Judul: Lenyapnya Suami Durjana.
Part: 3.
***
Mata Kendis membengkak karena ratap kesedihan yang ia rasakan.Hingga hari pun mulai gelap. Joko kembali ke rumah.
Kendis sudah menyiapkan penyambutan untuk suami durjananya.
"Siapkan air panas! Aku mau mandi!" perintah Joko.
Kendis bergeming. Di belakang punggungnya telah tersembunyi dua tangan yang memegang sebuah besi.
"Heh, kau bisu? Atau kau tuli?"
Setiap hari kata-kata kasar terlontar dari mulut Joko. Betapa Kendis mencoba selalu sabar dan menurut. Akan tetapi, tidak lagi kali ini.
Saat Joko berjalan membelakanginya, Kendis mengangkat tinggi tangannya yang memegang besi tersebut.
Namun, Joko melihat lewat pantulan kaca lemari yang ada di hadapannya.
Joko tersenyum miris, Kendis nyaris memukul kepalanya. Akan tetapi, Joko dengan sigap berbalik badan dan menangkap besi tersebut.
"Brengsek! Beraninya kau ingin melukaiku!" hardik Joko.
Besi itu berhasil diambil alih Joko. Kemudian ia menyebatkannya ke tangan Kendis.
"Argh!" jerit Kendis.
Joko tergelak. Sedangkan Kendis sudah tersungkur ke lantai.
Namun, Kendis tak ingin mengalah. Ia melemparkan guci yang berukuran besar ke arah Joko hingga melukai kakinya.
"Argh! Brengsek!"
Kaki Joko bersimbah darah. Bagai orang kesetanan, Kendis meraih kembali besi yang ia bawa tadi.
Pukulan demi pukulan melayang ke kepala Joko hingga ia tak sadarkan diri.
"Mati kau, Mas! Sudah cukup sabarku selama ini! Sekarang silakan temui darah dagingmu yang kau lenyapkan itu! Bersiaplah menghadapinya!"
Kendis meracau dengan penuh emosi. Ia bahkan melukai wajah sang suami dengan sadis.
Semua kesakitannya selama tiga tahun terakhir terlampiaskan.
Setelah puas, Kendis pun melarikan diri.
-
-Pak Rt terdiam mendengarkan cerita Kendis yang sangat detail.
"Saya turut prihatin dengan apa yang sudah terjadi dalam kehidupan Nak Kendis. Namun, kekerasan bukanlah solusi terbaik. Harusnya Nak Kendis bisa menuntut Joko ke pengadilan saja, bukan melenyapkannya," ujar Rendra.
"Nasi sudah menjadi bubur, Pak Rt. Aku pun tidak menyesalinya. Mas Joko sudah membunuh buah hatiku, maka biarlah di menerima pembalasan yang serupa," sahut Kendis.
Rendra hanya mampu menguatkan dan tak bisa berbuat banyak.
Seperti yang dikatakan Kendis, semua sudah terlanjur terjadi. Mau di apakan tidak mungkin merubah keadaan.
.
Hari berikutnya, keluarga Joko yang datang menemui Kendis.
Api amarah membara di hati Lasmi, Ibu dari Joko.
"Wanita gila! Harusnya kau yang mati!" cecar Lasmi.
"Dari awal aku memang tak setuju Bang Joko menikahimu!" sambung Lena, Adik ipar Kendis.
Lasmi sudah tak tahan menahan geram. Ia menjambak rambut Kendis dengan kuat.
"Kau akan menyesal seumur hidupmu, Kendis! Kau tidak akan tenang!"
"Lepaskan!" hardik Kendis melawan. Kendis menepis tangan sang mertua dengan kasar.
"Aku tidak akan menyesal! Sedikit pun tak ada rasa penyesalan di hatiku karena telah menghabisi lelaki durjana itu!" tambah Kendis.
Gemeletuk gigi Lasmi beradu. Ia sangat ingin menghajar Kendis. Namun, saat ini ia sadar ia berada di kantor polisi.
"Kau memang wanita pembawa si*l!" maki Lasmi pula.
"Bukan pembawa si*l, tapi aku akan membawa petaka dalam keluarga kalian. Bersiaplah, Ibu mertua durjana! Selanjutnya giliranmu yang akan menerima pembalasan dariku," bisik Kendis pelan.
Lasmi bergidik ngeri. Ia merasa menantunya sangat berbeda kali ini.
Tak ada percakapan lagi, waktu kunjungan telah habis.
Lasmi dan Lena terpaksa pulang dengan perasaan kesal bercampur emosi.
-
-Malam harinya, Lasmi duduk santai di ruang tengah. Sedangkan putra bungsunya pergi ke luar kota karena urusan bisnis.
Malam ini Lasmi hanya sendirian. Ia seorang janda dengan tiga anak.
Joko adalah putra sulungnya, dan Lena putri kedua. Lalu Rama yang terakhir.
Suasana malam ini terasa berbeda. Semilir angin yang masuk lewat celah pintu membuat bulu kuduk Lasmi berdiri.
"Bu ...."
Samar-samar terdengar suara yang tak asing menurut Lasmi itu.
Degup jantung Lasmi memburu. Ia menelan ludah dengan cepat, seiring aliran darah yang terasa memanas di sekujur tubuhnya.
"Bu ... tolong!"
Keringat dingin sudah memenuhi kening Lasmi. Ia sangat hafal suara tersebut.
"Pergi! Jangan ganggu Ibu! Kita sudah berbeda alam. Kalau mau meminta pertanggungjawaban silakan datangi Kendis! Jangan Ibu!"
Lasmi meracau dengan mata tertutup. Ia tak berani membuka kembali matanya.
Dan tiba-tiba bau anyir menyeruak di ruangan tengah, bercampur dengan aroma melati. Perut Lasmi terasa mual.
"Pergi!" teriak Lasmi.
Tak lama kemudian bau aneh itu pun menghilang. Lasmi berlari masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
Bersambung.
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 4.***Ketika pagi tiba, Lasmi langsung meminta Lena datang ke rumahnya.Lasmi menceritakan semua kejadian menggerikan semalam."Ibu sangat ketakutan, Len. Abangmu datang meminta tolong. Ibu tak berani membuka mata. Pokoknya malam nanti kamu harus nginap di sini sampai Rama pulang!""Masa sih, Bu? Mungkin Ibu cuma berhalusinasi saja. Toh Ibu belum rela ditinggal Bang Joko," ujar Lena."Ibu tidak berhalusinasi, Len. Tadi malam beneran Abangmu datang. Pokoknya serem banget. Bau amis darah juga jelas tercium."Lena menanggapi seadanya. Bagi Lena tak mungkin Joko datang. Lena memang tak percaya dengan cerita hantu-hantuan atau sejenisnya."Aduh, Bu ... aku bukannya nggak mau, tapi Bang Farhan mana ngizinin aku nginap di sini. Aku harus ngurusin sarapannya dan ngurusin Tio juga. Kecuali hari minggu, Tio libur sekolah, jadi aku bisa bebas menginap," papar Lena.Lasmi berdehem dengan lemah. Ia tahu, memohon pada Lena tak ada gunanya. Putrinya itu memang
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 5.***Saat matahari mulai bersinar, Rama sampai di depan halaman rumah. Ia sedikit heran melihat pintu rumahnya terbuka lebar."Tumben pagi-pagi begini pintu sudah terbuka," gumam Rama sembari berjalan masuk ke dalam.Suasana hening. Tak ada suara sang ibu. Rama menelusuri ruangan hingga ke dapur. Niat hati ingin memberi kejutan atas kepulangannya. Namun, siapa sangka ia sendiri yang dibuat terkejut."Ibu!" teriak Rama.Lasmi perlahan membuka matanya, dan ikut terkejut ketika melihat keadaan dirinya yang tengah berbaring di dapur dengan sebuah bantal serta selimut yang menempel di badan."Kenapa Ibu tidur di dapur? Ini bau apa? Aduh, sepertinya Ibu buang air kecil di celana," gerutu Rama."Eh, semalam ada Kendis. Ibu pingsan, Rama.""Ibu jangan ngada-ngada! Mbak Kendis kan di penjara. Lagian mana ada orang pingsan tidurnya pakai bantal dan selimut begini," sanggah Rama.Lasmi pun menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia sendiri heran kenapa bisa ad
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 6.***Malam ini giliran Lena yang merasa gelisah. Sepoi angin yang bertiup terasa mencekam baginya.Sang suami sedang mendapat tugas di luar kota. Saat ini Lena hanya tinggal berdua saja di rumah. Tio yang masih duduk di kelas 3 SD itu sudah terlelap seusai makan malam. Dan tiba-tiba ketukan pintu terdengar. Lena berjalan dengan ragu-ragu."Siapa yang datang jam segini?" tanya Lena seorang diri.Perlahan gagang pintu Lena putar dan terlihatlah wajah yang tak asing dipandang mata.Lena menganga dan melotot tak percaya. "Mbak Kendis," lirih Lena.Wanita berwajah Kendis itu tersenyum sinis. "Hay, Len! Apa kabar?" Suara itu sangat lembut, tapi terdengar menggerikan bagi Lena."Bagaimana bisa Mbak di sini? Pasti Mbak melarikan diri kan?""Luar biasa. Tebakanmu sama persis seperti Ibu mertua.""Jadi Mbak juga sudah mendatangi Ibu?"Wanita misterius itu tergelak menanggapi pertanyaan Lena. Kemudian sebuah belati kecil nan tajam kembali wanita itu
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 7.***Suasana malam ini terasa begitu dingin bagi Kendis. Ia menggigil sambil memegangi lututnya sendiri.Ruang tahanan yang Kendis huni memang terpisah dari yang lain. Ia dikurung seorang diri. Pasalnya para tahanan wanita lain tidak ada yang mau berada dalam satu sel bersama Kendis. Mereka takut, sebab kasus yang dibuat Kendis sangat menggerikan.Semilir angin yang menyelinap masuk membuat bulu kuduk Kendis merinding. Sepasang bola matanya menerawang ke sekeliling ruangan. Lirih terdengar suara rintihan kesakitan dari seorang lelaki."Sakit, Kendis ... sakit."Kendis menelan ludah getir. Ia hapal dengan pemilik suara tersebut.Seketika bayangan hitam melintas di hadapannya. Kendis menyeringai bagai tak gentar akan apa-apa. Padahal hati kecilnya merasa was-was."Kau sudah berbeda alam denganku, Mas! Jangan pernah menggangguku lagi! Semasa hidupmu sudah cukup banyak menyakiti aku! Jadi sekarang terima saja kehidupan barumu di neraka," gumam Kend
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 8.***Pagi ini Rama bergegas mendatangi penjara. Ia ingin melihat apakah Kendis masih di sana.Dan kedua netranya memanas saat melihat dengan jelas Kendis masih memakai baju tahanan berjalan ke arahnya."Ada apa, Ram?" tanya Kendis tanpa senyuman."A--aah ... ti--tidak, Mbak. Cuma ingin memastikan kalau Mbak Kendis sehat di sini," ucap Rama sembari mengatur degup jantungnya."Aku baik-baik saja. Tidak perlu memikirkan prihal aku di sini, Ram. Fokus saja pada tujuan hidupmu. Aku berdoa semoga kau bahagia. Tidak sepertiku," papar Kendis. Dari nada bicaranya, jelas tergambar sebuah kesedihan. Rama sangat bersimpati dan tak pernah menyalahkan Kendis untuk semua yang telah terjadi itu."Maafkan keluargaku, Mbak! Aku menyesali semua yang telah menimpa dirimu ini," ujar Rama.Kendis menyeringai. Ia tak menjawab lagi, hanya mengangkat sebelah tangannya memberi kode untuk diam.Setelah berbincang sebentar, kini Rama berpamitan pulang.Dalam hatinya semak
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 9.***"Ah, kamu ngagetin aja, Ram! Ibu hampir jantungan," desis Lasmi mengelus dadanya sendiri.Rama menggeleng-geleng keheranan melihat sikap sang Ibu yang masih saja melakukan hal tak terpuji."Ini sudah menyimpang dari ajaran agama, Bu!" "Diamlah, Ram! Bosan Ibu dengar ceramahmu itu," ujar Lasmi berlalu ke dalam.Rama hanya bisa menghela napas kasar. Ia tak tahu dengan cara apa lagi untuk membuka mata hati keluarganya..Di dalam kamar, Lasmi tersenyum lega karena merasa sudah aman dari gangguan makhluk yang dipercayanya adalah sosok hantu kiriman Kendis.Mata Lasmi terpejam dan dengan mudahnya ia larut ke alam mimpi..Di sisi lain, Lena juga merasa aman dan tenang. Ia menaburi bubuk penangkal itu secara sembunyi-sembunyi dari sang suami."Dek, kamu ngapain muter-muter di halaman rumah?" tanya Farhan yang ternyata sempat melihat sikap aneh Lena."Eh, a--anu ... aku tadi cari dompetku yang kececer, Bang." "Sudah dapat?" tanya Farhan lagi."S
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 10.***Rama membuka pintu, kemudian Lasmi langsung menerobos masuk."Lama banget sih, Ram! Ibu mau tidur di sini. Ibu takut," ujar Lasmi."Aduh, Bu ... aku banyak kerjaan. Aku nggak bisa fokus kalau Ibu ada di sini."Lasmi melotot kesal. Sikap putra bungsunya selalu saja mengecewakan hatinya."Malam ini doang, Ram! Kamu tuh ya, nggak pernah mau nurut sama Ibu.""Bukan begitu, Bu. Mending Ibu balik lagi ke kamar. Aku pastikan tidak akan ada lagi yang mengganggu Ibu setelah ini," papar Rama penuh percaya diri.Lasmi menghembuskan napas kasar. Sebelah kakinya ia hentakkan keras. Lalu, ia segera keluar meninggalkan kamar Rama dengan perasaan kesal.Rama buru-buru mengunci pintu ketika Lasmi sudah pergi. Kemudian wanita berwajah Kendis yang ia sembunyikan di dalam kamar mandi itu segera di keluarkannya lagi."Cepat lepaskan aku!" titah wanita tersebut."Baik, tapi jawab dulu pertanyaanku dengan jujur!" Rama menatap serius ke arah matanya."Hah! Aku a
Judul: Lenyapnya Suami Durjana.Part: 11.***Tiba di kantor polisi, Rama kembali dibuat takjub. Ia melihat sosok Kendis sedang berbincang dengan wanita misterius yang sempat ditangkapnya semalam.Langkah Rama semakin dekat menuju ke arah mereka."Mbak Kendis," lirih Rama dengan sorot mata yang tampak seperti orang bingung.Kendis berlonjak kaget. Ia tak menduga kalau Rama akan mengunjunginya hari ini. Akan tetapi, Kendis juga sudah mempersiapkan diri atas pertanyaan yang akan dilontarkan Rama padanya. Sebab wanita yang serupa dengannya telah menceritakan kejadian semalam."Rama ... kamu ke sini lagi?" tanya Kendis basa-basi."Ya, Mbak. Aku baru saja ingin menanyakan tentang sosok wanita ini. Tak disangka ternyata aku bisa bertemu lagi dengannya di sini," ujar Rama sambil menoleh ke arah wanita itu."Dasar lelaki menyebalkan. Kau beraninya sama perempuan saja," cibir wanita tersebut."Setidaknya aku tak curang sepertimu," sahut Rama."Aku hanya ingin membela diriku sendiri," tambah w