"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu.
Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sedPulang dari berburu, saat sang surya agak tergelincir ke barat. Alangkah terkejutnya Saka bukan alang kepalang. Dia melihat istrinya sedang bercinta dengan lelaki lain.Saka melihat Rinjani begitu sangat menikmati cumbuan lelaki yang tengah menindihnya. Bahkan mereka tengah terhanyut berpacu menggapai puncak asmara.Dari sikap Rinjani yang tampak terlena itu, telah menorehkan luka hati yang amat dalam. Bibir Saka bergetar. Dadanya bergemuruh panas bukan main.Ini pengkhianatan!Saka tidak percaya istrinya main serong dengan lelaki lain yang setahu dia lelaki itu bernama Boma Sagara murid utama Ki Jangkung Wulung.Kelompok Ki Jangkung Wulung beserta murid-muridnya sudah sering melakukan kekacauan di dunia persilatan, sehingga banyak dimusuhi kaum pendekar."Rinjani, wanita laknat! Terkutuk kau!" bentak Saka Lasmana penuh amarah membara seakan-akan kepalanya dikobari api.Bentakan ini mengejutkan dua orang yang sedang mendaki menuju puncak kenikmatan itu.Seketika sepasang manusia yang
Tampak murid-murid perguruan yang jumlahnya hampir lima puluh orang tergeletak di lapangan tempat berlatih dalam keadaan tak bernyawa.Semuanya terdapat bekas tebasan cukup dalam di bagian leher dan perut yang menyebabkan mereka tewas. Saka memeriksa seluruhnya. Tidak ada yang masih hidup.Bahkan dia menemukan Ki Aswani juga tergeletak dengan sekujur tubuh membiru. Gurunya tewas mengenaskan."Biadab! Siapa yang punya kerjaan!"Saka memeriksa tubuh gurunya. Di perutnya tertancap sebilah golok panjang yang menusuk pas di jantung. Gagang golok ini berbentuk tengkorak. Tampaknya sengaja ditinggalkan pelaku.Lalu dia mencabut golok tersebut. Dia mengenali senjata tersebut, yaitu ciri khas milik Ki Jangkung Wulung dan muridnya.Saka teringat pengkhianatan istrinya. Mungkinkah Boma Sagara melakukannya sebelum menggauli Rinjani?Mungkin juga murid Ki Jangkung Wulung lain yang melakukannya atau bahkan Ki Jangkung Wulung sendiri?Saka ingat permusuhan antara sang guru dengan Ki Jangkung Wulung
Di bawah rimbunan semak belukar tampak menonjol suatu benda berbentuk bundar. Saka mengorek tanah di sekitar benda itu. Bentuknya seperti tutup sebuah guci. Benda ini terbuat dari tanah yang dikeraskan. Lalu Saka menggali sedikit demi sedikit. Akhirnya benda itu berhasil di keluarkan dari tanah. Sebuah guci sebesar kepala manusia. Terbuat dari tanah liat yang dikeraskan. Saka langsung membuka tutupnya. Ternyata ada isinya berupa cairan yang mengeluarkan aroma asam. "Air apa ini?" Tanpa berpikir lagi Saka mendekatkan bibirnya ke lubang guci tersebut. Lalu meneguk air di dalamnya sedikit. "Puahhh! Kecut, pahit!" umpat Saka setelah mengetahui rasa air dalam guci tersebut. Hampir saja dia membanting guci itu ketika tiba-tiba dia merasa tubuhnya segar setelah meminum air dalam guci. Rasa pahit dan kecut pun cepat hilang. "Eh! Tubuh Saka terasa bertenaga lagi. Rasa sakit pun berkurang. Lalu dia meminum lagi, kali ini agak banyak. Dia pejamkan mata dan nyengir sambil mendesah saat
Saka terpental jauh sampai melewati sungai kecil di belakangnya. Lalu jatuh bergulingan karena tidak bisa mengimbangi diri. Anehnya lelaki dua puluh tujuh tahun itu seperti tidak peduli dengan keadaan dirinya yang terluka. Dengan tertatih dia berdiri lagi sambil mengomel tidak jelas. "Tangkap orang gila itu!" Seta Keling memberi perintah kepada dua temannya. Segera saja yang diberi perintah langsung melompat ke seberang sungai untuk meringkus Saka Lasmana, tapi secara tidak terduga Saka melepaskan pukulan jarak jauh. Wutt! Dua orang ini segera menghindar ketika masih melayang di udara. Akibatnya mereka mendarat berjauhan dengan Saka meski berhasil menyeberang sungai. Sebenarnya pukulan jarak jauh ini dilakukan secara tidak sengaja. Saka asal menggerakkan tangan karena dia merasa menggenggam batu lalu dilempar begitu saja ke arah lawan. Sampai detik itu Saka masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya khusus untuk gerakan jurus dan pukulan jarak jauh tadi. "Pulang saja sana!
Mulai saat itu juga Saka berlatih untuk menguasai semua yang terdapat dalam Kitab Sapta Wujud. Terlebih dahulu dia membaca petunjuk di halaman-halaman awal.Ternyata tiga guci tuak bisa digunakan untuk membantu mempercepat Saka dalam menguasai jurus atau ilmu.Namun, itu semua ada tata cara minumnya. Berapa teguk, kapan waktunya, menghadap ke arah mana dan posisi berdiri atau duduk.Saka Lasmana mengulang-ulang bacaan agar mudah diingat. Kecuali benar-benar lelah, ngantuk dan lapar, Saka baru berhenti berlatih.Sepertinya tiga guci tuak itu memang tepat untuk orang yang sedang melatih Kitab Sapta Wujud. Begitu ketiganya habis, Saka telah sempurna menguasai isi kitab tersebut.Setelah dihitung setiap terbit matahari, ternyata Saka berlatih selama empat purnama. Terbilang cepat. Menguasai beberapa jurus dan ilmu hanya dalam waktu empat bulan saja.Mungkin berkat bantuan tuak sakti dalam guci maupun dalam bumbung bambu. Empat guci dikubur kembali. Lalu Saka membuat tali untuk bumbung aga
Dua orang menjadi korban kepakan tangan Saka yang keras dan kuat juga mengandung tenaga dalam. Yang satu tangan kanan di bawah sikutnya patah, satu lagi bahu kirinya yang kena.Dua orang tersebut terdorong sempoyongan dengan wajah pucat bukan main. Sementara satu orang lagi mulai leleh nyali.Saka segera mengejar orang ini yang sepertinya hendak kabur. Dia berkelebat cepat sambil kirimkan pukulan tangan kanan, tapi tidak sampai mengerahkan tenaga penuh.Sett! Krakk!Pukulan ini mengenai leher bagian belakang. Dari suaranya yang keras, jelas tulang lehernya mengalami retak atau patah. Orang ini langsung ambruk tak berkutik.Mati!Saka berpaling pada dua orang lainnya yang sedang memegang bagian badannya yang patah. Lelaki ini mengulas seringai sinis. Tatapannya bagaikan macan yang hendak menerkam mangsanya."Bagaimana dengan jurusku tadi?" tanya Saka dengan kepala miring dan bergerak mendekat kepada dua orang yang kini tampak gemetar."Jangan senang dulu, belum tentu kau mampu melawan
Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung."Mau tuak? He he he ...!"Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing."Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun han
Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusa
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah