjang dengan saya.""Jangan mimpi! Saya pun sebenarnya tak sudi berada di sini. Semua saya lakukan hanya semata-semata untuk Riva," hardik Husein.Flo tak berani lagi membuka suara. Ia naik ke atas ranjang seraya memperhatikan secara diam-diam sosok lelaki yang menutup mata di atas sofa. Ia tersenyum miris, tapi hatin ya tetap saja merasakan senang karena setidaknya ia bisa berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang malam ini.'Mungkin sekarang Tuan memang tak mau satu ranjang dengan saya, tapi suatu hari nanti saya yakin Tuan akan luluh juga. Riva akan tetap jadi senjata bagi saya melemahkanmu, Tuan," batin Flo.__Pagi sekali Husein telah menghilang
Ros ingin berdiri dan menyelamatkan diri dari sana. Namun, kedua kakinya terasa lemah. Ia hanya mencoba menarik napas agar sedikit tenang."Ibu, saya sungguh tak menyangka kalau Ibu sama sekali tak bisa berubah. Ibu rela menjebak Anak Ibu sendiri demi ambisi yang tak ada hasilnya itu!" papar Husein dengan sorot mata siap menerkam."Husein ... itu semua belum tentu benar, Nak! Nona Khana pasti sudah merekayasanya. Kalau tidak, dari mana dia bisa menemukan rekaman yang dua puluh tahun lalu? Itu omong kosong, bukan?"Husein beralih menatap ke arah Khana."Aku mendapatkannya di hotel tempat kejadian itu, Tuan. Aku memang curiga, dan aku menyelidikinya. Kalau Tuan tak percya, silakan cek keaslian video rekaman ini!"Husein ingin semuanya jelas tanpa menduga-duga lagi. Ia mengundang seseorng yang ahli mengamati semua konten.Kurang lebih tiga puluh menit berlalu, Flo dan Riva akhirnya tiba di rumah utama. Bersamaan dengan orang suruhan Husein."Ada apa kami dipanggil malam-malam begini?" ta
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 1.***Pak RT serta para warga setempat berkumpul di rumah Kendis. Semua riuh menyaksikan jasad Joko tergeletak bersimbah darah.Kendis merupakan wanita yang dikenal pendiam dan penyabar. Joko merupakan suaminya itu sering berjudi serta mabuk-mabukkan. Dan sore ini semua sangat terkejut melihat kondisinya yang sudah tak bernyawa."Beri jalan! Polisi sudah datang," ujar Pak Rt.Cukup lama para petugas mengecek ke seluruh rumah. Tak ada siapa-siapa kecuali Joko yang mengenaskan.Wajah Joko penuh dengan luka sayatan. Siapa pun yang memandang tentu akan bergidik ngeri."Jenazah harus diotopsi untuk memastikan dengan jelas!" Team kepolisian menangani begitu sigap. Para warga saling berbisik menerka-nerka apa yang sebenarnya sudah terjadi."Di mana Kendis? Kenapa dia tak ada di sini?" "Mencurigakan, atau jangan-jangan ...."Berbagai dugaan menyerang isi kepala warga blok c. Pasalnya kematian Joko sangat tidak wajar. Bahkan sang istri pun tak terlihat
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 2.***"Mas, mau ke mana lagi kamu?" tanya Kendis menghentikan langkah Joko di ambang pintu.Joko menatap ke arah Kendis dengan matanya yang merah. Aroma minuman keras menguak ke udara."Banyak kali pertanyaanmu! Dasar istri tidak berguna!" hardiknya."Mas, aku mohon jangan keluar lagi! Aku ingin menyampaikan kabar bahagia padamu," bujuk Kendis."Ah! Persetan dengan kabar apa pun darimu."Joko tetap pergi tanpa menghiraukan Kendis.Wanita yang berusia tiga puluh tahun itu menghela napas sembari mencoba sabar..Malam harinya, Joko kembali dengan seorang wanita.Tak ada siapa yang melihat, sebab Joko memang pulang saat malam sudah terlalu larut.Kendis terkejut. Ini pertama kalinya sang suami pulang bersama wanita lain. Biasanya Joko hanya mabuk."Mas, siapa wanita ini?" tanya Kendis dengan suara yang masih lembut."Minggir! Jangan ganggu kesenanganku!"Joko mendorong Kendis hingga menabrak dinding.Kendis mengaduh, tapi Joko tetap tak peduli. Ia d
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 3.***Mata Kendis membengkak karena ratap kesedihan yang ia rasakan. Hingga hari pun mulai gelap. Joko kembali ke rumah.Kendis sudah menyiapkan penyambutan untuk suami durjananya."Siapkan air panas! Aku mau mandi!" perintah Joko.Kendis bergeming. Di belakang punggungnya telah tersembunyi dua tangan yang memegang sebuah besi."Heh, kau bisu? Atau kau tuli?" Setiap hari kata-kata kasar terlontar dari mulut Joko. Betapa Kendis mencoba selalu sabar dan menurut. Akan tetapi, tidak lagi kali ini.Saat Joko berjalan membelakanginya, Kendis mengangkat tinggi tangannya yang memegang besi tersebut.Namun, Joko melihat lewat pantulan kaca lemari yang ada di hadapannya.Joko tersenyum miris, Kendis nyaris memukul kepalanya. Akan tetapi, Joko dengan sigap berbalik badan dan menangkap besi tersebut."Brengsek! Beraninya kau ingin melukaiku!" hardik Joko.Besi itu berhasil diambil alih Joko. Kemudian ia menyebatkannya ke tangan Kendis."Argh!" jerit Kendis