Ini adalah pertarungan harga diri. Lebih baik mati berkalang tanah daripada direndahkan oleh wanita. Begitulah prinsip yang dipegang Ki Warakas.Laki-laki paruh baya ini angkat senjata melintang di depan. Dia tahu lawannya tidak membutuhkan senjata karena memiliki sepasang tangan kuat seperti baja sesuai julukannya.Namun, tekadnya sudah bulat. Tidak gentar sedikit pun. Kalau tidak bisa mengalahkan Si Tangan Baja, maka setidaknya harus mati bersama.Sementara walaupun bukan urusannya, Saka merasa tegang juga menyaksikan dua orang yang hendak berduel hidup mati.Untuk menghilangkan ketegangan, seperti biasa Saka meneguk minuman yang tak pernah habis.“Saka, boleh aku mencicipi arakmu itu?” pinta Seta Keling, dia juga tidak kalah tegang. Lalu dia menyodorkan tangannya.“Kau tidak akan kuat mengangkat bumbung ini, buka saja mulutmu, dongakkan wajahmu ke atas!” suruh Saka.Seta Keling baru sadar dan ingat ketika Kalasetra tidak kuat memegang bumbung bambu itu karena sangat berat.Maka mur
“Trisula Naga Dewa!”Masih memegang tongkat dengan kedua tangan, tubuh Ki Warakas berputar bagai tertarik ke atas. Sekejap kemudian seluruh badannya dilapisi kabut abu-abu.Lama kelamaan sosok Ki Warakas seolah berubah menjadi pusaran angin yang menjulang ke langit.“Tangan Baja Raja Dewa!”Sementara Si Tangan Baja tampak mengalami perubahan pada sosoknya. Tubuhnya membesar setengah kali dari ukuran semula.Yang paling mencolok adalah kedua tangannya menjadi lebih besar hampir menyamai tubuhnya dan panjangnya hingga menyentuh tanah.Sosok Supala seperti seekor kingkong bertangan besar. Warna kulitnya juga berubah kemerahan dan memperlihatkan urat-urat kencang di dalamnya.Rambut panjang Supala juga tampak berjingkrak seperti singa. Wajahnya jadi menyeramkan walau masih kentara bentuk aslinya.“Edan! Ilmu apa itu?” ucap Saka sampai berkali-kali meneguk tuaknya.“Punya ilmu setinggi itu, kenapa Ki Warakas masih takut kepada Badraseti?” pikir Seta Keling.“Badraseti pasti memegang kunci
Tidak lama kemudian Saka bersama Seta Keling berkelebat di udara hinggap ke atas pohon besar di pinggir jalan guna melihat lebih dekat.“Kereta apa itu?” bisik Seta Keling yang berjongkok di salah satu dahan pohon agak bawah dari yang ditempati Saka.“Ternyata ada lima, tadi aku lihat cuma satu yang di depan saja!” ujar Saka.“Kenapa tidak memakai penerangan?”“Itulah yang aku curigai!”“Mereka berasal dari sana, arah yang akan kita tuju,” tunjuk Seta Keling.Lalu hening. Keduanya sedang berpikir dalam-dalam mencari dan menghubungkan segala keterangan yang telah didapat.“Kita ikuti saja dulu. Aku yakin di dalam kereta-kereta kuda itu adalah barang-barang yang sangat penting,” kata Saka Lasmana.Setiap kereta kuda dikawal lima orang. Semuanya berpakaian beda-beda. Tidak ada yang seragam. Namun, dari ciri-cirinya jelas mereka memiliki kepandaian walaupun tidak nampak membawa senjata.“Baiklah, sepertinya malam ini tidak istirahat lagi!” sahut Seta Keling yang terdengar seperti mengeluh
Kita tinggalkan dulu Saka yang mengejar musuh. Kita ikuti pergerakan Seta Keling.Murid Ki Argasura ini tidak mengikuti rombongan kereta kuda, melainkan mendahului mereka ke tempat yang telah ditunjuk dua orang bertopeng tadi.Sebuah bukit kecil. Meski malam hari dia tidak kesulitan menemukan tempat tersebut. Ternyata di sini sudah ada sekitar dua puluh orang yang siap menyambut kedatangan rombongan kereta.“Ternyata yang disebut utusan itu sudah datang lebih dulu!” gumam Seta di tempat persembunyian.Beberapa saat sebelumnya Seta Keling sudah menyimpulkan dari hasil dugaannya. Bahwa rombongan kereta kuda itu membawa senjata yang akan dikirim kepada si pemesan.Pastilah senjata itu berasal dari tempat yang akan dia tuju bersama Saka Lasmana. Senjata yang akan diselundupkan.Berarti orang-orang yang sedang menunggu ini berasal dari Rawung Langit. Orang yang telah terpengaruh oleh otak busuk yang mengejar keuntungan pribadi dan golongannya.Seta Keling harus berbuat sesuatu terhadap ora
Saka mengeluarkan jurus Orang Gila Melempar Buah. Tubuhnya mengeluarkan hawa panas dari dalam. Lawan yang dia hadapi bukan sembarang orang.Orang yang paling dekat dengan Ki Jangkung Wulung. Murid utama yang memiliki kepandaian paling tinggi.Boma Sagara.Lelaki bertubuh kekar ini menggunakan jurus yang bernama Sembah Denawa. Gerakan seperti tarian wayang orang, tegas, kaku, tapi ganas.Namun, Saka bisa mengimbangi dengan jurusnya. Ciri khasnya lebih sering sempoyongan seperti orang mabuk. Lebih parah dari jurus Congcorang Mabok.Gerakan Saka kadang-kadang seperti hendak jatuh, tapi cepat berdiri lagi. Bumbung tuaknya dimainkan sedemikian rupa. Kadang dilempar ke atas lalu ditangkap lagi.Boma Sagara cukup terkesima melihat jurus lawan. Dia tidak pernah melihat sebelumnya. Dia memang sudah mendengar tentang Saka yang dulu disangka sudah tewas.Saka masih hidup dan memiliki kepandaian baru. Jurus-jurusnya persis orang mabuk apalagi selalu membawa bumbung bambu berisi tuak aneh yang tid
Boma Sagara tidak kembali ke tempat pembuatan senjata gelap. Setelah jauh meninggalkan tempat semula, langkahnya mulai gontai.Sebenarnya dia memaksakan diri berlari padahal sedang mengalami luka dalam akibat pertarungan dengan Saka Lasmana.Dengan wajah meringis kesakitan dia tegakkan badan. Hanya mengandalkan kedua kaki, Boma Sagara kesulitan menyeimbangkan diri.Brukk!Tak kuat lagi menahan beban badannya, Boma Sagara jatuh berlutut. Sebisa mungkin agar badan bagian atasnya tidak sampai tersungkur.“Guru… tolong aku ….”Baru kali ini selama hidupnya menjadi pendekar, dia merasa lemah dan ketakutan. Di benaknya selalu terbayang wajah Saka Lasmana.Dendam kesumat memenuhi rongga jiwanya. Kebencian terhadap Saka Lasmana sangat dalam sampai ke sumsum tulang.“Aku tidak mati sebelum mencincang tubuhmu, Saka! Oh … Guru … tolong aku! Kedua tanganku lumpuh. Aku tidak terima atas semua ini. Saka Lasmana harus lebih menderita. Hidup segan mati tak mau!”Tubuh Boma Sagara sampai bergetar. Dia
Kebetulan Saka datang dari arah pedalaman hutan sebelah selatan. Melewati sebuah kampung kecil nan sepi walau sudah dekat ke gerbang kota raja.Saka berhenti sejauh sepuluh tombak dari satu rumah kecil terpencil. Sepertinya rumah tersebut terletak di ujung kampung.Yang membuat menggelitik hatinya yaitu seorang gadis yang duduk menyendiri di teras rumah. Gadis berpenampilan sederhana yang sudah Saka kenal, tapi belum tahu namanya.Gadis itu tidak lain pelayan Arum Sari yang selalu mengikuti ke manapun majikannya pergi. Kalau sudah ada gadis itu artinya Arum Sari bertindak sebagai putri ketua perguruan Kalajingga.Karena kadangkala Arum Sari bertindak sebagai pendekar petinggi perguruan tersebut seperti ketika menggempur Kalasetra beberapa waktu yang lalu.Hal lainnya, gadis pelayan itu menandakan bahwa Arum Sari sedang bertemu dengan kekasihnya yaitu musuhnya sendiri, Arya Kumbara.Di depan umum mereka terlihat berseteru mengikut
Wajah Ki Badraseti begitu kelam. Penuh amarah meledak-ledak.“Kenapa tidak menangkap pejabat busuk yang bersembunyi di istana, bukankah dia yang menjadi dalangnya?” teriak Ki Badraseti merasa tidak adil.“Dengan menangkap ekor, maka kepalanya akan ikut juga!” balas senapati Ranggapati.“Ternyata senapati yang katanya hebat tidak mampu mengungkap dalang utama sebuah kejadian. Ha… ha… ha…! Sungguh dungu!”“Aku tidak peduli dengan ucapanmu! Bukti-bukti Kalajingga terlibat lebih banyak, kenapa harus susah-susah mencari yang lain!”“Kalian semua tahu aku dari kalangan persilatan. Segala sesuatu diselesaikan dengan cara pendekar. Aku tidak takut mati, dengan begitu kalian tidak akan menemukan biangnya!”Belum selesai ucapan Ki Badraseti, sang senapati sudah memberi aba-aba. Dia sendiri sudah melompat ke depan. Lalu beberapa sosok lain juga berkelebat mengikuti.Beberapa sosok tersebut adalah Ki Sempana bersama petinggi perguruan Girisoca: Reksa Dipa, Danukerta dan Hanujaya.Begitupun dari pi
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah