Jelas mereka menganggap remeh gadis ini. Meski hatinya panas mendengar penghinaan ini, Pandansari berusaha tenang menahan emosinya.
"Pendekar golongan putih terkenal dengan ketenangannya dalam situasi seperti ini," batin si gadis.Pandansari tetap tegakkan kepala meski dirinya kini dikurung lima orang. Dari tampangnya yang tidak kenal, jelas mereka bukan murid ayahnya. Mereka pasti dari perguruan lain."Gadis bongsor, mau kemana berjalan sendirian?""Aku mau menemui ayahku!" jawab Pandansari lantang."Hah, siapa ayahmu? Desa ini sudah ditinggalkan penduduknya, mungkin ayahmu juga sudah minggat, hahaha!""Iya, lebih baik kau ikut kami dijamin menyenangkan, hahaha!"Suara gelak tawa riuh terdengar sampai belasan tombak jauhnya. Membuat anggota lain yang sedang berada di rumah-rumah penduduk yang kini kosong berhamburan keluar.Desa ini benar-benar sudah dikuasai Pasukan Kala Geni. Rumah-rumah warga yang ditinggalkJerangkong Koneng sangat terkejut melihat kedatangan putrinya. Dulu dia kabur, sekarang datang sendiri. Yang heran, dari mana putrinya tahu kalau dia berada di sini?"Pandansari, dari mana kau tahu aku ada di sini?""Itu tidak penting, Ayah. Yang terpenting kabar yang aku bawa!""Kabar apa?" tanya Jerangkong Koneng.Di ruangan ini sudah ada Ki Rembong, Lasmini dan sang pemimpin Kala Cengkar yang kedua matanya membeliak melihat postur tubuh tinggi Pandansari."Oooh, siapakah dia, Jerangkong Koneng?" Kala Cengkar mendekat tak peduli wajah Lasmini yang cemberut karena hal ini."Ini putriku, Gusti Pikulun,"Jerangkong Koneng memerintahkan putrinya untuk menjura kepada Kala Cengkar."Ini pemimpin kita, Gusti Pikulun Kala Cengkar!"Pandansari hanya menatap sebentar sebelum menjura lalu tidak memandangnya lagi."Siapa namamu, cantik bongsor?" Nada suara nakal lebih dominan di pertanyaan Kala Cengkar i
Dari arah utara, Wirasoma dan Citrawati sudah berbagi tugas. Masing-masing tengah berhadapan dengan lawan yang cukup tangguh, karena lawan mereka merupakan pimpinan kelompok.Yang dihadapi Wirasoma salah satu murid terbaik dari perguruannya. Usianya lebih tua, tapi tenaga dalamnya beda sedikit di atas Wirasoma, tapi murid Ki Awan Seta ini merasa percaya diri bisa mengalahkan lawannya.Pengalaman si pemuda dalam bertarung melawan yang lebih kuat sudah banyak.Kebetulan lawannya tidak mengandalkan senjata, melainkan serangan pukulan yang lumayan kuat dan dahsyat. Wirasoma bisa mengatasi dengan jurus-jurus tapak yang menjadi andalannya.Keduanya sudah diselimuti hawa sakti yang sama-sama kuat. Dalam beberapa saat Wirasoma harus berjibaku menahan dan menghindari serangan pukulan lawan.Wugh! Wugh!Wirasoma melihat kepalan tangan musuh saat mendekati tubuhnya seperti membesar, bagai kepalan raksasa. Sehingga dia lebih memilih menghin
Si kumis tebal ini lumayan alot juga walau tingkatan yang terbaca sepadan dengan Citrawati.Citrawati terbantu dengan gerakan cepat, lentur dan pedang yang dua saat mengatasi jurus lawan yang cepat dan mantap walau cuma satu pedang.Satu pedang si kumis tebal ini berputar cepat seperti berubah menjadi banyak mengancam Citrawati dari segala sisi.Tring! Trang!Beruntung istri Wirasoma ini mampu membaca gerak jurus lawan. Walau posisinya masih bertahan, dia tidak terlambat untuk menghindar atau menangkis.Benturan senjata yang keras tidak membuatnya berkurang tenaga atau lambat gerakan. Karena suplai tenaga dalam dan hawa sakti diatur dengan baik.Namun, ujung pedang si kumis bagai mata elang yang memburu mangsanya. Lama-lama Citrawati repot juga walau pakai dua pedang.Akhirnya pendekar wanita muda ini menggunakan jurus yang baru dia kuasai. 'Pedang Membelah Ombak'. Terlebih dahulu dia himpun tenaga khusus untuk jurus ter
Walaupun sudah mempersiapkan diri, nyatanya tiga orang ini tidak lebih cepat gerakannya dari Citrawati. Gerakan mereka sia-sia saja.Dua orang tergores lebih dalam lagi, satu orang terpenggal.Di saat bersamaan ternyata tiga lawan lainnya menyerang dengan cara membokong dari belakang. Mereka langsung meluruk menusukkan pedang ke punggung Citrawati.Namun, naluri pendekar wanita bersenjata sepasang pedang pendek ini sangat peka langsung bersalto ke atas menghindari serangan bokongan. Tubuhnya melenting bagai dilontarkan ketapel.Tiga pembokong ini kebablasan, gerakannya tak bisa ditahan. Sehingga dua orang menusuk dua temannya sendiri di depan.Sedangkan yang satu lagi tersuruk jatuh telungkup. Pedangnya menusuk tanah. Belum sempat bangun, dia merasakan punggungnya panas.Ternyata pedang Citrawati telah menembusnya hingga merobek jantung. Tak ayal lagi nyawanya tak bisa dipertahankan.Tinggal dua orang lagi, mereka nekad
Namun, apa yang terjadi tidak sesuai harapan. Mata jeli Pandu Jaya melihat gerakan lawan. Dalam keadaan melesat ketika cakra pertama hampir menembus dadanya, dia memutar badan seperti mengguling.Tidak sembarang memutar. Selain waktu yang tepat, badannya juga dilapisi hawa sakti pelindung. Cakra itu lewat hampir menempel ke badan di sebelah atas ketika Pandu Jaya mengguling di udara ke bawah.Pandu Jaya lolos dari cakra pertama. Pada saat memutar badan itu dia fokus ke cakra kedua. Tangan kanannya seperti hendak menangkap senjata itu.Ternyata dari telapak tangannya melesat angin padat yang beradu dengan cakra kedua.Blakk! Tarr!Terjadi ledakan kecil di udara yang membuat cakra kedua terpental. Kejap berikutnya Pandu Jaya memutar badan seperti baling-baling mendekati lawannya.Brett! Brett!Si pemilik cakra yang masih terkejut atas kejadian cakra pertama, ditambah juga dengan yang menimpa cakra kedua, tidak sempat mengh
Dua sosok sama-sama tersurut ke belakang, hanya saja Ki Rembong lebih jauh. Hidungnya mendengkus geram, hatinya dongkol bukan main. Sementara Ki Awan Seta tersenyum tipis."Sialan, dia selalu berada di atasku!" maki Ki Rembong dalam hati.Ki Rembong tambahkan tenaga lagi. Masih dengan jurus yang sama, tapi naik tingkat. Gerakan banteng mengamuknya semakin tangguh dan cepat.Namun, Ki Awan Seta mengimbangi dengan gerakan burung terbang. Santai, lentur dan cepat sehingga bisa menghemat tenaga. Serta yang paling penting adalah ketenangan.Karena jurus Ki Rembong terlihat berat dan kaku walaupun cepat, akibatnya Ki Rembong mulai kekurangan tenaga.Tinjunya tidak sekuat tadi, lebih sering memukul tempat kosong. Ki Awan Seta bagaikan bayangan yang tidak dapat disentuh. Dirinya pun sudah menerima beberapa serangan telak mendarat di tubuhnya.Akhirnya bertubi-tubi dua kepak tangan Ki Awan Seta menghujani tubuh Ki Rembong. Walaupun cuma s
KITA KEMBALI KE CERITA SIANG HARI SEBELUM PENYERANGAN.Ki Madewa menggunakan Ajian Halimunan yang difungsikan untuk Saka Lasmana juga. Sosok mereka jadi menghilang dari pandangan mata kasar.Kemudian mereka berdua menyusup ke rumah tumenggung Kertasara. Mereka memanjat ke atas atap. Mengawasi Pandansari yang menyusup di dalam.Pada saat itu, ketika mereka duduk di atap sambil memperhatikan ke dalam lewat lubang yang mereka buat. Benda kecil di balik ikat pinggang Saka bergetar hebat.Benda kecil yang didapatkan dari lembah Kupu-kupu. Seketika dia ingat ucapan Ki Sempana."Benda ini bergetar!” batin Saka. “Itu pasti petunjuknya. Mungkinkah dia orangnya!" Saka ingat cerita Ki Sempana sebelum berangkat tugas bahwa akan ada makhluk siluman yang akan bangkit dari kutukan seperti petunjuk dalam mimpinya."Ratusan tahun yang lalu, manusia setengah siluman itu adalah musuh besar keturunan leluhurku," tutur Ki Sempana waktu itu.
Saka mengarahkan lubang labu ke tubuh Kala Cengkar. Pandansari sampai berpegangan ke sudut tempat tidur agar tidak goyah terhempas angin.Sementara Ki Madewa tetap bergeming di tempatnya.Kemudian semuanya menyaksikan dari dalam tubuh Kala Cengkar secara perlahan keluar sebuah bayangan hitam seolah tertarik.Bayangan itu juga seperti berusaha agar tidak tertarik oleh kekuatan penyedot dari dalam labu. Namun, kekuatan penyedot tidak bisa dilawan.Bayangan hitam tak berdaya. Terdengar suara teriakan meratap-ratap, tapi sangat kecil karena tertimpa gemuruh angin yang berputar-putar di dalam kamar itu.Perlahan bayangan hitam tertarik mendekati labu. Awalnya berbentuk seperti manusia, kemudian berubah menjadi asap. Akhirnya asap itu tersedot ke dalam labu seluruhnya tanpa bersisa.Saka segera menutup kembali labu tersebut, lalu dikunci dengan tenaga dalam. Dimasukan kembali labunya ke balik ikat pinggang."Pendam benda itu d
"Sampai kapan aku mengawasi seperti ini," gerutu Nari Ratih sambil memakan buah jambu. Kalau ditinggalkan takut yang dikhawatirkan terjadi. Bukankah dia sedang berjaga mencegah jatuhnya korban pembunuhan lagi. Namun, kalau dipikir lagi sejenak hatinya jadi ragu. Sebabnya prajurit kerajaan yang ditugaskan menangani kasus ini sudah mengendus ke Seta Aji. Kalau sudah begitu bisa saja Seta Aji tidak melanjutkan aksinya. Bagaimana kalau prajurit kerajaan mendatangi rumah dan menangkap Seta Aji? Sia-sia saja dia berjaga di situ. Apa yang dipikirkan Nari Ratih memang benar. Lima prajurit kerajaan yang dipimpin seorang Bekel mendatangi rumah Seta Aji. Tentu saja pihak berwenang dari kerajaan juga menyelidiki tiga pembunuhan yang terjadi. Dari tanda silang yang tergores di paha korban menunjuk satu tersangka, Seta Aji. Sampai di depan rumah Seta Aji, enam prajurit ini hanya mendapati Amba Citra yang sed
Giliran Nari Ratih yang kerutkan kening sambil menarik wajahnya. Lalu dia menghempas napas lega. Maklum saja Amba Citra menyangka demikian, karena dia belum tahu kalau dia sudah mempunyai suami seorang pendekar tangguh.Amba Citra menatap sahabatnya menunggu jawaban. Si gadis ini perawakannya tak jauh beda dengan Nari Ratih. Tinggi semampai, cantik, hanya wajahnya bulat dengan mata agak belo. Berbeda dengan Nari Ratih yang memiliki wajah lonjong dan mata tipis.Nari Ratih tidak segera memberitahukan tentang statusnya yang sudah bersuami. Ada yang lebih penting yang harus didahulukan, yaitu mencari pembunuh sahabatnya."Aku hanya ingin memperoleh keterangan yang banyak tentang dia darimu,""Baik, tapi apa kau yakin aku memiliki pengetahuan banyak tentang Seta Aji?""Tentu saja, karena kau tetangganya!""Baiklah, silakan bertanya!" Amba Citra mengangkat telapak tangannya menghadap ke atas.Nari Ratih menarik napas panjang.
Seketika langsung berjingkat badannya. Dadanya mendadak berdebar kencang. Bagaimana bisa ada orang masuk? Padahal dia sudah mengunci pintu sejak masuk tadi."Kau!"Semakin terkejut gadis ini begitu mengenali orang misterius ini."Bagaimana kau bisa masuk?"Lelaki berpakaian serba hitam ini tersenyum sinis dengan sorot mata tajam mengandung hawa sadis. Seperti elang hendak mencengkram mangsanya."Aku sudah menunggu kamu dari tadi." Suaranya besar tapi pelan dan seolah sengaja diserak-serakkan."Gila, kamu! Masuk tanpa ijin. Mau apa kamu? Mencuri?"Si lelaki mengekeh pelan. "Ya, aku mau mencuri nyawamu,""Bangsat, kamu! Antara aku dan kamu sudah tidak ada hubungan lagi, sudah tidak ada masalah lagi. Mau apa lagi kamu?"Sudah aku bilang, aku mau nyawamu. aku masih sakit hati dicampakkan sama kamu. Aku dendam, dan Kamu harus terima akibatnya,""Sinting, kamu! Pergi! Atau aku panggil kakangku buat m
Berita terbunuhnya Rara Intan yang mayatnya dikirim dalam sebuah peti sampai juga ke keluar Ki Barna. Nari Ratih dan Saka pun otomatis mendengar berita ini.Peristiwa ini terjadi siang hari setelah beberapa lama penguburan Arum Honje."Tandanya sama seperti pembunuhan Arum Honje," kata Ki Barna menjelaskan. Rara Intan Putri ketiga juragan Gumara orang terkaya di desa Jati Waringin. Mayat Rara Intan ditemukan di dalam sebuah peti yang dikirim oleh seseorang yang misterius."Dalam satu hari ini sudah dua kali Saka dan Nari Ratih menghadiri pemakaman. Pagi tadi penguburan Arum Honje sahabatnya Nari Ratih. Sekarang Rara Intan.Walaupun bukan orang yang dikenal keduanya, tapi cara pembunuhan yang dilakukan sama seperti yang menimpa Arum Honje.Awalnya Ki Barna yang mendengar kegegeran itu. Geger karena tidak menyangka, pagi hari Rara Intan pergi ke pasar sendirian. Tetapi pulang dikirim dalam peti mati.Yang membuat penasaran yaitu ad
"Dia calon istri Raden Sujiwa, putra seorang menteri dari Manukrawa, tidak ada alasan calon suaminya yang membunuh,""Dari petunjuk yang sengaja ditinggalkan, jelas maksud pembunuhan ini adalah balas dendam. Tapi dendam apa?""Kalau soal harta kekayaan, tidak mungkin. Keluarga Ki Barna tidak memiliki harta yang berlimpah. Misalnya, adiknya Randu ingin menguasai harta warisan sendiri, itu tidak mungkin!" tegas Nari Ratih."Sepertinya masalah cinta. Saka meneguk tuaknya. "Coba kau ingat-ingat barangkali sebelum Raden Sujiwa, mungkin ada lelaki lain yang pernah jadi kekasihnya. Atau ada wanita mencintai Raden Sujiwa, dia tidak ingin ada wanita lain yang memilikinya,"Nari Ratih menopang dagunya. Pikirannya berputar-putar memanggil ingatannya."Aku tidak tahu tentang Raden Sujiwa, tapi aku tahu Arum Honje pernah memiliki kekasih sebelum dilamar Raden Sujiwa."Menduga-duga boleh saja, tapi harus disertai bukti kuat yang mengarah kepad
Orang yang dipanggil Tuanku ini melepaskan pukulan. Ternyata dia memiliki tenaga dalam lumayan, tapi masih berada di bawah Resi Danuranda. Tentu saja hanya dalam beberapa gebrak, Tuanku telah ambruk kehilangan tenaganya.Di sebelah sana Nari Ratih juga telah menyelesaikan tugasnya. Semua penjaga rumah telah terkapar dengan luka parah yang membuat mereka tak mampu menyerang lagi. Mereka masih dibiarkan hidup.Beberapa saat kemudian berdatangan orang-orang. Saka Sinting langsung mengarahkan mereka masuk ke dalam rumah."Cari dan ambillah yang menjadi milikmu saja!"Setelah semuanya selesai. Si Tuanku, Resi Danuranda dan semua anak buahnya diikat dan dikumpulkan di bangunan tanpa dinding.Saka Sinting berpesan kepada orang-orang bekas pengikut Resi Danuranda yang hendak pulang, agar ada yang melaporkan ke pihak kerajaan.Empat hari kemudian, rombongan prajurit Galuh yang datang dipimpin seorang senapati. Mereka juga datang bersama
Saka Sinting bergerak mendekati resi Danuranda. Bagi sang resi ini kesempatan untuk meleburkan tubuh Saka Sinting dengan apinya yang panasnya mampu mencairkan baja sebesar kerbau dalam waktu singkat."Konyol, cari mati kau!" seru sang Resi tersenyum merasa menang. Lalu dengan cepat dia songsong Saka Sinting. Dua telapak tangan berhasil meraih bahu pemuda itu.Seketika api membungkus seluruh tubuh Saka Sinting. Bahkan dari mulut sang resi juga menyembur lidah api khusus membakar bagian kepala.Namun, Saka Sinting tetap tenang. Dia tidak merasakan kepanasan sama sekali. Kobaran api itu tidak membuatnya terbakar.Tubuhnya dalam keadaan baik-baik saja. Malah seolah sengaja dirinya dibakar. Saka Sinting berdiri sambil bersedekap. Kedua matanya menatap tajam wajah resi Danuranda.Beberapa lama keadaan tetap seperti itu meskipun resi Danuranda telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Jika dilihat dari jauh maka kobaran api itu seperti api ungg
Bola mata resi Danuranda bergerak-gerak seperti sedang mencari sesuatu. Wajahnya menunjukan kecemasan. Kini dia tengak-tengok ke segala arah. Sepertinya dia merasakan kehadiran seseorang."Aneh, sepertinya ada jurig menyusup. Tapi untuk apa?" Resi Danuranda mendesah lalu melangkah keluar. Ternyata dia cukup peka juga. Tapi hanya sekadar peka tidak mampu mendeteksi lebih jauh.Saka Sinting tersenyum memandangi punggung sang resi. "Aku memang jurig, tapi cuma sementara, resi gadungan!"Jelaslah sekarang tujuan semua ini. Kalau dulu ada Boma Sangara yang hendak membangun kerajaan baru. Kini, entah siapa orang yang dipanggil Tuanku itu, dia merencanakan menguasai kota raja Pakuan.Saka Sinting kembali ke raga kasarnya. Sampai di sana pemuda ini terkejut karena resi Danuranda berdiri mematung di bawah pohon di mana raga kasarnya berada. Wajahnya tampak mendongak ke atas."Rupanya penyusupnya ada di sini!" seru resi Danuranda. Tangan kanannya m
Dengan canggung Bayunata menjelaskan tujuan mereka. Pemuda yang jelas tahu cara kerja Resi Danuranda wajar curiga kepada tiga orang yang kini sudah turun dari kereta kuda.Si pemuda mendekati mereka. "Dari mana kalian tahu tentang Eyang Resi?" selidiknya.Sesuai rencana yang sudah diatur sebelumnya, Sundari menjawab. "Saudara saya sudah lebih dulu ikut Eyang Resi, saya dan keponakan saya ini juga ingin mengikuti jejak saudara saya,""Siapa saudara yang kau maksud?""Namanya Nyai Mandita,""Apa kalian tahu syaratnya?"Kemudian Saka Sinting menunjukkan peti besar yang terikat di kolong kereta kuda. Dengan sedikit membukanya, terlihatlah tumpukan perhiasan dan batangan emas.Peti berisi harta perhiasan ini berasal dari Nini Ratminah atas ide dan permintaan Saka setelah tahu persyaratan yang disebutkan Ki Bayunata. Bagi bangsa guriang, itu hal yang sangat mudah mendatangkan harta sebanyak itu.Pemuda itu terperangah