Share

Bab 6 Lily Kembali

Author: Rindu_Mentari
last update Last Updated: 2024-10-10 12:17:18

"Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur.

Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily.

"Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati.

"Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat.

Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Kini, ia berhak menempati kamar tersebut dan menikmati segala fasilitas yang ada di dalamnya. Tangannya mengelus kasur empuk yang terasa begitu mewah, sementara matanya menatap langit-langit kamar yang tinggi.

Rani baru tinggal beberapa hari di rumah itu. Selama inj Crish menyembunyikan keberadaannya dari khalayak ramai. Dan satu minggu yang lalu Crish menjemputnya dari tempat persembunyiannya selama ini karena Rani terus-menerus merengek minta pindah ke rumahnya Lily yang besar dan mewah.

Sambil tersenyum lebar, Rani memutuskan untuk memanjakan dirinya dengan mandi air hangat yang telah diberi minyak esensial aroma terapi di bak mandi besar yang terletak di sudut kamar mandi. Pikirannya melayang pada betapa hidupnya berubah drastis sejak ia berhasil menyingkirkan Lily, dan bagaimana ia kini menjadi penguasa di rumah ini.

"Ah! Betapa indahnya hidup ini," gumam Rani, tenggelam dalam kebahagiaan yang tak terhingga.

Rani mengenakan pakaiannya, ia menyisir rambutnya sambil bersenandung. Pintu kamar terbuka dan menampilkan wajah letih suami tercintanya.

"Sayang, kamu sudah pulang? Bagaimana pertemuannya? Lancarkan?" Rani memberondong Crish dengan banyak pertanyaan. Ia tak menghiraukan wajah lelah suaminya itu.

"Semuanya lancar. Semoga saja tender itu jatuh pada perusahaan kita," jawab Crish sembari membuka jasnya dan Rani mengambilnya dari tangan Crish lalu meletakkannya di atas ranjang besar beralaskan kain sprai bermotif bunga mawar kesukaannya.

Rani membantu Crish membuka dasi yang melingkar di leher Crish, bibirnya terus mengulas senyum.

"Kelihatannya kamu sedang senang?" tanya Crish pada Rani.

"Iya. Aku sangat bahagia bisa memiliki semua ini, sungguh aku tak menyangka akan semudah itu menyingkirkan Lily si brengsek itu," tutur Rani. Kalimat terakhirnya mengandung kebencian yang begitu dalam pada Lily.

Crish menoel hidung Rani lembut, ia tersenyum saat mendengar ucapan Rani.

"Apa sekarang kamu sudah benar-benar bahagia?" tanya Crish.

"Tentu aku sangat bahagia, bagaimana tidak? Aku kini menjadi orang kaya dengan harta melimpah. Apa pun yang aku inginkan dapat aku wujudkan dengan sangat mudah," ungkap Rani tanpa rasa malu.

Waktu berjalan begitu cepat, sudah setahun sejak kecelakaan tragis yang menimpa Lily, istri dari Crish. Kini, perusahaan yang semestinya direbut kembali oleh Lily, tetap berada di tangan Crish, karena takdir memilih jalan lain untuk Lily.

Di sebuah ruang perawatan rumah sakit, seorang wanita tengah terbaring dengan seluruh tubuhnya ditutupi dengan selimut khas rumah sakit. Wanita itu adalah Lily yang kini terjebak dalam wajah baru dan tampilan baru sebagai Marsanda.

Pagi itu, Abraham mendatangi Lily.

"Bangun!" Perintah Abraham sembari menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Lily.

Lily menahan selimut itu dengan kuat.

"Biarkan aku mempersiapkan mentalku dulu," pinta Lily.

"Aku belum sepenuhnya menguasai diriku sebagai Marsanda, istrimu," lanjutnya.

"Baik. Aku akan memberimu waktu. Dalam 5 menit aku minta kamu sudah harus siap," tegas Abraham sembari melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Baik, Tuan Abraham," sahut Lily.

Di dalam selimut, Lily menghela napas dalam-dalam.

Dalam tatapan nanar pria itu, terlihat betapa ia merindukan senyum manis Marsanda, istri tercintanya yang kini ada pada diri Lily. Entah bagaimana bisa senyuman Lily dan Marsanda begitu mirip. Terlebih setelah ia menjalani operasi, kemiripan itu kian semakin jelas. Senyuman yang selama ini ia rindukan itu Abraham dapatkan secara diam-diam dari Lily. Sekalipun banyak yang menganggap pria itu sebagai pria kejam dan tak memiliki hati nurani, namun di hadapan Marsanda, ia selalu menjadi sosok yang baik ,lembut dan penyayang.

Marsanda lah yang menjadi alasan Abraham untuk berjuang menjadi orang yang baik dan tak lagi kejam, namun kini wanita itu terbaring tak bernyawa di bawah tumpukan tanah merah. Sekarang, tak ada lagi alasan baginya untuk merubah dirinya menjadi orang baik.

Abraham kembali menarik selimut itu dengan kuat dan menghempaskannya ke lantai.

"Cepat bangun!"

"Aku tak banyak waktu untuk semua ini," kata Abraham dengan sorot mata tajam dan dingin.

Tak ada senyuman yang terukir di wajah bengisnya.

Lily balik menatap mata tajam itu.

"Aku akan bangun," kata Lily.

"Cepat kenakan itu!" Abraham melempar tote bag ke sisi lain di mana Lily sedang duduk di tepi ranjang brangkar.

Lily tak merespon, ia tetap diam dengan kedua mata yang terus menatap Abraham dengan berani.

"Tidak bisakah kau berlaku sedikit lembut pada patner kerjamu ini?" protes Lily sambil meraih tote bag yang Abraham lemparkan tadi.

Abraham berbalik, ia berjalan menuju pintu keluar.

Lily mengganti pakaiannya dengan baju yang baru saja Abraham berikan padanya.

"Aku sudah siap!" teriak Lily.

Ia tahu kalau Abraham tak pergi jauh. Lalu, terdengar langkah kaki yang menjauh dan pintu terbuka.

"Nyonya, saatnya kita kembali," ucap sang asisten Abraham pada Lily.

Lily berjalan di belakang Abraham. Ia terus memandang punggung tegap pria yang berjalan di depannya itu.

"Tak buruk. Hanya saja.... dia terlalu dingin dan berwajah masam," gumam Lily dalam hati.

Menyadari kekeliruannya, Lily pun memukul kepalanya sendiri.

"Ish! Apaan sih?" protesnya pada dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan tak ada sepatah kata pun yang terucap di antara keduanya. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kamu lapar tidak?" tanya Lily pada Abraham secara tiba-tiba.

Lily mengelus perutnya sendiri, "Aku lapar," ujarnya.

Lalu, ia pun pergi meninggalkan Abraham. Lily pergi ke sebuah toko yang ada di area bandara, ia membeli sepotong roti dan sebotol air mineral untuknya.

Ketika akan membayar, ia baru teringat bahwa dirinya tak memiliki uang sepeser pun.

"Bagaimana ini?" tanya Lily dalam hati dengan wajah bingung.

Related chapters

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 7 Harga sebuah makanan

    Abraham menghela napas panjang saat melihat Lily mengambil makanan dari rak dan menuju kasir tanpa sedikit pun rasa ragu. Ia hanya bisa menggeleng pelan sebelum akhirnya merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar makanan yang diambil oleh wanita itu. "Tak punya uang tapi ingin jajan," ujar Abraham, nada suaranya terdengar datar namun penuh sindiran. Lily tak menoleh, tak tertarik membalas ucapannya. Baginya, yang terpenting saat ini adalah mengisi perutnya. Ia merobek bungkus roti dengan cepat dan mulai melahapnya tanpa beban. Mereka keluar dari toko itu tanpa banyak bicara. Mereka kembali melanjutkan perjalannya yang sempat terhenti oleh Lily. Sebuah mobil mewah hitam menjemput mereka di bandara. Abraham akhirnya menghentikan langkahnya sebelum sampai pada mobil jemputannya itu. "Lily, ingat! Kamu bukan lagi Lily saat ini, melainkan Marsanda, istriku. Kamu tahu? Dia begitu anggun dan...." tanyanya serius. Lily berhenti sejenak, masih mengunyah makanannya.

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 8 Pernikahan Atau Pelarian.

    Abraham melangkah masuk ke dalam kamar, membiarkan pintu tertutup dengan suara pelan di belakangnya. Tanpa tergesa-gesa, ia membuka jas hitam yang melekat di tubuhnya dan melemparkannya ke atas ranjang dengan santai. Tangannya terangkat ke leher, mengendurkan dasi yang sedari tadi melilitnya, lalu perlahan menariknya hingga terlepas sepenuhnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan. Dua kancing teratas kemeja putihnya ia buka, membiarkan sedikit kulit dadanya yang berbulu terlihat. Tangannya kemudian bergerak menggulung lengan kemejanya hingga mencapai siku, tetapi sebelum ia sempat menyelesaikannya— Suara pintu kamar mandi terbuka. Lily keluar dengan santai, hanya mengenakan handuk putih yang membungkus tubuhnya hingga sebatas lutut. Uap tipis masih mengepul dari dalam kamar mandi, mengisyaratkan bahwa ia baru saja selesai mandi. Tetesan air jatuh perlahan dari rambut basahnya, menelusuri leher jenjangnya sebelum menghilang di balik handuk. Memberikan nuansa

    Last Updated : 2025-02-02
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 9 Kembali dalam Wujud yang Berbeda

    Lily menatap pantulan dirinya di cermin, mencoba menenangkan detak jantung yang berpacu cepat. Abraham baru saja mengumumkan sesuatu yang tidak pernah ia duga—mereka akan menemui keluarganya. Secepat ini? Tanpa persiapan? "Seharusnya kamu siap kapan pun aku membawamu ke sana," ujar Abraham sambil merapikan dasinya. Lily menggigit bibirnya, menahan kata-kata yang hendak meluncur. Bukannya ia tidak mau bertemu dengan keluarga Abraham, tetapi ia membenci kejutan seperti ini. Ia benci tidak memiliki kendali atas situasi, sesuatu yang sudah lama hilang sejak hidupnya hancur karena Crish. Crish. Nama itu bergaung di kepalanya seperti racun yang tak bisa ia buang. Mata Lily terpaku pada dasi di tangan Abraham. Dulu, ia biasa melakukan hal yang sama untuk Crish. Mengikat dasi di leher pria yang pernah ia cintai, tanpa tahu bahwa tangan pria itu juga digunakan untuk mencabik hatinya. “Kenapa diam?” suara Abraham membuyarkan lamunannya. Lily menghela napas panjang. "Kamu bisa memberi

    Last Updated : 2025-02-03
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 10 Pertemuan yang Mengancam

    Ruang tengah mansion keluarga Abraham begitu luas, dengan langit-langit tinggi yang dihiasi lampu kristal berkilauan. Dindingnya dipenuhi lukisan-lukisan klasik yang menggambarkan kemewahan dan kejayaan keluarga ini. Lily duduk dengan anggun di salah satu sofa empuk berwarna gading, tangannya masih melingkar di lengan Abraham, berpura-pura seolah ia benar-benar nyaman berada di sini. Di hadapan mereka, Cecillia duduk dengan tenang, menyesap teh dari cangkir porselen mahalnya. Ayah Abraham, Leonard Soren Valmont, juga duduk di seberangnya dengan ekspresi sulit ditebak. Percakapan mereka mengalir dengan lancar—terdengar hangat dan penuh keakraban. Cecillia menanyakan bagaimana Lily bisa "kembali" setelah sekian lama, sementara Leonard mengamati setiap kata dan gerak-geriknya dengan penuh perhatian. "Aku tersadar kembali oleh cinta yang selalu Abraham berikan padaku hampir sepanjang waktu,," ujar Lily dengan nada yang telah ia latih. "Aku hanya… butuh sedikit waktu untuk memulihkan

    Last Updated : 2025-02-03
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 11 Kecurigaan yang mematikan

    Crish terus menatap Lily, dia merasa kalau wanita yang ada di seberangnya begitu familier. "Nyonya Marsanda, aku dengar Anda mengalami kecelakan di tempat yang sama dengan mantan istriku, Lily. Sayangnya... dia harus meregang nyawa di tempat kejadian," ucap Crish bernada sedih. Dalam hati Lily mengutuk Crish dengan tangan yang terkepal erat. Abraham yang ada di sampingnya berbisik padanya sambil memberikan lauk pada Lily agar tak menimbulkan curiga pada mereka. "Ingat. Jangan terbawa emosi," bisiknya. Lily tersenyum manis pada Abraham, "Terima kasih, sayang." Lily menahan napasnya setelah ia tersenyum pada Abraham. Ucapan Crish barusan menusuk tepat ke dalam hatinya seperti belati yang dipanaskan di api dendam. "Dia telah meregang nyawa di tempat kejadian." Kata-kata itu terngiang di kepala Lily. "Bajingan itu," gumam Lily. Tangannya mengepal erat di bawah meja, jemarinya hampir menusuk telapak tangannya sendiri. Ia ingin berteriak, ingin mengatakan kebenaran di depan

    Last Updated : 2025-02-04
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 12 Pergi dengan rahasia yang tertinggal

    Lily menghela napas pelan saat Abraham meraih tangannya, membantunya berdiri dari kursi. Makan malam telah selesai, tetapi ketegangan yang mengendap di mansion ini masih menggantung di udara. “Terima kasih atas jamuannya,” ujar Abraham dengan nada sopan namun tetap berjarak. Ia menatap Leonard dan Cecillia bergantian, seolah memberi peringatan halus bahwa mereka akan segera kembali. Leonard hanya mengangguk, tetapi tatapannya masih tajam. “Aku harap setelah ini kau baik-baik saja, Marsanda,” ucapnya, menekankan nama itu dengan nada yang sulit ditebak. Lily tersenyum kecil, meskipun di dalam kepalanya ia masih mendengar suara Crish berbisik: "Aku ingin tahu… jika aku menyentuhmu, apakah aku akan merasakan orang yang sama?" “Tidak ada yang tahu tentang masa depan,” jawab Lily, menyimpan makna di balik kalimatnya. Cecillia tertawa kecil, jemarinya memainkan tepi cangkir teh yang telah kosong. “Oh, aku yakin kita akan segera bertemu lagi.” "Bukankah kita ini keluarga? Benar beg

    Last Updated : 2025-02-06
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 13 Menjebak Sang Musuh

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela besar di ruang makan mansion Abraham. Lily duduk di seberang pria itu, sesekali mengaduk kopi hitamnya tanpa minat. Pikirannya masih melayang pada kejadian semalam—tatapan Crish yang nyaris menelanjangi identitasnya, dan kecemburuan yang terpancar jelas dari Rani. Abraham meletakkan sendoknya dan menatap Lily tajam. “Aku sudah menyiapkan rencana untukmu,” katanya dengan nada serius. “Pergilah ke perusahaan Crish sebagai klien yang akan bekerja sama dengannya.” Lily mengangkat alis, lalu tersenyum miring. “Dan kau yakin dia akan langsung percaya?” “Crish itu serakah. Jika ada peluang bisnis yang menguntungkan, dia tidak akan berpikir dua kali,” jawab Abraham tenang. “Yang perlu kau lakukan hanyalah membuatnya tertarik.” Lily bersandar ke kursinya, memainkan pinggiran cangkir kopinya. “Dan setelah itu?” Abraham menyilangkan tangan di dadanya. “Kita akan perlahan menjatuhkannya dari dalam.” Lily tertawa pelan, tetapi tidak ada ke

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 14 Api Cemburu

    “Makan malam, ya?” Lily mengulang ucapan Crish dengan nada bertanya, matanya menatap pria itu dengan penuh arti. Di seberangnya, Rani yang sejak tadi sudah menaruh curiga, merasakan kemarahan yang semakin membara di dadanya. Jemarinya meremas kuat roknya hingga kusut, tetapi ia tetap berusaha mempertahankan ekspresi netralnya. Crish tersenyum, tatapannya tidak lepas dari Lily. “Ya, aku pikir akan lebih nyaman mendiskusikan detail kerja sama ini tanpa tekanan suasana kantor.” Lily berpura-pura berpikir, memainkan ujung cincinnya—cincin yang bukan sekadar perhiasan, tetapi simbol perjanjiannya dengan Abraham. “Oh?” bibirnya melengkung kecil. “Aku tidak keberatan, asalkan Tuan Crish tidak keberatan dengan kehadiran suamiku.” Rani menahan napas, matanya melebar seketika. Sementara itu, senyum Crish sedikit memudar, meskipun hanya sesaat. “Oh tentu, tentu. Aku hanya berpikir ini adalah pertemuan bisnis biasa.” Lily tersenyum manis. “Bisnis, tentu saja. Tapi aku dan suamiku selalu be

    Last Updated : 2025-02-14

Latest chapter

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 27 Getaran yang tak diundang

    Mobil melaju perlahan memasuki halaman luas mansion Abraham. Bangunan megah itu berdiri dengan anggun di bawah langit pagi yang mulai cerah. Begitu kendaraan berhenti tepat di depan pintu utama, Lily langsung membuka pintu dan keluar tanpa menunggu Abraham. Tanpa menoleh sedikit pun, ia melangkah dengan cepat melewati tangga menuju pintu masuk. Gaun yang ia kenakan sedikit berkibar tertiup angin, memperlihatkan betapa teguhnya langkahnya saat ini. Abraham masih duduk di dalam mobil, matanya mengikuti gerakan Lily. Alisnya sedikit berkerut saat melihat sikap wanita itu yang jelas-jelas sedang marah. "Dia marah?" gumamnya pada dirinya sendiri. Ia tak terbiasa melihat Lily seperti ini—tegas, penuh sikap, dan tidak ragu menunjukkan ketidaksukaannya. Biasanya, wanita itu selalu penuh perhitungan, selalu tenang dalam setiap situasi. Tapi kali ini berbeda. Menghela napas, Abraham akhirnya keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam mansion. Begitu ia melewati pintu utama, suas

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 26 Tatapan Hangat Albert

    Pagi di mansion keluarga Sinclair terasa lebih sunyi dari biasanya. Cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela-jendela besar, menerangi ruang makan yang telah tertata rapi dengan hidangan mewah. Lily dan Abraham turun bersama. Langkah mereka tenang, seolah semuanya baik-baik saja. Namun, bagi Lily, suasana ini terasa aneh. Sejak pertemuan di pesta tadi malam, ada begitu banyak hal yang masih mengganggu pikirannya. Saat mereka memasuki ruang makan, tatapan Lily langsung bertemu dengan sepasang mata cokelat yang hangat. Albert, adik tiri Abraham, duduk dengan santai di kursinya, tetapi matanya terpaku pada Lily. Tatapan itu tidak hanya sekadar menyapa, tetapi penuh dengan sesuatu yang lain—kehangatan, kasih sayang, dan sesuatu yang Lily tidak bisa pahami. "Tatapan Albert begitu hangat. Ada hubungan apa antara Marsanda dan Albert?" gumam Lily dalam hati. Sebelum pikirannya melayang lebih jauh, Abraham menarik kursi untuknya. Lily terpaksa mengalihkan perhatiannya dan duduk d

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 25 Batas Kepalsuan

    Leonard menyesap anggurnya dengan tenang, tetapi matanya terus mengawasi Lily dari kejauhan. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—sesuatu tentang menantunya itu yang semakin hari terasa semakin mencurigakan. Lily tampak begitu anggun malam itu, dengan gaun hitam keemasan yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya ramah, matanya bercahaya, tetapi bagi Leonard, ada yang janggal di balik keceriaan itu. Ia menangkap sekilas bagaimana Lily berbisik kepada Abraham, putranya, dengan gerakan tubuh yang seolah menggambarkan kedekatan dan keintiman. Namun, bagi Leonard, ada nuansa ketegangan yang terselip di antara mereka. "Rani telah mengancamku kembali dengan tes DNA," ucap Lily dengan suara rendah, tetapi cukup bagi Leonard untuk menangkapnya di tengah denting gelas dan percakapan para tamu lainnya yang masih tersisa. "Tes DNA?" Leonard langsung menajamkan pendengarannya. Ia menatap Lily dan Abraham tanpa menunjukkan perubahan ekspresi. "Apa kau berhasil mengatasinya?" suara

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 24 Bayangan Yang Terus Mengintai

    Lily melangkah dengan anggun meninggalkan area pertemuan di mana ia baru saja berbincang singkat dengan Rani. Di antara kerumunan tamu yang masih bergemuruh dengan tawa dan percakapan, ia menyelinap keluar tanpa menarik perhatian. Di balik senyum dan pesonanya, Lily tahu bahwa malam itu telah ia menangkan—setidaknya untuk saat ini. Di sisi lain ballroom, Rani berdiri terpaku dengan wajah kesal dan mata yang menyala penuh kemarahan. Ia merasa gagal; usahanya untuk mengungkap identitas asli Lily sebagai Marsanda telah berakhir sia-sia. Dalam benaknya, segala rencana untuk memanfaatkan rahasia itu untuk menghancurkan Lily. Dan dengan demikian, Crish akan sepenuhnya beralih padanya. "Kenapa dia harus begitu lihai?" gumam Rani pelan sambil mengepalkan tangannya. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah terbungkam oleh rasa kecewa dan rasa kehilangan yang mendalam. Ia melihat ke arah pintu keluar ballroom, berharap mendapatkan jawaban atas teka-teki yang terus menghantuinya. Di lu

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 23 Pesta Ulang Tahun Leonard

    Lily melangkah cepat menuju lift, tangannya menggenggam erat amplop coklat itu. Napasnya sedikit memburu, tapi wajahnya tetap tenang. Begitu pintu lift terbuka, ia segera masuk dan menekan tombol ke lantai dasar. Di dalam lift, ia membuka amplop dan menarik beberapa lembar dokumen di dalamnya. Matanya menyusuri isi dokumen dengan cepat. "Tes DNA?" Jantungnya berdegup lebih kencang. Ia membaca lebih lanjut. "Sampel dari Marsanda dan Lily Selena Vantore.. Hasil: Tidak cocok." Lily tersenyum sinis. Jadi, ini yang diandalkan Rani? Bukti yang mengatakan bahwa dirinya bukan Marsanda? "Kau terlalu bodoh, Rani," gumamnya. Tes ini memang membuktikan bahwa ia bukan Marsanda, tapi tidak ada satu pun bukti di dalamnya yang menyatakan bahwa dirinya adalah Lily Selena Vantore. Pintu lift terbuka. Lily dengan tenang melipat kembali dokumen itu dan memasukkannya ke dalam amplop sebelum melangkah keluar dari hotel. Bodyguard Abraham sudah menunggu di luar, membuka pintu mobil

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 22 Permainan Rani

    Mobil terus melaju menuju butik eksklusif di pusat kota, tetapi pikiran Lily dipenuhi oleh ancaman Rani. Ia harus berpikir cepat. Jika benar ada seseorang yang bisa membuktikan bahwa dirinya bukan Marsanda, maka ia harus mencari tahu siapa orang itu dan menghentikannya sebelum semuanya terungkap. Saat ia tiba di butik, para pelayan menyambutnya dengan senyum ramah. Namun, Lily tak berniat berlama-lama di sana. Ia memilih beberapa gaun dengan cepat, lebih sebagai alibi agar tak menimbulkan kecurigaan. Setelah selesai, ia keluar dari butik dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik pesan cepat untuk seseorang yang bisa membantunya. "Cari tahu siapa yang sedang dihubungi Rani. Aku butuh jawabannya secepat mungkin." Tak butuh waktu lama, balasan datang. "Baik, Nona. Aku akan segera mengabari Anda." Lily menghela napas panjang. Namun, saat ia hendak masuk kembali ke dalam mobil, matanya menangkap sosok yang tak asing di seberang jalan. Seorang pria tinggi, dengan rahang tegas d

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 21

    Abraham baru kembali ke rumah dan masuk ke kamar dalam keadaan lelah. Ia membuka pintu kamar dan melihat Lily tengah berdiri di balkon kamar sambil memandang gelapnya malam. Abraham menghampiri Lily tanpa bersuara, ia langsung memeluknya dari belakang dan Lily pun terkejut. Saat Lily akan bersuara, ia langsung memeluknya dari belakang dan Lily pun terkejut. Abraham berbisik di telinga seraya menyandarkan dagunya di bahu Lily. "Sayang... aku sangat merindukanmu." “Aroma tubuhmu bagaikan candu di musim dingin,” bisik Abraham. Jantung Lily langsung berdegup kencang mendengar ucapan Abraham. Namun, kalimat terakhir mematahkan hatinya. "Marsanda..." Tubuh Lily menegang seketika. Ia merasa dadanya sesak saat mendengar nama itu keluar dari bibir Abraham. Marsanda. Nama yang selalu menghantui keberadaannya, nama yang mengingatkannya bahwa ia hanyalah bayangan dari wanita yang telah tiada. Perlahan, Lily melepaskan tangan Abraham dari pinggangnya dan berbalik menghadapnya

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 20 Mencari Bukti

    Rani kian gelisah saat ia tak menemukan cincin pernikahan Lily di kotak perhiasan lama yang Crish simpan di laci.Malam itu, di dalam kamar, Rani menggenggam ponselnya erat. Pikirannya terus berputar, mencoba menyusun strategi. Jika dugaannya benar dan "Marsanda" sebenarnya adalah Lily, maka ini bisa menjadi senjata untuk menghancurkan Crish.Ia menarik napas dalam, lalu mengetik nomor seseorang yang sudah lama tidak ia hubungi."Halo?"Suara di ujung telepon terdengar berat dan serius."Ini aku, Rani. Aku butuh bantuanmu.""Lama tak ada kabar darimu, Nyonya Crish."Suara itu terdengar mengejek di telinga Rani."Jangan mengejekku. Aku serius!" tegas Rani."Bantuan seperti apa?" ucap seseorang yang berada dibalik panggilan telepon Rani.Rani menoleh ke arah cermin, menatap pantulan wajahnya yang dipenuhi tekad."Aku butuh seseorang untuk menyelidiki Marsanda. Aku ingin tahu siapa dia sebenarnya." Ada jeda beberapa detik sebelum suara di ujung sana menjawab."Marsanda... Nyonya Abraha

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 19 Mencari Kebenaran

    Di dalam mobil, Lily memandang ke luar jendela, melihat lampu-lampu kota yang berpendar dalam gelapnya malam. Rani sudah mencurigainya, dan itu berarti langkah mereka harus lebih hati-hati."Rani semakin curiga," ucap Lily tanpa menoleh pada Abraham yang tengah mengemudi.Abraham tersenyum samar, tangannya yang kuat tetap tenang di kemudi. "Itu bukan masalah. Rani hanya seseorang yang terbakar cemburu, dia tak akan bisa bergerak tanpa bukti konkret."Lily menghela napas. "Tapi jika dia semakin mendesak, kita harus siap."Abraham melirik ke arahnya sejenak. "Dan kita selalu siap. Ingat, kita bukan hanya dua orang yang bermain peran, kita adalah dua orang yang sedang menuntut balas."Lily menoleh ke arah Abraham, melihat ketegasan dalam sorot matanya. Ia mengangguk pelan. "Baiklah. Jika Rani ingin bermain, aku akan bermain dengannya."Sementara itu, di kediaman Crish, Rani duduk di ruang kerja suaminya, menatap layar laptop dengan rahang mengatup rapat.Di layar, terdapat foto-foto la

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status