Kemudian orang ini menuturkan bahwa perguruan yang hancur itu adalah tempatnya menempa ilmu kanuragan. Perguruan Astabraja namanya.
Tiga hari yang lalu perguruan ini kedatangan Ki Ranggaguna yang memberitahukan tentang bahaya Pasukan Kala Geni yang akan mengguncang dunia persilatan."Ki Ranggaguna menyarankan agar kami bersembunyi dulu lalu menyusun kekuatan bersama perguruan aliran putih yang lain," tutur orang berpakaian hitam.Sayangnya, Ki Langlang Peuting guru besar perguruan Astabraja menganggap remeh informasi dari Ki Ranggaguna. Dia bilang perguruan Astabraja lebih siap menghadapi Pasukan Kala Geni."Sampai ketika Pasukan Kala Geni datang di sore harinya, Guru baru menyesal tidak mengikuti saran Ki Ranggaguna. Pasukan itu begitu kuat, yang bisa bertahan dari kami hanya sepuluh orang. Itu juga sudah banyak yang terluka!"Sepuluh orang termasuk dia dan Ki Langlang Peuting dipaksa jadi pengikut Pasukan Kala Geni, kemudian perguruan dKetika Saka hendak ke istana Indraprahasta, di perjalanan dia bertemu dengan rombongan Ki Bayusura.“Saka, kau masih ingat aku?” Pandu Jaya langsung menyapa dengan ramah dan gembira karena bertemu dengan saudara jauhnya.“Pandu Jaya, kau tambah gagah saja!” ujar Saka, dalam hatinya dia ingat Pandansari.“Hebat, sekarang kau sudah menjadi pendekar tersohor!” puji Ki Bayusura.Saka segera menjura hormat. “Paman!”“Maafkan aku yang tidak bisa berbuat apa-apa saat dua kakak seperguruanku tiada. Karena tempat yang jauh, jadi kabar pun datang telat!” ungkap Ki Bayusura kemudian.“Tidak apa-apa, Paman. Semuanya telah terbalaskan. Kedua guru bisa tenang di alam sana.”“Terima kasih, kau murid baik. Aku bangga padamu!”“Ah, Paman berlebihan. Saya masih bukan siapa-siapa!”Ki Bayusura tertawa mengekeh sambil memegang pundak Saka. Kemudian dia mengajak serta Saka menuju istana Indraprahasta.Pergerakan pi
Jelas mereka menganggap remeh gadis ini. Meski hatinya panas mendengar penghinaan ini, Pandansari berusaha tenang menahan emosinya."Pendekar golongan putih terkenal dengan ketenangannya dalam situasi seperti ini," batin si gadis.Pandansari tetap tegakkan kepala meski dirinya kini dikurung lima orang. Dari tampangnya yang tidak kenal, jelas mereka bukan murid ayahnya. Mereka pasti dari perguruan lain."Gadis bongsor, mau kemana berjalan sendirian?""Aku mau menemui ayahku!" jawab Pandansari lantang."Hah, siapa ayahmu? Desa ini sudah ditinggalkan penduduknya, mungkin ayahmu juga sudah minggat, hahaha!""Iya, lebih baik kau ikut kami dijamin menyenangkan, hahaha!"Suara gelak tawa riuh terdengar sampai belasan tombak jauhnya. Membuat anggota lain yang sedang berada di rumah-rumah penduduk yang kini kosong berhamburan keluar.Desa ini benar-benar sudah dikuasai Pasukan Kala Geni. Rumah-rumah warga yang ditinggalk
Jerangkong Koneng sangat terkejut melihat kedatangan putrinya. Dulu dia kabur, sekarang datang sendiri. Yang heran, dari mana putrinya tahu kalau dia berada di sini?"Pandansari, dari mana kau tahu aku ada di sini?""Itu tidak penting, Ayah. Yang terpenting kabar yang aku bawa!""Kabar apa?" tanya Jerangkong Koneng.Di ruangan ini sudah ada Ki Rembong, Lasmini dan sang pemimpin Kala Cengkar yang kedua matanya membeliak melihat postur tubuh tinggi Pandansari."Oooh, siapakah dia, Jerangkong Koneng?" Kala Cengkar mendekat tak peduli wajah Lasmini yang cemberut karena hal ini."Ini putriku, Gusti Pikulun,"Jerangkong Koneng memerintahkan putrinya untuk menjura kepada Kala Cengkar."Ini pemimpin kita, Gusti Pikulun Kala Cengkar!"Pandansari hanya menatap sebentar sebelum menjura lalu tidak memandangnya lagi."Siapa namamu, cantik bongsor?" Nada suara nakal lebih dominan di pertanyaan Kala Cengkar i
Dari arah utara, Wirasoma dan Citrawati sudah berbagi tugas. Masing-masing tengah berhadapan dengan lawan yang cukup tangguh, karena lawan mereka merupakan pimpinan kelompok.Yang dihadapi Wirasoma salah satu murid terbaik dari perguruannya. Usianya lebih tua, tapi tenaga dalamnya beda sedikit di atas Wirasoma, tapi murid Ki Awan Seta ini merasa percaya diri bisa mengalahkan lawannya.Pengalaman si pemuda dalam bertarung melawan yang lebih kuat sudah banyak.Kebetulan lawannya tidak mengandalkan senjata, melainkan serangan pukulan yang lumayan kuat dan dahsyat. Wirasoma bisa mengatasi dengan jurus-jurus tapak yang menjadi andalannya.Keduanya sudah diselimuti hawa sakti yang sama-sama kuat. Dalam beberapa saat Wirasoma harus berjibaku menahan dan menghindari serangan pukulan lawan.Wugh! Wugh!Wirasoma melihat kepalan tangan musuh saat mendekati tubuhnya seperti membesar, bagai kepalan raksasa. Sehingga dia lebih memilih menghin
Si kumis tebal ini lumayan alot juga walau tingkatan yang terbaca sepadan dengan Citrawati.Citrawati terbantu dengan gerakan cepat, lentur dan pedang yang dua saat mengatasi jurus lawan yang cepat dan mantap walau cuma satu pedang.Satu pedang si kumis tebal ini berputar cepat seperti berubah menjadi banyak mengancam Citrawati dari segala sisi.Tring! Trang!Beruntung istri Wirasoma ini mampu membaca gerak jurus lawan. Walau posisinya masih bertahan, dia tidak terlambat untuk menghindar atau menangkis.Benturan senjata yang keras tidak membuatnya berkurang tenaga atau lambat gerakan. Karena suplai tenaga dalam dan hawa sakti diatur dengan baik.Namun, ujung pedang si kumis bagai mata elang yang memburu mangsanya. Lama-lama Citrawati repot juga walau pakai dua pedang.Akhirnya pendekar wanita muda ini menggunakan jurus yang baru dia kuasai. 'Pedang Membelah Ombak'. Terlebih dahulu dia himpun tenaga khusus untuk jurus ter
Walaupun sudah mempersiapkan diri, nyatanya tiga orang ini tidak lebih cepat gerakannya dari Citrawati. Gerakan mereka sia-sia saja.Dua orang tergores lebih dalam lagi, satu orang terpenggal.Di saat bersamaan ternyata tiga lawan lainnya menyerang dengan cara membokong dari belakang. Mereka langsung meluruk menusukkan pedang ke punggung Citrawati.Namun, naluri pendekar wanita bersenjata sepasang pedang pendek ini sangat peka langsung bersalto ke atas menghindari serangan bokongan. Tubuhnya melenting bagai dilontarkan ketapel.Tiga pembokong ini kebablasan, gerakannya tak bisa ditahan. Sehingga dua orang menusuk dua temannya sendiri di depan.Sedangkan yang satu lagi tersuruk jatuh telungkup. Pedangnya menusuk tanah. Belum sempat bangun, dia merasakan punggungnya panas.Ternyata pedang Citrawati telah menembusnya hingga merobek jantung. Tak ayal lagi nyawanya tak bisa dipertahankan.Tinggal dua orang lagi, mereka nekad
Namun, apa yang terjadi tidak sesuai harapan. Mata jeli Pandu Jaya melihat gerakan lawan. Dalam keadaan melesat ketika cakra pertama hampir menembus dadanya, dia memutar badan seperti mengguling.Tidak sembarang memutar. Selain waktu yang tepat, badannya juga dilapisi hawa sakti pelindung. Cakra itu lewat hampir menempel ke badan di sebelah atas ketika Pandu Jaya mengguling di udara ke bawah.Pandu Jaya lolos dari cakra pertama. Pada saat memutar badan itu dia fokus ke cakra kedua. Tangan kanannya seperti hendak menangkap senjata itu.Ternyata dari telapak tangannya melesat angin padat yang beradu dengan cakra kedua.Blakk! Tarr!Terjadi ledakan kecil di udara yang membuat cakra kedua terpental. Kejap berikutnya Pandu Jaya memutar badan seperti baling-baling mendekati lawannya.Brett! Brett!Si pemilik cakra yang masih terkejut atas kejadian cakra pertama, ditambah juga dengan yang menimpa cakra kedua, tidak sempat mengh
Dua sosok sama-sama tersurut ke belakang, hanya saja Ki Rembong lebih jauh. Hidungnya mendengkus geram, hatinya dongkol bukan main. Sementara Ki Awan Seta tersenyum tipis."Sialan, dia selalu berada di atasku!" maki Ki Rembong dalam hati.Ki Rembong tambahkan tenaga lagi. Masih dengan jurus yang sama, tapi naik tingkat. Gerakan banteng mengamuknya semakin tangguh dan cepat.Namun, Ki Awan Seta mengimbangi dengan gerakan burung terbang. Santai, lentur dan cepat sehingga bisa menghemat tenaga. Serta yang paling penting adalah ketenangan.Karena jurus Ki Rembong terlihat berat dan kaku walaupun cepat, akibatnya Ki Rembong mulai kekurangan tenaga.Tinjunya tidak sekuat tadi, lebih sering memukul tempat kosong. Ki Awan Seta bagaikan bayangan yang tidak dapat disentuh. Dirinya pun sudah menerima beberapa serangan telak mendarat di tubuhnya.Akhirnya bertubi-tubi dua kepak tangan Ki Awan Seta menghujani tubuh Ki Rembong. Walaupun cuma s