Di bawah rimbunan semak belukar tampak menonjol suatu benda berbentuk bundar. Saka mengorek tanah di sekitar benda itu.
Bentuknya seperti tutup sebuah guci. Benda ini terbuat dari tanah yang dikeraskan. Lalu Saka menggali sedikit demi sedikit.Akhirnya benda itu berhasil di keluarkan dari tanah. Sebuah guci sebesar kepala manusia. Terbuat dari tanah liat yang dikeraskan.Saka langsung membuka tutupnya. Ternyata ada isinya berupa cairan yang mengeluarkan aroma asam."Air apa ini?"Tanpa berpikir lagi Saka mendekatkan bibirnya ke lubang guci tersebut. Lalu meneguk air di dalamnya sedikit."Puahhh! Kecut, pahit!" umpat Saka setelah mengetahui rasa air dalam guci tersebut.Hampir saja dia membanting guci itu ketika tiba-tiba dia merasa tubuhnya segar setelah meminum air dalam guci. Rasa pahit dan kecut pun cepat hilang."Eh!Tubuh Saka terasa bertenaga lagi. Rasa sakit pun berkurang. Lalu dia meminum lagi, kali ini agak banyak.Dia pejamkan mata dan nyengir sambil mendesah saat menahan rasa kecut dan pahit. Saat kedua rasa itu lenyap, tubuhnya semakin segar pula."Ah! Sepertinya ini tuak yang sudah dipendam lama dalam tanah. Berkhasiat juga. Tubuhku segar, tapi masih lapar. Ha ha ha ...!"Saka menyimpan guci itu ke tempat semula lalu ditutup semak belukar. Lelaki ini berdiri. Tubuhnya tidak terasa sakit lagi.Kemudian Saka meninggalkan tempat itu untuk mencari makanan. Dia tidak sadar kalau penampilannya acak-acakan seperti orang gila.Saka Lasmana memasuki sebuah kampung yang cukup ramai. Dia berniat mencari kedai untuk makan walau tidak punya kepeng, dia tidak malu kalau harus mengemis demi mengisi perutnya untuk hari ini saja.Banyak orang yang melihat Saka dengan jijik karena lelaki ini tampak kotor. Rambut acak-acakan, pakaian kumal, kotor dan bau.Namun, sepertinya Saka tidak menyadari keadaannya. Kadang-kadang pikirannya terganggu oleh peristiwa naas yang menimpanya.Warga kampung yang melihatnya ada yang jijik ada juga yang kasihan.Ketika tenggorokannya terasa dahaga, kebetulan dia menemukan sebuah sungai.Air sungai ini cukup jernih sehingga dengan jelas memantulkan bayangan tubuh Saka yang langsung kaget melihat penampilannya."Waduh! Pantas saja orang-orang menyebutku gila!"Segera saja Saka mencuci mukanya terlebih dahulu. Ternyata kotoran di tubuhnya sudah banyak dan tebal. Dia merasa harus ganti pakaian karena akan sulit membersihkan kotoran yang sudah melekat."Akhirnya kutemukan juga kau!" Satu suara tiba-tiba mengejutkan Saka.Saka menoleh ke arah sumber suara yang sudah dikenalkan. Siapa lagi kalau bukan Seta Keling dan dua temannya yang masih terus memburunya. "Kali ini kau tidak akan lolos murid murtad!"Mendadak pikiran Saka kembali normal. "Aku bukan pembunuh. Apa kau tidak menggunakan akal? Ilmuku masih rendah mana mungkin mampu melawan guru!" bantah Saka."Tidak ada yang mau percaya dengan ucapanmu. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, dibantu oleh dua temanku. Itu lebih dari cukup untuk menjadi bukti!""Kau hanya melihat bagian akhir saja. Kau tidak tahu bagaimana awal kejadiannya!" Saka tidak mau kalah sambil bersiap mengeluarkan kepandaiannya."Ya, walaupun bagian akhir, tapi bisa tergambarkan bagaimana kejadian awalnya. Tentu saja kau membantai mereka dengan jurus dari luar perguruan dan terakhir membunuh Paman Guru. Gampang, kan menjelaskannya?""Pikiran picik!" sentak Saka."Jangan mengelak lagi. Menyerah baik-baik lalu ikut kami atau dengan terpaksa kami membunuhmu!"Belum selesai berucap tiba-tiba sebuah batu sebesar kepalan tangan melesat ke wajah Seta Keling. Batu ini diambil dari dasar sungai.Wutt!Untung Seta Keling sudah waspada sehingga dia bisa mengelak dari serangan itu. Sementara dua temannya sudah menerjang menyerang Saka Lasmana.Kali ini Saka mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga mampu menahan serangan lawan. Pertarungan berlangsung di pinggir sungai.Ada yang tidak disadari Saka, yaitu dia memperagakan jurusnya lebih mantap dari sebelumnya. Gerakannya ringan, cepat, tapi kuat.Jurus yang digunakannya mampu mengimbangi tiga lawannya. Padahal dari tingkatannya jurus ini adalah yang paling rendah di perguruan.Sepertinya Saka memperoleh kesempurnaan di jurus ini. Dia juga tidak sadar tenaga dalamnya bertambah besar walau tidak signifikan.Yang lebih luar biasa secara tidak sengaja Saka membuat gerakan kembangan dari gerak aslinya. Ini membuat lawannya salah memprediksi karena sebelumnya sudah tahu kelemahan jurus ini.Seta Keling sendiri merasa heran. Kenapa tiba-tiba Saka Lasmana berubah drastis. Dalam waktu tiga hari saja sudah mengalami peningkatan.Ini baru jurus terendah, bagaimana kalau mengeluarkan jurus yang lebih tinggi tingkatannya?"Kenapa kau masih menggunakan jurus dari Paman Guru? Itu sudah haram bagimu karena sudah berkhianat!" hardik Seta mencoba mengganggu konsentrasi Saka."Aku bukan pengkhianat. Ha ha ha ...!" teriak Saka Lasmana diakhiri tawa yang terdengar aneh. Dia sendiri seperti tidak menyadarinya.Dess! Dess!Secara tiba-tiba dua pukulannya berhasil mendarat di dua lawannya. Pukulan ketiga hanya mengenai angin karena Seta Keling lebih cepat mengelak.Dua teman Seta Keling terdorong tiga langkah. Beberapa kejap mereka terkejut sambil mengatur napas guna menghilangkan rasa ngilu di ulu hatinya. Lalu kembali menyerang.Sementara Seta Keling mengubah serangan dari jurus biasa yang mengandalkan kekuatan fisik walau sedikit dilapisi tenaga dalam, kini menjadi jurus yang lebih banyak mengerahkan tenaga dalam.Hawa sakti seketika melapisi tubuhnya terutama bagian tangan dan kaki yang digunakan untuk menyerang.Dua teman Seta Keling langsung mengikuti cara tersebut. Sekarang setiap gerakan disertai hempasan angin keras yang mampu merobek kulit.Terdengar lagi suara tawa aneh dari Saka Lasmana. Mulutnya meracau tidak karuan. Pikiran mendadak tidak normal lagi."Ha ha ha ... Sudah dikhianati, difitnah lagi. Sungguh malang nasib si badan ha ha ha ....!"Meski demikian Saka tetap tangguh mampu mengimbangi lawannya, tetapi tingkahnya menjadi aneh."Tapi bodohnya diriku yang salah mencintai orang. Hu hu huuu ....! Tapi aku tidak terima, aku akan balas dendam. Heaaa ....!"Saka Lasmana mengamuk. Serangannya menjadi kacau asal gerak saja."Gila! Otaknya sudah gila!" seru Seta Keling.Karena gerakan Saka yang mengamuk ini akibatnya merugikan diri sendiri. Seta Keling dan kawannya dengan mudah memberikan hajaran.Bukk! Bukk! Bukk!Saka menjadi bulan-bulanan lagi. Puluhan pukulan mendarat di tubuhnya. Kekuatannya pun jadi lemah, badannya limbung bergerak seperti orang mabuk.Namun, anehnya Saka seolah tidak merasakan sakit. Dia malah tertawa seperti orang teler. Entah apa yang terjadi pada dirinya."Semuanya berhati busuk!" teriak Saka Lasmana persis celoteh orang mabuk.Pada satu kesempatan, Seta Keling dan kawannya berhasil menendang Saka Lasmana secara bersamaan.Dukk!***Saka terpental jauh sampai melewati sungai kecil di belakangnya. Lalu jatuh bergulingan karena tidak bisa mengimbangi diri. Anehnya lelaki dua puluh tujuh tahun itu seperti tidak peduli dengan keadaan dirinya yang terluka. Dengan tertatih dia berdiri lagi sambil mengomel tidak jelas. "Tangkap orang gila itu!" Seta Keling memberi perintah kepada dua temannya. Segera saja yang diberi perintah langsung melompat ke seberang sungai untuk meringkus Saka Lasmana, tapi secara tidak terduga Saka melepaskan pukulan jarak jauh. Wutt! Dua orang ini segera menghindar ketika masih melayang di udara. Akibatnya mereka mendarat berjauhan dengan Saka meski berhasil menyeberang sungai. Sebenarnya pukulan jarak jauh ini dilakukan secara tidak sengaja. Saka asal menggerakkan tangan karena dia merasa menggenggam batu lalu dilempar begitu saja ke arah lawan. Sampai detik itu Saka masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya khusus untuk gerakan jurus dan pukulan jarak jauh tadi. "Pulang saja sana!
Mulai saat itu juga Saka berlatih untuk menguasai semua yang terdapat dalam Kitab Sapta Wujud. Terlebih dahulu dia membaca petunjuk di halaman-halaman awal.Ternyata tiga guci tuak bisa digunakan untuk membantu mempercepat Saka dalam menguasai jurus atau ilmu.Namun, itu semua ada tata cara minumnya. Berapa teguk, kapan waktunya, menghadap ke arah mana dan posisi berdiri atau duduk.Saka Lasmana mengulang-ulang bacaan agar mudah diingat. Kecuali benar-benar lelah, ngantuk dan lapar, Saka baru berhenti berlatih.Sepertinya tiga guci tuak itu memang tepat untuk orang yang sedang melatih Kitab Sapta Wujud. Begitu ketiganya habis, Saka telah sempurna menguasai isi kitab tersebut.Setelah dihitung setiap terbit matahari, ternyata Saka berlatih selama empat purnama. Terbilang cepat. Menguasai beberapa jurus dan ilmu hanya dalam waktu empat bulan saja.Mungkin berkat bantuan tuak sakti dalam guci maupun dalam bumbung bambu. Empat guci dikubur kembali. Lalu Saka membuat tali untuk bumbung aga
Dua orang menjadi korban kepakan tangan Saka yang keras dan kuat juga mengandung tenaga dalam. Yang satu tangan kanan di bawah sikutnya patah, satu lagi bahu kirinya yang kena.Dua orang tersebut terdorong sempoyongan dengan wajah pucat bukan main. Sementara satu orang lagi mulai leleh nyali.Saka segera mengejar orang ini yang sepertinya hendak kabur. Dia berkelebat cepat sambil kirimkan pukulan tangan kanan, tapi tidak sampai mengerahkan tenaga penuh.Sett! Krakk!Pukulan ini mengenai leher bagian belakang. Dari suaranya yang keras, jelas tulang lehernya mengalami retak atau patah. Orang ini langsung ambruk tak berkutik.Mati!Saka berpaling pada dua orang lainnya yang sedang memegang bagian badannya yang patah. Lelaki ini mengulas seringai sinis. Tatapannya bagaikan macan yang hendak menerkam mangsanya."Bagaimana dengan jurusku tadi?" tanya Saka dengan kepala miring dan bergerak mendekat kepada dua orang yang kini tampak gemetar."Jangan senang dulu, belum tentu kau mampu melawan
Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung."Mau tuak? He he he ...!"Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing."Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun han
Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusa
Menghadapi lawan sebanyak ini mau tak mau Saka mengambil bumbung tuaknya. Dengan tenang dia teguk arak sakti yang tak pernah habis itu.Para pendekar yang memburu Saka terbagi menjadi dua lapis. Lapis pertama sekitar belasan orang dengan senjata khas masing-masing.Lapisan kedua yang berada di belakang lapisan pertama jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka bersiap apabila yang di depan mengalami kesulitan.Pertarungan yang tidak seimbang itupun sudah berlangsung. Saka menggunakan jurus Congcorang Mabok sambil memainkan bumbung tuak.Saka harus benar-benar jeli dan tepat dalam setiap gerakannya. Menghalau serangan dari depan sembari menghindari pukulan dari samping dan belakang.Tepp! Wukk!Sampai belasan jurus memang belum mampu membalas serangan. Hanya bisa menahan atau menghalau dan menghindar.Sebenarnya dalam keadaan biasa Saka akan merasa gentar atau ciut nyali menghadapi lawan sebanyak ini.Beruntung pengaruh tuak sakti membuatnya percaya diri, menambah tenaga dan juga kecepatan ge
Akhirnya Saka menelusuri jalan kota yang tampak lebar. Di sini masih terlihat sepi, mungkin karena daerah pinggiran kota.“Tapi tampak rapi dan teratur,” gumam Saka pelan. Seketika dia merasa sepi, padahal sebelumnya dikejar-kejar banyak pendekar.“Mereka seperti hilang begitu saja. Ke mana pula wanita bercadar tadi?” Saka menoleh sebentar ke belakang. Tidak ada satu pun orang yang tadi ingin menangkapnya.Saka melewati sebuah desa pinggiran kota. Tidak begitu ramai, tapi tampak lebih makmur daripada desa di luar kota.Yang ditemui di sini kebanyakan kedai dengan ukuran besar beserta penginapan di samping atau belakangnya.Saka terus berjalan ke arah pusat kota. Walaupun belum tahu, tapi bisa memastikan lebih ke dalam maka akan menemukan pusat kota termasuk istana kerajaan Galuh.Ketika melewati salah satu kedai yang cukup ramai, beberapa orang menatapnya dengan tajam. Mungkin karena melihat wajah baru.Sementara indra pendengaran Saka yang semakin tajam berkat tuak sakti mendapatkan s
Jurus-jurus yang diperagakan Arya Kumbara tampak tegas sempurna. Setiap gerakan terlihat halus tapi cepat dan mematikan.Sosok putra Ki Sempana, ketua perguruan Girisoca ini laksana bayangan putih berkilau. Halus tak dapat disentuh.Sementara gerakan Ki Genta mencerminkan nafsu ingin membunuh yang begitu kentara. Sejak awal diminta untuk membunuh lawannya karena memang ada kepentingan pribadi juga.Membalas dendam saudaranya yang telah terbunuh oleh Arya Kumbara beberapa waktu yang lalu.“Semuda itu sudah memiliki tenaga dalam tinggi. Sungguh pendekar muda yang berbakat!” ujar Saka begitu mengagumi kebolehan Arya Kumbara.“Tapi aku belum mendengar apa julukannya?”Sementara belasan orang berseragam yang diduga dari perguruan Kalajingga tampak menunjukkan raut wajah lesu.Tentu saja karena melihat Arya Kumbara begitu mudahnya mengimbangi permainan Ki Genta, tokoh yang dianggap sudah kawakan ternyata sama saja seperti yang