Teror Berdarah

Teror Berdarah

last updateLast Updated : 2023-05-22
By:  owlyshCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
63Chapters
3.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Awalnya, kehidupan Yonna terasa biasa saja, pergi ke sekolah dibonceng Luther—pacarnya, makan sambil mengobrol di kantin bersama dua sahabatnya, mengejek Dovis yang selalu menerima penolakan cinta dari Malilah, meski terkadang ia merasa muak dengan sikap kedua orang tuanya yang saling abai ke satu sama lain. Namun, semua itu terasa tidak ada apa-apanya setelah semakin hari, Yonna justru semakin menemukan kejanggalan dalam setiap hal yang ia temui. Banyaknya kasus bunuh diri untuk alasan yang tidak masuk akal, dan puncak ketegangan berada di acara Halloween. Apakah ini adalah tanda awal dari mimpi buruk yang selalu ia jumpai dalam tidur? Arti dari merah? Bagaimana dengan kasus bunuh diri? Anak baru?

View More

Chapter 1

Bagian : 1

Di dalam sebuah kamar bernuansa klasik, duduklah seorang perempuan yang tengah memetik senar ukulele. Dari bibirnya terlantunkan kemerduan suara bersama lirik lagu penuh kebahagiaan, karya dari salah satu penyanyi pop terkemuka dunia. Meski apa yang ia nyanyikan sangat bertolak belakang dengan keadaannya saat ini, hatinya tetap berusaha tegar. Satu hal yang Yonna percaya, kebahagiaannya pasti datang suatu hari nanti. Yang harus ia lakukan adalah bertahan hingga pintu kebahagiaan itu terbuka dan mengundangnya untuk menetap atau sekadar bertamu. 

Menghapus bulir mutiara yang mengalir keluar, Yonna masih melanjutkan konser tunggalnya. Semua benda mati di sekitar merupakan penonton setia juga pendukungnya. Saat ingin berganti lagu, ponsel pintarnya berdering, memanggil untuk diangkat.

"Halo," sapanya.

"Ada apa dengan suaramu?" tanya seseorang di seberang dengan suara maskulin.

"Tidak ada apa-apa, Luther," kilah Yonna.

"Aku tahu kau berbohong. Masalah itu lagi?" ucap Luther dengan nada melembut penuh perhatian.

"Iya, biarkan saja. Ada apa jam segini menelepon?" Yonna meletakkan ukulelenya di atas meja belajar, kemudian berjalan menuju tempat tidur.

"Hm? Adakah larangan menghubungi pacar di jam sebelas malam?" ujar Luther yang justru mendapati decakan dari Yonna—pacarnya.

"Apaan!" Yonna menduduki kasurnya dengan wajah memerah. 

Terdengar kekehan dari pengeras suara. "Bisakah kau kirimkan foto wajahmu saat ini?"

"Tidak."

"Kenapa? Karena pipimu bersemu merah?" tebak Luther yang semakin membuat pipi pacarnya memerah. Yonna dapat merasakan seringaian Luther dari sini.

"Luther! Jika kau menelepon hanya untuk menggodaku, pergilah."

Percayalah, Yonna tidak bermaksud mengusir. Lelaki yang sudah berpacaran dengannya selama enam bulan itu tertawa mendapati balasan ketus Yonna.

"Jangan marah, cantik. Aku takut tukang kebun melihat wajahmu."

"Tukang kebun? Pak Gading? Kenapa?" Dahi Yonna terlipat mendengarnya.

"Nanti dia pingsan karena kau terlalu imut, kasihan istrinya." 

"Apaan, Luther! Itu sama sekali tidak bekerja. Pak Gading bahkan pasti sedang tertidur sekarang."

"Bagaimana kau tahu? Apa kau baru saja memeriksanya? Beraninya kau."

"He, tidak."

"Benarkah?"

"Iya, apa gunanya aku memeriksa."

"Hm."

"Ck, kenapa jadi bahas Pak Gading?"

"Entah."

Yonna menghela napas dan bertanya, "Kenapa kau belum tidur?"

"Karena kau belum tidur, cantik. Apa saja yang kau lakukan?"

"Tidak ada, hanya duduk."

"Kalau begitu berbaringlah sekarang dan tutup matamu," titah Luther.

"Sudah," ucap Yonna setelah berbaring. Sebelum menutup mata, ia mematikan lampu tidur terlebih dahulu.

"Yakin?"

"Hm," gumam Yonna.

"Tidur!" pinta Luther tanpa penolakan.

Tidak terdengar respon dari pacarnya, Luther mendekatkan ponsel ke telinga. Tak lama, dia mendapati deru napas yang teratur. Menandakan bahwa gadisnya baru saja tertidur. Membiarkan keadaan itu berlangsung setengah jam, akhirnya lelaki tampan itu menutup panggilan. 

Dalam hubungan mereka, Luther merasa bersyukur menjadikan Yonna sebagai gadisnya. Luther memiliki kekuatan yang juga sekaligus menjadi kekuatan bagi gadis rapuhnya itu. 

Luther berjalan menuju balkon kamar, merogoh bungkus rokok dari saku celana. Selepas membakar ujung rokok dengan pemantik, Luther menghisap dalam-dalam gulungan tembakau. Inilah salah satu dari caranya menghangatkan tubuh, membaui asap mentol, menikmati malam yang sunyi.

/////

Yonna bergerak gelisah dalam tidur, mimpi buruk terus saja menghantui setiap malamnya. Peluh bertebaran di seluruh wajah tirusnya, dahinya pun ikut memanas. Yonna mulai menggumamkan beragam kata, samar-samar, dan tidak jelas. Ia tersentak dari tidur, napasnya tersengal-sengal. Sayang sekali, ketika bangun ia sulit mengingat rekaman dari mimpinya selain satu warna, merah. 

"Merah, merah, merah! Sebenarnya mimpi apa itu?!" Yonna berteriak kesal. 

"Sulit sekali mengingatnya!"

Satu tangan Yonna menyeka peluh, melirik jendela yang menangkap cahaya matahari pagi dari luar. Ia menoleh menatap nakas, di sana tergeletak sebuah jam yang sedang menunjuk angka enam. Seperti biasa, untuk menghapus kekesalannya, Yonna akan pergi ke kamar mandi guna menyegarkan diri. Harap-harap teror dari sang mimpi ikut luruh bersama air dan memasuki pembuangan.

Selesai bersiap dengan seragam sekolah, Yonna turun ke ruang makan. Ia mengambil roti lapis isi selai kacang, kemudian duduk. Mama Yonna—Yulissa—datang membawa segelas susu hangat.

"Mama pulang telat malam ini, jadi Mama sudah pesankan ke Bibi agar masak untuk kamu saja." Yulissa tersenyum ke anak semata wayangnya itu.

"Ayah juga pulang telat?" 

"Tentu saja, Ayahmu selalu pulang larut malam, kan?" Terselip nada ketus dalam kalimat yang terlontar barusan.

"Baiklah."

"Kamu bisa mengundang teman-temanmu kemari atau pergi berbelanja, asal jangan sampai lupa waktu." 

"Iya, Ma. Jangan khawatir."

Yulissa mengelus puncak kepala Yonna, rambutnya lurus turunan dari Yulissa sendiri. Mata lentik dan hidung yang mancung juga menuruti Yulissa, sedangkan tinggi dan bentuk tubuh yang kurus merupakan turunan ayahnya.

"Mama berangkat dulu, ya? Kamu yang benar sekolahnya!" 

"Iya, Ma. Hati-hati di jalan!" 

Yonna memandangi mamanya yang meninggalkan meja makan. Saat hendak meminum tegukan terakhir, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Luther baru saja masuk, tertera dia sudah menunggu di depan rumah. Dengan berlari kecil, Yonna sampai di luar gerbang depan rumah. Menyadari kehadiran Yonna, Luther membuka kaca helm, tangan kanannya mengambil helm lain yang biasa dia bawa khusus untuk gadisnya.

"Maaf, lama." Yonna menerima helm dari Luther.

"Santai. Ayo, naik!" titah lelaki pemilik kepopuleran di SMA Wondrous—sekolah mereka. Setelah Luther merasakan Yonna menggenggam kedua sisi jaketnya, barulah dia memacu motor.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Agasse kun
Keren. Ceritanya menarik
2022-01-17 15:17:58
1
63 Chapters
Bagian : 1
Di dalam sebuah kamar bernuansa klasik, duduklah seorang perempuan yang tengah memetik senar ukulele. Dari bibirnya terlantunkan kemerduan suara bersama lirik lagu penuh kebahagiaan, karya dari salah satu penyanyi pop terkemuka dunia. Meski apa yang ia nyanyikan sangat bertolak belakang dengan keadaannya saat ini, hatinya tetap berusaha tegar. Satu hal yang Yonna percaya, kebahagiaannya pasti datang suatu hari nanti. Yang harus ia lakukan adalah bertahan hingga pintu kebahagiaan itu terbuka dan mengundangnya untuk menetap atau sekadar bertamu. Menghapus bulir mutiara yang mengalir keluar, Yonna masih melanjutkan konser tunggalnya. Semua benda mati di sekitar merupakan penonton setia juga pendukungnya. Saat ingin berganti lagu, ponsel pintarnya berdering, memanggil untuk diangkat."Halo," sapanya."Ada apa dengan suaramu?" tanya seseorang di seberang dengan suara maskulin."Tidak ada apa-apa, Luther," kilah Yonna."Aku tahu kau berbohong. Masa
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 2
Sebelum Yonna memasuki kelas, Luther menyempatkan mengacak rambut hitam gadisnya. "Ish, rambutku berantakan." Yonna mencubit kecil pinggang lelaki di depannya."Sudah, masuk sana!" Perempuan itu mengangguk lalu masuk ke kelas 12-IPA 2, meninggalkan Luther yang menduduki kelas 12-IPA 1. Sampai di dalam, Yonna disambut oleh sahabatnya—Akia, yang duduk bersebelahan dengan Yonna. Gadis berkepribadian tenang itu sepertinya mengganti gaya rambut. "Selamat pagi, Yonna," sapa Akia."Pagi, Ki. Udah ganti gaya rambut, nih?" tanya Yonna sambil mengaitkan tas di samping meja. "Hehe, cocok tidak? Saya merasa aneh." Akia menyentuh rambut gelombangnya."Sangat cocok, kau terlihat lebih dewasa." "Dewasa atau tua?" Mendengar ucapan Akia barusan, mereka berdua tertawa singkat. "Kamu sudah menyelesaikan makalah biologi?" tanya Akia mengganti pembahasan."Sudah, untung aku tidak lupa membawanya tadi." Yon
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 3
Keesokannya, Yonna terbangun dini hari karena mimpi yang selalu menggerayanginya selama tidur. Sungguh, ia merasa lelah, tak tahu harus berbuat apa, ia hanya ingin mimpi aneh itu berhenti datang. "Apa arti semua ini?" Helaaan napas panjang terbit dari bibirnya. Merasakan serak di tenggorokan, Yonna pergi ke dapur. Dahinya mengernyit saat matanya menangkap cahaya terang dari sana, biasanya lampu dapur sengaja dibuat redup ketika mereka tidur. "Mama?" Yuliisa tersentak di tempat, kaget mendengar suara dari belakang tubuhnya. "Yonna? Kamu mengejutkan Mama." "Maaf, Ma. Mama sedang apa di dapur Jam segini?" Bunyi air yang mengisi gelas terdengar."Mama tidak bisa tidur, kamu kenapa bangun sepagi ini?" "Tiba-tiba kebangun aja, Ma."Yulissa membuang napasnya kasar. "Kamu sudah dengar kabar penembakan malam tadi?"Pupil mata Yonna melebar mendengar ucapan Mamanya."Iya, aku
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 4
"Ayo, ke parkiran!" Luther mengait tangan Yonna.Sebelum itu, Akia izin memisahkan diri. "Saya ke luar duluan, ya, sampai jumpa besok!" "Tunggu, Ki. Kau hari ini dapat jam kerja sore lagi?""Tidak, Lil. Ada apa?""Pas! Sore ini belanja, yok? Bertiga!" Malilah menekankan kata 'bertiga' saat ia melihat Dovis ingin bicara."Yah, paham aja kalau aku mau ikut. Ther, kau nggak cemburu lihat pacarmu pergi bareng teman-temannya terus?" pancing Dovis."Nggak, kami kan pergi-pulang sekolah bareng. Kalau Yonna mau pergi sama teman-temannya aku nggak pernah permasalahkan, asal tujuannya jelas dan dia aman," jawab Luther santai. Tidak lupa Luther menarik kecil hidung pacarnya, mendadak membuat kedua pipi gadisnya itu bersemu malu."Aduh, sudah aku bilang jangan tebar kemesraan di depanku. Bikin sesak aja," protes Malilah."Kau bisa, kan, Ki?" "Iya, bisa. Kabarin aja waktu dan tempatnya.""Nanti kalian berdua aku je
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 5
“Halo, Petunia, saya Akia Baqiya. Salam kenal, ya,” sapa Akia. Bertepatan dengan guru yang keluar, Malilah langsung meminta kedua sahabatnya mendekati Petunia, berkenalan.“Aku Yonna.”“Se-senang bertemu ka-kalian.” Petunia memerhatikan tiga orang yang mengelilinginya.“Kami juga. Em, Kau mau bareng kami ke kantin, ‘kan?” Malilah menunggu jawaban Petunia. Dengan pelan, murid pindahan tersebut mengangguk.“Ayo!” ajak Yonna.“Cie, ada personil baru,” seru Rasia.“Iya, dong. Biar pas.” Malilah memasang nada sombong.“Hati-hati, biasanya yang pendiam itu menghanyutkan,” tambah Poli.“Yon, jaga Luther, siapa tahu cewek pindahan itu peletnya kuat.” Rasia dan Poli tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat Gisel barusan. Yonna melihat wajah Petunia berubah murung. “Sudah, mereka memang gitu, a
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 6
“Kenapa kamu belum tidur?” Yonna terkekeh mendengar kalimat pertama di panggilan suara mereka.“Kenapa ketawa?”“Aku masih belum terbiasa kau sebut pakai kamu.”“Mulai sekarang kamu harus membiasakan diri.”“Lebay, ah.”“Ck, kalau kamu nggak mau, biar aku aja.”“Hehe, nggak. Besok jadi, kan?”“Pasar malam?”“Iya, aku mau naik kapal bajak laut.”“Nanti kita duduk paling belakang.”“Yeay! Jangan muntah, ya?!”“Kamu itu yang muntah.”“Nggak!”“Iya, deh, cantikku.”“Okay! Sudah, aku mau tidur.”“Jangan ngomongnya tidur, tapi malah asik main hp.”“Nggak kebalik, pacar?”“Nggak, tidur! Satu, dua, tiga!” Yonna terkekeh, lalu mengucapka
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 7
“Lilah! Gimana caranya bawa bonekamu yang sebesar ini?” tanya Kak Maya—kakak Malilah—ketika menyusul adek satu-satunya itu.“Bonceng tiga,” sahut Yonna.“Bonceng tiga gimana? Si Lilah mau ditaruh di mana? Roda?” Kak Maya tertawa kecil membayangkan adeknya berputar-putar di ban motor.“Tega banget jadi Kakak, masa adeknya yang mau disimpan di ban,” ucap Malilah kesal.“Tenang, kakak ipar. Nanti bonekanya aku yang bawa.” “Kakak ipar, apanya? Masih kecil juga, masih SMA! Main sebut kakak ipar aja,” cerocos Kak Maya galak.“Aduh, adek kakak sama aja galaknya,” gumam Dovis. “Bercanda, kok, Kak Maya. Jangan dibawa serius, lah,” sambungnya.“Kak May, ikut makan bareng kita, yok. Bakso beranak,” ajak Yonna. “Wih, bakso beranak, nggak sekalian cucunya, nih? Hayuk, lah,” terima Kak M
last updateLast Updated : 2021-10-10
Read more
Bagian : 8
"Bagaimana ini?" gumam Yonna kebingungan sembari kakinya terus berlari.   Tanpa pertimbangan apa pun, Yonna menarik lengan Petunia yang mengambang di udara, menggapai tangannya. Karena merasa tarikan semakin memberat, wanita berkapak tersebut menoleh ke belakang. Ia menggeram, tapi kemudian senyum iblis tercetak di wajahnya. Kenapa tidak? Tidak perlu melempar umpan ke-dua, sasaran datang dengan sendirinya.   "Lepaskan dia, monster!" seru Yonna sambil terus menarik Petunia terlepas dari pegangan yang ia sebut monster.   Meskipun si wanita berkapak tidak bergerak sedikitpun, tawa darinya seakan menekan diri Yonna ke permukaan tanah. Meneror melalui tawa.  Dengan kepala terangkat ke atas, muka yang dipenuhi darah korban itu tak berhenti menampakkan kesenangan, gelakannya semakin mengeras.    "Kenapa kau peduli?" tanya wanita itu dengan pancaran yang lebih menyeramkan.   "A
last updateLast Updated : 2021-12-03
Read more
Bagian : 9
Mengendalikan setang motor, gas ditarik kuat, membawa pengendaranya menjauh dari lokasi semula. Memacu kendaraan secepat mungkin, meninggalkan kejadian yang mengait habis ketenangan.  Di belakang Luther, Yonna melakukan panggilan suara ke Yulissa—mamanya, melaporkan bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja. Ternyata berita menyebar dengan cepat, Mama Yonna yang mengetahui ke mana anaknya itu pergi, melakukan banyak sekali panggilan suara yang tentu saja tidak mendapat respons dari Yonna. Setelah menyimpan ponsel ke dalam tas, ia kembali memeluk tubuh Luther, erat.  Yonna masih bisa merasakan amarah yang meredam di dalam tubuh Luther. Tentu saja pemuda itu khawatir dengan kondisi kekasihnya. Beruntung setelah menelepon pihak kepolisian, Luther menemukan senjata api di pos pengamanan. Meski Luther sempat kesulitan menemukan keberadaan Yonna, dia beruntung berhasil muncul di waktu yang tepat. Sangat tidak bisa dibayangkan bagaimana jika Luther ter
last updateLast Updated : 2021-12-03
Read more
Bagian : 10
Seisi penghuni sekolah menjadi sangat heboh mengenai kabar penyerangan wanita berkapak yang tiba-tiba muncul di pasar malam. Tak ayal, kepala sekolah meminta seluruh murid berkumpul di aula sekolah sembari membagikan bunga lily untuk menyampaikan duka kepada siswa dan siswi yang menjadi korban penyerangan tadi malam. Tidak sedikit yang menjadi korban, terhitung dua dari murid kelas 12 dan empat dari kelas 10.    Pagi tadi, kepala sekolah langsung mendapat konfirmasi dari kepolisian sekitar mengenai muridnya yang turut menjadi korban penyerangan. Untuk menghormati setiap hal yang telah diberikan oleh korban untuk sekolah ini, juga sebagai bentuk kekeluargaan, mereka memberikan salam perpisahan dan doa-doa agar mencapai ketenangan. Tangis pun tak bisa dihindarkan.   "Kalau aja Luther terlambat, aku nggak bisa membayangkan apa yang akan terjadi sama kalian berdua." Malilah menatap sendu sepatu yang ia kenakan.   "Demi
last updateLast Updated : 2021-12-03
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status