Beranda / Pernikahan / Kontrak Hasrat Tuan Presdir / BAB 159 — JANGAN JADI PENDENDAM

Share

BAB 159 — JANGAN JADI PENDENDAM

Penulis: Sinar Rembulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-18 23:21:37

“Kenapa makanannya hanya diaduk seperti itu? Kalau tidak mau makan untuk apa dipesan?”

Gin menatap lurus ke arah istrinya. Bukan tanpa sebab ia menegur. Lelaki itu sudah memperhatikan cukup lama. Sejak menu pesanan mereka disajikan di meja, Yura hanya mengaduk-aduk kuah bakso tanpa berniat menyantapnya. Perubahan raut wajah juga sudah ia sadari sejak Gin mengambil keputusan untuk mengeluarkan kartu debitnya dan melunasi semua biaya keperluan Katrina, mantan mertua Yura. Sejak saat itu, wanitanya ini lebih banyak diam.

Pria berkaos hitam itu mengerti jika Yura tidak bisa menerimanya. Perbuatan Katrina terlalu jahat di masa lalu, rasanya tak perlu dibalas sedemikian baiknya. Pun sebenarnya Gin sendiri pernah dimanfaatkan. Namun, apakah membantu itu salah? Toh uang yang dikeluarkan oleh Gin sepadan dengan uang belanja Yura yang ia berikan setiap bulan.

Entah apa yang membuat wanita itu berbeda. Hormon, kah? Bawaan bayi, kah? Atau memang Yura berubah karena sudah terlalu banyak menerima
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 160 — HARUS BERHATI-HATI

    ["Kau sedang ada dimana, Gin? Kenapa terdengar riuh sekali?"] Gin menarik napas dalam-dalam saat mendengar pertanyaan sang ibu dari panggilan yang baru saja tersambung. Haruskah ia jujur sedang berada di rumah sakit? "Aku sedang di luar, Bu, bertemu dengan beberapa teman lama, ada apa?" tanyanya seraya beralih ke tempat yang lebih lengang. Lelaki itu memilih untuk keluar dari kafe tetapi masih bisa mengamati Yura dari balik pintu kaca. Pada akhirnya, berbohong adalah pilihan lelaki itu. Mungkin, jika ada malaikat yang sedang mencatat setiap dosanya, membohongi ibu adalah kesalahan yang paling banyak ia lakukan selama bertahun-tahun.["Apa sekarang kau bisa datang? Badanku rasanya tidak enak dan ... aku tidak punya teman. Bibi sedang pulang ke kampung halaman tiga hari. Tersisa aku dan beberapa satpam saja."]Gin menutup mata. Sebuah gulungan perih menyelinap masuk dalam rongga dadanya. Dia baru saja menyadari bahwa telah meninggalkan Sarah begitu lama. Sejak tinggal bersama Yura, i

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 161 — BISAKAH KITA BERTEMU?

    “Bagaimana perutmu? Apakah masih mual?”Gin meletakkan tas kerjanya di atas kursi kosong—sebelum mendaratkan tubuhnya— berikut dengan ponsel pintar yang dipegangnya. Pria itu baru saja selesai bersiap untuk pergi bekerja. Sementara wanita yang ia ajak bicara sedang menyibukkan diri di depan penggorengan.Yura lantas menoleh sekilas ke arah Gin, kini pria itu sedang mengenakan jam tangannya. Bibir mungil wanita itu menguntai senyum saat melihat sang suami nampak gagah dengan balutan kemeja putih dan jas hitam kebanggaannya. Juga dasi merah tak bermotif yang ia belikan beberapa waktu yang lalu.“Kalau aku tidak baik-baik saja tentu aku tidak akan berada di dapur ini,” jawab Yura seraya berjalan ke arah meja makan. Berikut menyajikan sepiring avocado toast dengan telur setengah matang di atasnya—menu sarapan favorit Gin. “Syukurlah kalau kau sudah membaik. Lalu, apa rencanamu hari ini? Mau pergi jalan-jalan?” Pria itu mengambil alat makannya dan mulai memotong roti. “Aku sedang malas p

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 162 — MENATA HIDUP KEMBALI

    Pukul dua belas siang, Yura telah sampai di rumah sakit. Sepertinya janjinya kepada Sherina tadi, ia menunggu di cafe. Yura memilih tempat yang sama saat ia makan bersama suaminya kemarin. Hanya saja, yang berbeda kali ini adalah menu yang ia pesan. Segelas lychee tea, sepiring kentang goreng sebagai camilan, dan satu porsi steak ayam sebagai menu makan beratnya. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin makan masakan italia itu meski ia tahu berbumbu lokal indonesia. Mungkinkah anak dalam perutnya itu juga menginginkan hal yang sama?Sampai saat ini Yura tidak tahu bedanya mengidam dan bukan. Pun ia jarang menginginkan sesuatu. Jika beberapa teman—termasuk Erna—pernah bercerita pengalaman mereka tentang ngidam, ia merasa tak ada kesamaan sama sekali. Mereka bilang biasanya ingin makan yang asam-asam, pedas, dan asin. Lalu ingin selalu manja dengan suami, disayang dipeluk, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, sejauh ini, Yura belum sampai di tahap tersebut. Ya, positif thingking saja belum.

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-20
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 163 — HANYA RINDU

    Di ambang pintu berbahan kayu jati Gin menghentikan langkah. Dua tangan di saku celana kini keluar dari persembunyiannya seiring dengan helaan napas yang meluncur bebas. Dulu, pintu utama ini menjadi tempat favorit untuk mengambil foto keluarga. Ayah, ibu, adik, dan dirinya sendiri, terkadang bersama opa dan omanya. Namun, sekarang bagai tempat terbengkalai yang tak pernah di sambangi. Perlahan, satu demi satu di antara mereka pergi, meninggalkan kenangan.Rumah ini besar, tetapi tak ada artinya. Rumah ini masih sangat kokoh. Bila dijual mencapai harga setengah triliun. Setiap fasad bangunannya dirancang tahan gempa dan digarap oleh puluhan arsitek berpengalaman. Sayang, percuma karena tak banyak penghuni. Hanya ibunya seorang diri yang masih setia berada di tempat ini, juga beberapa orang yang membantunya.Terkadang, ia merindukan kebersamaan itu. Jika bisa memutar waktu, Gin ingin kembali ke masa lalu. Saat semuanya masih bersama, saat semuanya masih baik-baik saja. Namun, itu h

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 164 — HATI YANG SESAK

    “Gin? Kenapa diam saja?”Sarah menepuk pundak putranya yang kini mendadak pucat pasi. Wanita itu menatap dalam manik hitam milik Gin lekat-lekat. Sementara Gin masih mencoba mencari kalimat yang tepat untuk menjawab semua rentetan pertanyaan yang ditodongkan padanya.Apa yang harus ia katakan sekarang? Apakah ia harus jujur dengan sang ibu jika sekarang ia telah menikah dengan seorang wanita pilihannya? Belum! Gin Belum bisa jujur akan hal itu saat ini. Ia belum siap dengan kehancuran yang akan terjadi lebih parah dari sebelumnya.“Son?” Sarah bicara kembali. Wanita renta itu masih belum melepaskan pandangannya dari sang putra. Sebisa mungkin ia mengamati perubahan pada ekspresi wajah datanya “Apa ada yang kau tutupi dariku? Kenapa kau tidak jawab pertanyaan ibu?”Mendengar tuntutan itu, Gin segera menegakkan badan dan menyunggingkan sebuah senyum. Diraihnya tangan sang ibu dan digenggamnya lagi. “Tidak, ibu jangan menduga yang tidak-tidak. Oke, Gin jelaskan biar ibu tidak curiga teru

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-21
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 165 — ANGGAP SAJA TAK PUNYA ISTRI!

    [Sepuluh panggilan suara tak terjawab.]Pemberitahuan tersebut tepampang nyata di layar ponsel saat Gin mengetuknya dua kali. Nama “My Wife” dalam kontak yang tertera membuatnya segera meraih ponselnya dan memeriksa puluhan notifikasi yang masuk. Ada pesan dari Yura yang bertanya mengapa ia tak mengangkat panggilan. Tampaknya wanita itu kecewa karena Gin tidak memegang ponsel. Selain Yura ada beberapa pesan dari Arkatama yang setuju akan bertemu di apartemen dan menunggu kedatangannya ke sana. Benda pipih itu sempat ia tinggalkan berjam-jam lamanya di kamar karena menemani sang ibu yang mendadak tantrum dan baru sempat ia buka saat ia berada di dalam mobil ini. Sebenarnya Gin ingin pulang lebih awal. Setelah makan malam ia sudah pamit untuk kembali, tetapi sifat kekanakan Sarah menahannya untuk tetap berada di rumah sampai wanita itu tertidur lagi. Hingga saat ini, pukul dua belas malam, ia baru bisa melepaskan tautan lengan sang ibu dari tubuhnya kemudian cepat-cepat membawa mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 166 — KALAH TELITI

    Kantuk sudah menguasai Yura, menenggelamkannya ke dalam alam bawah sadar. Entah sudah berapa lama ia menyelami alam mimpi. Wanita itu sendiri tidak tahu kapan tepatnya tertidur pulas. Hal terakhir yang ia ingat hanyalah mengirim pesan kepada sang suami, kemudian melemparkan gawainya ke sisi ranjang dengan sembarang, setelahnya berusaha melelapkan diri dengan perasaan dongkol. Saat bergerak, punggungnya membentur sesuatu yang terasa keras. Beberapa detik kemudian ia sadar jika ada beban di atas perutnya, juga embusan napas teratur yang menerpa tengkuknya. Wanita itu lalu melebarkan mata dan menoleh ke arah samping. Gin sedang tidur, memeluknya. Kamar ini remang, tetapi dengan jelas, Yura melihat gurat lelah di wajah suaminya. Dengkuran yang tak terlalu keras sudah cukup menandakan bahwa lelaki itu kurang istirahat. Kapan pria itu pulang? Dan, sebenarnya apa yang dia kerjakan sampai larut seperti itu?Yura lalu melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi leb

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-24
  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 167 — APA KAU MEMAAFKAN AKU?

    "Apa yang harus aku dengar? Alasan? Pembelaan? Atau kebohongan lagi?"Yura meletakkan satu liter susu segar yang baru dia keluarkan dari dalam kulkas dengan cukup keras. Kaca yang terbentur dengan lempengan marmer itu belum mengutarakan rasa kesalnya kepada sang suami. Sejak awal ia sudah mengatakan tidak menyukai ketidakjujuran. Sekarang, Gin mengulanginya lagi.Tatapan wanita itu masih memburu manik hitam milik Gin, mencari sebuah kebenaran. Yura hanya mendapati sebuah ketakutan dan ruang kelam di sana. Mungkin masalah pagi ini hanya hal kecil yang sebenarnya tidak perlu diributkan atau dibuat panjang. Yura memang terkesan melebih-lebihkan. Akan tetapi, bukankah kebohongan besar berawal dari kebohongan kecil? Apa susahnya untuk jujur? Sekalipun mungkin kejujuran itu akan melukai hatinya, itu lebih ia maklumi daripada harus menutup-nutupi. Sementara Gin yang ditatap sedemikian rupa menegang. Inikah sisi lain Yura yang tak ia ketahui?"Tenang dulu. Duduk, dan biarkan aku bicara, ki

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-24

Bab terbaru

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 271 — TULANG RUSUK YANG TERTUKAR

    Tenggorokan Yura terasa kering. Sebenarnya, tidak masalah jika Rama berkenalan dengan putrinya. Tetapi, bukan itu yang menjadi kekhawatirannya. Semua itu tergantung dengan tanggapan Gin. Bagaimana pun juga, pria itu yang bisa menentukan keputusannya."Berikan saja, Sayang. Biarkan Pak Rama mengenal putri kita." Gin menyahut dari arah belakang. Entah kapan pria itu kembali, kini Gin sudah berdiri di sampingnya."Tapi—""Aku tidak keberatan. Tidak ada salahnya," sahut Gin kembali.Yura kemudian mengangguk dan memberikan Raya kepada mantan suaminya. Rama tampak berbinar melihat Raya dalam pangkuannya. Pria itu bahkan tersenyum sendiri.Sebagai mantan istri, Yura paham betul bahwa semenjak pernikahan mereka dulu, Rama selalu mendambakan kehadiran seorang anak. Namun, harapan mereka pupus kala mendapatkan hasil pemeriksaan medis yang menyatakan bahwa Rama tak bisa memiliki keturunan.Yura berharap, kehadiran Raya bisa sedikit mengobati rasa sakit Rama.Cukup lama Rama menimang Raya. Hingga

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 270 — AKU TIDAK PERNAH MENYESAL

    Sosok itu adalah Rama. Pria yang pernah menjadi suaminya selama kurang lebih lima tahun. Orang yang pernah ia perjuangkan dengan segenap jiwa dan raganya.Yura sudah tidak peduli padanya. Bahkan, dia tidak ingin tahu tentang apa yang dilakukan lelaki itu, hanya tidak menyangka akan bertemu dengan Rama kembali saat ini, di rumah mertuanya sendiri. Dan, Yura melihat perubahan yang sangat besar.Wajah Rama tampak lebih tua dan badannya sedikit kurus. Kumis dan jambangnya terlihat lebih lebat. Penampilannya pun jauh berbeda dengan pertemuan terakhir mereka dahulu. Ia sempat tak percaya bahwa orang yang kini berdiri di hadapannya ini adalah Rama. "Salam kenal, Bu Shinta." Yura menyapa Bu Shinta terlebih dahulu, kemudian mengarahkan padangannya kepada Rama. Ada kecanggungan yang kentara saat Yura bertatap muka dengan Rama, ia tampak ragu saat ingin menyapanya. Demikian halnya dengan Rama yang terlihat menelan ludahnya kasar. Untungnya, interaksi kaku mereka terbaca oleh Bu Shinta. Wanita

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 269 — SANG PEMILIK MASA LALU

    Suasana kediaman utama sore hari ini sedikit lebih ramai dari biasanya. Ketika Gin dan Yura sampai di sana, beberapa mobil jasa angkut berada di sana membawa beberapa paket barang. Gin bertanya kepada beberapa satu asisten rumah tangga yang berjaga di sana dan mereka mengatakan bahwa barang yang dibeli oleh sang ayah adalah lukisan yang secara khusus telah dipesan sejak berbulan-bulan lalu."Kenapa Ayah membeli banyak lukisan?" tanya Yura ketika sudah menjauh dari para asisten rumah tangga. "Maksudku, tumben sekali pesan sebanyak ini. Biasanya hanya satu atau dua untuk ganti properti kantor."Ya. Memesan lukisan bukan sesuatu yang tabu di keluarga Satwika. Sebagai menantu, Yura kerap membantu Wira atau pun Gin mencarikan seniman untuk membeli atau membuat lukisan. Namun, untuk kali ini, tampaknya Wira mencari tanpa bantuannya. Bahkan Gin, putranya sendiri, tidak tahu-menahu tentang ini.Gin yang sedang menggendong putrinya juga mengamati keadaan sekitar selama beberapa saat. Kemudian

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 268 — TEMPAT TERNYAMAN

    Beberapa minggu setelah kepergian Sarah.Mendengar suara tangisan bayi yang begitu kencang, Yura mematikan kompornya dan segera berlari ke lantai atas untuk memeriksa. Saat membuka pintu kamar ruang bayi, tubuhnya sejenak terpaku ketika menemukan Gin sedang menimang putrinya.Wanita itu menghela napas panjang. Sejak tadi, ia sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Saking sibuknya, sampai lupa dengan Raya. Namun, ketika kembali di sini, ia justru dibuat kagum dengan sikap sang suami. Pria itu bahkan belum berganti baju, masih mengenakan handuk mandi untuk menutupi tubuhnya.“Kenapa wajahmu tampak tegang seperti itu?” tegur Gin dengan suara beratnya."Ah, tidak, aku hampir lupa kalau meninggalkan Raya. Aku pikir kau masih mandi atau siap-siap, tapi ternyata kau sudah di sini."Gin hanya merespon dengan sebuah tawa pelan. "Apa aku tidak boleh menimang putriku sendiri?""Bukan seperti itu, Gin. Aku hanya terkejut saja," tutur Yura usai menggeleng sebagai respon.Gin kembali menarik kedua sudut

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 267 — MARTHA, SANG PENAWAR DUKA

    Meskipun ada kelegaan dalam hati karena telah menemukan Martha, Wira tetap tak bisa menyembunyikan dukanya. Kepergian Sarah meninggalkan luka mendalam dan penyesalan dalam dirinya. Semua juga tahu, tak ada yang bahagia saat ditinggalkan selamanya. Sejak tadi, pria itu memilih menyendiri di balkon kamar, merenungkan masa lalunya dan memikirkan masa depannya bersama Martha. Bahkan saat doa bersama di gelar di rumah untuk mengenang Sarah, Wira tak ingin bergabung dengan mereka. Ia lebih memilih untuk menikmati kesunyian dan keheningan di balkon kamarnya."Sudah hampir larut, Mas. Mau sampai kapan melamun di situ?"Suara Martha memecah keheningan di balkon. Malam ini, Wira langsung membawa Martha ke kediaman utama malam itu juga. Ia tidak ingin kehilangan jejak Martha lagi, wanita yang telah membawa secercah cahaya di tengah kesedihannya.Ketika tangan Martha menyentuh pundaknya, Wira menoleh. Ia menurunkan kaki dan mematikan puntung rokoknya. "Sudah selesai?" tanyanya, bermaksud menany

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 266 — JANGAN BIARKAN AKU KEHILANGANMU

    Setelah tiga puluh menit berkendara, mobil berwarna hitam milik Wira terparkir rapi di halaman sebuah rumah beraksen kayu. Rumah modern yang sebenarnya biasa saja dan jauh dari kota, tetapi begitu berarti untuk Martha, wanita yang kini menjadi istri satu-satunya. Rumah ini satu-satunya harapan Wira. Walau tak bisa memastikan apakah wanita itu benar-benar ke rumah ini atau tidak, pria tua berkemeja hitam itu hanya mengikuti kata hati. Gantungan kunci yang terlepas, menjadi satu-satunya petunjuk yang ingin ia buktikan.Dan semoga saja, Martha bisa ia temukan di sini.Ting Tong! Ting Tong! Wira menekan bel dan menanti beberapa saat. Hingga akhirnya terdengar suara pintu terbuka, Wira menoleh dengan cepat. Sayangnya, yang ia temukan bukan Martha, tetapi seorang pembantu di rumah itu.“Bapak?” sapa wanita itu kepada Wira. Rupanya, meski pertemuan mereka dulu hanya beberapa kali, tetapi wanita itu masih ingat bahwa Wira adalah suami majikannya.“Ibu pulang ke sini?” tanya Wira tanpa basa-

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 265 — AKU TAHU DIMANA DIA

    “Dimana Martha?”Wira menatap lurus dua orang binatu perempuan yang baru saja membukakan pintu. Mereka tampak gagap dengan kemunculan sosok Wira yang tidak terduga. Mungkin, mereka mengira Wira tak akan datang ke tempat ini karena sedang berduka. Dan, saat lelaki itu melempar pertanyaan, mereka semua hanya saling melempar tatap, seolah bingung dengan jawaban apa yang harus diberikan kepada sang majikan. “Saya yakin kalian tidak tuli. Dimana Martha?” Sekali lagi Wira bertanya dengan nada lebih tinggi. Tidak peduli dengan dengan mata yang sembab dan wajah kuyu sehabis dari pemakaman, ia mencecar pegawainya. Dua wanita di hadapannya serentak menunduk. Salah seorang memberanikan diri untuk bicara. “Maaf, Bapak, Ibu …. Sedang pergi.”“I—ibu pergi sejak tiga hari yang lalu dan belum pulang, Pak,” timpal pembantu yang satunya. Wira memijat pelipisnya. Kini kecurigaannya terbukti. Hatinya merasa ada yang tidak beres. Sebab sejak semalam wanita itu tak bisa dihubungi dan ketika dijemput,

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 264 — TURUT BERDUKACITA

    Turut Berduka Cita atas meninggalnya Ibu Sarah Gharvita.Puluhan papan karangan bunga berlatar hitam berjajar rapi di sepanjang halaman kediaman keluarga Satwika. Saking banyaknya, sampai harus turun ke bahu jalan. Tak lain halnya dengan pusara, ucapan belasungkawa tak henti mengalir di tempat itu. Sarah tidak tertolong. Setelah jatuh, Wira segera membawa Sarah ke rumah sakit, ia pikir masih ada waktu lebih lama lagi untuk Sarah bertahan, akan tetapi Tuhan menghendaki takdir yang lain.Sarah meninggal dunia tepat dalam pelukan Wira. Setelah semalam di semayamkan, hari ini, jenazahnya dikebumikan.“Istirahatlah dengan tenang,” bisik Wira seraya menabur bunga mawar merah di gundukan tanah yang masih basah. Sebasah wajahnya yang dibanjiri air mata.Semua itu terjadi dengan tiba-tiba. Tidak ada yang menduga kepergian Sarah, bahkan ini lebih cepat dari vonis dokter. Wira orang yang paling terpukul. Meski bertahun-tahun hubungannya dengan Sarah tak baik, sempat pisah ranjang bahkan merasa

  • Kontrak Hasrat Tuan Presdir   BAB 263 — SALAM PERPISAHAN

    “Untuk apa kau mengundang Martha datang?” Wira bertanya dengan sedikit nada panik. Takut, bila Sarah memintanya melakukan hal yang tidak-tidak. Mengingat beberapa teror yang pernah dilakukannya, Wira tak bisa berpikir positif lagi tentang Sarah, sekalipun wanita itu telah banyak berubah. Dan, perihal bertemu Martha itu adalah hal yang kedengarannya mustahil.“Bukan untuk apa-apa. Kau bisa bertanya kepada Yura jika kau tidak percaya.” Sarah tersenyum singkat. Nada bicaranya juga pelan. Tidak ada penekanan sama sekali. “Aku hanya ingin mengenal dia lebih dekat saja. Selama ini, kami belum pernah bicara langsung. Sekarang aku mengerti, mengapa kau lebih memilih dia. Kau bisa mendapatkan apa yang tidak bisa aku berikan darinya.” Tidak banyak yang dilakukan oleh Wira. Hanya menghempas napas panjang setelah istrinya bicara. “Apa tujuanmu ke sini hanya untuk membahas itu? Jika iya, ayo kita pulang saja.”Sarah menolak ajakan itu. “Mengapa di hadapanku kau seolah tidak peduli dengan Marth

DMCA.com Protection Status