Share

Bab 6 Lily Kembali

Penulis: Rindu_Mentari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-10 12:17:18

"Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur.

Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily.

"Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati.

"Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat.

Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Kini, ia berhak menempati kamar tersebut dan menikmati segala fasilitas yang ada di dalamnya. Tangannya mengelus kasur empuk yang terasa begitu mewah, sementara matanya menatap langit-langit kamar yang tinggi.

Rani baru tinggal beberapa hari di rumah itu. Selama inj Crish menyembunyikan keberadaannya dari khalayak ramai. Dan satu minggu yang lalu Crish menjemputnya dari tempat persembunyiannya selama ini karena Rani terus-terusan merengek minta pindah ke rumahnya Lily yang besar dan mewah.

Sambil tersenyum lebar, Rani memutuskan untuk memanjakan dirinya dengan mandi air hangat yang telah diberi minyak esensial aroma terapi di bak mandi besar yang terletak di sudut kamar mandi. Pikirannya melayang pada betapa hidupnya berubah drastis sejak ia berhasil menyingkirkan Lily, dan bagaimana ia kini menjadi penguasa di rumah ini.

"Ah! Betapa indahnya hidup ini," gumam Rani, tenggelam dalam kebahagiaan yang tak terhingga.

Rani mengenakan pakaiannya, ia menyisir rambutnya sambil bersenandung. Pintu kamar terbuka dan menampilkan wajah letih suami tercintanya.

"Sayang, kamu sudah pulang? Bagaimana pertemuannya? Lancarkan?" Rani memberondong Crish dengan banyak pertanyaan. Ia tak menghiraukan wajah lelah suaminya itu.

"Semuanya lancar. Semoga saja tender itu jatuh pada perusahaan kita," jawab Crish sembari membuka jasnya dan Rani mengambilnya dari tangan Crish lalu meletakkannya di atas ranjang besar beralaskan kain sprai bermotif bunga mawar kesukaannya.

Rani membantu Crish membuka dasi yang melingkar di leher Crish, bibirnya terus mengulas senyum.

"Kelihatannya kamu sedang senang?" tanya Crish pada Rani.

"Iya. Aku sangat bahagia bisa memiliki semua ini, sungguh aku tak menyangka akan semudah itu menyingkirkan Lily si brengsek itu," tutur Rani. Kalimat terakhirnya mengandung kebencian yang begitu dalam pada Lily.

Crish menoel hidung Rani lembut, ia tersenyum saat mendengar ucapan Rani.

"Apa sekarang kamu sudah benar-benar bahagia?" tanya Crish.

"Tentu aku sangat bahagia, bagaimana tidak? Aku kini menjadi orang kaya dengan harta melimpah. Apa pun yang aku inginkan dapat aku wujudkan dengan sangat mudah," ungkap Rani tanpa rasa malu.

Waktu berjalan begitu cepat, sudah setahun sejak kecelakaan tragis yang menimpa Lily, istri dari Crish. Kini, perusahaan yang semestinya direbut kembali oleh Lily, tetap berada di tangan Crish, karena takdir memilih jalan lain untuk Lily.

Di sebuah ruang perawatan rumah sakit, seorang wanita tengah terbaring dengan seluruh tubuhnya ditutupi dengan selimut khas rumah sakit. Wanita itu adalah Lily yang kini terjebak dalam wajah baru dan tampilan baru sebagai Marsanda.

Pagi itu, Abraham mendatangi Lily.

"Bangun!" Perintah Abraham sembari menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Lily.

Lily menahan selimut itu dengan kuat.

"Biarkan aku mempersiapkan mentalku dulu," pinta Lily.

"Aku belum sepenuhnya menguasai diriku sebagai Marsanda, istrimu," lanjutnya.

"Baik. Aku akan memberimu waktu. Dalam 5 menit aku minta kamu sudah harus siap," tegas Abraham sembari melirik arloji mahalnya yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Baik, Tuan Abraham," sahut Lily.

Di dalam selimut, Lily menghela napas dalam-dalam.

Dalam tatapan nanar pria itu, terlihat betapa ia merindukan senyum manis Marsanda, istri tercintanya yang kini ada pada diri Lily. Entah bagaimana bisa senyuman Lily dan Marsanda begitu mirip. Terlebih setelah ia menjalani operasi, kemiripan itu kian semakin jelas. Senyuman yang selama ini ia rindukan itu Abraham dapatkan secara diam-diam dari Lily. Sekalipun banyak yang menganggap pria itu sebagai pria kejam dan tak memiliki hati nurani, namun di hadapan Marsanda, ia selalu menjadi sosok yang baik ,lembut dan penyayang.

Marsanda lah yang menjadi alasan Abraham untuk berjuang menjadi orang yang baik dan tak lagi kejam, namun kini wanita itu terbaring tak bernyawa di bawah tumpukan tanah merah. Kini, tak ada lagi alasan baginya untuk merubah dirinya menjadi orang baik.

Abraham kembali menarik selimut itu dengan kuat dan menghempaskannya ke lantai.

"Cepat bangun!"

"Aku tak banyak waktu untuk semua ini," kata Abraham dengan sorot mata tajam dan dingin.

Tak ada senyuman yang terukir di wajah bengisnya.

Lily balik menatap mata tajam itu.

"Aku akan bangun," kata Lily.

"Cepat kenakan itu!" Abraham melempar totbag ke sisi lain di mana Lily sedang duduk di tepi ranjang brangkar.

Lily tak merespon, ia tetap diam dengan kedua mata yang terus menatap Abraham dengan berani.

"Tidak bisakah kau berlaku sedikit lembut pada partner kerjamu ini?" protes Lily sambil meraih totbag yang Abraham lemparkan tadi.

Abraham berbalik, ia berjalan menuju pintu keluar.

Lily mengganti pakaiannya dengan baju yang baru saja Abraham berikan padanya.

"Aku sudah siap!" teriak Lily.

Ia tahu kalau Abraham tak pergi jauh. Lalu, terdengar langkah kaki yang menjauh dan pintu terbuka.

"Nona, saatnya kita kembali," ucap sang asisten Abraham oada Lily.

Lily berjalan di belakang Abraham. Ia terus memandang punggung tegap pria yang berjalan di depannya.

"Tak buruk. Hanya saja.... dia terlalu dingin dan berwajah masam," gumam Lily dalam hati.

Menyadari kekeliruannya, Lily pun memukul kepalanya.

"Ish! Apaan sih?" protesnya pada dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan tak ada sepatah kata pun yang terucap di antara keduanya. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kamu lapar tidak?" tanya Lily pada Abraham secara tiba-tiba.

Lily mengelus perutnya sendiri, "Aku lapar," ujarnya.

Lalu, ia pun pergi meninggalkan Abraham. Lily pergi ke sebuah toko yang ada di area bandara, ia membeli sepotong roti dan sebotol air mineral untuknya.

Ketika akan membayar, ia baru teringat bahwa dirinya tak memiliki uang sepeser pun.

"Bagaimana ini?" tanya Lily dalam hati dengan wajah bingung.

Bab terkait

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 1 Perselingkuhan

    "Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan."L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini."Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—""Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-18
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

    Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!""Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. "Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. "Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-23
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 3 Menyusun strategi

    Lily berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang tertutup selimut sebagian, kedua matanya menutup rapat dengan luka bakar di bagian wajahnya yang cukup parah sampai tak dapat lagi dikenali oleh orang lain.Seorang pria menghampiri tubuh Lily, ia menatapnya dingin. Sudut matanya memancarkan sebuah kilatan yang sulit di artikan.Perlahan Lily membuka kelopak matanya setelah ia berbaring tak sadarkan diri selama satu tahun lamanya.Lily meremas kedua matanya saat cahaya terang lampu menyilaukannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya yang terganggu oleh sinar yang menusuk tajam ke dalam retina.Setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tatapan mata Lily terpaku pada sosok asing yang tengah berdiri di samping ranjangnya sembari menatapnya dalam diam."Siapa kamu?" tanya Lily.Pria itu tak menjawab pertanyaan Lily."Di mana aku?" Lily kembali mengajukan sebuah pertanyaan pada pria itu sambil berusaha bangkit untuk duduk. Namun, rasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 4 Kesepakatan di Antara Luka

    Keesokan harinya, suasana kamar rumah sakit masih dipenuhi aroma antiseptik dan keheningan yang menghimpit. Lily duduk bersandar di tempat tidurnya, menatap keluar jendela. Di luar, langit mendung menggantung rendah, seolah menggambarkan suasana hatinya yang kelabu.Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk dengan tenang. Abraham, pria dengan wajah dingin dan sikap tenang yang selalu membuat orang lain merasa waspada, menghampiri Lily tanpa banyak basa-basi.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya singkat.Lily hanya mengangguk kecil. "Aku masih hidup," jawabnya, suaranya datar.Abraham duduk di kursi di samping tempat tidur, meletakkan sebuah map hitam di meja kecil di sebelahnya. Dengan gerakan terukur, ia mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.“Ini surat kontrak perjanjian kita,” katanya, menyodorkan kertas itu ke arah Lily.Lily menatap kertas itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya sedikit gemetar, entah karena efek obat penghilang rasa sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 5 Wajah Baru, Hidup Baru

    Di sebuah ruang operasi rahasia yang tersembunyi di pinggira kota, suasana terasa mencekam. Lampu-lampu terang menyinari meja operasi yang sudah dipersiapkan. Lily berbaring di sana, menatap langit-langit putih yang dingin. Tangannya mengepal erat, sementara di sudut ruangan, Abraham berdiri diam seperti patung, memperhatikan setiap gerakan dokter yang sedang bersiap.“Ini keputusanmu, Lily,” kata Abraham, suaranya rendah tapi tegas.Lily menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tahu ini bukan keputusan biasa, Abraham. Tapi jika aku harus menyerahkan diriku untuk menyelesaikan ini, aku akan melakukannya."Abraham mengangguk, matanya gelap. "Wajah ini… adalah wajah seseorang yang sangat berarti bagiku. Ini bukan hanya tentang dendam. Ini juga tentang memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat."Wajah yang dimaksud adalah wajah mendiang istrinya, Marsanda. Wanita yang meninggal dalam kecelakaan tragis setahun yang lalu. Abraham te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10

Bab terbaru

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 6 Lily Kembali

    "Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur. Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily. "Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati. "Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat. Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Ki

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 5 Wajah Baru, Hidup Baru

    Di sebuah ruang operasi rahasia yang tersembunyi di pinggira kota, suasana terasa mencekam. Lampu-lampu terang menyinari meja operasi yang sudah dipersiapkan. Lily berbaring di sana, menatap langit-langit putih yang dingin. Tangannya mengepal erat, sementara di sudut ruangan, Abraham berdiri diam seperti patung, memperhatikan setiap gerakan dokter yang sedang bersiap.“Ini keputusanmu, Lily,” kata Abraham, suaranya rendah tapi tegas.Lily menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tahu ini bukan keputusan biasa, Abraham. Tapi jika aku harus menyerahkan diriku untuk menyelesaikan ini, aku akan melakukannya."Abraham mengangguk, matanya gelap. "Wajah ini… adalah wajah seseorang yang sangat berarti bagiku. Ini bukan hanya tentang dendam. Ini juga tentang memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat."Wajah yang dimaksud adalah wajah mendiang istrinya, Marsanda. Wanita yang meninggal dalam kecelakaan tragis setahun yang lalu. Abraham te

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 4 Kesepakatan di Antara Luka

    Keesokan harinya, suasana kamar rumah sakit masih dipenuhi aroma antiseptik dan keheningan yang menghimpit. Lily duduk bersandar di tempat tidurnya, menatap keluar jendela. Di luar, langit mendung menggantung rendah, seolah menggambarkan suasana hatinya yang kelabu.Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk dengan tenang. Abraham, pria dengan wajah dingin dan sikap tenang yang selalu membuat orang lain merasa waspada, menghampiri Lily tanpa banyak basa-basi.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya singkat.Lily hanya mengangguk kecil. "Aku masih hidup," jawabnya, suaranya datar.Abraham duduk di kursi di samping tempat tidur, meletakkan sebuah map hitam di meja kecil di sebelahnya. Dengan gerakan terukur, ia mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.“Ini surat kontrak perjanjian kita,” katanya, menyodorkan kertas itu ke arah Lily.Lily menatap kertas itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya sedikit gemetar, entah karena efek obat penghilang rasa sa

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 3 Menyusun strategi

    Lily berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang tertutup selimut sebagian, kedua matanya menutup rapat dengan luka bakar di bagian wajahnya yang cukup parah sampai tak dapat lagi dikenali oleh orang lain.Seorang pria menghampiri tubuh Lily, ia menatapnya dingin. Sudut matanya memancarkan sebuah kilatan yang sulit di artikan.Perlahan Lily membuka kelopak matanya setelah ia berbaring tak sadarkan diri selama satu tahun lamanya.Lily meremas kedua matanya saat cahaya terang lampu menyilaukannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya yang terganggu oleh sinar yang menusuk tajam ke dalam retina.Setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tatapan mata Lily terpaku pada sosok asing yang tengah berdiri di samping ranjangnya sembari menatapnya dalam diam."Siapa kamu?" tanya Lily.Pria itu tak menjawab pertanyaan Lily."Di mana aku?" Lily kembali mengajukan sebuah pertanyaan pada pria itu sambil berusaha bangkit untuk duduk. Namun, rasa

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

    Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!""Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. "Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. "Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan me

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 1 Perselingkuhan

    "Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan."L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini."Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—""Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status