Kebetulan Saka datang dari arah pedalaman hutan sebelah selatan. Melewati sebuah kampung kecil nan sepi walau sudah dekat ke gerbang kota raja.
Saka berhenti sejauh sepuluh tombak dari satu rumah kecil terpencil. Sepertinya rumah tersebut terletak di ujung kampung.Yang membuat menggelitik hatinya yaitu seorang gadis yang duduk menyendiri di teras rumah. Gadis berpenampilan sederhana yang sudah Saka kenal, tapi belum tahu namanya.Gadis itu tidak lain pelayan Arum Sari yang selalu mengikuti ke manapun majikannya pergi. Kalau sudah ada gadis itu artinya Arum Sari bertindak sebagai putri ketua perguruan Kalajingga.Karena kadangkala Arum Sari bertindak sebagai pendekar petinggi perguruan tersebut seperti ketika menggempur Kalasetra beberapa waktu yang lalu.Hal lainnya, gadis pelayan itu menandakan bahwa Arum Sari sedang bertemu dengan kekasihnya yaitu musuhnya sendiri, Arya Kumbara.Di depan umum mereka terlihat berseteru mengikutWajah Ki Badraseti begitu kelam. Penuh amarah meledak-ledak.“Kenapa tidak menangkap pejabat busuk yang bersembunyi di istana, bukankah dia yang menjadi dalangnya?” teriak Ki Badraseti merasa tidak adil.“Dengan menangkap ekor, maka kepalanya akan ikut juga!” balas senapati Ranggapati.“Ternyata senapati yang katanya hebat tidak mampu mengungkap dalang utama sebuah kejadian. Ha… ha… ha…! Sungguh dungu!”“Aku tidak peduli dengan ucapanmu! Bukti-bukti Kalajingga terlibat lebih banyak, kenapa harus susah-susah mencari yang lain!”“Kalian semua tahu aku dari kalangan persilatan. Segala sesuatu diselesaikan dengan cara pendekar. Aku tidak takut mati, dengan begitu kalian tidak akan menemukan biangnya!”Belum selesai ucapan Ki Badraseti, sang senapati sudah memberi aba-aba. Dia sendiri sudah melompat ke depan. Lalu beberapa sosok lain juga berkelebat mengikuti.Beberapa sosok tersebut adalah Ki Sempana bersama petinggi perguruan Girisoca: Reksa Dipa, Danukerta dan Hanujaya.Begitupun dari pi
Dua tokoh kawakan ini memilih tidak menggunakan senjata. Cukup dengan tangan kosong, tapi berisi ilmu-ilmu yang mengandung tenaga dalam.Ki Badraseti masih sering melirik ke arah Saka Lasmana dan Ranggapati.“Jangan ragu, kami tidak akan curang!” seru Saka, mengerti atas sikap ketua perguruan Kalajingga.“Lepaskan semua keraguan. Toh kalau Ki Sempana kalah, kami juga akan berpikir ulang untuk melawanmu!” sambung Ranggapati.“Benar, ayo luapkan semua perasaan atau dendam yang telah lama terpendam. Kita curahkan semua hari ini. Siapa yang lebih kuat. Begitu, kan?” ucap Ki Sempana menimpali juga.Ki Badraseti menarik nafas dalam-dalam. Bersiap dengan mengalirkan hawa sakti ke seluruh badan. Mengerahkan tenaga dalam guna menyiapkan pukulan sakti.Begitu juga Ki Sempana. Lelaki paruh baya ini tampak lebih tenang. Memang dia ingin menghentikan sepak terjang Ki Badraseti yang cenderung seperti golongan hitam, tapi jangan sampai bernafsu besar.Seluruh ruangan yang terbuka itu dipenuhi aura k
Ternyata Pranaseta menyaksikan kejadian yang menimpa ayahnya. Kebetulan saat itu dia baru saja bisa melukai Danukerta.Kemudian melihat posisi Ki Sempana yang membelakanginya dijadikan kesempatan untuk membokong orang tua itu.Maka Pranaseta menerjang ke atas sambil menusukkan sekaligus dua pedang pendeknya ke punggung Ki Sempana.Namun, ternyata Ki Sempana dapat merasakan adanya serangan bokongan tersebut. Sehingga dia cepat menghindar dengan menggeser tubuhnya.Akibatnya Pranaseta tidak menemukan hasil dan sosoknya terus melaju ke depan. Begitu pun pedangnya belum sempat mengubah posisi.Akhirnya Pranaseta malah terjatuh tepat di depan ayahnya yang tergeletak. Naasnya lagi dua ujung pedangnya menusuk dada sang ayah. Tak dapat dicegah lagi.Ki Badraseti meregang nyawa tertusuk pedang anaknya sendiri. Sementara Pranaseta kaget bukan alang kepalang. Marah, sedih dan dendam bercampur aduk dalam dirinya.“Tidak! Ayaaah …!”Itu bukan teriakan Pranaseta, melainkan Arum Sari yang tiba-tiba
“Apa aku harus percaya kepada kalian?” tanya Pranaseta masih dengan suara tertahan karena derita yang menderanya.Setelah kejadian yang menimpa perguruannya, Ki Badraseti dan lainnya merasa ditinggalkan oleh pejabat yang selama ini menjadi rekan dalam membuat senjata ilegal.Sekarang baru datang untuk membebaskan, tapi masih meminta syarat. Jelas Pranaseta tidak percaya lagi.“Harus! Kau harus percaya. Kalau tidak maka hidupmu akan sia-sia di sini sampai ajal tiba. Apa kau tidak ingin membalas sakit hatimu kepada musuh-musuhmu. Kami menawarkan peluang ini!”Pranaseta terdiam. Memang benar, di hati yang paling dalam, dendamnya tetap membara. Terutama kepada Ki Sempana.Sekarang dia menimbang-nimbang tawaran yang diberikan utusan Rakryan Demung itu. Kalau menerima tawaran tersebut, dia bakal bebas, tapi tetap terkekang pastinya seperti sebelumnya.Namun, kalau tidak. Maka dia akan membusuk di penjara. Sedangkan dia tidak tahu siapa sebenarnya Rakryan Demung. Tokoh yang berperan di balik
Anggita dan Saka kini berbincang di tempat yang lebih aman dan nyaman. Beberapa kali Saka mendapati gadis itu menatapnya dalam-dalam.Namun, Saka hanya menganggap biasa saja. Sikapnya tetap terkesan dingin di depan wanita. Luka hati akibat pengkhianat memang sukar disembuhkan.“Sudah lama istana mencurigai perguruan Kalajingga melakukan usaha kotor. Maka aku disusupkan ke sana,” kata Anggita memulai pembicaraan.“Jadi Arum Sari juga tidak tahu?”“Tidak ada yang tahu. Aku selalu mencuri dengar ketika utusan Rakryan Demung itu datang membawa perintah hingga aku tahu tempat pembuatan senjata gelap itu.“Aku juga bekerja sama dengan kelompok pencari keterangan perguruan Girisoca sehingga akhirnya mengutus Kakang bersama teman Kakang memberantas tempat itu.”Ternyata benar, di kotaraja memang banyak hal yang tidak terduga. Termasuk orang ketiga yang telah membantu mengeluarkannya dari penjara juga masih misterius.“Lantas apa kau tahu siapa Rakryan Demung itu?” tanya Saka kemudian.“Namany
Saka Sinting meraba pinggangnya yang kesakitan sambil menggeliat-geliat dan mengerang.“Aduuh …!”Saat membuka mata, ternyata hari sudah terang. Saka mendapati dirinya tergeletak di bawah pohon. Ternyata dia jatuh dari atas pohon.“Ah! Cuma mimpi. Sialan! Wah, celanaku basah lagi!”Yang membuat sakit pinggang hingga ke punggung adalah bumbung bambu yang masih menyantel.Saka tampak menyesali kalau keindahan yang dia alami ternyata hanya mimpi belaka, tapi rasanya seperti nyata.Segera dia meneguk tuak demi menghilangkan rasa sakit di tubuhnya.“Anggita, kenapa aku jadi memikirkannya?”Kemudian Saka berdiri. Dia mencari sungai atau sumber mata air untuk membersihkan badannya dan menyamarkan celananya yang basah.“Gelo, sampai basah begini!”Sayang sekali hanya mimpi. Mungkinkah suatu saat akan menjadi kenyataan? Entahlah, Saka tidak berharap banyak. Lagipula belum tentu Anggita menyukainya.
Sesampainya di halaman depan. Senapati Ranggapati membawa sepasukan kecil seperti hendak menangkap seseorang.Begitu melihat Ki Sempana bersama Arya Kumbara dan Saka, sang senapati langsung menjura.“Kalau Gusti Senapati yang datang, berarti ada hal yang sangat penting,” ujar Ki Sempana setelah balas menjura.“Semalam istana ada yang menyusup dan kami hendak menangkap si penyusup itu!”Saka terkesiap, dua orang di sebelah menatap kepadanya.“Tapi saya punya ini!” Saka langsung menunjukkan lempengan lencana pemberian Anggita.Senapati Ranggapati tersenyum lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Saka. Berbisik. Terlihat Saka menyimpan kembali lencananya.Setelah Ranggapati kembali ke posisinya, Saka menoleh ke arah Ki Sempana dan Arya Kumbara.“Aku harus ikut dibawa,” ujar Saka dengan raut wajah penuh isyarat.Beberapa saat ayah dan anak itu mencerna maksud si pendekar tukang mabuk itu. Sampai akhirnya angguk-angguk kecil.Kemudian dua orang prajurit mengikat kedua tangan Saka dengan ranta
Bukannya menunduk, si utusan ini malah menantang Saka dengan tatapan tajam. Menunggu datangnya hantaman bumbung bambu.Saka semakin menyeringai seperti orang gila kerasukan setan. Jiwanya sudah tidak punya rasa iba lagi. Membunuh orang seperti membunuh serangga saja.Namun, ketika bumbung itu hendak diayunkan, tiba-tiba satu suara menahan gerakan Saka.“Jangan!”Saka turunkan bumbungnya, lalu menoleh. Ternyata Senapati Ranggapati yang datang. Nafsu membunuh yang sudah memuncak tadi mendadak lenyap begitu saja.“Dia masih berguna. Sekarang kita masuk ke rencana selanjutnya,” ujar Senapati Ranggapati.Siang tadi ketika sang senapati berbisik kepada Saka adalah mengungkapkan rencananya yang pertama.Menurut Ranggapati, walaupun istana sudah mencium tindak tanduk Rakryan Demung yang merugikan kerajaan, tapi tetap tidak mau kehilangan wibawa dengan membiarkan penyusup bebas.Jadi Senapati Ranggapati meminta Saka agar bekerja sama. Sang senapati menduga Rakryan Demung akan melakukan sesuatu
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah