Tampak murid-murid perguruan yang jumlahnya hampir lima puluh orang tergeletak di lapangan tempat berlatih dalam keadaan tak bernyawa.
Semuanya terdapat bekas tebasan cukup dalam di bagian leher dan perut yang menyebabkan mereka tewas. Saka memeriksa seluruhnya. Tidak ada yang masih hidup.Bahkan dia menemukan Ki Aswani juga tergeletak dengan sekujur tubuh membiru. Gurunya tewas mengenaskan."Biadab! Siapa yang punya kerjaan!"Saka memeriksa tubuh gurunya. Di perutnya tertancap sebilah golok panjang yang menusuk pas di jantung. Gagang golok ini berbentuk tengkorak. Tampaknya sengaja ditinggalkan pelaku.Lalu dia mencabut golok tersebut. Dia mengenali senjata tersebut, yaitu ciri khas milik Ki Jangkung Wulung dan muridnya.Saka teringat pengkhianatan istrinya. Mungkinkah Boma Sagara melakukannya sebelum menggauli Rinjani?Mungkin juga murid Ki Jangkung Wulung lain yang melakukannya atau bahkan Ki Jangkung Wulung sendiri?Saka ingat permusuhan antara sang guru dengan Ki Jangkung Wulung sudah berlangsung lama.Ki Asnawi dan Ki Jangkung Wulung memang telah lama berseteru, mereka memperebutkan sebuah pusaka yang selama ini dijaga oleh Ki Asnawi.Namun, perguruan Ki Jangkung Wulung selalu kalah setiap kali mereka mencoba merebut pusaka yang Saka sendiri tidak tahu bentuk dan letaknya di mana itu.Tetapi kali ini berbeda, perguruan Ki Asnawi kalah telak. Bahkan, Ki Asnawi yang merupakan guru terkemuka di antara beberapa perguruan tewas dan semuanya hancur lebur.Saka mengepalkan tangannya kuat! Pikirannya menduga-duga ke arah Rinjani.Tiba-tiba terdengar satu suara menyentak keras."Dasar murid durhaka, pengkhianat! Ternyata sampai tega membunuh guru sendiri bahkan membantai murid yang lain!"
Saka Lasmana menoleh ke arah sumber suara. Ada tiga orang lelaki. Salah satunya sudah kenal. Seta Keling murid Ki Argasura saudaranya Ki Aswani."Apa maksudmu?" Saka berdiri heran. Seta Keling tampak menunjukkan raut permusuhan."Aku dan temanku ini menjadi saksi saat kau mencabut golok ini dari perut Paman Guru. Siapa lagi kalau bukan kau yang membunuhnya?" tuduh Seta Keling.Saka Lasmana mengeraskan rahangnya. Sorot matanya begitu tajam, lalu mengangkat golok yang dimaksud."Kau lihat gagang golok ini. Kita semua tahu ini golok siapa?" jelas Saka lalu menceritakan saat dia datang ke sini sampai dia mencabut golok bergagang tengkorak tersebut."Bagus benar cerita dustamu! Yang aku lihat itulah yang kebenarannya. Kau bukan saja mengkhianati perguruan, tapi telah membelot pada musuh. Golok di tanganmu adalah bukti sekarang kau jadi pengikut Jangkung Wulung!""Fitnah busuk! Berani sekali kau menuduh tanpa bukti!""Tapi aku sudah menyaksikan, itu cukup menjadi bukti. Tidak ada yang bisa membantah lagi. Kau harus menerima hukuman atas pengkhianatan ini!""Bedebah busuk! Mulut busuk!"Saka benar-benar murka. Sudah dikhianati istri, dirampas miliknya sekarang difitnah lagi, sedangkan Seta Keling dan dua temannya sudah hendak meringkusnya.Saka Lasmana tidak mau ditangkap begitu saja. Dia bukan pembunuh. Justru dia termasuk korban. Dia harus membalas semuanya.Maka dengan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki, Saka melawan tiga orang tersebut. Dia lempar golok bergagang tengkorak itu lalu dia gunakan jurus dari perguruan.Selama menjadi murid Ki Aswani dia hanya mendapatkan tiga jurus saja. Namun, ketiga jurus itu sudah mencapai tingkat tertinggi masing-masing.Sambil menahan sakit yang masih dideritanya, secara bergantian Saka mengeluarkan jurus Gagak Malipir, Gagak Mematuk Batu dan Gagak Memburu Mangsa.Dari gerakan jurus Saka yang tidak sempurna, Seta Keling bisa melihat kalau Saka sedang terluka dalam. Lalu dari warna kulitnya bisa menentukan kalau luka dalam Saka bukan akibat salah satu ilmu Ki Aswani.Seharusnya ini bisa menjadi bukti juga kalau Saka memang bukan pelaku pembantaian. Lagi pula bagaimana bisa membunuh banyak orang termasuk gurunya yang lebih tinggi ilmunya, sedangkan Saka dalam keadaan terluka.Namun, keyakinan Seta Keling lebih kuat. Dia tetap pada pendiriannya bahwa Saka Lasmana telah berkhianat.Karena kondisi Saka yang belum benar-benar pulih, akibatnya Saka sering terkena pukulan lawan. Darah merembes lagi dari sudut bibirnya.Dukk! Degh!Sebuah tendangan mengenai ulu hati Saka Lasmana. Lelaki ini terpental jauh lalu jatuh bergulingan.Walaupun sakit dan napas sesak bukan main, tapi Saka memanfaatkan kesempatan ini. Begitu bangun dia langsung ambil langkah seribu."Kejar!”Saka merasa dia tidak boleh mati begitu saja. Dia harus membalas dendam dan membuktikan kalau dia bukan pembunuh gurunya.Dengan tenaga seadanya, Saka berlari ke arah selatan menjauh dari perkampungan. Sesekali dia menoleh ke belakang memastikan sudah jauh dari pengejaran Seta Keling.Saka sudah tidak peduli lagi dengan luka-lukanya. Hanya satu yang tersisa dalam benaknya yaitu tekad untuk tetap hidup.Selama dia masih hidup, maka apa pun dia bisa lakukan salah satunya balas dendam. Membalas kematian gurunya. Membalas sakit hati atas pengkhianatan istrinya.Setelah beberapa lama suasana mulai gelap. Saka tidak mendengar lagi suara orang yang memburunya. Dia sedikit tenang.Lalu dia menepi mencari pohon rindang untuk istirahat. Sementara udara mulai berubah dingin seiring datangnya gelap.Karena tenaganya yang semakin lemah, dia tidak kuat berdiri lagi. Akhirnya dia roboh ke tanah. Bukan hanya itu, ternyata Saka berada di bibir lembah. Begitu terjatuh dia langsung terguling terperosok ke dalam lembah yang tampak gelap.Sementara itu Seta Keling dan kawannya kehilangan jejak Saka. Mereka heran tidak bisa mengejar Saka, padahal lelaki itu sedang terluka parah.Kemudian mereka segera mencari ke rumah Saka yang tidak jauh dari tempat itu.Sampai ditempat tujuan, mereka tidak berani mendekat. Hanya memperhatikan dari jauh. Karena mereka melihat murid-murid Ki Jangkung Wulung tengah tertawa-tawa bersama Rinjani.Seta Keling menyimpulkan bahwa Rinjani juga berkhianat kepada perguruan. Namun, mereka tidak berani menggempur karena jumlah yang lebih sedikit.Akhirnya Seta Keling bersama dua temannya kembali ke perguruan untuk melaporkan kejadian ini.***000***Dua hari lamanya Saka Lasmana tidak sadarkan diri. Tubuhnya tergeletak di atas rerumputan yang hijau dan tebal.Masih beruntung dia tidak jatuh menimpa batu atau tersangkut di pohon. Saka terbaring lemas di atas tanah berumput yang datang.Di sekelilingnya tumbuh pepohonan yang besar dan tinggi. Udaranya cukup lembab walaupun saat tengah hari. Karena sinar matahari hanya sedikit yang menerobos ke dalam lembah.Saka dibangunkan oleh tetes embun dari daun pohon tinggi yang menimpa wajahnya. Pertama membuka mata, dia memperhatikan sekelilingnya.Tubuhnya masih terasa sakit dan kaku, tapi Saka memaksa bangun walau keluar suara keluhan menahan sakit.Setelah memperhatikan, ternyata dia tidak mengenali tempat ini walaupun dia pernah berkeliling ke setiap tempat sebelumnya.Meski udara dingin, tapi tidak bisa membantu rasa haus dan lapar. Saka mengedarkan lagi pandangannya, siapa tahu ada pohon buah di sana."Apa aku harus makan rumput?" ucapnya sambil menunduk memandang rumput yang dia duduki.Lalu dia teringat akan nasib malang yang diterimanya. Seketika air matanya menetes begitu saja. Sesuatu yang dulu menjadi pantangan baginya yaitu menangis.Sekarang tidak ada alasan untuk tidak menangis. Nasib yang dialaminya terasa terlalu berat dan datang begitu saja.Seolah-olah dia jatuh tiba-tiba tanpa memperkirakan terlebih dahulu. Sudah begitu, tidak tanggung-tanggung lagi jatuhnya.Saka membiarkan air matanya membanjiri wajahnya. Saking sakit hatinya, kadang dia menertawakan diri sendiri.Dia merasa lelaki paling bodoh. Ternyata selama ini Rinjani hanya pura-pura mencintainya. Rinjani lebih mencintai lelaki berharta.Padahal selama mengenalnya di perguruan sejak kecil, Rinjani tidak pernah menunjukkan sifat materialistis.Lalu terdengar suara tawa Saka Lasmana sekeras-kerasnya. Kedua tangannya mengobrak-abrik rumput dan semak belukar di dekatnya. Rasa sakitnya sudah tidak peduli lagi."Bodoh! Aku manusia bodoh. Ha ha ha ...!"Pada saat tangannya mengacak-acak semak belukar itu tiba-tiba dia menyentuh sesuatu yang keras."Eh! Apa ini?"***Di bawah rimbunan semak belukar tampak menonjol suatu benda berbentuk bundar. Saka mengorek tanah di sekitar benda itu. Bentuknya seperti tutup sebuah guci. Benda ini terbuat dari tanah yang dikeraskan. Lalu Saka menggali sedikit demi sedikit. Akhirnya benda itu berhasil di keluarkan dari tanah. Sebuah guci sebesar kepala manusia. Terbuat dari tanah liat yang dikeraskan. Saka langsung membuka tutupnya. Ternyata ada isinya berupa cairan yang mengeluarkan aroma asam. "Air apa ini?" Tanpa berpikir lagi Saka mendekatkan bibirnya ke lubang guci tersebut. Lalu meneguk air di dalamnya sedikit. "Puahhh! Kecut, pahit!" umpat Saka setelah mengetahui rasa air dalam guci tersebut. Hampir saja dia membanting guci itu ketika tiba-tiba dia merasa tubuhnya segar setelah meminum air dalam guci. Rasa pahit dan kecut pun cepat hilang. "Eh! Tubuh Saka terasa bertenaga lagi. Rasa sakit pun berkurang. Lalu dia meminum lagi, kali ini agak banyak. Dia pejamkan mata dan nyengir sambil mendesah saat
Saka terpental jauh sampai melewati sungai kecil di belakangnya. Lalu jatuh bergulingan karena tidak bisa mengimbangi diri. Anehnya lelaki dua puluh tujuh tahun itu seperti tidak peduli dengan keadaan dirinya yang terluka. Dengan tertatih dia berdiri lagi sambil mengomel tidak jelas. "Tangkap orang gila itu!" Seta Keling memberi perintah kepada dua temannya. Segera saja yang diberi perintah langsung melompat ke seberang sungai untuk meringkus Saka Lasmana, tapi secara tidak terduga Saka melepaskan pukulan jarak jauh. Wutt! Dua orang ini segera menghindar ketika masih melayang di udara. Akibatnya mereka mendarat berjauhan dengan Saka meski berhasil menyeberang sungai. Sebenarnya pukulan jarak jauh ini dilakukan secara tidak sengaja. Saka asal menggerakkan tangan karena dia merasa menggenggam batu lalu dilempar begitu saja ke arah lawan. Sampai detik itu Saka masih belum sadar dengan apa yang dilakukannya khusus untuk gerakan jurus dan pukulan jarak jauh tadi. "Pulang saja sana!
Mulai saat itu juga Saka berlatih untuk menguasai semua yang terdapat dalam Kitab Sapta Wujud. Terlebih dahulu dia membaca petunjuk di halaman-halaman awal.Ternyata tiga guci tuak bisa digunakan untuk membantu mempercepat Saka dalam menguasai jurus atau ilmu.Namun, itu semua ada tata cara minumnya. Berapa teguk, kapan waktunya, menghadap ke arah mana dan posisi berdiri atau duduk.Saka Lasmana mengulang-ulang bacaan agar mudah diingat. Kecuali benar-benar lelah, ngantuk dan lapar, Saka baru berhenti berlatih.Sepertinya tiga guci tuak itu memang tepat untuk orang yang sedang melatih Kitab Sapta Wujud. Begitu ketiganya habis, Saka telah sempurna menguasai isi kitab tersebut.Setelah dihitung setiap terbit matahari, ternyata Saka berlatih selama empat purnama. Terbilang cepat. Menguasai beberapa jurus dan ilmu hanya dalam waktu empat bulan saja.Mungkin berkat bantuan tuak sakti dalam guci maupun dalam bumbung bambu. Empat guci dikubur kembali. Lalu Saka membuat tali untuk bumbung aga
Dua orang menjadi korban kepakan tangan Saka yang keras dan kuat juga mengandung tenaga dalam. Yang satu tangan kanan di bawah sikutnya patah, satu lagi bahu kirinya yang kena.Dua orang tersebut terdorong sempoyongan dengan wajah pucat bukan main. Sementara satu orang lagi mulai leleh nyali.Saka segera mengejar orang ini yang sepertinya hendak kabur. Dia berkelebat cepat sambil kirimkan pukulan tangan kanan, tapi tidak sampai mengerahkan tenaga penuh.Sett! Krakk!Pukulan ini mengenai leher bagian belakang. Dari suaranya yang keras, jelas tulang lehernya mengalami retak atau patah. Orang ini langsung ambruk tak berkutik.Mati!Saka berpaling pada dua orang lainnya yang sedang memegang bagian badannya yang patah. Lelaki ini mengulas seringai sinis. Tatapannya bagaikan macan yang hendak menerkam mangsanya."Bagaimana dengan jurusku tadi?" tanya Saka dengan kepala miring dan bergerak mendekat kepada dua orang yang kini tampak gemetar."Jangan senang dulu, belum tentu kau mampu melawan
Tujuh pendekar tarik mundur masing-masing. Percikan arak yang mengenai tangan ternyata sangat panas bagai bara api kecil yang mampu melelehkan baja.Ketujuh orang ini segera alirkan hawa sakti ke tangan yang terkena cipratan tuak.Belum selesai mengalirkan hawa sakti, Saka sudah mendarat sambil cengengesan. Dia teguk lagi tuak dari bumbung."Mau tuak? He he he ...!"Tujuh orang ekstra waspada. Baru serangan pertama sudah gagal, malah mendapat ancaman dari setetes tuak. Tidak disangka Saka Lasmana akan sehebat ini. Padahal dulu hanya pendekar rendahan.Setelah tahu tuak itu membahayakan, maka ketujuh pendekar mengubah serangan. Tidak lagi menyerang jarak dekat, melainkan dengan pukulan jarak jauh saja.Tujuh pukulan tenaga dalam melesat menuju satu titik. Ada yang keluar dari kepalan, telapak tangan atau senjata masing-masing."Ha ha ha ... Takut dekat-dekat, ya!"Saka menekuk kedua lutut hingga tubuhnya memendek. Lalu dia angkat bumbung tuak ke atas. Tujuh serangan yang datang pun han
Dari ciri-ciri yang sering dia dengar, lelaki ini tidak salah lagi adalah Pendekar Pedang Tunggal dengan senjata andalan sebuah pedang yang bernama sama.Bentuk pedangnya biasa saja seperti pedang pada umumnya. Usia si pendekar juga mungkin seumuran dengan Saka Lasmana.Hanya pengalamannya mungkin sudah lebih jauh dibanding Saka Lasmana yang sebelumnya hanya berkutat di perguruan Gagak Lumayung saja."Kau harus ditangkap. Kau buronan para pendekar. Pembunuh guru sendiri dan pembantai murid-murid lainnya!"Pendekar Pedang Tunggal menarik senjatanya setelah Saka Lasmana melepaskan jepitan telapak tangannya. Jujur saja kalau tidak dilepas mungkin tak bisa ditarik."Hah, itu lagi!" dengkus Saka, "kau adalah pendekar yang cukup ternama. Tentunya memiliki pikiran panjang. Kenapa masih terpengaruh ucapan orang-orang yang pendek pikiran itu?""Jadi kau mengelak tuduhan itu?""Sekarang, sebaiknya kau jangan ikut campur dulu urusa
Menghadapi lawan sebanyak ini mau tak mau Saka mengambil bumbung tuaknya. Dengan tenang dia teguk arak sakti yang tak pernah habis itu.Para pendekar yang memburu Saka terbagi menjadi dua lapis. Lapis pertama sekitar belasan orang dengan senjata khas masing-masing.Lapisan kedua yang berada di belakang lapisan pertama jumlahnya lebih banyak lagi. Mereka bersiap apabila yang di depan mengalami kesulitan.Pertarungan yang tidak seimbang itupun sudah berlangsung. Saka menggunakan jurus Congcorang Mabok sambil memainkan bumbung tuak.Saka harus benar-benar jeli dan tepat dalam setiap gerakannya. Menghalau serangan dari depan sembari menghindari pukulan dari samping dan belakang.Tepp! Wukk!Sampai belasan jurus memang belum mampu membalas serangan. Hanya bisa menahan atau menghalau dan menghindar.Sebenarnya dalam keadaan biasa Saka akan merasa gentar atau ciut nyali menghadapi lawan sebanyak ini.Beruntung pengaruh tuak sakti membuatnya percaya diri, menambah tenaga dan juga kecepatan ge
Akhirnya Saka menelusuri jalan kota yang tampak lebar. Di sini masih terlihat sepi, mungkin karena daerah pinggiran kota.“Tapi tampak rapi dan teratur,” gumam Saka pelan. Seketika dia merasa sepi, padahal sebelumnya dikejar-kejar banyak pendekar.“Mereka seperti hilang begitu saja. Ke mana pula wanita bercadar tadi?” Saka menoleh sebentar ke belakang. Tidak ada satu pun orang yang tadi ingin menangkapnya.Saka melewati sebuah desa pinggiran kota. Tidak begitu ramai, tapi tampak lebih makmur daripada desa di luar kota.Yang ditemui di sini kebanyakan kedai dengan ukuran besar beserta penginapan di samping atau belakangnya.Saka terus berjalan ke arah pusat kota. Walaupun belum tahu, tapi bisa memastikan lebih ke dalam maka akan menemukan pusat kota termasuk istana kerajaan Galuh.Ketika melewati salah satu kedai yang cukup ramai, beberapa orang menatapnya dengan tajam. Mungkin karena melihat wajah baru.Sementara indra pendengaran Saka yang semakin tajam berkat tuak sakti mendapatkan s