Share

Bab 3 Menyusun strategi

Author: Rindu_Mentari
last update Last Updated: 2024-04-29 15:10:20

Lily berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang tertutup selimut sebagian, kedua matanya menutup rapat dengan luka bakar di bagian wajahnya yang cukup parah sampai tak dapat lagi dikenali oleh orang lain.

Seorang pria menghampiri tubuh Lily, ia menatapnya dingin. Sudut matanya memancarkan sebuah kilatan yang sulit di artikan.

Perlahan Lily membuka kelopak matanya setelah ia berbaring tak sadarkan diri selama satu tahun lamanya.

Lily meremas kedua matanya saat cahaya terang lampu menyilaukannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya yang terganggu oleh sinar yang menusuk tajam ke dalam retina.

Setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tatapan mata Lily terpaku pada sosok asing yang tengah berdiri di samping ranjangnya sembari menatapnya dalam diam.

"Siapa kamu?" tanya Lily.

Pria itu tak menjawab pertanyaan Lily.

"Di mana aku?" Lily kembali mengajukan sebuah pertanyaan pada pria itu sambil berusaha bangkit untuk duduk. Namun, rasa sakit di kepalanya membuatnya mengurungkan niatnya.

"Kamu tak ingat?" Pria itu balik bertanya.

Lily menyipitkan sebelah matanya, ia mencoba mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi padanya.

Tiba-tiba kepala Lily merasa sangat sakit, ia pun meremas rambut di kepalanya kuat.

Pria itu segera mendekat, memegang tangan Lily agar berhenti menyakiti dirinya sendiri. 

"Jangan paksa dirimu," ucapnya dengan suara tenang namun tegas.

Lily menatap pria itu dengan bingung. Wajahnya asing, "Siapa kamu? Kenapa kamu di sini?" Lily bertanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih putus asa.

Pria itu menghela napas panjang. "Namaku Abraham. Kamu terluka parah," jelasnya sambil melepaskan tangannya dari genggaman Lily.

"Terluka parah?" Lily bergumam pelan, mencoba mengingat. Namun, rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi, membuatnya meringis. 

Kilasan ingatan muncul, samar-samar: bagaimana dirinya ketakutan saat mobilnya menghantam mobil di depannya. suara langkah kaki, dan... sebuah teriakan. Tapi semuanya terlalu kabur untuk dirangkai.

"Jangan memaksakan diri untuk mengingat," ujar Abraham lagi. "Luka di kepalamu cukup parah. Kamu butuh waktu untuk pulih."

Lily menggeleng, berusaha keras melawan kabut yang menyelimuti pikirannya. "Aku harus tahu. Ada sesuatu... sesuatu yang penting. Aku merasa seperti—"

Ia terhenti, napasnya memburu. Matanya membelalak seolah ingatannya mulai kembali. 

Tiba-tiba Lily tersenyum getir dengan sorot mata sayu. 

"Dia ingin aku mati," katanya, suaranya bergetar.

Lily lama terdiam dengan mata terpejam. Perlahan cairan bening meleleh dari sudut matanya. Lily menangis tanpa suara. Ruangan seketika hening.

Lily menarik napas dalam untuk mengatur emosinya.

"Aku mengalami kecelakan mobil. Tapi, bagaimana mungkin aku selamat? Padahal saat itu api sudah berkobar menghanguskan body mobil," ujar Lily. “Soal itu aku tak tahu,” timpal Abraham. “Yang aku tahu kamu sudah berada di sini dengan luka bakar di wajahmu dan sebagian kecil tubuhmu,” jelas Abraham. Lily meraba wajahnya, Ia tercekat, tangannya gemetar saat merasakan tekstur kasar yang sekarang menghiasi wajahnya. 

"Apa... apa yang terjadi pada wajahku?" tanyanya dengan suara lirih, hampir tak terdengar.

Abraham menatapnya dengan ekspresi tetap dingin. "Kamu mengalami luka bakar parah."

Air mata kembali menggenang di sudut mata Lily. "Wajahku... tubuhku... semuanya sudah tidak sama lagi," gumamnya dengan nada getir. Ia merasa dunianya runtuh. Wajah yang dulu ia banggakan, yang sering dipuji banyak orang, kini tinggal kenangan.

Abraham mendekat, mencoba menenangkan Lily. 

"Aku tahu ini sulit, tapi yang penting adalah kamu masih hidup. Masih ada harapan untukmu memulai kembali."

Lily berusaha bangkit untuk duduk yang kemudian dibantu oleh Abraham.

"Memulai kembali?" Lily menatapnya tajam. "Dengan wajah seperti ini? Hidupku sudah hancur, Abraham."

Abraham menggeleng pelan. 

"Jangan berpikir seperti itu. Kamu lebih dari sekadar penampilanmu."

"Tak inginkah kau membalas dendam pada orang yang telah membuatmu seperti ini?" 

Namun, Lily hanya memalingkan wajah, menolak kata-kata penghiburan itu. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, apakah ia benar-benar bisa melanjutkan hidup dengan luka yang begitu nyata, di luar dan di dalam dirinya?

"Tapi ini bukan hal yang bisa kau lakukan sendirian. Aku memberimu sebuah tawaran menarik? Bagaimana kalau kita bekerja sama? Dengan kekuatanmu, keteguhan hatimu, dan dengan sumber dayaku, kita bisa mengungkap kebenaran di balik semua ini."

"Bekerja sama?" ulang Lily.

Abraham tersenyum tipis, matanya memancarkan kilatan misterius.

"Ya, kerja sama yang saling menguntungkan."

Lily mengerutkan kening. "Saling menguntungkan. Apa maksudmu?"

Abraham mengangguk perlahan. "Aku akan membuatmu cantik seperti semula. Tapi, dengan wajah yang berbeda."

Dahi Lily berkerut.

"Apa maksudmu dengan wajah yang berbeda?" tanya Lily menuntut penjelasan dari Abraham.

"Aku akan merubah wajahmu dengan wajah istriku," jelas Abraham.

"Kenapa harus wajah istrimu?" selidik Lily.

"Karena aku ingin kau menjadi istriku dan mencari tahu apa yang terjadi padanya pada hari naas itu."

"Lalu apa keuntungan yang aku dapatkan dari semua itu?"

"Aku akan membantumu balas dendam pada suami dan adik madumu."

Lily terkejut saat ia mendengar ucapan Abraham.

"Kau... kau menyelidikiku?" tanya Lily penasaran.

Abraham tersenyum dingin. "Kau benar."

"Aku telah menyelidikimu. Bagaimana dengan tawaranku?"

Lily tak langsung menjawab, ia terdiam sejenak, mencerna kata-kata Abraham. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah kembali seperti semula. Wajahnya yang berubah, ingatan yang terfragmentasi, dan perasaan dikhianati yang kembali tumbuh di hatinya. Jika apa yang Abraham katakan benar, maka seseorang memang harus bertanggung jawab atas penderitaannya.

"Baiklah," ucap Lily akhirnya. "Aku akan bekerja sama denganmu. Tapi, aku mengajukan beberapa syarat padamu,"

Lily menatap Abraham dengan tatapan yang sulit diterka. Udara di ruangan itu terasa berat, penuh dengan ketegangan tak kasatmata. 

Mereka bedua saling berhadapan di sebuah ruang rawat inap VIP yang diterangi cahaya lampu yang menerangi ruangan.

Abraham tampak santai, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, tapi matanya memancarkan tekad yang tak bisa digoyahkan. Sementara itu, Lily menyilangkan tangan di dadanya, menahan diri agar tak tersenyum getir.

"Baik," kata Abraham akhirnya. "Aku setuju."

Lily menaikkan satu alis. "Kau bahkan tak bertanya apa syaratnya?"

"Itu tak penting." Abraham mengangkat bahu. "Apa pun syaratnya, aku setuju."

Lily terdiam sejenak, ia tak menyangka kalau ternyata Abraham langsung menyetujui permintaannya tanpa berpikir panjang.

"Jangan menyesal," ucap Lily akhirnya, bibirnya melengkung menjadi senyum kecil.

"Aku tak akan pernah menyesal," balas Abraham sambil mendekat, nada suaranya penuh keyakinan. "Jadi, apa syaratnya?"

"Akan aku pikirkan nanti," balas Lily.

Abraham tersenyum, "Baik. Aku akan kembali besok. Aku harap syarat itu sudah kau pikirkan."

Abraham berjalan menuju pintu, seorang asisten yang sedang menungguinya di luar membantu Abraham membukakan pintu untuknya. Lily mandangi punggung tegap pria itu hingga menghilang dibalik pintu.

Lily menuruni ranjang, ia berjalan menuju jendela dan berdiri di sana sambil memandang keluar melalui kaca jendela besar yang ada dihadapannya.

Lily menghela napas, ia kembali meraba pipinya yang kasar. Kilatan kemarahan hadir di sudut matanya. 

"Aku akan membalas semua perbuatanmu padaku!" tekadnya dengan keteguhan hati yang begitu dalam.

Keesokan harinya, sesaui janjinya Abraham datang kembali tepat waktu.

"Kau sudah memikirkannya?" tanya Abraham.

Lily mengambil selembar kertas dari laci meja nakas yang ada di samping ranjangnya dan menyerahkannya pada Abraham. 

"Baca sendiri," katanya.

Abraham mengambil kertas itu tanpa ragu. Ia membaca dengan cepat, matanya bergerak dari baris ke baris. Ketika selesai, ia melipat kertas itu kembali dan memasukannya ke dalam saku jasnya.

"Sepertinya lebih rumit dari yang kukira," katanya, masih dengan senyumnya yang tak pudar. "Tapi, seperti yang kukatakan, aku setuju."

Lily mengangguk, meski dalam hatinya ada sedikit rasa terkejut. Dia tak menyangka Abraham akan tetap setuju setelah membaca syarat-syarat itu.

"Kalau begitu, selamat datang di permainan ini, Abraham," katanya.

"Permainan ini?" Abraham memiringkan kepalanya.

Lily hanya tersenyum. "Kau akan tahu nanti."

 

Related chapters

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 4 Kesepakatan di Antara Luka

    Keesokan harinya, suasana kamar rumah sakit masih dipenuhi aroma antiseptik dan keheningan yang menghimpit. Lily duduk bersandar di tempat tidurnya, menatap keluar jendela. Di luar, langit mendung menggantung rendah, seolah menggambarkan suasana hatinya yang kelabu.Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk dengan tenang. Abraham, pria dengan wajah dingin dan sikap tenang yang selalu membuat orang lain merasa waspada, menghampiri Lily tanpa banyak basa-basi.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya singkat.Lily hanya mengangguk kecil. "Aku masih hidup," jawabnya, suaranya datar.Abraham duduk di kursi di samping tempat tidur, meletakkan sebuah map hitam di meja kecil di sebelahnya. Dengan gerakan terukur, ia mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.“Ini surat kontrak perjanjian kita,” katanya, menyodorkan kertas itu ke arah Lily.Lily menatap kertas itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya sedikit gemetar, entah karena efek obat penghilang rasa sa

    Last Updated : 2024-05-26
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 5 Wajah Baru, Hidup Baru

    Di sebuah ruang operasi rahasia yang tersembunyi di pinggira kota, suasana terasa mencekam. Lampu-lampu terang menyinari meja operasi yang sudah dipersiapkan. Lily berbaring di sana, menatap langit-langit putih yang dingin. Tangannya mengepal erat, sementara di sudut ruangan, Abraham berdiri diam seperti patung, memperhatikan setiap gerakan dokter yang sedang bersiap.“Ini keputusanmu, Lily,” kata Abraham, suaranya rendah tapi tegas.Lily menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tahu ini bukan keputusan biasa, Abraham. Tapi jika aku harus menyerahkan diriku untuk menyelesaikan ini, aku akan melakukannya."Abraham mengangguk, matanya gelap. "Wajah ini… adalah wajah seseorang yang sangat berarti bagiku. Ini bukan hanya tentang dendam. Ini juga tentang memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat."Wajah yang dimaksud adalah wajah mendiang istrinya, Marsanda. Wanita yang meninggal dalam kecelakaan tragis setahun yang lalu. Abraham te

    Last Updated : 2024-10-10
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 6 Lily Kembali

    "Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur. Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily. "Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati. "Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat. Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Ki

    Last Updated : 2024-10-10
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 1 Perselingkuhan

    "Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan."L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini."Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—""Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan d

    Last Updated : 2024-04-18
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

    Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!""Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. "Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. "Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan me

    Last Updated : 2024-04-23

Latest chapter

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 6 Lily Kembali

    "Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur. Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily. "Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati. "Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat. Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Ki

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 5 Wajah Baru, Hidup Baru

    Di sebuah ruang operasi rahasia yang tersembunyi di pinggira kota, suasana terasa mencekam. Lampu-lampu terang menyinari meja operasi yang sudah dipersiapkan. Lily berbaring di sana, menatap langit-langit putih yang dingin. Tangannya mengepal erat, sementara di sudut ruangan, Abraham berdiri diam seperti patung, memperhatikan setiap gerakan dokter yang sedang bersiap.“Ini keputusanmu, Lily,” kata Abraham, suaranya rendah tapi tegas.Lily menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tahu ini bukan keputusan biasa, Abraham. Tapi jika aku harus menyerahkan diriku untuk menyelesaikan ini, aku akan melakukannya."Abraham mengangguk, matanya gelap. "Wajah ini… adalah wajah seseorang yang sangat berarti bagiku. Ini bukan hanya tentang dendam. Ini juga tentang memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat."Wajah yang dimaksud adalah wajah mendiang istrinya, Marsanda. Wanita yang meninggal dalam kecelakaan tragis setahun yang lalu. Abraham te

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 4 Kesepakatan di Antara Luka

    Keesokan harinya, suasana kamar rumah sakit masih dipenuhi aroma antiseptik dan keheningan yang menghimpit. Lily duduk bersandar di tempat tidurnya, menatap keluar jendela. Di luar, langit mendung menggantung rendah, seolah menggambarkan suasana hatinya yang kelabu.Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk dengan tenang. Abraham, pria dengan wajah dingin dan sikap tenang yang selalu membuat orang lain merasa waspada, menghampiri Lily tanpa banyak basa-basi.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya singkat.Lily hanya mengangguk kecil. "Aku masih hidup," jawabnya, suaranya datar.Abraham duduk di kursi di samping tempat tidur, meletakkan sebuah map hitam di meja kecil di sebelahnya. Dengan gerakan terukur, ia mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.“Ini surat kontrak perjanjian kita,” katanya, menyodorkan kertas itu ke arah Lily.Lily menatap kertas itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya sedikit gemetar, entah karena efek obat penghilang rasa sa

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 3 Menyusun strategi

    Lily berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang tertutup selimut sebagian, kedua matanya menutup rapat dengan luka bakar di bagian wajahnya yang cukup parah sampai tak dapat lagi dikenali oleh orang lain.Seorang pria menghampiri tubuh Lily, ia menatapnya dingin. Sudut matanya memancarkan sebuah kilatan yang sulit di artikan.Perlahan Lily membuka kelopak matanya setelah ia berbaring tak sadarkan diri selama satu tahun lamanya.Lily meremas kedua matanya saat cahaya terang lampu menyilaukannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya yang terganggu oleh sinar yang menusuk tajam ke dalam retina.Setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tatapan mata Lily terpaku pada sosok asing yang tengah berdiri di samping ranjangnya sembari menatapnya dalam diam."Siapa kamu?" tanya Lily.Pria itu tak menjawab pertanyaan Lily."Di mana aku?" Lily kembali mengajukan sebuah pertanyaan pada pria itu sambil berusaha bangkit untuk duduk. Namun, rasa

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

    Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!""Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. "Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. "Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan me

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 1 Perselingkuhan

    "Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan."L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini."Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—""Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status