Kita tinggalkan dulu Saka yang mengejar musuh. Kita ikuti pergerakan Seta Keling.Murid Ki Argasura ini tidak mengikuti rombongan kereta kuda, melainkan mendahului mereka ke tempat yang telah ditunjuk dua orang bertopeng tadi.Sebuah bukit kecil. Meski malam hari dia tidak kesulitan menemukan tempat tersebut. Ternyata di sini sudah ada sekitar dua puluh orang yang siap menyambut kedatangan rombongan kereta.“Ternyata yang disebut utusan itu sudah datang lebih dulu!” gumam Seta di tempat persembunyian.Beberapa saat sebelumnya Seta Keling sudah menyimpulkan dari hasil dugaannya. Bahwa rombongan kereta kuda itu membawa senjata yang akan dikirim kepada si pemesan.Pastilah senjata itu berasal dari tempat yang akan dia tuju bersama Saka Lasmana. Senjata yang akan diselundupkan.Berarti orang-orang yang sedang menunggu ini berasal dari Rawung Langit. Orang yang telah terpengaruh oleh otak busuk yang mengejar keuntungan pribadi dan golongannya.Seta Keling harus berbuat sesuatu terhadap ora
Saka mengeluarkan jurus Orang Gila Melempar Buah. Tubuhnya mengeluarkan hawa panas dari dalam. Lawan yang dia hadapi bukan sembarang orang.Orang yang paling dekat dengan Ki Jangkung Wulung. Murid utama yang memiliki kepandaian paling tinggi.Boma Sagara.Lelaki bertubuh kekar ini menggunakan jurus yang bernama Sembah Denawa. Gerakan seperti tarian wayang orang, tegas, kaku, tapi ganas.Namun, Saka bisa mengimbangi dengan jurusnya. Ciri khasnya lebih sering sempoyongan seperti orang mabuk. Lebih parah dari jurus Congcorang Mabok.Gerakan Saka kadang-kadang seperti hendak jatuh, tapi cepat berdiri lagi. Bumbung tuaknya dimainkan sedemikian rupa. Kadang dilempar ke atas lalu ditangkap lagi.Boma Sagara cukup terkesima melihat jurus lawan. Dia tidak pernah melihat sebelumnya. Dia memang sudah mendengar tentang Saka yang dulu disangka sudah tewas.Saka masih hidup dan memiliki kepandaian baru. Jurus-jurusnya persis orang mabuk apalagi selalu membawa bumbung bambu berisi tuak aneh yang tid
Boma Sagara tidak kembali ke tempat pembuatan senjata gelap. Setelah jauh meninggalkan tempat semula, langkahnya mulai gontai.Sebenarnya dia memaksakan diri berlari padahal sedang mengalami luka dalam akibat pertarungan dengan Saka Lasmana.Dengan wajah meringis kesakitan dia tegakkan badan. Hanya mengandalkan kedua kaki, Boma Sagara kesulitan menyeimbangkan diri.Brukk!Tak kuat lagi menahan beban badannya, Boma Sagara jatuh berlutut. Sebisa mungkin agar badan bagian atasnya tidak sampai tersungkur.“Guru… tolong aku ….”Baru kali ini selama hidupnya menjadi pendekar, dia merasa lemah dan ketakutan. Di benaknya selalu terbayang wajah Saka Lasmana.Dendam kesumat memenuhi rongga jiwanya. Kebencian terhadap Saka Lasmana sangat dalam sampai ke sumsum tulang.“Aku tidak mati sebelum mencincang tubuhmu, Saka! Oh … Guru … tolong aku! Kedua tanganku lumpuh. Aku tidak terima atas semua ini. Saka Lasmana harus lebih menderita. Hidup segan mati tak mau!”Tubuh Boma Sagara sampai bergetar. Dia
Kebetulan Saka datang dari arah pedalaman hutan sebelah selatan. Melewati sebuah kampung kecil nan sepi walau sudah dekat ke gerbang kota raja.Saka berhenti sejauh sepuluh tombak dari satu rumah kecil terpencil. Sepertinya rumah tersebut terletak di ujung kampung.Yang membuat menggelitik hatinya yaitu seorang gadis yang duduk menyendiri di teras rumah. Gadis berpenampilan sederhana yang sudah Saka kenal, tapi belum tahu namanya.Gadis itu tidak lain pelayan Arum Sari yang selalu mengikuti ke manapun majikannya pergi. Kalau sudah ada gadis itu artinya Arum Sari bertindak sebagai putri ketua perguruan Kalajingga.Karena kadangkala Arum Sari bertindak sebagai pendekar petinggi perguruan tersebut seperti ketika menggempur Kalasetra beberapa waktu yang lalu.Hal lainnya, gadis pelayan itu menandakan bahwa Arum Sari sedang bertemu dengan kekasihnya yaitu musuhnya sendiri, Arya Kumbara.Di depan umum mereka terlihat berseteru mengikut
Wajah Ki Badraseti begitu kelam. Penuh amarah meledak-ledak.“Kenapa tidak menangkap pejabat busuk yang bersembunyi di istana, bukankah dia yang menjadi dalangnya?” teriak Ki Badraseti merasa tidak adil.“Dengan menangkap ekor, maka kepalanya akan ikut juga!” balas senapati Ranggapati.“Ternyata senapati yang katanya hebat tidak mampu mengungkap dalang utama sebuah kejadian. Ha… ha… ha…! Sungguh dungu!”“Aku tidak peduli dengan ucapanmu! Bukti-bukti Kalajingga terlibat lebih banyak, kenapa harus susah-susah mencari yang lain!”“Kalian semua tahu aku dari kalangan persilatan. Segala sesuatu diselesaikan dengan cara pendekar. Aku tidak takut mati, dengan begitu kalian tidak akan menemukan biangnya!”Belum selesai ucapan Ki Badraseti, sang senapati sudah memberi aba-aba. Dia sendiri sudah melompat ke depan. Lalu beberapa sosok lain juga berkelebat mengikuti.Beberapa sosok tersebut adalah Ki Sempana bersama petinggi perguruan Girisoca: Reksa Dipa, Danukerta dan Hanujaya.Begitupun dari pi
Dua tokoh kawakan ini memilih tidak menggunakan senjata. Cukup dengan tangan kosong, tapi berisi ilmu-ilmu yang mengandung tenaga dalam.Ki Badraseti masih sering melirik ke arah Saka Lasmana dan Ranggapati.“Jangan ragu, kami tidak akan curang!” seru Saka, mengerti atas sikap ketua perguruan Kalajingga.“Lepaskan semua keraguan. Toh kalau Ki Sempana kalah, kami juga akan berpikir ulang untuk melawanmu!” sambung Ranggapati.“Benar, ayo luapkan semua perasaan atau dendam yang telah lama terpendam. Kita curahkan semua hari ini. Siapa yang lebih kuat. Begitu, kan?” ucap Ki Sempana menimpali juga.Ki Badraseti menarik nafas dalam-dalam. Bersiap dengan mengalirkan hawa sakti ke seluruh badan. Mengerahkan tenaga dalam guna menyiapkan pukulan sakti.Begitu juga Ki Sempana. Lelaki paruh baya ini tampak lebih tenang. Memang dia ingin menghentikan sepak terjang Ki Badraseti yang cenderung seperti golongan hitam, tapi jangan sampai bernafsu besar.Seluruh ruangan yang terbuka itu dipenuhi aura k
Ternyata Pranaseta menyaksikan kejadian yang menimpa ayahnya. Kebetulan saat itu dia baru saja bisa melukai Danukerta.Kemudian melihat posisi Ki Sempana yang membelakanginya dijadikan kesempatan untuk membokong orang tua itu.Maka Pranaseta menerjang ke atas sambil menusukkan sekaligus dua pedang pendeknya ke punggung Ki Sempana.Namun, ternyata Ki Sempana dapat merasakan adanya serangan bokongan tersebut. Sehingga dia cepat menghindar dengan menggeser tubuhnya.Akibatnya Pranaseta tidak menemukan hasil dan sosoknya terus melaju ke depan. Begitu pun pedangnya belum sempat mengubah posisi.Akhirnya Pranaseta malah terjatuh tepat di depan ayahnya yang tergeletak. Naasnya lagi dua ujung pedangnya menusuk dada sang ayah. Tak dapat dicegah lagi.Ki Badraseti meregang nyawa tertusuk pedang anaknya sendiri. Sementara Pranaseta kaget bukan alang kepalang. Marah, sedih dan dendam bercampur aduk dalam dirinya.“Tidak! Ayaaah …!”Itu bukan teriakan Pranaseta, melainkan Arum Sari yang tiba-tiba
“Apa aku harus percaya kepada kalian?” tanya Pranaseta masih dengan suara tertahan karena derita yang menderanya.Setelah kejadian yang menimpa perguruannya, Ki Badraseti dan lainnya merasa ditinggalkan oleh pejabat yang selama ini menjadi rekan dalam membuat senjata ilegal.Sekarang baru datang untuk membebaskan, tapi masih meminta syarat. Jelas Pranaseta tidak percaya lagi.“Harus! Kau harus percaya. Kalau tidak maka hidupmu akan sia-sia di sini sampai ajal tiba. Apa kau tidak ingin membalas sakit hatimu kepada musuh-musuhmu. Kami menawarkan peluang ini!”Pranaseta terdiam. Memang benar, di hati yang paling dalam, dendamnya tetap membara. Terutama kepada Ki Sempana.Sekarang dia menimbang-nimbang tawaran yang diberikan utusan Rakryan Demung itu. Kalau menerima tawaran tersebut, dia bakal bebas, tapi tetap terkekang pastinya seperti sebelumnya.Namun, kalau tidak. Maka dia akan membusuk di penjara. Sedangkan dia tidak tahu siapa sebenarnya Rakryan Demung. Tokoh yang berperan di balik