Saka terpental jauh sampai melewati sungai kecil di belakangnya. Lalu jatuh bergulingan karena tidak bisa mengimbangi diri.
Anehnya lelaki dua puluh tujuh tahun itu seperti tidak peduli dengan keadaan dirinya yang terluka. Dengan tertatih dia berdiri lagi sambil mengomel tidak jelas."Tangkap orang gila itu!" Seta Keling memberi perintah kepada dua temannya.Segera saja yang diberi perintah langsung melompat ke seberang sungai untuk meringkus Saka Lasmana, tapi secara tidak terduga Saka melepaskan pukulan jarak jauh.Wutt!Dua orang ini segera menghindar ketika masih melayang di udara. Akibatnya mereka mendarat berjauhan dengan Saka meski berhasil menyeberang sungai.Sebenarnya pukulan jarak jauh ini dilakukan secara tidak sengaja. Saka asal menggerakkan tangan karena dia merasa menggenggam batu lalu dilempar begitu saja ke arah lawan.Sampai detik itu Saka masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya khusus untuk gerakan jurus dan pukulan jarak jauh tadi."Pulang saja sana! Sekali lagi aku bukan pembunuh. Aku adalah korban, ha ha ha ....!"Kemudian Saka berlari meninggalkan tempat itu. Gerakannya begitu cepat sehingga Seta Keling tidak dapat mengejarnya."Kurang ajar! Dia lolos lagi!" Seta Keling membanting tangannya yang berisi tenaga dalam ke tanah sehingga tanah itu berlubang cukup dalam.Secara tidak sengaja Saka Lasmana kembali ke lembah di mana dia menemukan sebuah guci berisi tuak."Ke sini lagi. Lapar lagi gara-gara si edan itu! Huh! Mana tidak ada pohon buah-buahan di sini!" rutuk Saka.Dia ingat pada guci berisi arak. Lalu dia mengambil guci tersebut."Masa minum arak lagi?"Mulutnya mengeluh, tapi dia meminum juga tuak tersebut. Kali ini lebih banyak dari sebelumnya. Tenggorokan Saka sampai tersedak."Huekk, aaaah ....!"Saka merasakan tenggorokannya seperti terbakar. Lalu batuk-batuk. Ternyata panasnya menjalar ke seluruh tubuh.Karena tidak kuat, Saka sampai guling-guling di tanah sambil berteriak."Tuak sialan!"Brukk!Saka Lasmana pingsan. Beberapa lama kemudian tiba-tiba lelaki bernasib malang ini berdiri. Anehnya kedua matanya tetap terpejam.Lebih aneh lagi Saka bergerak sendiri memperagakan sebuah jurus. Kedua matanya tetap terpejam. Dia seperti ada yang mengendalikan.Gerakan jurusnya seperti orang mabuk. Posisi kedua tangannya seperti sepasang kaki depan congcorang. Beberapa kali Saka memperagakan jurus aneh itu sebelum akhirnya terkapar lagi.Malam harinya Saka terbangun. Rasa pusing melanda saat kedua matanya terbuka. Awalnya terlihat gelap. Setelah menyesuaikan diri akhirnya bisa jelas karena cahaya bintang di langit."Sudah malam rupanya!"Saka tidak lagi merasakan kepanasan. Tubuhnya segar bugar.Tiba-tiba dia ingat sesuatu."Cuma mimpi rupanya jurus congcorang itu," ujarnya, tapi dia ingat jelas jurus congcorang yang dianggapnya hanya mimpi itu.Kemudian Saka berdiri lalu melakukan jurus tadi dalam keadaan sadar. Ternyata dia tidak lupa sedikit pun gerakannya sampai selesai."Wih, aku punya jurus baru yang mirip congcorang mabok. Ha ha ha ....!" Saka garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.Saka ingat lagi pada arak yang berusia tua itu. Dengan meraba-raba dia mencari guci tuak."Ah, ini dia. Biarpun pahit dan kecut, sekarang aku suka. Andai saja kau ada banyak!"Saka meneguk lagi tuak itu sedikit, lalu membaringkan tubuhnya di tanah berumput tebal itu. Beberapa saat kemudian lelaki itu sudah terlelap.Esok harinya ketika sudah terbangun.Guci yang berisi arak sudah berada dalam pangkuan. Saka berpikir kalau arak ini habis maka tidak ada lagi yang membuat tubuhnya kuat."Tuak sakti, aku butuh banyak, tapi aku tidak tahu cara membuatnya!" ucap Saka mengajak bicara pada tuak yang tinggal sedikit lagi.Saka merasa sayang kalau dihabiskan, tapi dia membutuhkan. Dia sudah tahan dengan pahit dan kecut.Saka berdiri lalu berjalan berputar-putar di sekitar tempat itu di bagian yang datarnya. Seperti orang gila yang tidak tahu arah, mulutnya pun kadang nyerocos tak karuan.Sampai salah satu kakinya terantuk sesuatu yang menyebabkan dia terjatuh. Untung guci yang dia pegang tidak ikut jatuh.Saka segera memeriksa apa yang telah menahan kakinya. Ternyata berupa gundukan tanah. Setelah diperhatikan lagi ternyata ada tiga gundukan lagi di dekatnya.Gundukan tanah ini mirip dengan gundukan yang memendam guci. Maka segera saja Saka membongkar gundukan ini satu persatu.Saka sangat senang atas apa yang ditemukan. Tawanya lantang menggema ke seluruh lembah. Ada tiga guci tuak dan satu bumbung bambu yang panjangnya sepertiga tombak.Dari keempat barang tersebut ternyata Saka masih menemukan satu lagi yang terikat pada bumbung bambu. Benda apa itu?Saka membawa barang-barang itu ke tempat istirahatnya. Diletakkannya guci dan bumbung bambu berderet di depannya.Yang paling membuat penasaran sekarang adalah benda yang terikat menempel di bumbung bambu. Saka segera melepas talinya lalu mengambil benda tersebut.Lembaran-lembaran daun lontar yang dibentuk persegi dan disusun rapi. Meski sudah tahu benda yang dipegang, tapi Saka sempat gemetaran juga."Ternyata kitab. Kitab apa ini? Sapta Wujud?”Saka Lasmana membuka kitab tersebut. Ternyata berisi jurus-jurus dan ilmu-ilmu yang aneh. Lebih terkejut lagi ternyata jurus Congcorang Mabok ada di dalam kitab tersebut."Aku mendapatkan jurus itu seperti di dalam mimpi dan langsung hapal begitu saja. Ah, apa mungkin kitab ini berjodoh denganku?"Kemudian Saka membaca di halaman pembuka kitab yang bernama Sapta Wujud itu."Di dalam bumbung terdapat tuak sakti yang tidak akan pernah habis. Tuak ini berkhasiat untuk menambah kekuatan, penyembuhan dan bisa digunakan sebagai senjata."Saka membuka tutup bumbung, tercium aroma harum dari dalam. Saka sampai menghisap aroma itu beberapa saat sebelum ditutup kembali."Mungkin dulu ada pendekar yang suka mabuk dan selalu membawa bumbung tuak ini. Sebelum meninggal dia menuliskan jurus-jurus dan ilmunya ke dalam kitab ini. Pendekar tukang mabok, siapa pun kau aku haturkan beribu-ribu terima kasih."Akhirnya Saka merasa mendapat amunisi untuk membalas dendam. Dia akan mempelajari dan menguasai isi Kitab Sapta Wujud.Tiga guci arak mungkin untuk membantunya dalam berlatih dan bumbung tuak akan menjadi benda yang selalu dia bawa ke mana-mana.Tercatat dalam kitab tersebut ada empat jurus. Congcorang Mabok, Orang gila Melempar Buah, Bayang-bayang Dewa gila dan Lumpat Bayu.“Jurus-jurus orang mabuk semua,” gumam Saka sambil geleng-geleng, tapi dia tampak suka. Karena baginya ini hal baru.Lalu ada tujuh ilmu pukulan yaitu Bintang Kejora, Bulan Purnama, Samagaha Geni, Segara Bayu, Sukma Bumi, Ombak Banyu dan Gerbang Langit.Di bagian akhir ada dua ilmu yang mungkin paling dahsyat saat digunakan yaitu Dewa Teler dan Sukma Pamungkas.“Mungkin ini ilmu paling tinggi di antara yang lainnya!” Raut wajah Saka tampak serius saat membaca dua ilmu terakhir tersebut.Seberapa lama Saka Lasmana menguasai kitab Sapta Wujud?Pria ini tidak peduli berapa waktu yang akan dilewati. Yang penting bisa membalas dendam dan sakit hatinya.Bersambung...Mulai saat itu juga Saka berlatih untuk menguasai semua yang terdapat dalam Kitab Sapta Wujud. Terlebih dahulu dia membaca petunjuk di halaman-halaman awal.Ternyata tiga guci tuak bisa digunakan untuk membantu mempercepat Saka dalam menguasai jurus atau ilmu.Namun, itu semua ada tata cara minumnya. Berapa teguk, kapan waktunya, menghadap ke arah mana dan posisi berdiri atau duduk.Saka Lasmana mengulang-ulang bacaan agar mudah diingat. Kecuali benar-benar lelah, ngantuk dan lapar, Saka baru berhenti berlatih.Sepertinya tiga guci tuak itu memang tepat untuk orang yang sedang melatih Kitab Sapta Wujud. Begitu ketiganya habis, Saka telah sempurna menguasai isi kitab tersebut.Setelah dihitung setiap terbit matahari, ternyata Saka berlatih selama empat purnama. Terbilang cepat. Menguasai beberapa jurus dan ilmu hanya dalam waktu empat bulan saja.Mungkin berkat bantuan tuak sakti dalam guci maupun dalam bumbung bambu. Empat guci dikubur kembali. Lalu Saka membuat tali untuk bumbung aga
Dua orang menjadi korban kepakan tangan Saka yang keras dan kuat juga mengandung tenaga dalam. Yang satu tangan kanan di bawah sikutnya patah, satu lagi bahu kirinya yang kena.Dua orang tersebut terdorong sempoyongan dengan wajah pucat bukan main. Sementara satu orang lagi mulai leleh nyali.Saka segera mengejar orang ini yang sepertinya hendak kabur. Dia berkelebat cepat sambil kirimkan pukulan tangan kanan, tapi tidak sampai mengerahkan tenaga penuh.Sett! Krakk!Pukulan ini mengenai leher bagian belakang. Dari suaranya yang keras, jelas tulang lehernya mengalami retak atau patah. Orang ini langsung ambruk tak berkutik.Mati!Saka berpaling pada dua orang lainnya yang sedang memegang bagian badannya yang patah. Lelaki ini mengulas seringai sinis. Tatapannya bagaikan macan yang hendak menerkam mangsanya."Bagaimana dengan jurusku tadi?" tanya Saka dengan kepala miring dan bergerak mendekat kepada dua orang yang kini tampak gemetar."Jangan senang dulu, belum tentu kau mampu melawan
Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung."Mau tuak? He he he ...!"Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing."Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun han
Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusa
Menghadapi lawan sebanyak ini mau tak mau Saka mengambil bumbung tuaknya. Dengan tenang dia teguk arak sakti yang tak pernah habis itu.Para pendekar yang memburu Saka terbagi menjadi dua lapis. Lapis pertama sekitar belasan orang dengan senjata khas masing-masing.Lapisan kedua yang berada di belakang lapisan pertama jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka bersiap apabila yang di depan mengalami kesulitan.Pertarungan yang tidak seimbang itupun sudah berlangsung. Saka menggunakan jurus Congcorang Mabok sambil memainkan bumbung tuak.Saka harus benar-benar jeli dan tepat dalam setiap gerakannya. Menghalau serangan dari depan sembari menghindari pukulan dari samping dan belakang.Tepp! Wukk!Sampai belasan jurus memang belum mampu membalas serangan. Hanya bisa menahan atau menghalau dan menghindar.Sebenarnya dalam keadaan biasa Saka akan merasa gentar atau ciut nyali menghadapi lawan sebanyak ini.Beruntung pengaruh tuak sakti membuatnya percaya diri, menambah tenaga dan juga kecepatan ge
Akhirnya Saka menelusuri jalan kota yang tampak lebar. Di sini masih terlihat sepi, mungkin karena daerah pinggiran kota.“Tapi tampak rapi dan teratur,” gumam Saka pelan. Seketika dia merasa sepi, padahal sebelumnya dikejar-kejar banyak pendekar.“Mereka seperti hilang begitu saja. Ke mana pula wanita bercadar tadi?” Saka menoleh sebentar ke belakang. Tidak ada satu pun orang yang tadi ingin menangkapnya.Saka melewati sebuah desa pinggiran kota. Tidak begitu ramai, tapi tampak lebih makmur daripada desa di luar kota.Yang ditemui di sini kebanyakan kedai dengan ukuran besar beserta penginapan di samping atau belakangnya.Saka terus berjalan ke arah pusat kota. Walaupun belum tahu, tapi bisa memastikan lebih ke dalam maka akan menemukan pusat kota termasuk istana kerajaan Galuh.Ketika melewati salah satu kedai yang cukup ramai, beberapa orang menatapnya dengan tajam. Mungkin karena melihat wajah baru.Sementara indra pendengaran Saka yang semakin tajam berkat tuak sakti mendapatkan s
Jurus-jurus yang diperagakan Arya Kumbara tampak tegas sempurna. Setiap gerakan terlihat halus tapi cepat dan mematikan.Sosok putra Ki Sempana, ketua perguruan Girisoca ini laksana bayangan putih berkilau. Halus tak dapat disentuh.Sementara gerakan Ki Genta mencerminkan nafsu ingin membunuh yang begitu kentara. Sejak awal diminta untuk membunuh lawannya karena memang ada kepentingan pribadi juga.Membalas dendam saudaranya yang telah terbunuh oleh Arya Kumbara beberapa waktu yang lalu.“Semuda itu sudah memiliki tenaga dalam tinggi. Sungguh pendekar muda yang berbakat!” ujar Saka begitu mengagumi kebolehan Arya Kumbara.“Tapi aku belum mendengar apa julukannya?”Sementara belasan orang berseragam yang diduga dari perguruan Kalajingga tampak menunjukkan raut wajah lesu.Tentu saja karena melihat Arya Kumbara begitu mudahnya mengimbangi permainan Ki Genta, tokoh yang dianggap sudah kawakan ternyata sama saja seperti yang
Arya Kumbara tampak terkejut bukan main sambil mengerutkan kening agak lama. Saka yang tidak tahu isi surat itu hanya menunggu pemuda itu selesai membaca.Saka ingat ucapan orang misterius, jalan untuk menemukan Ki Jangkung Wulung dan lainnya adalah dengan mengikuti salah satu perguruan terkemuka di kotaraja.“Sepertinya aku harus memilih perguruan Girisoca,” batin Saka.“Ternyata keadaan perguruan sangat gawat. Ayah terkepung oleh para pengkhianat yang telah menyusup lama. Kurang ajar, mereka sangat rapi dalam menjalankan rencananya!” ujar Arya Kumbara.“Mereka siapa?” tanya Saka.“Perguruan Kalajingga,” jawab Arya Kumbara. “ Mereka diam-diam menyusupkan orang-orangnya sejak lama. Bahkan sampai bisa menempati jabatan penting.”Saka cukup terperangah juga mendengarnya. Ada dua kemungkinan yang ingin didapatkan perguruan Kalajingga, ingin mengambil alih atau melenyapkan perguruan Girisoca sehingga nantinya hanya ada satu yang berkuasa di kotaraja.“Apakah sudah sangat gawat keadaannya?
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah