Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.
Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung."Mau tuak? He he he ...!"Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing."Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun hanya mengenai bumbung bambu tersebut.Trang!Bumbung tuak bergetar, tapi Saka masih kuat memegangnya sehingga tidak sampai terpental apalagi terdorong karena hantaman serangan lawan.Hebatnya bumbung bambu itu sangat kuat seperti batu karang. Ketujuh pukulan tidak satu pun mampu membuat bumbung retak apalagi hancur.Malah tujuh serangan tersebut terpental balik mengarah ke si pemilik masing-masing. Tujuh pendekar jatuhkan diri demi selamat nyawa masing-masing."Sialan!""Setan keparat!""Kurang ajar!"Saka tertawa lantang melihat musuhnya pontang panting karena serangan sendiri."Kalian pulang saja. Kalian tidak tahu apa-apa yang sebenarnya terjadi!" teriak Saka.Namun, tiga pendekar yang sudah setengah baya tampaknya masih tidak mau mundur. Mereka bangun dan menyerang kembali dengan serangan lebih ganas dari sebelumnya.Ketiga orang ini menggunakan tombak pendek, golok besar dan sepasang pedang pendek sebagai senjatanya. Ketiga senjata tersebut tampak memancarkan cahaya kuning menyilaukan.Tampaknya mereka mengeluarkan ilmu yang paling diandalkan. Sementara empat orang lain memilih hanya menonton saja."Kalian, tua-tua ngeyel!"Saka teguk lagi tuak yang tidak pernah habis itu. Sebagian ditelan, sebagian lagi dikumur dalam mulut. Lalu kedua telapak tangan pun dibasuh tuak.Lelaki berambut gondrong ini mengeluarkan jurus Orang gila Melempar Buah. Lalu sosoknya menerjang ke arah lawan yang menggunakan tombak pendek.Ketiga lawan tingkatkan waspada. Yang paling diawasi adalah tuak yang ada di dalam mulut Saka. Sementara si tombak pendek sudah siap dengan ilmu andalannya.Saat sosok Saka semakin dekat, tuak dalam mulut disemburkan kuat-kuat mengincar wajah si tombak pendek.Craat!Semburan ruak langsung ditepis oleh mata tombak yang memancarkan sinar kuning. Sementara dari tangan satunya, si tombak pendek ini melepaskan pukulan tenaga dalam pula.Sosok Saka semakin dekat, si tombak pendek menyangka pukulan saktinya akan mengenai tubuh Saka.Namun, ternyata Saka sudah tahu pukulan tersebut. Dia menahannya dengan telapak tangan yang sudah dilapisi tuak.Desss!Dua pukulan beradu kuat menghasilkan getaran dahsyat. Si tombak pendek terdorong. Tenaga dalamnya kalah telak.Akibat bentrokan tadi, Si tombak pendek terasa dihantam batu karang. Sendi-sendinya terasa lepas. Tubuhnya terjatuh bergulingan. Tenaganya tiba-tiba lemas.Pada saat itu datang serangan dari dua orang lainnya. Sepasang pedang pendek mengejar ke arah leher, sedangkan golok besar mengarah ke pinggang.Saka hanya sekali gerak melemparkan bumbung bambu sambil melompat mundur.Trakk!Dua serangan mengenai bumbung. Seperti tadi bumbung tersebut tidak mengalami kerusakan apa pun. Malah terpental kembali ke pemiliknya, dengan mudah Saka menangkapnya lalu disampirkan di punggung lagi.Sementara dua orang lawannya juga tersurut akibat benturan senjata mereka dengan bumbung tuak. Rupanya menghasilkan daya dorong dan getaran sangat kuat sampai tangan mereka mengalami kebas.Belum selesai di situ, ternyata Saka sudah mengirim serangan susulan berupa lemparan percikan tuak. Serta merta dua orang ini jatuhkan badan guna menyelamatkan diri."Kalau kalian muridnya Jangkung Wulung, sudah pasti aku bunuh!" teriak Saka sambil berkelebat meninggalkan tempat itu.Setelah jauh Saka hentikan larinya. Dia berdiri merenung di bawah sebuah pohon. Saka mengingat dirinya masih menjadi buronan para pendekar.Bukan mustahil selama perjalanannya akan terus diburu. Entah sudah berapa teguk sejak dia melakukan perjalanan, tapi isinya masih tetap penuh di dalam bumbung.Di kala sedang termenung seperti itu tiba-tiba Saka Lasmana merasakan ada kesiur angin menghembus tengkuknya. Dia langsung berbalik.Wush!Satu ujung pedang yang tajam nyaris menebas lehernya kalau dia tidak cepat menarik badannya. Hanya langkah mundur sempoyongan, tidak ada gerakan indah lainnya.Selanjutnya Saka Lasmana sadar, ternyata yang menyerangnya adalah seorang lelaki yang tampak seumuran dengannya.Saka Lasmana tidak sempat bicara karena lawannya sudah mengirim serangan susulan. Pedangnya berputar cepat memburu titik-titik bahaya di tubuhnya.Dalam satu gerak, dua belas tempat jadi sasaran. Namun, gerakan Saka Lasmana lebih cepat lagi sehingga serangan tersebut tidak mengenai satupun sasarannya.Saka menggunakan jurus Bayang-bayang Dewa Gila yang membuat sosoknya berubah seperti bayangan. Bahkan kadang bisa menjadi banyak.Sementara lelaki berparas lumayan tampan bersenjata pedang menjadi semakin penasaran. Jurus pedang andalan yang biasanya tidak mengecewakan dirinya, kini seolah dipermainkan begitu sajaMaka lelaki bertubuh kekar ini mengubah jurus yang lebih ganas. Gerakan pedangnya semakin mematikan. Saking cepatnya, tidak bisa dilihat mata biasa.Namun, dengan sikap tenang Saka Lasmana bisa menebak arah gerakan senjata lawan dari suara angin dan arah angin berhembus walaupun sangat tidak kentara."Gila, dia mampu mengimbangi jurus 'Pedang Menyulam Langit'-ku!" batin pemuda bersenjata pedang.Saka Lasmana sudah mengumpulkan ingatannya tentang lawannya yang bersenjata pedang ini. Dia masih gunakan jurus Bayang-bayang Dewa gila sambil menyiapkan jurus lainnya.Syuut!Pedang meluncur deras dan cepat ke arah dada Saka Lasmana.Pedang di tangan lelaki kekar ini melesat cepat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Dalam hitungan kurang dari sekejap seharusnya sudah bisa menembus dada lawannya.Akan tetapi...Tepp!Pemuda bersenjata pedang terkejut bukan alang kepalang. Tubuhnya tertahan hampir saja oleng kalau genggaman pada pedangnya tidak kuat.Sementara pedang andalannya pun tertahan. Terjepit di antara dua telapak tangan Saka Lasmana. Jepitan ini bagaikan dua gunung menghimpit.Bagaimana Saka Lasmana bisa melakukannya, itu yang membuat tak habis pikir si lelaki bersenjata pedang."Dia bisa menangkap 'Tusukan Pedang Memanah', gila? Tidak kusangka dia sehebat ini. Dia orang pertama yang mampu melakukannya!" batin lelaki bersenjata pedang.Yang digunakan Saka Lasmana ilmu Ombak Banyu dari Kitab Sapta Wujud. Jari-jari menjadi kuat laksana ombak sehingga mampu menjepit senjata yang tengah meluncur deras ke arahnya.Dia juga tidak menyangka akan berhasil menggunakan ilmu ini untuk pertama kalinya. Antara tegang dan girang, sikapnya disembunyikan dalam ketenangan."Pendekar Pedang Tunggal, kenapa menyerangku?" tanya Saka Lasmana setelah mendapatkan ingatannya.Bersambung...Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusa
Menghadapi lawan sebanyak ini mau tak mau Saka mengambil bumbung tuaknya. Dengan tenang dia teguk arak sakti yang tak pernah habis itu.Para pendekar yang memburu Saka terbagi menjadi dua lapis. Lapis pertama sekitar belasan orang dengan senjata khas masing-masing.Lapisan kedua yang berada di belakang lapisan pertama jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka bersiap apabila yang di depan mengalami kesulitan.Pertarungan yang tidak seimbang itupun sudah berlangsung. Saka menggunakan jurus Congcorang Mabok sambil memainkan bumbung tuak.Saka harus benar-benar jeli dan tepat dalam setiap gerakannya. Menghalau serangan dari depan sembari menghindari pukulan dari samping dan belakang.Tepp! Wukk!Sampai belasan jurus memang belum mampu membalas serangan. Hanya bisa menahan atau menghalau dan menghindar.Sebenarnya dalam keadaan biasa Saka akan merasa gentar atau ciut nyali menghadapi lawan sebanyak ini.Beruntung pengaruh tuak sakti membuatnya percaya diri, menambah tenaga dan juga kecepatan ge
Akhirnya Saka menelusuri jalan kota yang tampak lebar. Di sini masih terlihat sepi, mungkin karena daerah pinggiran kota.“Tapi tampak rapi dan teratur,” gumam Saka pelan. Seketika dia merasa sepi, padahal sebelumnya dikejar-kejar banyak pendekar.“Mereka seperti hilang begitu saja. Ke mana pula wanita bercadar tadi?” Saka menoleh sebentar ke belakang. Tidak ada satu pun orang yang tadi ingin menangkapnya.Saka melewati sebuah desa pinggiran kota. Tidak begitu ramai, tapi tampak lebih makmur daripada desa di luar kota.Yang ditemui di sini kebanyakan kedai dengan ukuran besar beserta penginapan di samping atau belakangnya.Saka terus berjalan ke arah pusat kota. Walaupun belum tahu, tapi bisa memastikan lebih ke dalam maka akan menemukan pusat kota termasuk istana kerajaan Galuh.Ketika melewati salah satu kedai yang cukup ramai, beberapa orang menatapnya dengan tajam. Mungkin karena melihat wajah baru.Sementara indra pendengaran Saka yang semakin tajam berkat tuak sakti mendapatkan s
Jurus-jurus yang diperagakan Arya Kumbara tampak tegas sempurna. Setiap gerakan terlihat halus tapi cepat dan mematikan.Sosok putra Ki Sempana, ketua perguruan Girisoca ini laksana bayangan putih berkilau. Halus tak dapat disentuh.Sementara gerakan Ki Genta mencerminkan nafsu ingin membunuh yang begitu kentara. Sejak awal diminta untuk membunuh lawannya karena memang ada kepentingan pribadi juga.Membalas dendam saudaranya yang telah terbunuh oleh Arya Kumbara beberapa waktu yang lalu.“Semuda itu sudah memiliki tenaga dalam tinggi. Sungguh pendekar muda yang berbakat!” ujar Saka begitu mengagumi kebolehan Arya Kumbara.“Tapi aku belum mendengar apa julukannya?”Sementara belasan orang berseragam yang diduga dari perguruan Kalajingga tampak menunjukkan raut wajah lesu.Tentu saja karena melihat Arya Kumbara begitu mudahnya mengimbangi permainan Ki Genta, tokoh yang dianggap sudah kawakan ternyata sama saja seperti yang
Arya Kumbara tampak terkejut bukan main sambil mengerutkan kening agak lama. Saka yang tidak tahu isi surat itu hanya menunggu pemuda itu selesai membaca.Saka ingat ucapan orang misterius, jalan untuk menemukan Ki Jangkung Wulung dan lainnya adalah dengan mengikuti salah satu perguruan terkemuka di kotaraja.“Sepertinya aku harus memilih perguruan Girisoca,” batin Saka.“Ternyata keadaan perguruan sangat gawat. Ayah terkepung oleh para pengkhianat yang telah menyusup lama. Kurang ajar, mereka sangat rapi dalam menjalankan rencananya!” ujar Arya Kumbara.“Mereka siapa?” tanya Saka.“Perguruan Kalajingga,” jawab Arya Kumbara. “ Mereka diam-diam menyusupkan orang-orangnya sejak lama. Bahkan sampai bisa menempati jabatan penting.”Saka cukup terperangah juga mendengarnya. Ada dua kemungkinan yang ingin didapatkan perguruan Kalajingga, ingin mengambil alih atau melenyapkan perguruan Girisoca sehingga nantinya hanya ada satu yang berkuasa di kotaraja.“Apakah sudah sangat gawat keadaannya?
Pintu rahasia itu hanya mereka -ayah dan anak- yang tahu. Sehingga dengan mudah Arya bisa masuk ke kediaman ayahnya.Sampai di dalam, tampak seorang lelaki kurus dengan kulit pucat seluruhnya dan rambut panjang tergerai acak-acakan sedang duduk bersila di tengah-tengah ruangan.Ruangan dipenuhi hawa sakti tebal. Sosok lelaki kurus tua yang tidak lain adalah Ki Sempana sedang berjuang melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.Arya memandang ayahnya dengan penuh iba. Selama dia berada di luar perguruan, sang ayah selalu dalam ancaman para pengkhianat.“Ayah, bertahanlah. Aku akan membantu!” ucap Arya pelan.Sang ayah tampak menegakkan tubuhnya. Kedua matanya terpejam. Nafasnya mengalir pelan teratur seolah tidak ingin ada kesalahan dalam mengambil udara.Kemudian Arya Kumbara duduk bersila di belakang ayahnya. Pemuda ini kerahkan tenaga dalam lembut. Sepasang telapak tangannya ditempelkan ke punggung Ki Sempana.Kejap berikutnya Arya mulai menyalurkan hawa sakti ke dalam tubuh ayahny
Kembali ke Wisma Bahagia.Suasana di sana juga tampak tegang. Tiga orang petinggi perguruan Kalajingga mulai tersulut emosi, sebabnya mereka tidak bisa masuk bertemu dengan Arya Kumbara palsu.“Aku curiga jangan-jangan di dalam tidak ada siapa-siapa!” seru salah satunya menduga-duga.“Kalian tahu ini kamar khusus yang selalu Tuanku gunakan bila berkunjung ke sini. Sekarang beliau baru saja pulang dari luar kota, tentunya merasa kelelahan,” sanggah wanita bertopeng dengan suara lembut.“Dari tadi kau selalu bicara begitu, seolah ingin mencegah kami bertemu. Kami sudah ada perjanjian!” tukas yang lainnya.“Tenang sajalah, kalau sudah saatnya kalian pasti bertemu!”“Memangnya siapa dia, berani mengatur kami?”“Menjengkelkan! Biar aku masuk saja!”Salah seorang menerjang ke pintu kamar. Namun, selangkah lagi menyentuh, tiba-tiba pintu terbuka sedikit lalu segelombang angin berkelebat keluar.Wutt!Orang tersebut sampai tersurut lagi ke belakang. Terkejut bukan main.“Golok Membelah Bumi!”
Saka segera mencari tempat sembunyi untuk mengetahui lebih jelas tentang mereka. Karena kini Saka sudah tahu dua orang itu kubu yang saling bertentangan.“Arya Kumbara, ada hubungan apa dia dengan gadis itu?” pikir Saka dalam hati.Orang yang menunggu gadis bercadar itu adalah Arya Kumbara. Sedangkan Saka yakin gadis itu salah satu orang penting di perguruan Kalajingga. Kenapa mereka bisa mengadakan pertemuan secara rahasia?Mereka berdua sudah masuk ke penginapan termasuk si gadis pelayan.Kemudian pria yang selalu membawa bumbung tuak ini melesat ke atas atap. Saka yang sudah berpakaian seperti biasanya hinggap tanpa menimbulkan suara.Dengan pengawasan yang kuat, Saka dapat menemukan di mana Arya Kumbara dan gadis bercadar berada. Dari atas atap itu Saka mulai mendengarkan percakapan di dalam kamar.“Kabarnya Dinda sempat mencegat dia dan meminta surat rahasia itu?” tanya Arya Kumbara pelan.“Aku hanya menjalankan tugas saja dari ayah. Berhasil atau gagal, aku sudah melakukannya,”
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah