Walaupun sudah mempersiapkan diri, nyatanya tiga orang ini tidak lebih cepat gerakannya dari Citrawati. Gerakan mereka sia-sia saja.
Dua orang tergores lebih dalam lagi, satu orang terpenggal.Di saat bersamaan ternyata tiga lawan lainnya menyerang dengan cara membokong dari belakang. Mereka langsung meluruk menusukkan pedang ke punggung Citrawati.Namun, naluri pendekar wanita bersenjata sepasang pedang pendek ini sangat peka langsung bersalto ke atas menghindari serangan bokongan. Tubuhnya melenting bagai dilontarkan ketapel.Tiga pembokong ini kebablasan, gerakannya tak bisa ditahan. Sehingga dua orang menusuk dua temannya sendiri di depan.Sedangkan yang satu lagi tersuruk jatuh telungkup. Pedangnya menusuk tanah. Belum sempat bangun, dia merasakan punggungnya panas.Ternyata pedang Citrawati telah menembusnya hingga merobek jantung. Tak ayal lagi nyawanya tak bisa dipertahankan.Tinggal dua orang lagi, mereka nekadNamun, apa yang terjadi tidak sesuai harapan. Mata jeli Pandu Jaya melihat gerakan lawan. Dalam keadaan melesat ketika cakra pertama hampir menembus dadanya, dia memutar badan seperti mengguling.Tidak sembarang memutar. Selain waktu yang tepat, badannya juga dilapisi hawa sakti pelindung. Cakra itu lewat hampir menempel ke badan di sebelah atas ketika Pandu Jaya mengguling di udara ke bawah.Pandu Jaya lolos dari cakra pertama. Pada saat memutar badan itu dia fokus ke cakra kedua. Tangan kanannya seperti hendak menangkap senjata itu.Ternyata dari telapak tangannya melesat angin padat yang beradu dengan cakra kedua.Blakk! Tarr!Terjadi ledakan kecil di udara yang membuat cakra kedua terpental. Kejap berikutnya Pandu Jaya memutar badan seperti baling-baling mendekati lawannya.Brett! Brett!Si pemilik cakra yang masih terkejut atas kejadian cakra pertama, ditambah juga dengan yang menimpa cakra kedua, tidak sempat mengh
Dua sosok sama-sama tersurut ke belakang, hanya saja Ki Rembong lebih jauh. Hidungnya mendengkus geram, hatinya dongkol bukan main. Sementara Ki Awan Seta tersenyum tipis."Sialan, dia selalu berada di atasku!" maki Ki Rembong dalam hati.Ki Rembong tambahkan tenaga lagi. Masih dengan jurus yang sama, tapi naik tingkat. Gerakan banteng mengamuknya semakin tangguh dan cepat.Namun, Ki Awan Seta mengimbangi dengan gerakan burung terbang. Santai, lentur dan cepat sehingga bisa menghemat tenaga. Serta yang paling penting adalah ketenangan.Karena jurus Ki Rembong terlihat berat dan kaku walaupun cepat, akibatnya Ki Rembong mulai kekurangan tenaga.Tinjunya tidak sekuat tadi, lebih sering memukul tempat kosong. Ki Awan Seta bagaikan bayangan yang tidak dapat disentuh. Dirinya pun sudah menerima beberapa serangan telak mendarat di tubuhnya.Akhirnya bertubi-tubi dua kepak tangan Ki Awan Seta menghujani tubuh Ki Rembong. Walaupun cuma s
KITA KEMBALI KE CERITA SIANG HARI SEBELUM PENYERANGAN.Ki Madewa menggunakan Ajian Halimunan yang difungsikan untuk Saka Lasmana juga. Sosok mereka jadi menghilang dari pandangan mata kasar.Kemudian mereka berdua menyusup ke rumah tumenggung Kertasara. Mereka memanjat ke atas atap. Mengawasi Pandansari yang menyusup di dalam.Pada saat itu, ketika mereka duduk di atap sambil memperhatikan ke dalam lewat lubang yang mereka buat. Benda kecil di balik ikat pinggang Saka bergetar hebat.Benda kecil yang didapatkan dari lembah Kupu-kupu. Seketika dia ingat ucapan Ki Sempana."Benda ini bergetar!” batin Saka. “Itu pasti petunjuknya. Mungkinkah dia orangnya!" Saka ingat cerita Ki Sempana sebelum berangkat tugas bahwa akan ada makhluk siluman yang akan bangkit dari kutukan seperti petunjuk dalam mimpinya."Ratusan tahun yang lalu, manusia setengah siluman itu adalah musuh besar keturunan leluhurku," tutur Ki Sempana waktu itu.
Saka mengarahkan lubang labu ke tubuh Kala Cengkar. Pandansari sampai berpegangan ke sudut tempat tidur agar tidak goyah terhempas angin.Sementara Ki Madewa tetap bergeming di tempatnya.Kemudian semuanya menyaksikan dari dalam tubuh Kala Cengkar secara perlahan keluar sebuah bayangan hitam seolah tertarik.Bayangan itu juga seperti berusaha agar tidak tertarik oleh kekuatan penyedot dari dalam labu. Namun, kekuatan penyedot tidak bisa dilawan.Bayangan hitam tak berdaya. Terdengar suara teriakan meratap-ratap, tapi sangat kecil karena tertimpa gemuruh angin yang berputar-putar di dalam kamar itu.Perlahan bayangan hitam tertarik mendekati labu. Awalnya berbentuk seperti manusia, kemudian berubah menjadi asap. Akhirnya asap itu tersedot ke dalam labu seluruhnya tanpa bersisa.Saka segera menutup kembali labu tersebut, lalu dikunci dengan tenaga dalam. Dimasukan kembali labunya ke balik ikat pinggang."Pendam benda itu d
Lasmini tidak menjawab pertanyaan neneknya. Dia lalu masuk ke rumah, langsung ke belakang. Ke tempat pemandian yang berupa pancuran. Membersihkan badannya.Beberapa saat kemudian tiga orang sudah berkumpul di ruang tengah ditemani hidangan yang tersaji di tengah-tengah mereka."Apa yang kau pikirkan, Lasmini?" Si nenek mengulang pertanyaan sebelumnya."Pendekar Mabuk," jawab Lasmini singkat.Nini Ranggit saling tatap dengan Ki Rembong. Keanehan terlihat pada wanita cantik keturunan campuran itu.Sorot mata Lasmini tampak teduh menerawang. Bibirnya sedikit mencuat naik. Pikirannya melayang entah ke mana.Mengapa Lasmini menyebut nama tokoh yang menjadi musuh Ki Rembong?"Apa yang terjadi pada dirimu, Lasmini?" tanya Nini Ranggit lagi ingin menegaskan."Dia begitu gagah, aku sangat tertarik padanya. Sepertinya aku jatuh hati!" Ucapan Lasmini meluncur begitu saja seolah tanpa dipikir lagi.Jelas saja si ne
Gandaseta adalah sahabat lama yang mengundang Ku Ranggaguna ke tempat ini, tapi sekarang tokoh itu telah menjadi mayat. Lalu apa hubungannya dengan orang serba hitam ini?"Sebenarnya aku yang mengundang kalian!" ucap orang serba hitam berambut panjang sampai ke pinggang ini."Siapa kau?" tanya Ki Ranggaguna."Kau pasti ingat dengan Jalakrasa. Kalian berdua telah membunuhnya, dia adalah kakakku. Sekarang aku hendak membalas kematiannya. Temanmu sudah mampus, kini giliran kau menyusulnya!"Ki Ranggaguna tentu saja ingat nama yang disebut tadi. Jalakrasa adalah tokoh golongan hitam yang sempat mengacau dunia persilatan beberapa waktu lalu di daerah wilayah tenggara Indraprahasta.Bersama Gandaseta akhirnya tokoh sesat tersebut bisa dimusnahkan dari muka bumi. Rupanya sosok serba hitam ini merupakan adiknya yang hendak menuntut balas.Tidak ada rasa gentar sedikit pun di wajah Ki Ranggaguna terhadap orang serba hitam ini. Dia tetap b
Tiga gulungan rambut laksana ular besar memanjang, memburu ke tiga arah. Pohon yang dipijak Ki Ranggaguna, tubuh si kakek itu sendiri dan yang terakhir ujungnya menukik dari atas mengarah ubun-ubun.Gerakannya lebih cepat dari sebelumnya seolah tidak memberi kesempatan sedikit pun Ki Ranggaguna untuk bergerak.Saka yang menyaksikan sampai menahan napas. Belum tahu apa yang akan menimpa Ki Ranggaguna. Apakah kakek itu akan selamat dari ancaman si Rambut Setan?Krekk!Pohon yang jadi tempat berdiri Ki Ranggaguna remuk bagai ranting kering ketika rambut raksasa melilitnya. Sementara sosok si kakek sudah menghilang.Braaat!Si Rambut Setan mengeluarkan pekikan keras. Dia kaget bukan main. Rupanya Ki Ranggaguna berhasil memutuskan rambut yang memburu ke badan si kakek tersebut.Saka juga tampak terkejut sekaligus kagum. Ternyata kakek itu memiliki ilmu luar biasa yang mungkin jarang sekali digunakan.Dengan ilmu ters
Sosok si kakek putih yang tadinya membelakangi tampak berputar pelan seperti tidak menapak ke bumi sampai akhirnya menghadap ke arah Saka Sinting."Kedatanganmu ke sini hendak memendam makhluk abadi di dasar gunung, kenapa malah datang ke puncak?" tanya si kakek putih dengan suara datar dan pelan, tapi tetap seperti tadi. Terasa bergetar sampai dada.Saka tidak merasa aneh apalagi terkejut. Orang tua tersebut pasti memiliki ilmu yang sangat tinggi atau mungkin saja sebenarnya si kakek sebenarnya bukan manusia.Mengingat di puncak gunung tertinggi ini, siapa manusianya yang mau tinggal di sini. Apalagi tanpa memiliki semacam gubuk atau rumah."Saya rasa jalannya harus dari pusat puncak gunung ini," jawab Saka tenang. Dari aura yang dia rasakan tidak mengandung hawa jahat yang mengancam dirinya.Si kakek -entah manusia atau makhluk lain- sepertinya hanya sebagai penunggu puncak yang tidak bisa sembarang orang mampu melihat atau menemukannya