Saka segera mencari tempat sembunyi untuk mengetahui lebih jelas tentang mereka. Karena kini Saka sudah tahu dua orang itu kubu yang saling bertentangan.“Arya Kumbara, ada hubungan apa dia dengan gadis itu?” pikir Saka dalam hati.Orang yang menunggu gadis bercadar itu adalah Arya Kumbara. Sedangkan Saka yakin gadis itu salah satu orang penting di perguruan Kalajingga. Kenapa mereka bisa mengadakan pertemuan secara rahasia?Mereka berdua sudah masuk ke penginapan termasuk si gadis pelayan.Kemudian pria yang selalu membawa bumbung tuak ini melesat ke atas atap. Saka yang sudah berpakaian seperti biasanya hinggap tanpa menimbulkan suara.Dengan pengawasan yang kuat, Saka dapat menemukan di mana Arya Kumbara dan gadis bercadar berada. Dari atas atap itu Saka mulai mendengarkan percakapan di dalam kamar.“Kabarnya Dinda sempat mencegat dia dan meminta surat rahasia itu?” tanya Arya Kumbara pelan.“Aku hanya menjalankan tugas saja dari ayah. Berhasil atau gagal, aku sudah melakukannya,”
“Kalian ini siapa, kenapa bisa dipenjara? Aku tahu kalian juga dari dunia persilatan. Apa kalian telah menyinggung kerajaan?” tanya Saka kemudian setelah beberapa saat merenung.“Tidak salah memang, di dunia persilatan kami dijuluki Lima Macan dari Utara. Aku yang paling tua, Raksadewa,” jawab orang yang paling kuat auranya.Saka baru mendengar nama julukan ini. Mungkin karena dia belum luas pengalaman di kancah kaum pendekar.“Mereka berempat adik-adikku, Raksageni, Raksajaya, Raksadirga dan Raksagara. Kami sudah dua purnama dikurung di sini,” lanjut Raksadewa.“Apa harus diceritakan kepada dia?” tanya Raksageni tampak ragu.“Kebusukan harus diungkapkan, tidak peduli dia orang baik atau jahat,” ujar Raksagara menimpali.“Aku duga dia orang baik yang difitnah,” kata Raksadirga juga tentang Saka.“Baiklah, kebusukan memang harus diungkapkan. Kalau beruntung, dia akan keluar dari sini,” sambung Raksadewa. Lalu memanggil Saka agar mendekat ke mereka.“Kami akan jelaskan, mengapa kami dik
Saka meloncat dari atap ke atap mendekati tempat kejadian. Gerakannya semakin ringan. Sementara tatapannya terus mengawasi sekelompok orang yang tengah dikepung.Akan tetapi dia juga harus tetap waspada agar tidak terlihat oleh kelompok pengepung. Setelah agak dekat barulah Saka dapat melihat dengan jelas.“Itu rombongan Ki Warakas, dan yang mengepung itu orang-orang perguruan Kalajingga!” Saka ingat ucapan Arum Sari, nyawa Ki Warakas dalam ancaman.“Mengapa mereka bisa hendak membunuh orang di dalam kota?” pikir Saka.Sementara di sana Ki Warakas dan yang lainnya juga sudah menyadari mereka dikepung. Dia sudah menduga sebelumnya, Ki Badraseti pasti akan membunuhnya karena telah gagal tugas.Namun, dia juga masih berhak untuk tetap hidup. Rencananya dia akan keluar kotaraja sejauh mungkin untuk hidup tenang. Karena sebagai kaum pendekar, dia sudah tidak berguna.“Mereka tidak akan mengampuni kita, jadi lawan sekuat mungkin dan terus bertahan hidup!” seru Ki Warakas kepada pengikutnya.
Dua pukulan sakti yang berasal dari Ki Badraseti dan Pranaseta tertahan pukulan sakti milik Saka Lasmana.Pukulan sakti yang keluarkan Saka berasal dari kitab Sapta Wujud yang bernama Pukulan Bintang Kejora.Cukup dahsyat juga hasilnya karena Saka melakukannya sambil berlari membelakangi lawan. Di depannya, Seta Keling dan Ki Warakas juga berlari cepat.“Seta, lindungi paman Warakas. Biar aku menghalau mereka!” perintah Saka.Seta yang sudah terlanjur terlibat dalam masalah ini menurut saja apa yang diminta Saka.Sebelumnya Seta penasaran ketika melihat Sakab yang tengah duduk di atap tiba-tiba berkelebat ke suatu tempat. Ternyata hendak menolong Ki Warakas yang dia tahu orang itu adalah penyusup di perguruan Girisoca.Sementara Saka sudah berbalik hendak menghadang lawannya. Tangan kanannya sudah memegang bumbung tuak.“Kau mau cari mati atau cari muka!” hardik Ki Badraseti sambil menyiapkan pukulan saktinya.“Mengadu nasib, siapa tahu dapat keuntungan. Ha… ha… ha…!” seloroh Saka lal
“Jangan ikut campur dulu! Lihat dulu apa yang terjadi!” Seta Keling langsung menarik Saka ke tempat lebih gelap.Kali ini Saka yang menurut kepada saudara beda guru ini. Dia mengikuti Seta Keling yang berlari di depan.Seta Keling mencari yang tersembunyi tapi dekat ke tempat kejadian. Akhirnya dia menemukan satu pohon besar dan rindang ditambah keadaan gelap.Dia langsung mengajak Saka Lasmana melompat ke atas pohon. Di atas, atau tepatnya di dalam rindangnya daun dan cabang pohon, mereka harus mencari lagi tempat yang tepat agar bisa melihat peristiwa yang terjadi.“Ada orang berpenampilan acak-acakan!” ujar Seta Keling.“Sepertinya dia kabur dari penjara khusus. Tangan dan kakinya masih terikat rantai,” timpal Saka.Yang terlihat di jalan umum kota memang demikian. Seorang lelaki tinggi besar yang memiliki aura sangat kuat, tapi buruk tengah berjalan sambil menghajar prajurit yang mencoba menghalanginya.Jelas saja tidak prajurit yang mampu menahannya. Semuanya terpental akibat puk
Pada tengah hari atau disebut ‘tangage’ ada juga yang menyebut ‘tangari’, delapan orang berkuda telah sampai di tempat tujuan.Kota Medang Jati masih tampak ramai. Masih banyak yang menggantungkan hidupnya di bekas kotaraja ini.Namun, kedelapan orang berkuda ini bukan untuk menghampiri keramaian. Mereka justru pergi ke pelosok yang sepi.Sebuah bukit yang rapat dengan pepohonan dengan dedaunan rimbun. Udara lembab walaupun di siang terik.Aura kuat memancar dari puncak bukit, di mana di atas sana ada seorang resi linuwih sakti mandraguna yang hidup menyepi. Bertapa menuju moksa ke alam keabadian.Sang Kandiawan yang bergelar Rajaresi Dewaraja, bekas raja Kendan terdahulu sebelum berganti menjadi Galuh.Kedelapan orang itu sudah turun dari kudanya masing-masing. Mereka berdiri di bawah bukit dalam dua kelompok. Tentu saja kelompok Ki Sempana dan Ki Badraseti.Semuanya memandang ke puncak bukit. Selain aura utama yang bersemayam di bukit tersebut, ternyata ada aura lain yang juga cukup
Tentu saja Kalasetra menganggap itu hanya bumbung biasa yang ringan. Nemun, kejap berikutnya si tinggi besar ini terkejut bukan main ketika merasakan betapa bumbung bambu itu sangat berat bagaikan mengangkat gunung.Sekk!Akibatnya tubuh Kalasetra tertarik ke bawah karena menahan beban berat. Badannya membungkuk sehingga bagian ketiaknya terbuka.Kalasetra sangat menyadari hal ini, makanya dia segera melepaskan bumbung tersebut. Namun, peluang bagus itu tidak disia-siakan lawan begitu saja.Pranaseta, Arum Sari dan Arya Kumbara langsung bergerak secepat mungkin tidak ingin kehilangan kesempatan tersebut.Salah satu pedang pendek Pranaseta menusuk ke bagian ketiak sebelah kiri bersamaan dengan ujung selendang Arum Sari yang keras dan tajam menusuk ke tempat sama.Sedangkan ujung golok besar Arya Kumbara berhasil menusuk ketiak kanan cukup dalam.Crepp!“Aaaakh …!”Kalasetra menjerit setinggi langit. Tidak peduli dengan kondisinya yang langsung melemah akibat tusukan tersebut, dia langsu
Saka memberi isyarat kepada temannya agar pura-pura tidak tahu ada orang yang menguntit mereka.Mereka menunggu si penguntit bertindak lebih dahulu. Namun, setelah cukup lama tidak juga ada tindakan dari belakang.Akhirnya Saka menghentikan langkah kudanya. Begitu juga Seta Keling, tapi keduanya tidak menoleh ke belakang. Melainkan menunggu orang di belakang mendekat.“Ternyata memang kalian berdua, aku sempat ragu. Mata tuaku sudah tidak mampu menembus gelapnya malam!”Suara itu berasal dari seseorang yang juga menunggangi kuda. Lelaki setengah baya yang tidak asing bagi Saka dan Seta.“Paman Warakas!” ucap Saka.“Ya, akhirnya aku dapat teman perjalanan!” sahut lelaki paruh baya yang ternyata Ki Warakas.“Memangnya Paman hendak ke mana?” tanya Seta Keling.“Aku hendak membuat perhitungan dengan seseorang yang telah mengambil istriku di desa Gandu. Setelah melewati hutan di depan sana, maka sampailah di desa itu!”Saka dan temannya saling pandang. Apa yang diucapkan Ki Warakas lain de