Share

7. Diburu Para Pendekar

Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.

Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.

Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung.

"Mau tuak? He he he ...!"

Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.

Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.

Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing.

"Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"

Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun hanya mengenai bumbung bambu tersebut.

Trang!

Bumbung tuak bergetar, tapi Saka masih kuat memegangnya sehingga tidak sampai terpental apalagi terdorong karena hantaman serangan lawan.

Hebatnya bumbung bambu itu sangat kuat seperti batu karang. Ketujuh pukulan tidak satu pun mampu membuat bumbung retak apalagi hancur.

Malah tujuh serangan tersebut terpental balik mengarah ke si pemilik masing-masing. Tujuh pendekar jatuhkan diri demi selamat nyawa masing-masing.

"Sialan!"

"Setan keparat!"

"Kurang ajar!"

Saka tertawa lantang melihat musuhnya pontang panting karena serangan sendiri.

"Kalian pulang saja. Kalian tidak tahu apa-apa yang sebenarnya terjadi!" teriak Saka.

Namun, tiga pendekar yang sudah setengah baya tampaknya masih tidak mau mundur. Mereka bangun dan menyerang kembali dengan serangan lebih ganas dari sebelumnya.

Ketiga orang ini menggunakan tombak pendek, golok besar dan sepasang pedang pendek sebagai senjatanya. Ketiga senjata tersebut tampak memancarkan cahaya kuning menyilaukan.

Tampaknya mereka mengeluarkan ilmu yang paling diandalkan. Sementara empat orang lain memilih hanya menonton saja.

"Kalian, tua-tua ngeyel!"

Saka teguk lagi tuak yang tidak pernah habis itu. Sebagian ditelan, sebagian lagi dikumur dalam mulut. Lalu kedua telapak tangan pun dibasuh tuak.

Lelaki berambut gondrong ini mengeluarkan jurus Orang gila Melempar Buah. Lalu sosoknya menerjang ke arah lawan yang menggunakan tombak pendek.

Ketiga lawan tingkatkan waspada. Yang paling diawasi adalah tuak yang ada di dalam mulut Saka. Sementara si tombak pendek sudah siap dengan ilmu andalannya.

Saat sosok Saka semakin dekat, tuak dalam mulut disemburkan kuat-kuat mengincar wajah si tombak pendek.

Craat!

Semburan ruak langsung ditepis oleh mata tombak yang memancarkan sinar kuning. Sementara dari tangan satunya, si tombak pendek ini melepaskan pukulan tenaga dalam pula.

Sosok Saka semakin dekat, si tombak pendek menyangka pukulan saktinya akan mengenai tubuh Saka.

Namun, ternyata Saka sudah tahu pukulan tersebut. Dia menahannya dengan telapak tangan yang sudah dilapisi tuak.

Desss!

Dua pukulan beradu kuat menghasilkan getaran dahsyat. Si tombak pendek terdorong. Tenaga dalamnya kalah telak.

Akibat bentrokan tadi, Si tombak pendek terasa dihantam batu karang. Sendi-sendinya terasa lepas. Tubuhnya terjatuh bergulingan. Tenaganya tiba-tiba lemas.

Pada saat itu datang serangan dari dua orang lainnya. Sepasang pedang pendek mengejar ke arah leher, sedangkan golok besar mengarah ke pinggang.

Saka hanya sekali gerak melemparkan bumbung bambu sambil melompat mundur.

Trakk!

Dua serangan mengenai bumbung. Seperti tadi bumbung tersebut tidak mengalami kerusakan apa pun. Malah terpental kembali ke pemiliknya, dengan mudah Saka menangkapnya lalu disampirkan di punggung lagi.

Sementara dua orang lawannya juga tersurut akibat benturan senjata mereka dengan bumbung tuak. Rupanya menghasilkan daya dorong dan getaran sangat kuat sampai tangan mereka mengalami kebas.

Belum selesai di situ, ternyata Saka sudah mengirim serangan susulan berupa lemparan percikan tuak. Serta merta dua orang ini jatuhkan badan guna menyelamatkan diri.

"Kalau kalian muridnya Jangkung Wulung, sudah pasti aku bunuh!" teriak Saka sambil berkelebat meninggalkan tempat itu.

Setelah jauh Saka hentikan larinya. Dia berdiri merenung di bawah sebuah pohon. Saka mengingat dirinya masih menjadi buronan para pendekar.

Bukan mustahil selama perjalanannya akan terus diburu. Entah sudah berapa teguk sejak dia melakukan perjalanan, tapi isinya masih tetap penuh di dalam bumbung.

Di kala sedang termenung seperti itu tiba-tiba Saka Lasmana merasakan ada kesiur angin menghembus tengkuknya. Dia langsung berbalik.

Wush!

Satu ujung pedang yang tajam nyaris menebas lehernya kalau dia tidak cepat menarik badannya. Hanya langkah mundur sempoyongan, tidak ada gerakan indah lainnya.

Selanjutnya Saka Lasmana sadar, ternyata yang menyerangnya adalah seorang lelaki yang tampak seumuran dengannya.

Saka Lasmana tidak sempat bicara karena lawannya sudah mengirim serangan susulan. Pedangnya berputar cepat memburu titik-titik bahaya di tubuhnya.

Dalam satu gerak, dua belas tempat jadi sasaran. Namun, gerakan Saka Lasmana lebih cepat lagi sehingga serangan tersebut tidak mengenai satupun sasarannya.

Saka menggunakan jurus Bayang-bayang Dewa Gila yang membuat sosoknya berubah seperti bayangan. Bahkan kadang bisa menjadi banyak.

Sementara lelaki berparas lumayan tampan bersenjata pedang menjadi semakin penasaran. Jurus pedang andalan yang biasanya tidak mengecewakan dirinya, kini seolah dipermainkan begitu saja

Maka lelaki bertubuh kekar ini mengubah jurus yang lebih ganas. Gerakan pedangnya semakin mematikan. Saking cepatnya, tidak bisa dilihat mata biasa.

Namun, dengan sikap tenang Saka Lasmana bisa menebak arah gerakan senjata lawan dari suara angin dan arah angin berhembus walaupun sangat tidak kentara.

"Gila, dia mampu mengimbangi jurus 'Pedang Menyulam Langit'-ku!" batin pemuda bersenjata pedang.

Saka Lasmana sudah mengumpulkan ingatannya tentang lawannya yang bersenjata pedang ini. Dia masih gunakan jurus Bayang-bayang Dewa gila sambil menyiapkan jurus lainnya.

Syuut!

Pedang meluncur deras dan cepat ke arah dada Saka Lasmana.

Pedang di tangan lelaki kekar ini melesat cepat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Dalam hitungan kurang dari sekejap seharusnya sudah bisa menembus dada lawannya.

Akan tetapi...

Tepp!

Pemuda bersenjata pedang terkejut bukan alang kepalang. Tubuhnya tertahan hampir saja oleng kalau genggaman pada pedangnya tidak kuat.

Sementara pedang andalannya pun tertahan. Terjepit di antara dua telapak tangan Saka Lasmana. Jepitan ini bagaikan dua gunung menghimpit.

Bagaimana Saka Lasmana bisa melakukannya, itu yang membuat tak habis pikir si lelaki bersenjata pedang.

"Dia bisa menangkap 'Tusukan Pedang Memanah', gila? Tidak kusangka dia sehebat ini. Dia orang pertama yang mampu melakukannya!" batin lelaki bersenjata pedang.

Yang digunakan Saka Lasmana ilmu Ombak Banyu dari Kitab Sapta Wujud. Jari-jari menjadi kuat laksana ombak sehingga mampu menjepit senjata yang tengah meluncur deras ke arahnya.

Dia juga tidak menyangka akan berhasil menggunakan ilmu ini untuk pertama kalinya. Antara tegang dan girang, sikapnya disembunyikan dalam ketenangan.

"Pendekar Pedang Tunggal, kenapa menyerangku?" tanya Saka Lasmana setelah mendapatkan ingatannya.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status