Ternyata Pranaseta menyaksikan kejadian yang menimpa ayahnya. Kebetulan saat itu dia baru saja bisa melukai Danukerta.Kemudian melihat posisi Ki Sempana yang membelakanginya dijadikan kesempatan untuk membokong orang tua itu.Maka Pranaseta menerjang ke atas sambil menusukkan sekaligus dua pedang pendeknya ke punggung Ki Sempana.Namun, ternyata Ki Sempana dapat merasakan adanya serangan bokongan tersebut. Sehingga dia cepat menghindar dengan menggeser tubuhnya.Akibatnya Pranaseta tidak menemukan hasil dan sosoknya terus melaju ke depan. Begitu pun pedangnya belum sempat mengubah posisi.Akhirnya Pranaseta malah terjatuh tepat di depan ayahnya yang tergeletak. Naasnya lagi dua ujung pedangnya menusuk dada sang ayah. Tak dapat dicegah lagi.Ki Badraseti meregang nyawa tertusuk pedang anaknya sendiri. Sementara Pranaseta kaget bukan alang kepalang. Marah, sedih dan dendam bercampur aduk dalam dirinya.“Tidak! Ayaaah …!”Itu bukan teriakan Pranaseta, melainkan Arum Sari yang tiba-tiba
“Apa aku harus percaya kepada kalian?” tanya Pranaseta masih dengan suara tertahan karena derita yang menderanya.Setelah kejadian yang menimpa perguruannya, Ki Badraseti dan lainnya merasa ditinggalkan oleh pejabat yang selama ini menjadi rekan dalam membuat senjata ilegal.Sekarang baru datang untuk membebaskan, tapi masih meminta syarat. Jelas Pranaseta tidak percaya lagi.“Harus! Kau harus percaya. Kalau tidak maka hidupmu akan sia-sia di sini sampai ajal tiba. Apa kau tidak ingin membalas sakit hatimu kepada musuh-musuhmu. Kami menawarkan peluang ini!”Pranaseta terdiam. Memang benar, di hati yang paling dalam, dendamnya tetap membara. Terutama kepada Ki Sempana.Sekarang dia menimbang-nimbang tawaran yang diberikan utusan Rakryan Demung itu. Kalau menerima tawaran tersebut, dia bakal bebas, tapi tetap terkekang pastinya seperti sebelumnya.Namun, kalau tidak. Maka dia akan membusuk di penjara. Sedangkan dia tidak tahu siapa sebenarnya Rakryan Demung. Tokoh yang berperan di balik
Anggita dan Saka kini berbincang di tempat yang lebih aman dan nyaman. Beberapa kali Saka mendapati gadis itu menatapnya dalam-dalam.Namun, Saka hanya menganggap biasa saja. Sikapnya tetap terkesan dingin di depan wanita. Luka hati akibat pengkhianat memang sukar disembuhkan.“Sudah lama istana mencurigai perguruan Kalajingga melakukan usaha kotor. Maka aku disusupkan ke sana,” kata Anggita memulai pembicaraan.“Jadi Arum Sari juga tidak tahu?”“Tidak ada yang tahu. Aku selalu mencuri dengar ketika utusan Rakryan Demung itu datang membawa perintah hingga aku tahu tempat pembuatan senjata gelap itu.“Aku juga bekerja sama dengan kelompok pencari keterangan perguruan Girisoca sehingga akhirnya mengutus Kakang bersama teman Kakang memberantas tempat itu.”Ternyata benar, di kotaraja memang banyak hal yang tidak terduga. Termasuk orang ketiga yang telah membantu mengeluarkannya dari penjara juga masih misterius.“Lantas apa kau tahu siapa Rakryan Demung itu?” tanya Saka kemudian.“Namany
Saka Sinting meraba pinggangnya yang kesakitan sambil menggeliat-geliat dan mengerang.“Aduuh …!”Saat membuka mata, ternyata hari sudah terang. Saka mendapati dirinya tergeletak di bawah pohon. Ternyata dia jatuh dari atas pohon.“Ah! Cuma mimpi. Sialan! Wah, celanaku basah lagi!”Yang membuat sakit pinggang hingga ke punggung adalah bumbung bambu yang masih menyantel.Saka tampak menyesali kalau keindahan yang dia alami ternyata hanya mimpi belaka, tapi rasanya seperti nyata.Segera dia meneguk tuak demi menghilangkan rasa sakit di tubuhnya.“Anggita, kenapa aku jadi memikirkannya?”Kemudian Saka berdiri. Dia mencari sungai atau sumber mata air untuk membersihkan badannya dan menyamarkan celananya yang basah.“Gelo, sampai basah begini!”Sayang sekali hanya mimpi. Mungkinkah suatu saat akan menjadi kenyataan? Entahlah, Saka tidak berharap banyak. Lagipula belum tentu Anggita menyukainya.
Sesampainya di halaman depan. Senapati Ranggapati membawa sepasukan kecil seperti hendak menangkap seseorang.Begitu melihat Ki Sempana bersama Arya Kumbara dan Saka, sang senapati langsung menjura.“Kalau Gusti Senapati yang datang, berarti ada hal yang sangat penting,” ujar Ki Sempana setelah balas menjura.“Semalam istana ada yang menyusup dan kami hendak menangkap si penyusup itu!”Saka terkesiap, dua orang di sebelah menatap kepadanya.“Tapi saya punya ini!” Saka langsung menunjukkan lempengan lencana pemberian Anggita.Senapati Ranggapati tersenyum lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Saka. Berbisik. Terlihat Saka menyimpan kembali lencananya.Setelah Ranggapati kembali ke posisinya, Saka menoleh ke arah Ki Sempana dan Arya Kumbara.“Aku harus ikut dibawa,” ujar Saka dengan raut wajah penuh isyarat.Beberapa saat ayah dan anak itu mencerna maksud si pendekar tukang mabuk itu. Sampai akhirnya angguk-angguk kecil.Kemudian dua orang prajurit mengikat kedua tangan Saka dengan ranta
Bukannya menunduk, si utusan ini malah menantang Saka dengan tatapan tajam. Menunggu datangnya hantaman bumbung bambu.Saka semakin menyeringai seperti orang gila kerasukan setan. Jiwanya sudah tidak punya rasa iba lagi. Membunuh orang seperti membunuh serangga saja.Namun, ketika bumbung itu hendak diayunkan, tiba-tiba satu suara menahan gerakan Saka.“Jangan!”Saka turunkan bumbungnya, lalu menoleh. Ternyata Senapati Ranggapati yang datang. Nafsu membunuh yang sudah memuncak tadi mendadak lenyap begitu saja.“Dia masih berguna. Sekarang kita masuk ke rencana selanjutnya,” ujar Senapati Ranggapati.Siang tadi ketika sang senapati berbisik kepada Saka adalah mengungkapkan rencananya yang pertama.Menurut Ranggapati, walaupun istana sudah mencium tindak tanduk Rakryan Demung yang merugikan kerajaan, tapi tetap tidak mau kehilangan wibawa dengan membiarkan penyusup bebas.Jadi Senapati Ranggapati meminta Saka agar bekerja sama. Sang senapati menduga Rakryan Demung akan melakukan sesuatu
Tiga gadis yang dijumpai di kedai tadi siang rupanya pengawal pribadi sang tumenggung. Jika dihitung mungkin ada dua puluh gadis yang menjaga di sana ditempatkan di lokasi masing-masing.Ada lima titik yang dijaga. Masing-masing empat orang. Mereka berjaga secara bergantian. Dua orang bertugas, dua lainnya istirahat sampai tiba giliran setelah waktu yang ditetapkan.Bagian pintu gerbang hanya ada satu kelompok yang menjaga. Di belakang ada dua titik yang dijaga. Di sudut halaman tepat pada pagarnya dan di tengah-tengah halaman.Kemudian dua lainnya ada di samping kiri dan kanan rumah yang juga memiliki halaman luas. Setiap penjagaan ada semacam gardu atau pos kecil untuk istirahat."Lewat mana, ya!" pikir Saka Lasmana.Tiba-tiba dia terkejut, bola matanya menangkap sesuatu di atas atap rumah yang paling tinggi."Astaga, hampir saja aku tidak melihatnya. Pasti dia yang paling berbahaya.Di sana tampak berdiri seorang gadis yang seragamnya sedikit berbeda dengan yang lainnya.Mungkin di
Saka mendekati lima pengawal di belakang yang berjalan mundur. Dia lepaskan serangan lalu menghambur ke depan menyerang salah satunya.Ternyata yang menyambutnya tiga orang langsung dengan jurus formasi. Kali ini Saka lebih berhati-hati. Terjadi pertarungan di tengah jalan.Tiga gadis sengaja menahan Saka agar tidak bergerak maju lagi. Sementara rombongan tumenggung terus berjalan menjauh. Ini memaksa Saka agar lekas segera melewati penghalangnya.Seperti kemarin malam, dia cari dulu di antara ketiga gadis ini yang kepandaiannya paling rendah. Meski mereka memainkan formasi jurus yang rapat dan rumit, tapi tetap saja masih bisa dilihat celah masing-masing.Misalnya dari gerak yang tidak mantap. Terutama saat gerakannya seragam. Dari situ Saka bisa menemukan orangnya.Ternyata polanya sama, orang yang paling rendah ilmunya selalu memposisikan di belakang. Sudah pasti karena di belakang merupakan jangkauan yang sulit untuk menyerang. Kalaup