“Jangan, Bu! Aku tidak mau!”Yura meronta sekuat tenaga ketika pergelangan tangannya ditarik paksa oleh sang mertua.Lima tahun setelah suaminya koma, berkali-kali ia menolak paksaan Katrina untuk menjadi wanita penghibur di sebuah club malam milik salah seorang temannya. Namun, perlawanan itu tampaknya berakhir sia-sia hari ini.Mertua Yura sudah habis kesabaran, hingga tubuh ramping wanita cantik itu kini tak mampu menandingi kekuatannya. “Jangan buang-buang waktu!” bentak Katrina, "anggap saja ini bukti tanggung jawabmu sebagai istri, Yura."Tanpa peduli tangan Yura yang telah memerah, Katrina memaksa untuk melewati kerumunan, Kehadiran mereka yang begitu ricuh tentu menjadi tanda tanya bagi beberapa orang. Hanya saja, lebih banyak orang yang tidak ingin tahu dan lebih memilih asik berjoget di bawah kerlip lampu yang menyilaukan mata. “Aku tidak mau, Bu! Aku janji akan cari uangnya secepat mungkin! Tapi aku mohon jangan paksa aku bekerja di sini!” Yura kembali berusaha melawa
“Tamuku akan datang satu jam lagi. Hapus riasanmu lalu mandilah! Pastikan tubuhmu benar-benar bersih dan wangi! Aku tidak mau tamuku kecewa malam ini. Setelah kau siap, pakailah baju itu!” Yura menelan ludahnya ketika Madam Lily menunjuk baju yang tergantung rapi pada sebuah besi alumunium. Entah baju mana yang dimaksud oleh sang mucikari. Dua indera penglihatannya hanya menangkap sebuah baju hitam kurang bahan tergantung tanpa teman di sana. Baju yang mungkin lebih pantas disebut dengan lingerie."Apakah aku akan menggunakan baju itu?" batinnya.Yura sendiri tak berani bertanya. Satu hal yang pasti, baju itu tak akan membuatnya nyaman. Bagian dada terbuka lebar dan paha yang terekspos bebas. Bahkan sepertinya tidak ada gunanya memakai baju tersebut. Melihat ekspresi Yura yang tampak tercengang, Madam Lily lantas menggelakkan tawanya. Wanita yang tengah mengenakan gaun hitam itu mendekat ke arah Yura. “Kenapa melamun? Pakaian seperti itu tidak tabu lagi di tempat ini. Sudah aku bila
“Sa—Saya baru pertama kali melakukan pekerjaan ini, Tuan. Maaf,” ucap Yura kala berhasil mengendalikan desiran aneh tersebut.Namun, dia kembali menegang saat merasakan tubuh pria itu mendekat dari belakang. Dua tangan lelaki itu menelusup di pinggang rampingnya, terasa berotot dan kekar saat kulit mereka bersentuhan. Pikiran Yura berkelana. Seperti apa lelaki berjuluk Tuan Gin itu? Sebelumnya, dalam bayangan Yura, pria itu begitu tua. Rambut putih, kulit keriput dan tubuhnya kurus kering, seperti kakeknya dahulu. Namun sepertinya dugaan itu terlalu jauh. Meski tak bisa melihatnya, Tuan Gin yang berada di belakangnya saat ini sepertinya jauh berbeda. Karena tak mungkin bila seorang pria tua memiliki postur tubuh kekar yang terasa masih bugar. Yura menebak saat dada bidang lelaki itu menempel pada punggungnya. Ah, siapapun orang itu ia hanya berharap bahwa kegiatan mereka ini akan usai secepatnya! “Siapa namamu?”“Saya .... Yura.”“Yura .... Perempuan bersuami yang ingin menjua
"A--apa?" Alih-alih menjawab, Yura justru merasakan Tuan Gin duduk di bibir ranjang dan menarik tubuhnya di atas pangkuan pria itu! Hal ini sontak membuat Yura menahan degup jantungnya. Dia sendiri tidak bisa melakukan apa-apa selain menurut. Ruang geraknya tak bebas dan kedua matanya masih tertutup rapat. “Tugasmu hanya satu, melayaniku setiap malam dan tinggal di apartemenku. Kau masih boleh bekerja dan melakukan aktivitasmu seperti biasanya. Tetapi setelah itu, kau harus kembali menungguku pulang. Yang terakhir, kau harus menggunakan penutup mata seperti ini ketika bertemu denganku.”Jantung Yura bagai terhenti sepersekian detik. Bibirnya hampir menganga mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan pria itu. Butuh keberanian untuk melakukannya sebab menjadi istri kontrak adalah berkhianat dengan Rama. Juga, mental dan hati sekuat baja karena tak boleh melibatkan perasaan selama berhubungan dengan sang Tuan. Yang lebih sulit harus mau dicampakkan kapanpun lelaki itu jenuh da
Sayangnya, Yura tak menemukan jawaban.Jadi, pagi-pagi buta, wanita itu bergegas menuju rumah sakit untuk menjernihkan pikiran. Dia juga ingin meminta keringanan dan tambahan waktu kepada pihak rumah sakit. Tawaran yang diberikan Tuan Gin dijadikan pilihan terakhir tatkala benar-benar tak punya kesempatan. Yura masih ingin mengusahakan membayar semua biaya sang suami dengan cara yang halal. “Mana uang yang kau dapatkan semalam? Kita harus segera membayarnya di kasir!” Deg!Katrina ternyata ada di ruangan sang suami. Mertuanya itu kini menyodorkan telapak tangan, menanti sang menantu memberikan segepok uang atau mungkin selembar cek bertuliskan angka empat ratus juta. Hal ini jelas membuat Yura menunduk. Katrina lantas mendecakkan bibirnya. “Malah menunduk! Cepat mana uangnya, Yura!” tuntutnya kembali dengan tangan yang masih terbuka dihadapannya. Sayang, nada keras itu hanya dihadiahi bungkaman bibir oleh menantunya. Kesabarannya mulai terkoyak hingga semakin naik pitam.“Jan
16A02 Sudah tiga kali Yura mencocokkan nomor yang tergantung pada papan pintu berwarna hitam itu dengan pesan text yang dikirimkan pada ponselnya. Tidak ada yang salah, semua angka dan hurufnya sama. Hanya saja, wanita itu tak memungkiri bahwa apartemen ini terlalu mewah untuknya. Mimpi apa ia sampai bisa menginjakkan kaki ke tempat ini? Sungguh, ia merasa bagai rakyat kecil yang sedang menginjak istana raja. Lagi-lagi ini membuktikan bahwa Tuan Gin bukanlah orang biasa sepertinya. “Dengan Ibu Yura?”Wanita berambut sebahu itu spontan membalikkan badan dan menemukan Seorang pria berstelan jas hitam tengah berdiri di hadapannya dengan sebuah senyum yang tersimpul tajam. Tangan kanannya membawa sebuah map kain berwarna hitam dengan bendelan kertas di atasnya. Seolah menyadari kebingungan Yura, pria itu mengulur tangan untuk dijabat. “Saya Arkatama, pengacara Tuan Gin,” ujarnya membuat Yura lantas menganggukkan kepala kemudian menjabat tangan pria itu. “Tuan Gin mengutus say
Drrt!Nada ponsel menyadarkan Yura yang baru saja mandi dari lamunan. Ternyata itu telepon dari Ibu mertuanya.Namun baru saja panggilan itu tersambung, wanita tua itu langsung berteriak, [Ini sudah hampir petang! Mana uangnya kenapa juga tak kau berikan padaku?] “Masalah uang sudah diurus Tuan Gin dan langsung dibayarkan ke rumah sakit,” jawab Yura sesuai dengan isi perjanjian kontraknya dengan Tuan Gin yang menyebutkan pembayaran sesuai dengan tagihan dan melalui rekening rumah sakit.["Apa? Mereka yang membayar?"] Katrina berdecak kesal. ["Kau ini bagaimana? Kenapa bukan kau saja yang memegang uangnya dan menyerahkan padaku? Jika mereka tak membayar pada rumah sakit, kau harus bertanggung jawab!"] "Tapi kesepakatanya dalam kontraknya begitu, Bu, uangnya akan langsung masuk ke rekening rumah sakit setiap bulan dan rumah sakit akan menagihnya kepada Tuan Gin. Jadi, aku tidak memegang uang sama sekali dan kita tidak perlu memikirkan biaya lagi. Mungkin ibu bisa bertanya ke bagian a
"Ahh .... Gin!” Entah bagaimana ciuman tadi memanas. Sentuhan keduanya juga semakin liar, hingga erangan mulai bersahutan menggema ke seluruh ruangan. "Shit! Kau begitu sempit!” umpat pria itu sembari terus bergerak di atas Yura.Hal ini membuat Yira memeluk erat Gin. Jemarinya bahkan mencengkram punggung kekar itu sekuat tenaga kala merasakan gelombang kenikmatan bertubi-tubi. Namun, Tuan Gin tak menegurnya. Pria itu malah mengungkung tubuh di bawahnya begitu rapat, hingga akhirnya bergabung dengan pelepasan yang lebih dulu dilakukan oleh Yura. Deru napas terengah-engah menjadi satu-satunya irama yang terdengar selain detak jam yang tergantung pada dinding. Dua insan yang terikat perjanjian itu saling mendekap, sembari fokus mengatur napas tak beraturan, menyurut keringat yang bercucuran. “Kau tidak akan pernah mendapatkan yang lebih baik dari ini,” bisik lelaki itu dengan suara berat. Dada bidangnya terasa lebih dekat. Daging kenyal dan dingin itu menempel sesaat pada b