Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.
Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusanku. Aku sudah tahu akar permasalahannya, aku akan menyelesaikan sendiri masalah ini!”"Kenapa kau tidak jelaskan saja sekarang padaku?""Memangnya kau mau percaya ucapan buronan?" balik tanya Saka. Dalam hati kenapa pendekar yang sudah terkenal ini bersikap tolol begini.Saka Lasmana garuk-garuk kepala menahan tawa."Aku tidak bisa mengalahkanmu, aku mundur. Seperti saranmu, aku tidak akan ikut campur lagi!"Pendekar Pedang Tunggal berkelebat pergi. Lalu Saka Lasmana lepaskan tawa yang dari tadi ditahan-tahan."Hua ha ha ha ...! Dasar tolol. Tidak dinyana pendekar yang sudah punya nama ternyata tolol. Ah!”Saka menepuk kening sendiri. "Seperti diriku juga mungkin. Sudah banyak orang menyebutku sinting. Ah! Dasar!”Kemudian Saka melanjutkan perjalanan.******Kotaraja yang hendak dituju Saka bernama Karang Kamulyan. Sebenarnya bisa dikatakan belum lama menjadi ibukota kerajaan Galuh.Malah sebelumnya bukan Galuh nama kerajaan tersebut, tetapi Kendan. Raja ketiga Kendan yaitu Sang Kandiawan yang bergelar Rajaresi Dewaraja mewariskan tahta kepada putra bungsunya yaitu Wretikandayun.Begitu dinobatkan menjadi raja Kendan, Wretikandayun memindahkan ibukota ke Karang Kamulyan yang sudah ia bangun sejak lama. Juga mengganti nama Kendan menjadi Galuh yang artinya permata.Karang Kamulyan semakin ramai setelah menjadi kotaraja. Namun, pada saat itu Galuh masih menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.Di sisi lain pamor Tarumanagara sedang menurun. Keberadaan Galuh di wilayah timur apalagi terhalang sungai Citarum seolah menjadi tidak tersentuh oleh penguasa pusat. Sehingga Wretikandayun bisa dengan leluasa membangun kekuatan besar.Untuk menjaga kedamaian Kotaraja, pihak kerajaan tidak hanya mengandalkan instansi yang berwenang, tapi juga bekerja sama dengan dunia persilatan.Itulah alasan keberadaan dua perguruan besar di ibukota. Girisoca dan Kalajingga.Saka hendak memberikan benda titipan orang misterius kepada Arya Kumbara, anak ketua perguruan Girisoca.Sebelum mencari orang tersebut, Saka ingin mencari tahu dulu tentang kedua perguruan yang berkuasa di kotaraja itu.Sebelum memasuki gerbang kota, Saka menemukan sebuah kedai kecil yang berada di tempat terpencil jauh dari keramaian.Saka segera mampir ke kedai tersebut yang mana sudah ada satu orang tengah menyantap hidangan di sana.“Ki Sanak pasti hendak ke kotaraja!” ujar lelaki tua yang sedang mengisi perutnya kepada Saka.“Ya,” jawab Saka sambil mengambil sebuah makanan yang tersaji di meja kedai setelah duduk di sebelah lelaki tua itu.“Banyak orang yang mengadu nasib di kotaraja. Tapi di sana ada dua pengaruh yang sama-sama kuat. Setiap orang yang ke sana harus mengikuti salah satunya,” lanjut si orang tua.Saka sudah tahu apa dimaksud orang tersebut.“Bagaimana kalau tidak memilih salah satunya?” tanya Saka kemudian.“Kau akan dipaksa atau dengan cara halus atau kasar akan diusir!”“Mungkin itu untuk orang yang hendak buka usaha, tidak untukku yang hanya ingin tinggal beberapa hari saja,” sanggah Saka.“Tapi kau akan mencari tempat untuk tinggal. Tempat yang akan kau pilih tentunya pengikut salah satu yang berkuasa di sana. Kalau sudah masuk ke sana, maka kau dinyatakan sudah jadi pengikut mereka. Apabila berpindah ke tempat lain yang menjadi pengikut satunya, maka akan dianggap pengkhianat dan harus dihukum!”Saka diam sejenak. Orang tua ini ternyata tahu banyak situasi di dalam kota. Namun, sejak tadi Saka tidak menemukan bahwa orang itu dari kalangan persilatan.“Lantas, bagaimana menurut Ki Sanak. Kelompok mana yang harus saya ikuti?” tanya Saka mencari kejelasan. Sedangkan dia sudah tahu harus menemui Arya Kumbara yang pastinya akan menjadi pengikut perguruan Girisoca.“Perguruan Girisoca terkenal baik, ramah. Mereka memberi modal kepada para pelaku usaha dan mengembalikan kalau sudah mampu membayarnya tanpa imbalan apa pun,” tutur si orang tua.Para pelaku usaha juga baik di bidang perdagangan atau jasa tidak dipungut pajak kecuali kepada pemerintah, tetapi mereka dengan sukarela memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih kepada perguruan Girisoca.Keamanan mereka juga dijaga oleh murid-murid perguruan Girisoca yang ditugaskan untuk pengamanan.“Sedangkan perguruan Kalajingga, “lanjut si orang tua. “Mereka hanya memberikan pengamanan saja. Tidak memberi modal, tapi menarik pajak. Jadi pengikut mereka harus membayar pajak dua kali. Kepada pemerintah dan perguruan!”Saka angguk-angguk pelan. Sudah terbayangkan suasana di sana. Perguruan Kalajingga terkesan buruk.Mungkin yang sudah menjadi pengikut perguruan tersebut merasa menyesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.“Terima kasih atas keterangannya, Ki Sanak!”Saka berdiri, membayar beberapa kepeng perak kepada pemilik kedai. Kepeng itu dia dapatkan di rumahnya walau sedikit. Mungkin Rinjani atau Boma Sagara tidak memerlukan kepeng tersebut sehingga ditinggalkan begitu saja.Kemudian Saka melangkah ke arah pintu gerbang yang jaraknya masih puluhan tombak.Semakin dekat, semakin ramai. Banyak rumah dan tempat lainnya seperti kedai dan penginapan. Mungkin yang di luar gerbang ini tidak kebagian tempat di dalam dan tentunya tidak tunduk pada aturan yang terkesan menakutkan itu.Namun, semakin dekat pula Saka merasakan ada banyak orang yang diam-diam menguntitnya. Dugaannya tidak jauh pasti ingin menangkapnya. Dia masih seorang buronan.Sampai akhirnya ketika di tempat yang agak sepi, barulah orang-orang yang menguntit Saka menunjukkan diri dengan mengepungnya.Semuanya dari kaum pendekar. Saka baru pertama kali dikepung banyak orang. Sebelumnya dia hanya melawan tujuh orang. Saka langsung siaga.“Buronan hendak kabur ke kotaraja agar tidak ada yang berani menangkapmu! Tak akan aku biarkan!” teriak salah seorang.“Lebih baik menyerah!” sahut yang laiin.“Dan serahkan surat yang kau bawa itu!”Yang terakhir ini membuat Saka tampak terkejut. Bagaimana bisa ada orang tahu dia membawa gulungan surat daun lontar?“Saya punya hak membela diri!” seru Saka, lantang.“Kau tidak mengukur diri! Kau pikir dirimu dewa. Daripada mati konyol, lebih baik menyerah!”“Bagaimana kalau aku tidak mau?” Saka mulai keluar sifat sintingnya. Sama sekali dia tidak merasa takut melawan banyak orang sekaligus.“Cari mati!”“Serang!”***Menghadapi lawan sebanyak ini mau tak mau Saka mengambil bumbung tuaknya. Dengan tenang dia teguk arak sakti yang tak pernah habis itu.Para pendekar yang memburu Saka terbagi menjadi dua lapis. Lapis pertama sekitar belasan orang dengan senjata khas masing-masing.Lapisan kedua yang berada di belakang lapisan pertama jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka bersiap apabila yang di depan mengalami kesulitan.Pertarungan yang tidak seimbang itupun sudah berlangsung. Saka menggunakan jurus Congcorang Mabok sambil memainkan bumbung tuak.Saka harus benar-benar jeli dan tepat dalam setiap gerakannya. Menghalau serangan dari depan sembari menghindari pukulan dari samping dan belakang.Tepp! Wukk!Sampai belasan jurus memang belum mampu membalas serangan. Hanya bisa menahan atau menghalau dan menghindar.Sebenarnya dalam keadaan biasa Saka akan merasa gentar atau ciut nyali menghadapi lawan sebanyak ini.Beruntung pengaruh tuak sakti membuatnya percaya diri, menambah tenaga dan juga kecepatan ge
Akhirnya Saka menelusuri jalan kota yang tampak lebar. Di sini masih terlihat sepi, mungkin karena daerah pinggiran kota.“Tapi tampak rapi dan teratur,” gumam Saka pelan. Seketika dia merasa sepi, padahal sebelumnya dikejar-kejar banyak pendekar.“Mereka seperti hilang begitu saja. Ke mana pula wanita bercadar tadi?” Saka menoleh sebentar ke belakang. Tidak ada satu pun orang yang tadi ingin menangkapnya.Saka melewati sebuah desa pinggiran kota. Tidak begitu ramai, tapi tampak lebih makmur daripada desa di luar kota.Yang ditemui di sini kebanyakan kedai dengan ukuran besar beserta penginapan di samping atau belakangnya.Saka terus berjalan ke arah pusat kota. Walaupun belum tahu, tapi bisa memastikan lebih ke dalam maka akan menemukan pusat kota termasuk istana kerajaan Galuh.Ketika melewati salah satu kedai yang cukup ramai, beberapa orang menatapnya dengan tajam. Mungkin karena melihat wajah baru.Sementara indra pendengaran Saka yang semakin tajam berkat tuak sakti mendapatkan s
Jurus-jurus yang diperagakan Arya Kumbara tampak tegas sempurna. Setiap gerakan terlihat halus tapi cepat dan mematikan.Sosok putra Ki Sempana, ketua perguruan Girisoca ini laksana bayangan putih berkilau. Halus tak dapat disentuh.Sementara gerakan Ki Genta mencerminkan nafsu ingin membunuh yang begitu kentara. Sejak awal diminta untuk membunuh lawannya karena memang ada kepentingan pribadi juga.Membalas dendam saudaranya yang telah terbunuh oleh Arya Kumbara beberapa waktu yang lalu.“Semuda itu sudah memiliki tenaga dalam tinggi. Sungguh pendekar muda yang berbakat!” ujar Saka begitu mengagumi kebolehan Arya Kumbara.“Tapi aku belum mendengar apa julukannya?”Sementara belasan orang berseragam yang diduga dari perguruan Kalajingga tampak menunjukkan raut wajah lesu.Tentu saja karena melihat Arya Kumbara begitu mudahnya mengimbangi permainan Ki Genta, tokoh yang dianggap sudah kawakan ternyata sama saja seperti yang
Arya Kumbara tampak terkejut bukan main sambil mengerutkan kening agak lama. Saka yang tidak tahu isi surat itu hanya menunggu pemuda itu selesai membaca.Saka ingat ucapan orang misterius, jalan untuk menemukan Ki Jangkung Wulung dan lainnya adalah dengan mengikuti salah satu perguruan terkemuka di kotaraja.“Sepertinya aku harus memilih perguruan Girisoca,” batin Saka.“Ternyata keadaan perguruan sangat gawat. Ayah terkepung oleh para pengkhianat yang telah menyusup lama. Kurang ajar, mereka sangat rapi dalam menjalankan rencananya!” ujar Arya Kumbara.“Mereka siapa?” tanya Saka.“Perguruan Kalajingga,” jawab Arya Kumbara. “ Mereka diam-diam menyusupkan orang-orangnya sejak lama. Bahkan sampai bisa menempati jabatan penting.”Saka cukup terperangah juga mendengarnya. Ada dua kemungkinan yang ingin didapatkan perguruan Kalajingga, ingin mengambil alih atau melenyapkan perguruan Girisoca sehingga nantinya hanya ada satu yang berkuasa di kotaraja.“Apakah sudah sangat gawat keadaannya?
Pintu rahasia itu hanya mereka -ayah dan anak- yang tahu. Sehingga dengan mudah Arya bisa masuk ke kediaman ayahnya.Sampai di dalam, tampak seorang lelaki kurus dengan kulit pucat seluruhnya dan rambut panjang tergerai acak-acakan sedang duduk bersila di tengah-tengah ruangan.Ruangan dipenuhi hawa sakti tebal. Sosok lelaki kurus tua yang tidak lain adalah Ki Sempana sedang berjuang melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.Arya memandang ayahnya dengan penuh iba. Selama dia berada di luar perguruan, sang ayah selalu dalam ancaman para pengkhianat.“Ayah, bertahanlah. Aku akan membantu!” ucap Arya pelan.Sang ayah tampak menegakkan tubuhnya. Kedua matanya terpejam. Nafasnya mengalir pelan teratur seolah tidak ingin ada kesalahan dalam mengambil udara.Kemudian Arya Kumbara duduk bersila di belakang ayahnya. Pemuda ini kerahkan tenaga dalam lembut. Sepasang telapak tangannya ditempelkan ke punggung Ki Sempana.Kejap berikutnya Arya mulai menyalurkan hawa sakti ke dalam tubuh ayahny
Kembali ke Wisma Bahagia.Suasana di sana juga tampak tegang. Tiga orang petinggi perguruan Kalajingga mulai tersulut emosi, sebabnya mereka tidak bisa masuk bertemu dengan Arya Kumbara palsu.“Aku curiga jangan-jangan di dalam tidak ada siapa-siapa!” seru salah satunya menduga-duga.“Kalian tahu ini kamar khusus yang selalu Tuanku gunakan bila berkunjung ke sini. Sekarang beliau baru saja pulang dari luar kota, tentunya merasa kelelahan,” sanggah wanita bertopeng dengan suara lembut.“Dari tadi kau selalu bicara begitu, seolah ingin mencegah kami bertemu. Kami sudah ada perjanjian!” tukas yang lainnya.“Tenang sajalah, kalau sudah saatnya kalian pasti bertemu!”“Memangnya siapa dia, berani mengatur kami?”“Menjengkelkan! Biar aku masuk saja!”Salah seorang menerjang ke pintu kamar. Namun, selangkah lagi menyentuh, tiba-tiba pintu terbuka sedikit lalu segelombang angin berkelebat keluar.Wutt!Orang tersebut sampai tersurut lagi ke belakang. Terkejut bukan main.“Golok Membelah Bumi!”
Saka segera mencari tempat sembunyi untuk mengetahui lebih jelas tentang mereka. Karena kini Saka sudah tahu dua orang itu kubu yang saling bertentangan.“Arya Kumbara, ada hubungan apa dia dengan gadis itu?” pikir Saka dalam hati.Orang yang menunggu gadis bercadar itu adalah Arya Kumbara. Sedangkan Saka yakin gadis itu salah satu orang penting di perguruan Kalajingga. Kenapa mereka bisa mengadakan pertemuan secara rahasia?Mereka berdua sudah masuk ke penginapan termasuk si gadis pelayan.Kemudian pria yang selalu membawa bumbung tuak ini melesat ke atas atap. Saka yang sudah berpakaian seperti biasanya hinggap tanpa menimbulkan suara.Dengan pengawasan yang kuat, Saka dapat menemukan di mana Arya Kumbara dan gadis bercadar berada. Dari atas atap itu Saka mulai mendengarkan percakapan di dalam kamar.“Kabarnya Dinda sempat mencegat dia dan meminta surat rahasia itu?” tanya Arya Kumbara pelan.“Aku hanya menjalankan tugas saja dari ayah. Berhasil atau gagal, aku sudah melakukannya,”
“Kalian ini siapa, kenapa bisa dipenjara? Aku tahu kalian juga dari dunia persilatan. Apa kalian telah menyinggung kerajaan?” tanya Saka kemudian setelah beberapa saat merenung.“Tidak salah memang, di dunia persilatan kami dijuluki Lima Macan dari Utara. Aku yang paling tua, Raksadewa,” jawab orang yang paling kuat auranya.Saka baru mendengar nama julukan ini. Mungkin karena dia belum luas pengalaman di kancah kaum pendekar.“Mereka berempat adik-adikku, Raksageni, Raksajaya, Raksadirga dan Raksagara. Kami sudah dua purnama dikurung di sini,” lanjut Raksadewa.“Apa harus diceritakan kepada dia?” tanya Raksageni tampak ragu.“Kebusukan harus diungkapkan, tidak peduli dia orang baik atau jahat,” ujar Raksagara menimpali.“Aku duga dia orang baik yang difitnah,” kata Raksadirga juga tentang Saka.“Baiklah, kebusukan memang harus diungkapkan. Kalau beruntung, dia akan keluar dari sini,” sambung Raksadewa. Lalu memanggil Saka agar mendekat ke mereka.“Kami akan jelaskan, mengapa kami dik