Share

Kontrak Sandiwara Istri sang CEO
Kontrak Sandiwara Istri sang CEO
Author: Rindu_Mentari

Bab 1 Perselingkuhan

Author: Rindu_Mentari
last update Last Updated: 2024-04-18 09:32:44

"Apa yang sedang kalian lakukan di kamar kita, Mas?!" tanya Lily dengan wajah yang memerah akibat marah. Crish yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita di dalam kamar tidur yang biasa di tempati Lily dengan Crish bergegas menghentikan gerakan pinggulnya, ia menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya ia saat melihat Lily tengah menatapnya penuh dengan kemarahan.

"L-Lily?" ujar Crish gugup. Sementara wanita yang berada di bawah kungkungan tubuh Crish hanya tersenyum penuh kelicikan secara diam-diam.

Lily mengepalkan tangannya erat, matanya berkilat penuh amarah dan pengkhianatan. Tubuhnya bergetar, bukan karena lemah, tapi karena menahan diri agar tidak meledak lebih dari ini.

"Jadi, begini caramu menghargai hubungan kita, Crish?" suaranya rendah, tetapi penuh tekanan.

Crish bangkit dari tempat tidur dengan gerakan terburu-buru, mencoba menutupi tubuhnya dengan selimut. "Lily, aku bisa jelaskan—"

"Jelaskan apa?!" potong Lily tajam. "Apa yang perlu dijelaskan dari pemandangan menjijikkan ini?"

Wanita di ranjang itu, bukannya merasa bersalah, justru memperlihatkan senyuman mengejek. 

"Sepertinya kami melakukannya di waktu yang salah, ya?" ujarnya santai, sengaja memancing kemarahan Lily lebih jauh.

Lily menoleh tajam ke arahnya, wajahnya dingin.

"Kamu benar-benar tidak tahu malu. Berani-beraninya kamu menginjakkan kaki di kamar ini," katanya penuh kebencian.

Crish mencoba mendekati Lily, tetapi Lily mundur, menatapnya seolah-olah dia adalah orang asing. "Jangan dekati aku, Crish. Aku sudah cukup muak melihat wajahmu."

"Sayang, ini hanya kesalahpahaman," Crish mencoba membela diri, meski jelas tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakannya.

Lily tersenyum dingin, sebuah senyum yang tidak menunjukkan kebahagiaan, tetapi kepedihan yang mendalam. "Kesalahpahaman? Kau pikir aku buta, bodoh, atau apa? Kau menghancurkan semuanya."

Dengan tangan gemetar, Lily membuka pintu kamar, menatap mereka berdua untuk terakhir kalinya. "Nikmati saja penghancuran ini, Crish. Karena aku tidak akan pernah menghalangimu."

Lily berjalan keluar dengan langkah tegap, meninggalkan Crish dan wanita itu dalam keheningan yang mencekam.

Melihat Lily pergi, Crish bergegas mengejar istrinya itu dengan hanya mengenakan celana pendek sepaha. Sementara Rani, masih betah berdiam diri di atas ranjang besar tempatnya bergumul dengan Crish beberapa menit yang lalu. Bahkan napasnya pun masih memburu, terengah-engah.

"Lily, Tunggu!" Panggil Crish dengan setengah berteriak menyusul Lily, istrinya. Begitu dekat, ia langsung menangkap pergelangan tangan Lily.

"Tunggu!"

"Aku bisa jelaskan padamu," ucap Crish.

"Apa lagi yang akan kau jelaskan, Crish?" timpal Lily dengan nada lembut namun penuh ketegasan.

"Dia.... dia adalah Rani. Istri mudaku, adik madumu," ungkap Crish.

Lily menatap Crish dengan mata penuh luka dan kekecewaan yang begitu mendalam. Udara terasa berat di antara mereka, hanya diselingi oleh detak jantung yang menggema di kepala Lily.

"Istri muda?" gumam Lily, suaranya nyaris berbisik, namun cukup tajam untuk menusuk hati Crish.

"Adik madu? Dan kau bahkan tidak berpikir aku layak tahu sebelumnya?" kata Lily bernada sinis.

"Lily, aku... aku tidak ingin menyakitimu. Aku hanya ingin—" Crish kembali gugup. Bahkan nada suaranya pun terbata.

"Jangan berani-beraninya mengatakan kau tidak ingin menyakitiku, Crish," potong Lily, nadanya kembali penuh ketegasan. "Apa yang baru saja kulihat? Kau mengkhianati kepercayaan dan cinta yang kuberikan dengan begitu mudah."

Crish mencoba mendekat, tetapi Lily menepis tangannya.

"Aku mencintaimu, Lily. Tapi aku juga mencintai Rani. Aku menikahinya karena aku ingin—" ungkapan Crish tak sampai selesai karena Lily telah menyelanya.

"Berhenti, Crish! Berhenti mencari pembenaran," Lily berkata, kali ini nadanya melemah, tetapi air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku mencintaimu, memberikan seluruh hidupku untukmu, dan ini balasanmu? Kau menikah lagi tanpa memberitahuku, tanpa meminta persetujuanku, lalu memamerkannya di depan mataku seperti ini?"

Crish terdiam, tak mampu berkata-kata. Dia tahu tidak ada kata-kata yang bisa memperbaiki keadaan ini.

"Kalau kau menganggap ini cinta, aku tidak tahu cinta seperti apa yang kau maksud," lanjut Lily.

"Karena kau sudah membuat cinta itu hancur berkeping-keping, Crish. Dan sekarang, aku tak tahu lagi apakah cinta itu masih tersisa atau sudah lenyap bersama dengan kekecewaaan yang telah kau torehkan di hatiku."

Lily berbalik, air matanya terus mengalir, tetapi langkahnya tetap mantap.

"Aku tidak ingin menjadi bagian dari kebohongan ini. Tapi, apakah aku bisa pergi darimu atau tidak, Crish," bisik Lily lirih dalam hatinya.

Crish hanya bisa berdiri diam, tubuhnya lemas, sementara Lily berjalan menjauh, meninggalkan dirinya. Di dalam hatinya, Crish merasa menyesal karena telah menghianati cinta tulus Lily, namun ia juga tak mau kehilangan sosok wanita yang baru saja ia gauli.

Sementara itu, di balik pintu kamar. Rani tengah mengintip pertengkaran mereka. Seulas senyum tipis menghiasi bibirnya, sorot matanya menyiratkan sebuah kepuasan.

"Aku sudah menunggu hal ini cukup lama, dan akhirnya kini aku bisa memilikimu sepenuhnya, Crish," tutur Rani dengan berbisik pada dirinya sendiri.

Rani menutup pintu perlahan, memastikan tidak ada suara yang mengalihkan perhatian Crish yang kini sedang terpaku di tempatnya berdiri. Pertengkaran mereka telah usai saat Lily memilih meninggalkan Crish. Dia bersandar di balik pintu, senyum liciknya semakin melebar. Dalam hatinya, kemenangan ini terasa begitu manis, seperti buah yang telah ia tunggu matang sekian lama.

"Semua berjalan sesuai rencana," gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar. Sorot matanya mencerminkan ambisi yang selama ini tersembunyi di balik sikap lembut dan polos yang selalu ia tampilkan.

Rani melangkah ke cermin di kamar itu, menatap bayangannya sendiri dengan penuh percaya diri.

"Lily, kau terlalu percaya diri dengan posisimu sebagai istri pertama. Padahal, dunia ini penuh dengan kejutan, dan kau terlalu naif untuk menyadari bahwa kebahagiaanmu hanya sementara."

Dia merapikan rambutnya dengan jari, senyumnya tak kunjung pudar. "Sekarang, Crish sepenuhnya milikku. Tidak ada lagi dirimu untuk menghalangi jalan ini.

Dan tentunya semua kekayaan ini juga akan menjadi milikku."

Namun, jauh di dalam hatinya, ada sedikit rasa takut. Takut dengan cintanya Crish yang dulu begitu besar pada Lily, takut tak sepenuhnya bisa melupakan wanita itu. Tapi dia mengenyahkan pikiran itu dengan cepat.

"Aku akan memastikan dia melupakanmu, Lily. Karena mulai sekarang, aku adalah satu-satunya wanita dalam hidupnya," ucap Rani tegas, seolah berbicara pada musuh yang tak terlihat.

Dia berbalik dari cermin, melangkah menuju tempat tidur dengan aura kepemilikan yang kuat. Baginya, ini adalah awal dari kehidupan baru—kehidupan di mana dia memegang kendali penuh.

Hari ini, menjadi kelabu bagi Lily. Ia tak pernah menyangka kalau ternyata wanita yang di baru dikenalnya dua hari lalu justru adalah adik madunya. Ia sempat curiga saat Crish tiba-tiba datang bersama seorang wanita saat baru pulang dari kampung halamannya.  Waktu itu, Crish bilang pada Lily kalau Rani itu adalah adik sepupunya yang ingin mengadu nasib di kota tempat mereka tinggal. Namun, ternyata Rani adalah adik madunya.

Lily menumpahkan rasa marah, kecewa, dan sedihnya di dalam kamar tidur lain.

Sepanjang hari Lily mengurung diri di dalam kamar. Tanpa makan dan minum, ia hanya fokus pada kesedihannya, rasa sakit hatinya dan juga kemarahannya yang tak bisa ia lampiaskan sepenuhnya.

Di tengah kesedihannya, ia menemukan sebuah kekuatan. Ia mengelus lembut perut ratanya sembari berbisik.

"Aku harus kuat. Ada dia di dalam rahimku," bisik Lily.

Ia menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya. Tiba-tiba ada sebuah kekuatan yang mendorong dirinya untuk bangkit.

Lily berjalan menaiki tangga menuju kamar tidurnya, ia berharap wanita itu telah kembali ke kamarnya yang berada di lantai bawah. 

Langkah kaki Lily terasa lemah tak bertenaga. Ia telah kehilangan gairah dalam hidupnya, bahkan kabar gembira yang baru saja ia terima beberapa waktu lalu pun tak mampu menghilangkan kesedihan dalam hatinya.

Tangan Lily terulur, ia berusaha menggapai gagang pintu dan bersiap untuk membukanya. Namun, sebuah percakapan dari dalam kamar itu kembali menghantam relung hatinya. Seketika itu juga, tubuhnya luruh bersimpuh di lantai yang dingin, sedingin hatinya 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
terimalah nasibmu, drama dg semua kekemahanmu adalah enerhi utk gundik suamimu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 2 Kelicikan Crish dan Rani

    Lily merasa tubuhnya lemas, kakinya tak sanggup menopang tubuhnya yang tiba-tiba terasa berat. Air mata Lily mengalir turun deras membasahi pipi mulusnya. Ia terjatuh berlutut di lantai, mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia memekik keras, "Tega kalian padaku!""Apa salahku padamu, Mas?" ucapnya dengan penuh lirih.Lily merasa hatinya teriris mendalam, mengetahui bahwa selama ini ia telah dibohongi oleh orang yang sangat ia percayai. "Ternyata selama ini kamu telah membohongiku," ungkap Lily sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar suara isak tangisnya tak terdengar oleh Rani dan Crish yang ada di dalam kamarnya.Sesal yang mendalam menyelimuti hati Lily. Ia merenung, menatap kosong ke arah depan. "Kenapa selama ini aku begitu bodoh?" bisiknya pelan, menyesali kepercayaan yang telah ia berikan kepada orang terdekatnya.Namun, Lily tak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Ia bangkit, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa dalam dirinya. Dalam hati, Lily berjanji akan me

    Last Updated : 2024-04-23
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 3 Menyusun strategi

    Lily berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh yang tertutup selimut sebagian, kedua matanya menutup rapat dengan luka bakar di bagian wajahnya yang cukup parah sampai tak dapat lagi dikenali oleh orang lain. Seorang pria menghampiri tubuh Lily, ia menatapnya dingin. Sudut matanya memancarkan sebuah kilatan yang sulit di artikan. Perlahan Lily membuka kelopak matanya setelah ia berbaring tak sadarkan diri selama satu tahun lamanya. Lily meremas kedua matanya saat cahaya terang lampu menyilaukannya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan penglihatannya yang terganggu oleh sinar yang menusuk tajam ke dalam retina. Setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tatapan mata Lily terpaku pada sosok asing yang tengah berdiri di samping ranjangnya sembari menatapnya dalam diam. "Siapa kamu?" tanya Lily. Pria itu tak menjawab pertanyaan Lily. "Di mana aku?" Lily kembali mengajukan sebuah pertanyaan pada pria itu sambil berusaha bangkit untuk duduk.

    Last Updated : 2024-04-29
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 4 Kesepakatan di Antara Luka

    Keesokan harinya, suasana kamar rumah sakit masih dipenuhi aroma antiseptik dan keheningan yang menghimpit. Lily duduk bersandar di tempat tidurnya, menatap keluar jendela. Di luar, langit mendung menggantung rendah, seolah menggambarkan suasana hatinya yang kelabu.Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pria bertubuh tegap melangkah masuk dengan tenang. Abraham, pria dengan wajah dingin dan sikap tenang yang selalu membuat orang lain merasa waspada, menghampiri Lily tanpa banyak basa-basi.“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya singkat.Lily hanya mengangguk kecil. "Aku masih hidup," jawabnya, suaranya datar.Abraham duduk di kursi di samping tempat tidur, meletakkan sebuah map hitam di meja kecil di sebelahnya. Dengan gerakan terukur, ia mengeluarkan selembar kertas dari dalamnya.“Ini surat kontrak perjanjian kita,” katanya, menyodorkan kertas itu ke arah Lily.Lily menatap kertas itu sejenak sebelum meraihnya. Tangannya sedikit gemetar, entah karena efek obat penghilang rasa sa

    Last Updated : 2024-05-26
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 5 Wajah Baru, Hidup Baru

    Di sebuah ruang operasi rahasia yang tersembunyi di pinggira kota, suasana terasa mencekam. Lampu-lampu terang menyinari meja operasi yang sudah dipersiapkan. Lily berbaring di sana, menatap langit-langit putih yang dingin. Tangannya mengepal erat, sementara di sudut ruangan, Abraham berdiri diam seperti patung, memperhatikan setiap gerakan dokter yang sedang bersiap. “Ini keputusanmu, Lily,” kata Abraham, suaranya rendah tapi tegas. Lily menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata penuh tekad. "Aku tahu ini bukan keputusan biasa, Abraham. Tapi jika aku harus menyerahkan diriku untuk menyelesaikan ini, aku akan melakukannya." Abraham mengangguk, matanya gelap. "Wajah ini… adalah wajah seseorang yang sangat berarti bagiku. Ini bukan hanya tentang dendam. Ini juga tentang memberiku kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat." Wajah yang dimaksud adalah wajah mendiang istrinya, Marsanda. Wanita yang meninggal dalam kecelakaan tragis setahun yang lalu. Abr

    Last Updated : 2024-10-10
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 6 Lily Kembali

    "Bi, siapkan makan malam!" perintah Rani dengan tegas pada Surti, pembantu yang baru ia rekrut beberapa waktu lalu. Surti, seorang wanita paruh baya, mengangguk patuh sambil tersenyum lembut. "Baik, Nya," ucap Surti sambil berlalu menuju dapur. Rani tersenyum puas, merasa berkuasa dalam rumah peninggalan Lily. "Huh! Enaknya jadi Nyonya rumah, kenapa tidak dari dulu aku menyingkirkan Lily?" dengus Rani, menyesali kesalahan yang sudah ia perbuat. Rani menghela napas panjang, seraya memikirkan keberuntungan yang baru saja ia nikmati. "Ternyata begini rasanya jadi orang kaya, tinggal tunjuk sana tunjuk sini memberi perintah, semua pekerjaan rumah pun beres," ujarnya bergumam dalam hati, sambil memainkan kuku-kukunya yang telah ia beri warna merah menyala, lalu Rani melipat kedua tangannya di atas meja makan sembari menunggu terhidangnya makanan dengan lauk pauk yang lezat. Merasa bosan karena menunggu lama, Rani berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya yang dulu milik Lily. Ki

    Last Updated : 2024-10-10
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 7 Harga sebuah makanan

    Abraham menghela napas panjang saat melihat Lily mengambil makanan dari rak dan menuju kasir tanpa sedikit pun rasa ragu. Ia hanya bisa menggeleng pelan sebelum akhirnya merogoh saku dan mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar makanan yang diambil oleh wanita itu. "Tak punya uang tapi ingin jajan," ujar Abraham, nada suaranya terdengar datar namun penuh sindiran. Lily tak menoleh, tak tertarik membalas ucapannya. Baginya, yang terpenting saat ini adalah mengisi perutnya. Ia merobek bungkus roti dengan cepat dan mulai melahapnya tanpa beban. Mereka keluar dari toko itu tanpa banyak bicara. Mereka kembali melanjutkan perjalannya yang sempat terhenti oleh Lily. Sebuah mobil mewah hitam menjemput mereka di bandara. Abraham akhirnya menghentikan langkahnya sebelum sampai pada mobil jemputannya itu. "Lily, ingat! Kamu bukan lagi Lily saat ini, melainkan Marsanda, istriku. Kamu tahu? Dia begitu anggun dan...." tanyanya serius. Lily berhenti sejenak, masih mengunyah makanannya.

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 8 Pernikahan Atau Pelarian.

    Abraham melangkah masuk ke dalam kamar, membiarkan pintu tertutup dengan suara pelan di belakangnya. Tanpa tergesa-gesa, ia membuka jas hitam yang melekat di tubuhnya dan melemparkannya ke atas ranjang dengan santai. Tangannya terangkat ke leher, mengendurkan dasi yang sedari tadi melilitnya, lalu perlahan menariknya hingga terlepas sepenuhnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin besar di sudut ruangan. Dua kancing teratas kemeja putihnya ia buka, membiarkan sedikit kulit dadanya yang berbulu terlihat. Tangannya kemudian bergerak menggulung lengan kemejanya hingga mencapai siku, tetapi sebelum ia sempat menyelesaikannya— Suara pintu kamar mandi terbuka. Lily keluar dengan santai, hanya mengenakan handuk putih yang membungkus tubuhnya hingga sebatas lutut. Uap tipis masih mengepul dari dalam kamar mandi, mengisyaratkan bahwa ia baru saja selesai mandi. Tetesan air jatuh perlahan dari rambut basahnya, menelusuri leher jenjangnya sebelum menghilang di balik handuk. Memberikan nuansa

    Last Updated : 2025-02-02
  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 9 Kembali dalam Wujud yang Berbeda

    Lily menatap pantulan dirinya di cermin, mencoba menenangkan detak jantung yang berpacu cepat. Abraham baru saja mengumumkan sesuatu yang tidak pernah ia duga—mereka akan menemui keluarganya. Secepat ini? Tanpa persiapan? "Seharusnya kamu siap kapan pun aku membawamu ke sana," ujar Abraham sambil merapikan dasinya. Lily menggigit bibirnya, menahan kata-kata yang hendak meluncur. Bukannya ia tidak mau bertemu dengan keluarga Abraham, tetapi ia membenci kejutan seperti ini. Ia benci tidak memiliki kendali atas situasi, sesuatu yang sudah lama hilang sejak hidupnya hancur karena Crish. Crish. Nama itu bergaung di kepalanya seperti racun yang tak bisa ia buang. Mata Lily terpaku pada dasi di tangan Abraham. Dulu, ia biasa melakukan hal yang sama untuk Crish. Mengikat dasi di leher pria yang pernah ia cintai, tanpa tahu bahwa tangan pria itu juga digunakan untuk mencabik hatinya. “Kenapa diam?” suara Abraham membuyarkan lamunannya. Lily menghela napas panjang. "Kamu bisa memberi

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 46

    Rani duduk diam di sudut ruangan kumuh itu, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha mencari kehangatan dalam dinginnya ketakutan yang menyelimuti dirinya. Waktu terus berjalan, tetapi pikirannya masih berputar tanpa menemukan jalan keluar. "Jika aku menjalankan perintah Lily, aku akan kehilangan segalanya. Tapi jika aku menolak, dia tidak akan membiarkanku hidup dengan tenang." Matanya beralih ke amplop yang masih berada di genggamannya. Jari-jarinya mengusap permukaan amplop itu dengan ragu. Ia tahu, di dalamnya terdapat perintah Lily—perintah yang bisa mengubah takdirnya, entah menuju kehancuran atau kelangsungan hidupnya. Tok! Tok! Suara ketukan di pintu membuatnya tersentak. Jantungnya berdegup kencang saat seorang pria berbadan tegap masuk ke dalam ruangan. Itu salah satu orang kepercayaan Lily. "Waktumu hampir habis, Rani," katanya dengan suara dingin. Rani menelan ludah. Napasnya tersengal. Ia tak punya pilihan lain selain membuat keputusan sekarang. Tapi… keputu

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 45 Pilihan Terakhir Untuk Rani

    Lily melangkah pelan memasuki bangunan reyot yang hampir roboh. Bau busuk menyengat menyambutnya, tetapi ia tak terganggu sedikit pun. Di sudut ruangan yang lembap dan gelap, Rani terduduk dengan tubuh penuh luka. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kotor, dan pakaiannya compang-camping. Ia hampir tak terlihat seperti wanita angkuh yang dulu merampas segalanya dari Lily. "Lama tak bertemu, Rani." Suara lembut Lily menggema di ruangan sunyi itu, namun ada nada dingin di dalamnya. Rani mengangkat wajahnya dengan susah payah. Matanya nanar, penuh ketakutan dan kepasrahan. "Lily…" suaranya serak, hampir seperti bisikan. "Tolong… aku… aku tak bisa lagi." Lily tersenyum samar dan berjalan mendekat, lalu berjongkok di depan Rani. "Tolong?" ia tertawa kecil. "Kau tidak ingat bagaimana dulu aku memohon padamu? Bagaimana aku hampir mati karena permainan kotor yang kau lakukan?" Rani menggeleng lemah, air matanya jatuh satu per satu. "Aku salah… aku menyesal… aku bersedia menebus sem

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 44

    Rani menatap bayangannya di cermin mobil. Wajahnya sudah sempurna dengan riasan halus yang menonjolkan kecantikannya. Gaun merah elegan yang membalut tubuhnya seakan menjadi senjata terakhirnya untuk menghadapi Abraham. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu… Ini sama saja dengan menggali kuburnya sendiri. "Abraham tak mudah didekati, apalagi disentuh," gumamnya sambil menatap gedung bertingkat tempat pria itu berkantor. Tangannya sedikit gemetar saat membuka pintu mobil. Ia sadar, sekali ia melangkah masuk, maka ia tak akan bisa mundur lagi. Langkah demi langkah ia tempuh dengan hati berdebar. Para karyawan yang lalu lalang di lobi meliriknya sekilas, tetapi ia mengabaikannya. "Aku harus melakukannya. Jika aku ingin bertahan, aku harus membuatnya percaya." Sesampainya di depan ruang utama, ia menarik napas panjang sebelum berbicara kepada sekretaris Abraham. "Aku ingin bertemu dengan Tuan Abraham," ucapnya dengan senyum yang ia paksakan. Sekretaris itu menatapnya denga

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 43

    Rani mundur selangkah, ponselnya hampir terjatuh dari tangannya. Napasnya tersengal, jantungnya berdetak kencang. "Tidak... ini tidak mungkin," bisiknya ketakutan. Ia dengan cepat menutup semua tirai apartemennya, lalu berlari ke pintu untuk memastikan kuncinya masih terpasang. Ia bahkan menekan tubuhnya ke pintu, seolah-olah itu bisa melindunginya dari ancaman yang terasa semakin nyata. Notifikasi ponselnya berbunyi lagi. "Jangan buang waktu, Rani. Aku menunggumu." Rani menggeleng, menggigit bibirnya untuk menahan kepanikan. Crish benar-benar serius. Dia masih bisa menjangkaunya, bahkan saat ia berpikir sudah aman. Tangannya mulai berkeringat saat ia mencoba berpikir jernih. Pilihan apa yang aku punya? Jika ia menolak, Crish pasti akan terus memburunya, mungkin lebih dari sekadar ancaman. Tapi jika ia menuruti perintahnya, itu berarti ia harus berhadapan dengan Abraham dan Lily lagi. Dua pilihan, dan keduanya sama buruknya. Ia mendongak, menatap bayangannya di cermin

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 42

    Crish dibawa pergi oleh anak buah Abraham, tapi bahkan saat borgol terpasang di tangannya, seringai puas masih menghiasi wajahnya. Ia dilempar ke dalam mobil, namun sebelum pintunya ditutup, ia menatap Abraham dengan penuh arti. "Kau terlalu percaya diri, Abraham," katanya. "Jangan berpikir bahwa menyingkirkanku akan membuat hidupmu lebih mudah. Karena bahkan di balik jeruji, aku masih bisa menyentuh Lily." Abraham mengepalkan tangannya. "Kau menyentuhnya sekali lagi, dan aku pastikan kau tidak akan pernah melihat dunia luar lagi." Crish tertawa. "Kau pikir aku perlu menyentuhnya sendiri? Dunia ini penuh dengan orang-orang yang bisa dibayar, Abraham. Kau tahu itu lebih baik dariku." Abraham tidak berkata apa-apa lagi. Ia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menutup pintu mobil, lalu mobil itu melaju, membawa Crish ke tempat di mana dia seharusnya berada—penjara. Namun, perasaan tidak nyaman mulai mengusik Abraham. Lily duduk di ruang kerja Abraham, menatap keluar jend

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 41 Terjebak Di Jalan Buntu

    Rani menginjak pedal gas sekuat tenaga, berusaha menjauh dari mobil hitam yang terus memepetnya. Jalanan gelap dan sepi, hanya ada lampu-lampu kota di kejauhan. "Aku harus keluar dari sini!" pikirnya panik. Mobil hitam itu semakin mendekat, mencoba memaksa mobilnya keluar dari jalan utama. Rani menggertakkan giginya, mencoba tetap fokus. Namun, saat ia membelok tajam ke kanan, jantungnya hampir berhenti berdetak. Jalan buntu. Matanya membelalak. "Tidak… tidak! Ini tidak mungkin!" Ia menekan rem mendadak, mobilnya berhenti tepat beberapa meter dari dinding beton tinggi. Dari kaca spion, ia melihat mobil hitam itu juga berhenti. Pintu mobil terbuka, dan beberapa pria berbadan besar keluar. Rani meraih ponselnya dengan tangan gemetar dan buru-buru mencoba menghubungi seseorang—siapa saja yang bisa menolongnya. Satu dering… dua dering… Panggilannya tersambung. "Halo?" Suara Abraham terdengar di seberang. Rani tidak peduli lagi. Ia berbisik ketakutan, "Abraham… tolo

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 40 Rencana Gila Crish

    Crish duduk di kursi ruang kerjanya dengan wajah kusut. Tangannya mencengkeram gelas minuman dengan erat, sementara pikirannya berkecamuk. "Brengsek!" Dengan penuh amarah, ia melempar gelas itu ke dinding, membuat pecahannya berhamburan di lantai. Semua rencananya hancur berantakan. "Aku kehilangan perusahaan, kehilangan investor, dan sekarang bahkan nyawaku pun dalam bahaya!" Serangan terhadap Lily gagal. Itu artinya, Abraham pasti sudah mengetahuinya. Dan jika Abraham sudah turun tangan, maka Crish tahu waktunya semakin menipis. Tok! Tok! Pintu ruangannya diketuk sebelum seseorang masuk dengan ekspresi tegang. "Tuan, ada masalah besar…" Crish menoleh tajam. "Masalah apalagi?!" bentaknya. Orang itu menelan ludah sebelum berkata, "Abraham menggerakkan koneksinya. Semua perusahaan yang masih terikat dengan kita mulai menarik diri. Kita benar-benar dalam bahaya!" Crish merasakan dadanya sesak. Semua orang meninggalkannya. Bahkan Rani, yang selama ini bersamanya,

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Bab 39 Bayangan Kematian

    Crish menunggu di ujung telepon, napasnya berat dan penuh amarah. Suara di seberang terdengar setelah beberapa detik. "Siapa targetnya?" Crish menyeringai, matanya gelap oleh dendam. "Marsanda Evelyn Whitmore. Aku ingin dia lenyap selamanya." Ada keheningan sejenak sebelum suara itu menjawab. "Harga yang kau minta tidak murah, Crish. Apalagi targetmu seseorang yang punya hubungan dengan Abraham." Crish menggeram. "Aku tidak peduli berapa harganya! Aku ingin dia mati!" Suara di seberang tertawa kecil. "Baik. Aku akan mengatur semuanya. Tapi kau tahu konsekuensinya, kan? Jika ini gagal, bukan hanya dia yang akan mati." Crish mengepalkan tangannya. "Lakukan saja pekerjaannya!" Telepon terputus. Crish menyeringai puas. Kali ini, Lily tidak akan bisa lolos seperti sebelumnya. Jika dia pernah kembali dari ambang kematian, maka kali ini dia tidak akan punya kesempatan kedua. Di tempat lain, seseorang telah menerima perintah eksekusi. Dan Lily… tidak menyadari bahwa ajalnya

  • Kontrak Sandiwara Istri sang CEO   Ban 38

    Lily baru saja hendak berdiri dari sofa ketika kakinya tanpa sengaja tersangkut di ujung karpet. Tubuhnya kehilangan keseimbangan, dan sebelum ia sempat menyadari apa yang terjadi, gravitasi menariknya ke depan. "Ah—!" Dalam sekejap, dua lengan kuat menangkapnya dengan sigap. Lily terkejut, dan saat ia mengangkat kepalanya, wajah Abraham sudah begitu dekat dengannya. Mata mereka bertemu. Napas Lily tercekat. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh Abraham, bisa mendengar detak jantungnya yang tenang, kontras dengan miliknya yang berdetak liar. "Ternyata dia tampan sekali," ujar Lily dalam hati. Abraham tidak langsung melepaskannya. Ia menatap Lily dalam, seolah sedang membaca sesuatu yang tersembunyi di balik mata wanita itu. "Hati-hati," bisik Abraham, suaranya rendah dan penuh perhatian. Lily menelan ludah. Jarak di antara mereka terlalu dekat, terlalu berbahaya. Ia bisa mencium samar aroma maskulin Abraham—campuran dari parfum mahal dan sesuatu yang khas darinya. Sejenak,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status