Tidak hanya diduakan, ternyata suami dan adik madunya berniat membunuhnya karena Lily mengetahui rencana jahat mereka terhadap perusahaan yang selama ini ada di bawah naungannya. Akibatnya, Lily harus terima saat dirinya dinyatakan tewas. Namun, ada seorang pria yang kemudian menawarkan bantuan untuk membalas dendam. Dengan syarat ... Lily harus menjadi istrinya yang juga terbunuh karena permainan musuh Abraham, si pria berkuasa tersebut!
Lihat lebih banyakMobil melaju perlahan memasuki halaman luas mansion Abraham. Bangunan megah itu berdiri dengan anggun di bawah langit pagi yang mulai cerah. Begitu kendaraan berhenti tepat di depan pintu utama, Lily langsung membuka pintu dan keluar tanpa menunggu Abraham. Tanpa menoleh sedikit pun, ia melangkah dengan cepat melewati tangga menuju pintu masuk. Gaun yang ia kenakan sedikit berkibar tertiup angin, memperlihatkan betapa teguhnya langkahnya saat ini. Abraham masih duduk di dalam mobil, matanya mengikuti gerakan Lily. Alisnya sedikit berkerut saat melihat sikap wanita itu yang jelas-jelas sedang marah. "Dia marah?" gumamnya pada dirinya sendiri. Ia tak terbiasa melihat Lily seperti ini—tegas, penuh sikap, dan tidak ragu menunjukkan ketidaksukaannya. Biasanya, wanita itu selalu penuh perhitungan, selalu tenang dalam setiap situasi. Tapi kali ini berbeda. Menghela napas, Abraham akhirnya keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion. Begitu ia melewati pintu utama, suas
Pagi di mansion keluarga Sinclair terasa lebih sunyi dari biasanya. Cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela-jendela besar, menerangi ruang makan yang telah tertata rapi dengan hidangan mewah. Lily dan Abraham turun bersama. Langkah mereka tenang, seolah semuanya baik-baik saja. Namun, bagi Lily, suasana ini terasa aneh. Sejak pertemuan di pesta tadi malam, ada begitu banyak hal yang masih mengganggu pikirannya. Saat mereka memasuki ruang makan, tatapan Lily langsung bertemu dengan sepasang mata cokelat yang hangat. Albert, adik tiri Abraham, duduk dengan santai di kursinya, tetapi matanya terpaku pada Lily. Tatapan itu tidak hanya sekadar menyapa, tetapi penuh dengan sesuatu yang lain—kehangatan, kasih sayang, dan sesuatu yang Lily tidak bisa pahami. "Tatapan Albert begitu hangat. Ada hubungan apa antara Marsanda dan Albert?" gumam Lily dalam hati. Sebelum pikirannya melayang lebih jauh, Abraham menarik kursi untuknya. Lily terpaksa mengalihkan perhatiannya dan duduk d
Leonard menyesap anggurnya dengan tenang, tetapi matanya terus mengawasi Lily dari kejauhan. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—sesuatu tentang menantunya itu yang semakin hari terasa semakin mencurigakan. Lily tampak begitu anggun malam itu, dengan gaun hitam keemasan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya ramah, matanya bercahaya, tetapi bagi Leonard, ada yang janggal di balik keceriaan itu. Ia menangkap sekilas bagaimana Lily berbisik kepada Abraham, putranya, dengan gerakan tubuh yang seolah menggambarkan kedekatan dan keintiman. Namun, bagi Leonard, ada nuansa ketegangan yang terselip di antara mereka. "Rani telah mengancamku kembali dengan tes DNA," ucap Lily dengan suara rendah, tetapi cukup bagi Leonard untuk menangkapnya di tengah denting gelas dan percakapan para tamu lainnya yang masih tersisa. "Tes DNA?" Leonard langsung menajamkan pendengarannya. Ia menatap Lily dan Abraham tanpa menunjukkan perubahan ekspresi. "Apa kau berhasil mengatasinya?" suara
Lily melangkah dengan anggun meninggalkan area pertemuan di mana ia baru saja berbincang singkat dengan Rani. Di antara kerumunan tamu yang masih bergemuruh dengan tawa dan percakapan, ia menyelinap keluar tanpa menarik perhatian. Di balik senyum dan pesonanya, Lily tahu bahwa malam itu telah ia menangkan—setidaknya untuk saat ini. Di sisi lain ballroom, Rani berdiri terpaku dengan wajah kesal dan mata yang menyala penuh kemarahan. Ia merasa gagal; usahanya untuk mengungkap identitas asli Lily sebagai Marsanda telah berakhir sia-sia. Dalam benaknya, segala rencana untuk memanfaatkan rahasia itu untuk menghancurkan Lily. Dan dengan demikian, Crish akan sepenuhnya beralih padanya. "Kenapa dia harus begitu lihai?" gumam Rani pelan sambil mengepalkan tangannya. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah terbungkam oleh rasa kecewa dan rasa kehilangan yang mendalam. Ia melihat ke arah pintu keluar ballroom, berharap mendapatkan jawaban atas teka-teki yang terus menghantuinya. Di lu
Lily melangkah cepat menuju lift, tangannya menggenggam erat amplop coklat itu. Napasnya sedikit memburu, tapi wajahnya tetap tenang. Begitu pintu lift terbuka, ia segera masuk dan menekan tombol ke lantai dasar. Di dalam lift, ia membuka amplop dan menarik beberapa lembar dokumen di dalamnya. Matanya menyusuri isi dokumen dengan cepat. "Tes DNA?" Jantungnya berdegup lebih kencang. Ia membaca lebih lanjut. "Sampel dari Marsanda dan Lily Selena Vantore.. Hasil: Tidak cocok." Lily tersenyum sinis. Jadi, ini yang diandalkan Rani? Bukti yang mengatakan bahwa dirinya bukan Marsanda? "Kau terlalu bodoh, Rani," gumamnya. Tes ini memang membuktikan bahwa ia bukan Marsanda, tapi tidak ada satu pun bukti di dalamnya yang menyatakan bahwa dirinya adalah Lily Selena Vantore. Pintu lift terbuka. Lily dengan tenang melipat kembali dokumen itu dan memasukkannya ke dalam amplop sebelum melangkah keluar dari hotel. Bodyguard Abraham sudah menunggu di luar, membuka pintu mobil
Mobil terus melaju menuju butik eksklusif di pusat kota, tetapi pikiran Lily dipenuhi oleh ancaman Rani. Ia harus berpikir cepat. Jika benar ada seseorang yang bisa membuktikan bahwa dirinya bukan Marsanda, maka ia harus mencari tahu siapa orang itu dan menghentikannya sebelum semuanya terungkap. Saat ia tiba di butik, para pelayan menyambutnya dengan senyum ramah. Namun, Lily tak berniat berlama-lama di sana. Ia memilih beberapa gaun dengan cepat, lebih sebagai alibi agar tak menimbulkan kecurigaan. Setelah selesai, ia keluar dari butik dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik pesan cepat untuk seseorang yang bisa membantunya. "Cari tahu siapa yang sedang dihubungi Rani. Aku butuh jawabannya secepat mungkin." Tak butuh waktu lama, balasan datang. "Baik, Nona. Aku akan segera mengabari Anda." Lily menghela napas panjang. Namun, saat ia hendak masuk kembali ke dalam mobil, matanya menangkap sosok yang tak asing di seberang jalan. Seorang pria tinggi, dengan rahang tegas d
Abraham baru kembali ke rumah dan masuk ke kamar dalam keadaan lelah. Ia membuka pintu kamar dan melihat Lily tengah berdiri di balkon kamar sambil memandang gelapnya malam. Abraham menghampiri Lily tanpa bersuara, ia langsung memeluknya dari belakang dan Lily pun terkejut. Saat Lily akan bersuara, ia langsung memeluknya dari belakang dan Lily pun terkejut. Abraham berbisik di telinga seraya menyandarkan dagunya di bahu Lily. "Sayang... aku sangat merindukanmu." “Aroma tubuhmu bagaikan candu di musim dingin,” bisik Abraham. Jantung Lily langsung berdegup kencang mendengar ucapan Abraham. Namun, kalimat terakhir mematahkan hatinya. "Marsanda..." Tubuh Lily menegang seketika. Ia merasa dadanya sesak saat mendengar nama itu keluar dari bibir Abraham. Marsanda. Nama yang selalu menghantui keberadaannya, nama yang mengingatkannya bahwa ia hanyalah bayangan dari wanita yang telah tiada. Perlahan, Lily melepaskan tangan Abraham dari pinggangnya dan berbalik menghadapnya
Rani kian gelisah saat ia tak menemukan cincin pernikahan Lily di kotak perhiasan lama yang Crish simpan di laci.Malam itu, di dalam kamar, Rani menggenggam ponselnya erat. Pikirannya terus berputar, mencoba menyusun strategi. Jika dugaannya benar dan "Marsanda" sebenarnya adalah Lily, maka ini bisa menjadi senjata untuk menghancurkan Crish.Ia menarik napas dalam, lalu mengetik nomor seseorang yang sudah lama tidak ia hubungi."Halo?"Suara di ujung telepon terdengar berat dan serius."Ini aku, Rani. Aku butuh bantuanmu.""Lama tak ada kabar darimu, Nyonya Crish."Suara itu terdengar mengejek di telinga Rani."Jangan mengejekku. Aku serius!" tegas Rani."Bantuan seperti apa?" ucap seseorang yang berada dibalik panggilan telepon Rani.Rani menoleh ke arah cermin, menatap pantulan wajahnya yang dipenuhi tekad."Aku butuh seseorang untuk menyelidiki Marsanda. Aku ingin tahu siapa dia sebenarnya." Ada jeda beberapa detik sebelum suara di ujung sana menjawab."Marsanda... Nyonya Abraha
Di dalam mobil, Lily memandang ke luar jendela, melihat lampu-lampu kota yang berpendar dalam gelapnya malam. Rani sudah mencurigainya, dan itu berarti langkah mereka harus lebih hati-hati."Rani semakin curiga," ucap Lily tanpa menoleh pada Abraham yang tengah mengemudi.Abraham tersenyum samar, tangannya yang kuat tetap tenang di kemudi. "Itu bukan masalah. Rani hanya seseorang yang terbakar cemburu, dia tak akan bisa bergerak tanpa bukti konkret."Lily menghela napas. "Tapi jika dia semakin mendesak, kita harus siap."Abraham melirik ke arahnya sejenak. "Dan kita selalu siap. Ingat, kita bukan hanya dua orang yang bermain peran, kita adalah dua orang yang sedang menuntut balas."Lily menoleh ke arah Abraham, melihat ketegasan dalam sorot matanya. Ia mengangguk pelan. "Baiklah. Jika Rani ingin bermain, aku akan bermain dengannya."Sementara itu, di kediaman Crish, Rani duduk di ruang kerja suaminya, menatap layar laptop dengan rahang mengatup rapat.Di layar, terdapat foto-foto la
"Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan."L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini."Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—""Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan d...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen