Halo, ini author Mustacis.
Terima kasih sudah mengikuti dan mendukung Izora dan Bandit. Jangan sungkan untuk kasih masukan yang berarti supaya aku bisa terus memperbaiki tulisan aku dan mempersembahkan yang terbaik untuk kalian 😘
Cerita Pembunuh Suamiku adalah tantangan kedua yang aku berikan kepada diri sendiri setelah 'Tertawan Dua Suami' juga tamat.
Semoga kalian bisa terhibur, ada sedikit pelajaran yang bisa diambil dan puas dengan cerita ini.
Kalau kalian suka dengan cerita-cerita aku, kalian bisa pantengi akun F4ceb00k aku: Mustacis Kim untuk dapet info-info seputar cerita aku.
Terima kasih banyak. Jangan lupa masukkan komentar yang banyak supaya cerita ini bisa masuk di beranda promosi dan Izora-Bandit bisa semakin dikenal banyak pembaca 🙏🏻
Sampai jumpa di karya-karya aku selanjutnya ❤️❤️
"ANJING! MATI KAU SIALAN!"Sebuah pisau lipat diacungkan tepat di depan muka Bandit. Sedikit lagi ujung pisau yang tajam itu akan menembus bola matanya.Seorang pria berbadan dua kali lebih besar darinya menindih dengan sekuat tenaga. Hidung besarnya berkerut-kerut menandakan dia sudah mencapai batas kekuatannya.Bandit mengamati bagaimana lawan yang sedang berada di atasnya itu terengah-engah. Tujuannya hanya terfokus untuk menusuk salah satu bagian tubuh Bandit, tapi lupa mengunci kekuatannya.Maka Bandit mengapit badan orang itu, menjepitnya dengan kuat sampai pria itu mengerang kesakitan lalu membalik tubuhnya."BANGSAT! SETAN SIALAN! LEPASKAN AKU!"Laki-laki yang kulitnya lebih cerah dibanding Bandit itu tengkurap di atas lantai penjara yang berdebu dan berkarat. Kedua tangannya terpelintir ke belakang. Kekuatan dan pergerakannya dikunci dengan mudah oleh Bandit."LEPASKAN, ANAK JALANG! ORANG RENDAHAN YANG LAHIR DARI PEREMP
Bandit duduk diam seperti orang yang tengah disidang. Di depannya ada kepala petugas yang menatapnya tidak suka, seolah Bandit adalah parasit yang menghancurkan ketenteraman tempat ini.Itu tidak salah.Sudah berapa kali dia duduk di tempat ini sejak masuk ke sini. Berkali-kali ia pindah sel dan hampir membunuh teman satu selnya."Kali ini karena apa?"Bandit tak membuka mulut. Dia sudah terbiasa dalam situasi ini. Tak peduli seberapa panjang ia bercerita, segalanya akan tetap sama.Petugas dengan tanda nama bertuliskan Budi Susanto itu mendecak sambil menggebrak meja sedikit keras. "Aku berusaha sabar selama ini dengan semua sikapmu yang seperti binatang liar itu. Siapa yang bilang kau boleh menghajar tahanan lain sesukamu?!"Bandit masih bungkam. Kendati baju tahanan sudah terpasang kembali di tubuhnya, tak ada yang mampu menyangkal bahwa lelaki ini sangatlah berbahaya.Pak Budi menyadari itu. Dia menekan segala amarah yang me
Sejak berumur enam tahun, Bandit sudah dipaksa memasuki dunia kriminal. Tugas pertamanya adalah mengantarkan paket berisi narkoba dengan aman. Ayahnya adalah orang yang mendapatkan keuntungan atas semua kerja keras di masa kecilnya itu.Hidup berdua dengan sang ayah saat ibunya sudah meninggal membuat Bandit tak masalah melakukan itu asal dia bisa membeli pakaian, makan dan juga membeli bunga untuk dia letakkan di makam ibunya.Di umurnya yang ke-15 tahun, seorang perempuan datang bersama anak gadis yang umurnya tak jauh berbeda dengan Bandit. Mereka diperkenalkan sebagai istri baru Ayah dan juga anak tirinya.Bukannya senang ataupun benci karena posisi ibunya sekarang terisi oleh perempuan lain, Bandit malah merasa kasihan. Karena sang ayah bukanlah laki-laki bertanggung jawab yang akan memberikan kebahagiaan untuk mereka.Renata dan ibunya mengalami penyiksaan yang selama ini Bandit dapatkan. Rumah mereka yang kecil hanya diisi dengan suara bantin
Peluh membasahi tubuh indah Izora. Dirinya masih sangat sadar ketika Darius semakin mempercepat hunjamannya. Ia mendesah pelan, semata untuk tak membolongi harga diri Darius.Bahwa ia tak merasakan apa-apa.Kendati dirinya mendesah dan merintih. Itu hanyalah palsu.Izora hanya berbaring diam di bawah tindihan Darius sambil menerima semua perlakuan lelaki itu."Ah, Marina."Sudah berulang kali nama asing itu meluncur dari mulut Darius. Setiap ia kali ia berada pada puncak kewarasannya, nama itu akan selalu hadir menghiasi percintaan mereka."Kau sangat nikmat, Marina!"Tak ada usaha sedikit pun yang dilakukan Izora untuk mengoreksi kesalahan itu. Pura-pura ia memasang ekspresi rumit yang menandakan betapa hebatnya lelaki itu menggagahinya.Kening Izora berkerut, matanya terpejam. Ia lengkungkan punggungnya saat hunjaman Darius semakin cepat sampai tubuh lelaki itu gemetar, Izora ikut bergetar. Meski
Saat Izora turun dari mobil, yang dia lihat hanya kegelapan. Diperiksanya kembali pesan dari orang kepercayaannya, alamatnya betul di sini.Di depan sana cuma ada gudang saat Izora menyalakan senter pada ponselnya. Ia menghela napas pelan sebelum mengangkat kaki menuju satu-satunya bangunan di tempat ini.Hawanya lumayan mengerikan, cukup untuk membuatnya sedikit merinding. Diketuknya pintu besi yang berkarat itu dan tak ada jawaban.Meski sedikit ragu, Izora kembali mengetuk. Lalu memutuskan untuk menarik pegangannya saat beberapa lama masih tetap hening.Tak terkunci. Bunyi geretan yang memekakkan telinga membuatnya mendengus sedikit kesal karena terkejut.Izora sudah terbiasa dengan gelap. Tak masalah baginya. Namun, ia tetap harus berjalan dengan senter ponselnya jika tak mau tersandung sesuatu atau diserang oleh seseorang yang tak dikenal, karena ini betul-betul gelap. Tak ada sedikit pun cahaya yang bisa membantunya berjalan kecua
Izora keluar dari gudang yang teramat gelap itu. Sama sekali tak ada getaran pada tubuhnya sekalipun ia hampir saja mati di tangan beruang besar yang sangat buas.Gaun yang mencetak lekuk tubuhnya dengan pas itu makin mengukuhkan bagaimana tangguhnya wanita itu. Ia berjalan angkuh menuju mobilnya, tak takut sedikit pun meskipun lelaki besar bernama Bandit itu bisa saja berlari menghampirinya dan kembali mencekiknya dengan brutal.Izora menyentuh lehernya sesaat setelah memasuki mobil. Lumayan perih dan ia yakin akan ada bekas di sana.Ia menyalakan mesin mobilnya sambil menelepon Ronald melalui speaker. "Kau yakin dia seahli itu?""Maksudmu Bandit?""Hm.""Sejak remaja dia sudah mendalami profesi itu. Tak sembarang orang bisa menyewa jasanya. Terakhir yang kutahu salah satu anggota inti DPR berhasil membujuknya. Lalu tak ada kabar lagi, karena tahu-tahu dia sudah berada di penjara."Izora mengernyit. Pegangannya pada setir kemud
Jaket kulit cokelat yang warnanya sudah pudar, celana jeans belel yang robek-robek di bagian lutut dan paha, dan kaus putih yang sudah berganti warna menjadi kekuningan. Dengan penampilan yang sama, Bandit kembali ke club itu.Dan ia mesti mendapati tatapan meremehkan si bartender bernama Andi kemarin malam. Laki-laki rapi yang berwajah seperti orang Jepang itu menyapukan pandangannya pada penampilan Bandit yang tidak berubah, lalu mendengus bosan."Buat apa lagi kau ke sini? Kurasa bukan untuk memesan minuman dan berjoget seperti orang gila di lantai dansa."Bandit hanya berdiri, sama sekali tak menyentuh kursi tinggi di sampingnya. Ia menatap lurus ke dalam mata Andi, seolah ingin mencongkel alat penglihatan lelaki berkulit putih itu."Renata."Mendapati tatapan yang teramat tajam dari laki-laki berpenampilan urakan dan seram seperti Bandit, Andi akhirnya menunduk. Lututnya tiba-tiba gemetar dan jantungnya berdegup lebih cepat."Sialan. Ak
Sampai kapan pun Bandit akan terus berada dalam tempurung rasa bersalah atas berubahnya segala yang ada dalam diri Renata.Dirinya yang membuat gadis manis itu terjebak di kubangan lumpur ini. Dia yang harus bertanggung jawab atas segalanya.Seolah ada belati yang sangat tajam mencabik-cabik dada Bandit. Diberinya Renata tatapan kesakitan. "Kau hidup dengan baik di sini?"Di tempat ini? Melayani banyak laki-laki setiap malam. Dia bilang hidupnya baik?"Aku tak akan mengganggumu setelah kau keluar dari sini. Aku mohon." Kepala itu menunduk, meratapi sepatunya yang kotor dan sudah tak layak dipakai. Napasnya kian memberat menahan desakan untuk memaksa wanita ini pergi."Hentikan ini. Pergilah."Tak ada harapan dan tak ada kesempatan yang diberikan oleh Renata. Maka saat dia meninggalkan tempatnya dan menjauh, Bandit mengambil langkah pasti. Membopong tubuh Renata di pundaknya dan bergegas memotong hiruk pikuk yang meledak itu.